Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123298 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Rizqia Sukmadhani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image terhadap distres psikologis pada masyarakat perkotaan Jabodetabek yang aktif beraktivitas fisik. Sebanyak 955 masyarakat perkotaan berpartisipasi dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara body imagee terhadap distres psikologis pada individu yang aktif beraktivitas fisik dalam populasi normal di area perkotaan, secara spesifik pada lingkup Jabodetabek. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin positif body image yang dimiliki oleh individu, semakin rendah distres psikologis yang inidividu miliki.

ABSTRAK
This study aims to know the relationship between body image and psychological distress in Jabodetabek urban citizens who are actively conducting physical activities. There are 955 urban citizens participated in this study. It was found that there was a significant negative relationship between body image and psychological distress in individuals who actively conduct physical activities in normal population of urban areas, specifically in Jabodetabek areas. Therefore, it can be concluded that the more positive individual?s body image, the lower the psychological distress that the individual has.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sekar Ayu
"ABSTRAK
Masyarakat di perkotaan terpapar dengan berbagai sumber stres setiap harinya, selain itu tuntutan pekerjaan juga menyebabkan mereka banyak melakukan aktivitas sedentari. Kedua hal ini berpotensi menyebabkan masyarakat perkotaan rentan mengalami distres psikologis. Beruntungnya saat ini telah muncul kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik diketahui berkorelasi positif pula dengan optimisme yang merupakan faktor protektif bagi distres psikologis. Penelitian ini ingin mencari tahu hubungan antara optimisme dan distres psikologis pada masyarakat di perkotaan yang aktif melakukan aktifitas fisik. Penelitian dilakukan pada 1108 masyarakat di Jabodetabek yang aktif melakukan aktivitas fisik. Hasil menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara optimisme dan disres psikologis pada masyarakat perkotaan yang melakukan aktivitas fisik

ABSTRACT
People in urban areas are exposed to various sources of stress every day. In addition, their job makes them use more time doing sedentary activities. Both of these could potentially make urban communities vulnerable to psychological distress. Fortunately, people in urban area has emerged awareness to physical activity. Physical activity is also known to be positively correlated with the optimism, that is a protective factor for psychological distress. This study purpose to find out the relationship between optimism and psychological distress among urbanese who actively engaged in physical activity. The study was conducted on 1108 people in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang who actively doing physical activity. The results show that there is a significant negative correlation between optimism and psychological disres in urban communities who perform physical activity.
"
2016
S63990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisa Alif Amalia
"ABSTRAK
Pada masyarakat umum di perkotaan, aktivitas fisik yang dilakukan dapat terdiri dari berbagai aktivitas. Menurut Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ), aktivitas fisik dapat dibagi menjadi 3 domain, yaitu domain work, transport, dan recreational. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara distres psikologis dengan masyarakat yang aktif melakukan aktivitas fisik pada tiga domain yaitu domain work, recreational, transport, dan aktivitas sedentary di Jabodetabek. Distres psikologis diukur dengan menggunakan alat ukur General Health Questionnaire (GHQ-12) dan aktivitas fisik diukur dengan menggunakan alat ukur Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) yang telah didaptasi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 1108 orang yang aktif beraktivitas fisik di Jabodetabek. Partisipan diperoleh melalui teknik non-random sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara distres psikologis dengan masyarakat yang aktif melakukan aktivitas fisik pada intensitas moderate dan vigorous dalam domain work dan recreational di Jabodetabek. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara distres psikologis dengan aktivitas fisik dalam domain transport dan aktivitas sedentary pada masyarakat yang aktif beraktivitas fisik di Jabodetabek

ABSTRACT
In the general population in urban areas, physical activity may consist of various activities. According to the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ), physical activity can be divided into three domains, such as domain work, transport, and recreational. This study investigate the relationship among psychological distress and people who are actively doing physical activity on work, transport, and recreational domain in Jabodetabek. Psychological distress measured by General Health Questionnaire (GHQ-12) and physical activity measured by Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). There are 1108 participants who are actively doing physical activity in Jabodetabek, and obtained by non-random sampling. The statistical analysis showed that there was a significant relationship among psychological distress and people who are actively doing physical activity at moderate and vigorous intensity on work and recreational domain in Jabodetabek. Furthermore, the result of this study also showed that there was no significant correlation between psychological distress and physical activity on transport and sedentary activity in people who are actively doing physical activity in Jabodetabek.;;"
2016
S64610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezka Zulistia Kartika
"Distres psikologis pada tahun pertama dapat memengaruhi terbentuknya tingkah laku bermasalah dan menurunnya performa akademik. Salah satu hal yang memengaruhi distres psikologis adalah body image dissatisfaction. Tahun pertama dalam perkuliahan merupakan masa dimana mahasiswi mengalami perubahan besar dalam pola makan dan body image dissatisfaction. Perceived social support memiliki peran buffering yang dapat melindungi individu dari dampak body image dissatisfaction terhadap distres psikologis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat peran perceived social support terhadap hubungan antara body image dissatisfaction dan distres psikologis. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswi yang sedang berada di tahun pertama antara usia 18-21 tahun (N = 319). Setelah memperoleh data, peneliti melakukan analisis moderasi menggunakan PROCESS dari Hayes. The Kessler 10-item questionnaire (K10) digunakan untuk mengukur distres psikologis, The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) digunakan untuk mengukur perceived social support, dan Appearance Evaluation (AE) serta Body Areas Satisfaction Scale (BASS) digunakan untuk mengukur body image dissatisfaction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi tahun pertama cenderung puas dengan tubuhnya dan memiliki perceived social support serta distres psikologis yang sedang hingga tinggi. Lalu, ditemukan bahwa body image dissatisfaction memiliki hubungan yang lemah dan signifikan dengan distres psikologis, namun perceived social support tidak memoderasi hubungan di antara keduanya.

Psychological distress in the first year of university can influence the formation of problematic behaviors and decreased academic performance. Body image dissatisfaction affects psychological distress. First year in university is a time when students experience major changes in eating patterns and body image dissatisfaction. Perceived social support has a buffering role that can protect individuals from the impact of body image dissatisfaction on psychological distress. This study aims to examine the role of perceived social support in moderating the relationship between body image dissatisfaction and psychological distress. 319 first-year female college students between the age of 18-21 were involved. To measure psychological distress, The Kessler-10 Item Questionnaire was used (K10), The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) was used to measure perceived social support, and to measure body image dissatisfaction, Appearance Evaluation AE and Body Areas Satisfaction Scale (BASS) were used. The result of this study showed that first year female students tend to be satisfied with their bodies and have moderate to high levels of perceived social support and psychological distress. This study also showed that body image dissatisfaction has an association with psychological distress, but perceived social support does not moderate the relationship between the two.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aya Audi Rachgea
"ABSTRAK
Beban dan tuntutan kerja yang tinggi menyebabkan masyarakat perkotaan kurang melakukan aktivitas fisik. Meskipun demikian, masyarakat perkotaan tetap mencari cara untuk beraktivitas fisik. Mereka melakukan aktivitas fisik baik secara individu maupun bersama-sama dalam sebuah komunitas olahraga. Selain bermanfaat untuk kesehatan fisik, bergabung dalam komunitas olahraga juga memiliki manfaat bagi kesehatan mental, yaitu menurunkan distres psikologis. Masyarakat yang bergabung dalam komunitas olahraga memiliki akses yang lebih besar untuk mendapatkan dukungan sosial yang kemudian dapat menurunkan distres psikologis. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah individu yang bergabung dalam komunitas olahraga memiliki dukungan sosial yang tinggi sekaligus distres psikologis yang rendah. Partisipan penelitian berjumlah 1108 orang yang berusia 18-65 tahun dan berdomisili di wilayah Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan sosial dan distres psikologis (r =-0,322, p <0,01). Artinya, semakin tinggi persepsi terhadap dukungan sosial seseorang, maka semakin rendah distres psikologis yang dialaminya.

ABSTRACT
Workload and high demand leads urban communities became less physically active. Nevertheless, the urban community still looking for ways to perform physical activity. They perform physical activity either individually or together in sport community. Besides beneficial for physical health, join the sports community also has benefits for mental health especially to reduce psychological distress. People who join the sports community have greater access to get social support which can lower the psychological distress. Therefore, researchers wanted to know whether the individuals who joined the sports community have a high social support dan lower psychological distress. Total research participant are 1108 age range from 18-65 and domiciled in Jabodetabek. The result of the research show there were significant negative relationship between perceived social support and pyschological distress among people who are actively engaged in physical activity in Jabodetabek (r =-0.322, p <0.01). This means the higher perceived social support, the lower psychology distress."
2016
S63991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dito Aryo Prabowo
"Mahasiswa merupakan populasi dengan karakteristik perkembangan yang rentan terhadap distres psikologis karena tuntutan sosial dan diri yang berada di sekitarnya. Bentuk tekanan yang dapat menjadi keadaan yang menyulitkan, dapat menghasilkan faktor protektif yang diistilahkan sebagai resiliensi untuk membantu individu menghadapi kesulitan. Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian psychological distress, dengan menggunakan tipe penelitian kuantiatif dengan desain korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan antara distres psikologis dan resiliensi. Dua buah kuesioner digunakan untuk pengambilan data, yakni HSCL-25 untuk mengukur distres psikologis dan CD-RISC 10 untuk mengukur resiliensi. Menggunakan teknik convenience sampling dengan metode pengambilan data online dan offline dan uji statistik, dari 1024 respon didapatkan hasil bahwa r = -0,244, n = 1024, p < 0,01, two tailed. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiliensi, maka semakin rendah tingkat distres psikologis mahasiswa.

Students may viewed as population characterized as vulnerable to psychological distress due pressures from self and society. However, the distressful nature of life events can enhance protective factors, named as resilience, to help them overcome the situations. As a part of psychological distress research, this research aims to seeks relationship between psychological distress and resilience among college students, with quantiative method and correlational study design. 1024 responses of two scales measure psychological distress with HSCL 25 and resilience with CD RISC 10, collected in online and offline responses with convenience sampling techniques. From statistical result, obtained r 0,244, n 1024, p 0,01, two tailed, means that as resilience level increased, psychological distress level may decreased.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abigail Cornelia Ayu
"Emerging adulthood merupakan masa transisi bagi individu dari masa remajamenuju dewasa muda. Pada kelompok usia ini ditemukan terdapat beberapa masalah yang muncul dan memengaruhi kehidupan individu yang dapat menyebabkan distres bagi mereka.Salah satu hal yang memiliki peran dalam membantu individu untuk menghadapi permasalahan tersebut yaitu agama. Melalui penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara religiusitas dan distres psikologis pada populasi masyarakat miskin. Adapun dari hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat hubungan antara religiusitas (M =46.98, SD = 6,87) dan distres psikologis (M = 1,64, SD = 0,47), dengan nilai r(262) = 0,139, p < 0,024. Populasi dari penelitian ini yaitu masyarakat yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, dengan rentang usia 18-29 tahun. Adapun karakteristik partisipan penelitian ini yaitu masyarakat DKI Jakarta yang menerima bantuan dari pemerintah berupa KJP, KIS, atau BPJS. Penelitian ini menggunakan teknik analisis pearson correlation dengan Teknik bivariat. Alat ukur yang digunakan yaitu HSCL-25 (Hopkins Symptom Check List - 25) yang terdiri 25 item (Turnip & Hauff, 2007) dan CRS-15 (Centrality Religiosity Scale) dengan 15 item yang menggambarkan lima dimensi dalam religiusitas (Huber & Huber, 2012).

Emerging Adulthood is a transition period for individuals from adolescence to young adults. In this age group, there are some problems that arise and affect the lives of individuals that can cause distress for them. One of the things that have a role in helping individuals to deal with these problems is religion. This research is used to see the relationship between religiosity and psychological distress in the poor population. As for the results of the study, it was found that there was a relationship between religiosity (M = 46.98, SD = 6.87) and psychological distress (M = 1.64, SD = 0.47), with a value of r (262) = 0.139, p < 0.024. The population of this study is the people who live in the DKI Jakarta area, with an age range of 18-29 years. The characteristics of the participants of this study were the people of DKI Jakarta who received assistance from the government in the form of KJP, KIS, or BPJS. This study used the Pearson correlation analysis technique with bivariate techniques. The measuring instrument used is HSCL-25 (Hopkins Symptom Check List - 25) which has 25 items (Turnip & Hauff, 2007) and CRS-15 (Centrality Religiosity Scale) with 15 items that describe five dimensions in religiosity (Huber & Huber, 2012)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Arieza Fitrizqa
"Pandemi COVID-19 terbukti meningkatkan tingkat distres psikologis pada remaja. Kondisi emosi remaja cenderung mudah terguncang ketika menghadapi situasi yang tidak biasa, seperti situasi pandemi. Salah satu faktor protektif terhadap terjadinya distres psikologis pada remaja adalah hubungan orang tua-anak. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya di masa pandemi COVID-19. Partisipan dalam penelitian ini yaitu kelompok remaja madya berusia 15-18 tahun (M = 16.33, SD = 0,742), berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan berdomisili di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner secara daring kepada 651 partisipan. Hubungan orang tua-anak diukur dengan menggunakan Parent-Adolescent Relationship Scale. Sedangkan, untuk mengukur distres psikologis pada remaja digunakan alat ukur Kessler Psychological Distress Scale (K10) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil uji statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya dengan nilai R2 = 6,3% dan β =-0,254 yang berarti setiap kenaikan 1% nilai hubungan orang tua-anak maka nilai distres psikologis berkurang sebesar 0,254. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat hubungan orang tua-anak, maka akan menurunkan tingkat distress psikologis. Maka disarankan untuk meningkatkan relasi hubungan orang tua- anak agar dapat menurunkan tingkat distres psikologis pada remaja, khususnya selama masa pandemi COVID-19.

The COVID-19 pandemic has been shown to increase the level of psychological distress in adolescents. The condition of adolescents tends to be unstable when faced with unusual situations, such as a pandemic. One of the protective factors against adolescent distress is the parent-child relationship. Therefore, this study aims to investigate the role of parent-child relationship in predicting psychological distress among adolescents during the COVID-19 pandemic. Participants in this study were middle adolescents aged 15-18 years (M = 16.33, SD = 0,742) males and females who lived in Indonesia. This research is a non-experimental study. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires online to 651 participants. The questionnaires used include Parent-Adolescent Relationship Scale to measure the level of Parent-child relationship, Kessler Psychological Distress Scale (K10) to measure the level of psychological distress. In addition, the results of simple linear regression analysis shows that parent-child relationships negatively significant predicted adolescents psychological distress with R2 = 6.3% and β =-0,254 which means that for every 1% increase in the value of the parent-child relationship, the psychological distress value decreases by 0.254. Therefore, it can be said that the higher the parent-child relationship, the lower the level of psychological difficulties. Thus, it is suggested the need to develop the parent-child relationship to reduce psychological distress in middle adolescents, especially during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Keumalahayati Alkarisya
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara distres psikologis dan setiap dimensi keberfungsian keluarga pada mahasiswa. Pengukuran distres psikologis dilakukan menggunakan alat ukur Hopkins Symptoms Checklist-25 HSCL-25 yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia. Sementara itu, keberfungsian keluarga diukur dengan Family Assessment Device FAD yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dan melibatkan 1024 mahasiswa yang berusia 18-25 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang negatif secara signifikan antara distres psikologis dan keberfungsian keluarga pada dimensi komunikasi dan keterlibatan afektif.

The aim of this research is to see the relationship between psychological distress and each dimensions of family functioning in college students. Psychological distress is measured by Hopkins Symptoms Checklist 25 HSCL 25 and has been adapted to Indonesian. Family Functioning is measured by Family Assessment Device FAD and has been adapted to Indonesian. This research uses correlational method with 1024 college students aged 18 to 25. Result shows that there is a significant negative relationship between psychological distress and family functioning in communication and affective involvement dimensions.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>