Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elisabeth Ardiastuti
"World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi internasional yang berperan penting dalam memastikan arus perdagangan global dapat berjalan dengan sesedikit mungkin hambatan. Akan tetapi, berdasarkan Pasal XX (b) GATT, anggota WTO dapat melakukan suatu tindakan perdagangan yang perlu dilakukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Persetujuan Penerapan Tindakan-Tindakan Sanitari dan Fitosanitari (Persetujuan SPS) merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal XX (b) GATT tersebut. Berdasarkan Persetujuan SPS, anggota WTO berhak menerapkan ketentuan-ketentuan yang diperlukan untuk melindungi kesehatan atau kehidupan manusia, hewan atau tumbuhan, dengan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan bukti ilmiah yang cukup, serta tidak menciptakan diskriminasi sewenang-wenang atau pembatasan terselubung bagi perdagangan internasional. Untuk memenuhi kebutuhan ilmiah dan teknis dalam penerapan Persetujuan SPS, Persetujuan SPS merujuk International Plant Protection Convention (IPPC) sebagai organisasi internasional relevan untuk mendorong harmonisasi tindakan fitosanitari dengan didasarkan pada standar internasional yang diadopsi oleh IPPC. Penelitian ini menganalisa penerapan Persetujuan SPS dan IPPC pada tiga kasus di WTO, yakni Japan - Agricultural Products II (2001), Japan - Apples (2005) dan Australia – Apples (2011).

World Trade Organization (WTO) is an international organization who plays an important role in ensuring that the global trade can works with a little barriers. However, pursuant to Article XX (b) GATT, WTO Members can perform an action trade necessary to protect human, animals or plants health or life. Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) is derived from the provision of Article XX (b) GATT. Based on the SPS Agreement, WTO Member have a right to take sanitary and phytosanitary measures necessary for the protection of human, animal, health or plant life or health, which is based on scientific principle and is not maintained without sufficient scientific evidence; and not unjustifiably discriminate or be applied in a manner which would constitute a disguised restriction on international trade. For the fulfilment of scientific and technical need within the application of SPS Agreement, SPS Agreement refers International Plant Protection Convention (IPPC) as an international organization relevant, to encourage harmonisation of phytosanitary measures, based on international standards which adopted by IPPC. This thesis analyzes the application of the SPS Agreement and the IPPC in three cases at WTO: Japan- Agricultural Products II (2001), Japan - Apples (2005) and Australia - Apples (2011)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Prisca Oktaviani
"Tesis ini membahas mengenai kesesuaian peraturan pemberlakuan syarat bebas PMK daging dan sapi impor dalam hukum nasional di Indonesia dengan ketentuan dalam Persetujuan SPS, peraturan pemberlakuan syarat bebas PMK daging dan sapi impor yang ideal bagi Indonesia, serta membahas mengenai cara menyikapi ketimpangan suplai dan deman daging dan sapi di Indonesia yang tidak melanggar ketentuan dalam Persetujuan SPS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang didukung dengan data primer melalui wawancara di Kementerian Pertanian Indonesia sebagai salah satu metode pengumpulan data. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan pemberlakuan syarat bebas PMK daging dan sapi impor dalam hukum nasional di Indonesia secara umum telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan SPS walaupun peraturan teknis perlu direvisi agar tercipta harmonisasi regulasi domestik dengan Persetujuan SPS.

This thesis discuss about harmonization of regulations on FMD free requirements of import beef and cattle in Indonesia based on SPS Agreement An ideal regulation on FMD free requirements of Import Beef and Cattle For Indonesia as well as discuss about how to overcome the imbalance of supply and demand of beef and cattle in Indonesia that does not violate the provisions in SPS Agreement. This research uses normative methods supported by primary data through interviews in the Ministry of Agriculture of Indonesia as data collection method. The result shows that generally, the regulations on FMD free requirements of import beef and cattle in Indonesia has been harmonized with the provisions of SPS Agreement although the technical regulations still need to be revised in order to create harmonization between domestic regulations and SPS Agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayyub Rachmayadi
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S23985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Muhammad Arlan
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ditinjau dari sanitary and phytosanitary serta implikasinya terhadap industri pakaian dalam negeri dan kesejahteraan masyarakat. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ialah melalui peraturan menteri perdagangan yang melarang adanya impor pakaian bekas. Akan tetapi, kebijakan pemerintah Indonesia dihadapkan dengan kesepakatan SPS dalam keanggotaan WTO. SPS Agreement merupakan perjanjian penerapan tindakan sanitasi dan fitosanitasi yang mengatur mengenai perlindungan lingkungan kesehatan dalam perdagangan internasional. Dilihat dari Perjanjian SPS, kebijakan pemerintah Indonesia tentang larangan impor pakaian bekas didasarkan pada dasar perundang-undangan dan fakta kepastian hukum di beberapa bidang, termasuk kebijakan perdagangan yang bertujuan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dan konsumen dari penyakit dan virus yang dibawa oleh pakaian bekas. Larangan impor pakaian bekas juga memberikan dampak pada berbagai aspek yaitu aspek kesehatan, ekonomi dan lingkungan.

This article analyzes how the Indonesian government's policy of banning used clothing imports is implemented from a sanitary and phytosanitary perspective and its implications for the domestic clothing industry and community welfare. This article was prepared using normative juridical research methods. The Indonesian government's policy of prohibiting the import of used clothing is through a Minister of Trade regulation which prohibits the import of used clothing. However, the Indonesian government's policy is faced with the SPS agreement in WTO membership. The SPS Agreement is an agreement on the implementation of sanitary and phytosanitary measures that regulate the protection of the health environment in international trade. Judging from the SPS Agreement, the Indonesian government's policy regarding the ban on imports of used clothing is based on the basis of legislation and the fact of legal certainty in several fields, including trade policy which aims to protect the domestic textile industry and consumers from diseases and viruses carried by used clothing. The ban on importing used clothing also has an impact on various aspects, namely health, economic and environmental aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Brotosusilo
"Pemerintah Indonesia telah menjadi anggota The World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia) dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Ratifikasi ini menimbulkan akibat hukum internal dan ekstrenal. Akibat hukum eksternal adalah bahwa Indonesia menerima segaa kewajiban yang dibebankan. Sedangkan akibat hukum internal tidak terbatas pada usaha untuk meribah hukum nasinal. Penulisa artikel ini membahas dampak yuridis, pertimbangan ekonomis dan cakrawala sosiologis atas ratifikasi perjanjian WTO. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
HUPE-26-2-Apr1996-96
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Juliansyah
"ABSTRAK
Perdagangan Internasional mengharuskan Indonesia membuka diri bagi masuknya
produk ? produk import kedalam pasar domestic. Hal ini memang membawa
dampak positif bagi konsumen. Yaitu tersedianya pilihan barang untuk
dikonsumsi. Namun, selaras dengan hal tersebut harus ditingkatkan standar
kelayakan serta keselamatan produk tersebut. Salah satu produk yang menjadi
perhatian adalah produk impor tumbuhan dan buah ? buahan segar. Berdasarkan
hal diatas, sangat penting untuk mengkaji mengenai sistem karantina produk
impor tumbuhan dan buah ? buahan di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah
untuk melihat secara komprehensif sistem tersebut, dan menentukan apakah
sistem tersebut telah sesuai dengan aturan SPS Agreement dan peran pemerintah
pusat dalam memaksimalkan sistem karantina di Indonesia. Penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan wawancara dengan
Badan Karantina Pertanian dan Kementerian Pertanian Indonesia sebagai salah
satu metode pengumpulan data. Penulis menyatakan bahwa UU No. 16/1992
wajib untuk diamandemen mengikuti perkembangan IPPC 1997 yang dirujuk oleh
SPS Agreement dan Peran pemerintah untuk mengoptimalisasi system karantina
adalah dengan meliberalisasi kebijakannya.

ABSTRACT
International trade realm obliges Indonesia to let import products into its
Domestic market with openness. This caused positive impact for consumer.
Which is the availability of products to consume. However, in line with it,
products safety standard shall be upgraded. One of the products gained fully
attention is holticulture products (Fresh vegetables and fruits). According to that,
it?s substantial to review Indonesian?s policy about Agriculture Quarantine system
for Imported Holticulture products. The purpose of this writings is to seek
comprehensively and determine the conformity of such system against SPS
Agreement, and Government?s role to optimize such system. This Writings shall
be conducted normatively, and exclusive interviews with Agriculture Quarantine
Agency and Ministry of Agriculture as data collection method. The researcher
suggests that Act number 16/1992, shall be revised, conformed with IPPC 1997,
which is referenced by the SPS Agreement, and Liberalisation is the key role for
government in order to optimize Agriculture Quarantine system."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Christina
"ABSTRAK
WTO berhasil untuk membentuk Committee on Regional Trade Agreement CRTA pada Februari 1996. Fungsi dari CRTA adalah untuk meninjau semua perjanjian perdagangan regional yang didaftarkan ke WTO dan mempertimbangkan implikasi dari perjanjian perdagangan regional terhadap sistem perdagangan multilateral dan antara perjanjian itu satu sama lain. Namun CRTA tidak memiliki kewenangan yang kuat. Komite ini hanya memiliki fungsi administratif dan studi kelayakan tanpa bisa memberi keputusan yang mengikat. Usulan untuk memperkuat fungsi dari CRTA coba di bawa dalam perundingan Putaran Doha tahun 2001 yang kemudian gagal untuk mencapai kesepakatan. Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai peranan dari Committee on Regional Trade Agreement WTO dalam kaitannya dengan pengawasan RTA dan juga bagaimana sejauh ini kepatuhan anggota-anggota WTO dalam melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan mengenai persyaratan pembentukan RTA tersebut.

ABSTRACT
The WTO succeeded in establishing a Committee on Regional Trade Agreement CRTA in February 1996. The function of CRTA is to review all regional trade agreements registered with the WTO and to consider the implications of regional trade agreements on the multilateral trading system and between agreements to each other. However CRTA has no strong authority. This committee only has administrative functions and feasibility studies without being able to make binding decisions. The proposal to strengthen the function of the CRTA was brought to the Doha Round of 2001 negotiations which then failed to reach agreement. This study examines in depth the role of the Committee on Regional Trade Agreement of the WTO in relation to RTA surveillance as well as how so far the compliance of WTO members in implementing the established provisions on the requirements for the establishment of the RTA."
2017
T47554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomy Prihananto
"Tesis ini membahas mengenai studi perbandingan hukum mengenai peranan private party dalam penyelesaian sengketa di World Trade Organization (WTO) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan Implementasinya di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Berdasarkan terjadinya kasus penyelesaian sengketa WTO yang merugikan private party dikarenakan adanya pertimbangan politis negara untuk tidak melaksanakan putusan dari Dispute Settlement Body. Di sisi lain, regionalisme dari WTO, NAFTA, telah membolehkan adanya private party berperan menjadi salah satu pihak dalam penyelesaian sengketa melawan negara. Dengan memberikan peran private party tersebut, penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan hukum yang berlaku sehingga hal ini dapat memberikan hak private party sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan menggunakan teori perbandingan hukum akan ditemukan persamaan dan perbedaan sistem hukum WTO dengan NAFTA akan ditemukan kelebihan dan kekurangannya. Objek yang diteliti mengacu pada structure sistem hukum yang mengacu pada kebolehan suatu pihak untuk bertindak atau tidak bertindak yang merujuk pada kewenangan private party dalam penyelesaian sengketa WTO dan NAFTA maka kelebihan dan kekurangankedua sistem hukum tersebut akan diimplementasikan ke dalam ASEAN. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai kedudukan sebagai anggota WTO dan juga anggota ASEAN. Dengan perbandingan tersebut dapat disarankan Indonesia dapat mengupayakan terakomodirnya peran private party sebagai salah satu pihak yang bersengketa di ASEAN.

This thesis discusses the study of comparative law regarding the role of private party in a dispute at the World Trade Organization (WTO) and North American Free Trade Agreement (NAFTA) and its Implementation in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Under the WTO dispute settlement cases that harm private party state due to political considerations for not implementing the decisions of the Dispute Settlement Body. On the other hand, the regionalism of the WTO, NAFTA, has allowed a private party into one party role in resolving the dispute against the state. By giving the role of the private party, a dispute resolution can be implemented in accordance with applicable legal considerations so that it can grant a private party in accordance with applicable regulations.
By using the theory of comparative law will find similarities and differences with NAFTA the WTO legal system will find the advantages and drawbacks. Object under study refers to the legal system structure refers to the ability of a party to act or not act that refers to the authority of a private party in the WTO and NAFTA dispute settlement then advantages and disadvantages of both systems of law will be implemented into the ASEAN. This is because Indonesia has a position as a member of WTO and ASEAN members. By comparison it can be suggested Indonesia could seek private party's role as one of the parties to the dispute in ASEAN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>