Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186798 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Pramita
"ABSTRAK
Penulisan ini membahas mengenai permasalahan keberlakuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 yang menegaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya dapat digunakan untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan kode tahun tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak. Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dianggap sebagai Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Implikasi dari hal tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikenakan sanksi administrasi yaitu sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum pada Faktur Pajak tersebut. Kondisi lain yang semakin memperkeruh permasalahan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 adalah ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 sebagai penegasan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 diberlaku surutkan sejak adanya penjatahan nomor Faktur Pajak yaitu tahun 2012. Keberlakuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 ini secara jelas tidak memberikan kepastian hukum dan mengakibatkan tidak terpenuhinya asas keadilan dan memberikan suatu beban konkert bagi Pengusaha Kena Pajak.

ABSTRACT
This study addresses the issue of the enforcement of circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes, which emphasize that the tax invoice?s serial number provided by General Directorate of Taxes can only be used for tax invoice which has the same date as tax invoice?s serial number issued by General Directorate of Taxes or on later date in the same year with the code stamped on tax invoice?s serial number. Tax Invoice, which its date has preceded the date of tax invoice?s serial number issued by General Directorate of Taxes is considered as a tax invoice with false information, so it is called as an Incomplete Tax Invoice. As the result, the Taxable Entrepreneurs can be charged with administration charge amounted to 2% of Tax Basis which is mentioned in preceding tax invoice. Another condition which complicates the matter further is the enforcement of Circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes, which works as the averment of Regulation No. PER-24/PJ/2012 issued by General Directorate of Taxes, applies retroactive since the existence of tax invoice?s serial number provided by Directorate General of Taxes exist in 2012. The enforcement of Circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes clearly does not provide legal certainty. It also causes the unfulfilled need of the principal of justice and burden for Taxable Entrepreneurs.;;"
2016
S65328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gito Sulaksono
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengembangan karir dan kompensasi terhadap motivasi kerja pegawai Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Secara teoritik pengembangan karir didefinisikan sebagai usaha merespons kebutuhan karir karyawan dengan menyediakan program-program untuk memenuhi kebutuhan karir individu bagi pengembangan dirinya sekarang dan di masa depan melalui tahap eksplorasi, penanaman, perawatan, dan pelepasan. Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas pekerjaan yang dilakukan yang meliputi: gaji, insentif, dan tunjangan. Motivasi kerja adalah dorongan, keinginan dan tingkat kesediaan pegawai untuk mengeluarkan upaya dalam rangka mencapai prestasi terbaik melalui rasa tanggung jawab, pertimbangan terhadap resiko, umpan balik, kreatif-inovatif, waktu penyelesaian tugas, dan keinginan menjadi yang terbaik.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan sampel 89 pegawai yang diambil dengan teknik acak sederhana. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensial dengan regresi dan korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan karir dan kompensasi, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Artinya, semakin baik pengembangan karir dan kompensasi, maka semakin tinggi motivasi keija karyawan, dan sebaliknya semakin buruk pengembangan karir dan kompensasi, maka semakin rendah motivasi keija. Dengan demikian, motivasi kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki pengembangan karir dan kompensasi.
Berdasarkan temuan tersebut, maka pelaksanaan pengembangan karir perlu diperbaiki antara lain dengan menyediakan bimbingan dan konseling karir, rotasi jabatan, pengembangan pegawai, sistem penghargaan, dan perencanaan pensiun. Kompensasi juga perlu diperbaiki baik menyangkut gaji, insentif maupun tunjangan. Pihak manajemen perlu melakukan evaluasi secara cermat kebijakan- kebijakan kompensasi yang telah diimplementasikan dan melakukan studi banding dengan instansi-instansi lain agar kompensasi yang diterapkan dapat memenuhi keadilan eksternal pegawai.

ABSTRACT
This research was aimed to examine the influence of career development and compensation on officer’s work motivation at Directorate General for Legislation Regulation Department of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. Theoretically career development defined as the effort to response employee’s career need with provide the programs to fulfill individual career need for present andfuture self development through eiploration, establishment, maintenance, and disengagement. Compensation is the reward that giving to officer for its job that done involves: salary, incentive, and allowance. While work motivation is the drive, want and officer's redness level to performing effort for attain the besi achievement through responsibility, consideration to the risk, feedback, creative-innovative, time to finished the task, and drive to achieve the besi.
This research used survey melhod with 89 officers that taken with random sampling technique. Data collected with questionnaire that was tested with validily atid reliability. Research data analyzed descriptively and interferential statistics with regressions and correlations.
The result of research show that career development and compensation as well as partially or simultaneously had positive and significant effect on officer 's work motivation at Directorate General for Legislation Regulation Department of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. This is mean, better in career development and compensation, then higher officer 's work motivation, and otherwise more bad in compensation and compensation, then lower officer ’s work motivation. Therefore, officer ’s work motivation can be improved with improving career development and compensation.
Based on these findings, then the implementation of career development need to improved with providing career guiding and counseling, job rotation, employee development, reward systern and career planning. Compensation also need to improved as well as relate to salary, incentive or allowance. Management party need to performing accurately evaluation about the compensation policy that was implemented and to do bran marking with another inslitutions in order to the compensation that implemented can meet the officer 's external equality."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26901
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Cittaphalita Wedy
"Penerbangan termasuk dalam sektor industri strategis di Indonesia yang dikuasai oleh negara, dimana pemerintah berwenang untuk menetapkan segala penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan, termasuk juga pengaturan di bidang pemeriksaan keamanan kargo dan pos dengan memberlakukan Regulated Agent. Segala peraturan yang diterapkan maupun pemberian izin operasi Regulated Agent oleh pemerintah tentunya harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjunjung tinggi asas persaingan usaha yang sehat. Pemerintah dalam menerapkan segala aturan harus jelas dan transparan, serta harus dapat bertindak responsif atas segala dampak yang muncul akibat aturan yang diberlakukannya. Termasuk juga dalam penerapan aturan Regulated Agent yang dalam implementasinya banyak memunculkan celah potensi praktek atau tindakan persaingan usaha yang tidak sehat.

The aviation industry is one of the strategic industry sectors in Indonesia controlled by the state, which the government has the authority to assign any setting general policy and technical comprising determination of norms, standards, guidelines, criteria, plans, and procedures for aviation safety and security requirements, including the setting in the field of inspection cargo and mail security by imposing Regulated Agent. All applicable regulations and operating permits by the Regulated Agent must be done in accordance with applicable laws and regulations and upholding the principles of fair competition. Government to implement all the rules must be clear and transparent, and must be able to act responsive for any effects arising from the enactment of the rules. Included also in the application of the rules of the regulated agent raises many loopholes in its implementation or action potentials practice unhealthy business competition."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Lambang Purwoko
"ABSTRAK
Kegiatan penambangan sumber daya alam minyak dan gas bumi (migas) nasional adalah upaya besar untuk menghasilkan sumber energi penggerak kehidupan masyarakat. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya melalui kegiatan eksplorasi guna pencarian cadangan baru. Jika berhasil menemukan cadangan yang ekonomis, kegiatan akan dilanjutkan ke tahap produksi yakni proses mengangkat migas ke permukaan bumi. Produk tersebut kemudian dialirkan ke separator dan selanjutnya ke tangki pengumpul atau, untuk gas, ke fasilitas yang akan memanfaatkannya. Tanker yang digunakan sebagai penampungan produksi minyak mentah untuk perusahaan minyak yang beroperasi dilepas pantai (offshore) disebut juga floating production storage and offloading vessel (FPSO). FPSO merupakan adalah sebuah bangunan fasilitas terapung berbentuk kapal untuk kegiatan pengeboran dan penyimpanan minyak lepas pantai yang bersifat portable yang mempunyai kemampuan khusus yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mendistribusikan minyak ke kapal pengangkut minyak (shuttle tanker) serta kemampuan untuk memproduksi minyak. Masalah yang memicu kontroversi adalah tidak adanya kepastian mengenai penetapan besaran tarif pajak atas penyewaan FPSO. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji, meneliti, mengkritisi dan menganalisis implikasi pengenaan pajak penghasilan atas penyewaan tanker FPSO/FSO dalam industri migas di Indonesia.

ABSTRACT
National oil and gas mining activities is a huge effort to produce energy resources that will help the society to keep on moving. Numerous efforts were tried out, including exploration in order to find new resources to replace the old ones. If a new, economical replacement is found, the activity will be proceeded to the production phase, which is the phase when the oil and gas were raised to the earth?s surface. The product will be flowed to the separator and then proceeded to the collecting tank or, for gas, to the facility that will used it. The tanker that is used as a reservoir of crude oil production for oil company that operates offshore, which can be called as a floating production storage and offloading vessel (FPSO). FPSO is a floating vessel building for drilling and offshore oil storage, FPSO is portable and has the ability to keep and to distribute oil to the shuttle tanker, plus an ability to produce oil. The problem that ignites controversy is that there is no certainty about the fixation of the amount of tax on the rental of FPSO. The purpose of this research is to know, assess, examine, scrutinize and analyze the implications of the imposition of income tax on charter tanker FPSO / FSO in the oil and gas industry in Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ida Rojani
"Pajak bersifat memaksa dan dapat dipaksakan. Disamping kewajiban, Wajib Pajak juga diberikan hak-hak. Wajib Pajak mempunyai hak yang mendasar yaitu mengajukan Keberatan, Banding dan Gugatan. Gugatan diatur dalam pasal 23 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Untuk petunjuk pelaksanaan diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Hal-hal yang dapat diajukan sebagai Gugatan diatur pada pasal 23 Undang- Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang memberikan secara luas kepada Wajib Pajak mengenai hal-hal yang dapat diajukan Gugatan. Sementara dalam PP No. 74 tahun 2011 sebagai Petunjuk Pelaksanaan dari Undang-Undang KUP tersebut dalam Pasal 37 menyebutkan tentang Gugatan yang tidak dapat diajukan atau adanya pembatasan mengenai hal-hal yang bisa diajukan Gugatan. Dengan demikian Undang-Undang sendiri memberikan rumusan yang lebih luas mengenai apa saja yang diajukan sebagai gugatan, tetapi di Peraturan Pemerintah dibatasi hal-hal yang tidak bisa diajukan sebagai Gugatan.

Taxation is coercive and can be enforced. Besides liability, the taxpayer is also granted rights. Taxpayers have a right fundamental objection is filed, Appeal and Lawsuit. The lawsuit provided for in article 23 of the Law on General Provisions and Tax Procedures. For guidelines set out in Article 37 of Government Regulation No. 74 of 2011. The things that can be submitted as stipulated in Article 23, Claims Act on General Rules of Taxation which gives broadly to taxpayers on matters that may be filed lawsuit. While the PP. 74 in 2011 as the directive implementation in Article 37 mentions the lawsuit can not be filed or the restriction of the things that can be filed lawsuit. Thus the Law itself provides a broadly defined as to what is proposed as a lawsuit, but in limited government regulation of things that can not be filed as a lawsuit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Farichah
"Tujuan Penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui apakah jabatan sebagai Notaris dapat dirangkap sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, serta untuk mengetahui alasan hukum (Ratio Legis) mengenai pendapat bahwa Notaris sebagai Pejabat Umum tidak dapat dirangkap sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual sejalan dengan dikeluarkannya Surat Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU2.UM.01.01-369 Tertanggal 22 Desember 2010 Perihal Notaris Sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual dan disertai dengan Surat Direktur Kerja Sama dan Pengembangan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor HKI.5-HM.02.03-110.455 tertanggal 27 Desember 2010 perihal Konsultan HKI.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yang sumbernya dapat diperoleh dari bahan pustaka dan studi dokumen, serta penulis mengadakan wawancara kepada narasumber atau informan untuk menambah informasi untuk penelitian ini. Tesis ini membahas mengenai apakah jabatan Notaris dapat dirangkap sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual sejalan dengan dikeluarkannya produk hukum Tata Usaha Negara petunjuk (Regelingen) dan keputusan Tata Usaha Negara (Beschiking). Namun, produk hukum Tata Usaha Negara tersebut cacat hukum karena dibuat tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan merupakan bentuk kesewenang-wenangan Pejabat Tata Usaha Negara.
Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya professional lebih fokus terhadap kewenangan dan/atau kewajiban masing-masing, dan karena berhubungan dengan suatu produk hukum Tata Usaha Negara maka sebaiknya Pejabat Tata Usaha Negara lebih cermat dalam menerapkan hukum demi tegaknya tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

Objective of this thesis was to determine whether the position as a Notary may be concurrently as Intellectual Property Rights Consultant, as well as to find out the reasons of law (ratio legis) of the opinion that the Notary as Acting General can`t concurrently as Intellectual Property Rights in line with the issuance of the Director of Civil Directorate General of General Law Administration of the Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number AHU2.UM.01.01-369 22nd of December, 2010 regarding Notary As Intellectual Property Rights and accompanied by a letter of the Director of Cooperation and Development of the Directorate General of Intellectual Property Rights No. HKI.5- HM.02.03-110.455 27th of December, 2010 regarding IPR Consultant.
The method used in this research is a normative juridical research, which can be obtained from the source material library and study documents, as well as the authors conducted an interview to the informant or informants to add information for this study. This thesis discusses about whether the office of Notary may be concurrently as Intellectual Property Rights laws in line with the release of the State Administrative instructions (Regelingen) and the decision of the State Administration (Beschiking). However, the laws of the State Administration legally flawed because it was not made under the provisions of applicable law and is a form of arbitrariness Administrative Officer.
Results of the study suggest that there should be professional focus towards authority and / or obligations of each, and because it deals with a legal product Administrative then you should Officers Administrative more careful in applying the law in order to uphold the purpose of the law is fairness, certainty and expediency."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Mayrizal Amir
"Anak-anak yang dilahirkan dari orang tuanya yang tidak terikat dalam suatu perkawinan disebut anak-anak luar nikah atau dalam hukum Islam biasa disebut dengan anak hasil zina. Secara biologis anak tersebut memang mempunyai hubungan darah dengan kedua orang tuanya, namun yang menjadi masalah adalah apakah anak tersebut juga mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya dan bagaimana kedudukan anak luar nikah tersebut bila diangkat anak oleh orang lain, mengingat pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah mengatur mengenai masalah pengangkatan anak yang hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dari hasil penelitian ternyata kedudukan anak luar nikah sebagai anak angkat menurut peraturan perundang-undangan dan hukum Islam adalah samasama tidak mempunyai hubungan perdata/nasab dengan orang tua angkatnya. Anak luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata/nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Children who are born from parents that are not related in any marriage are called children outside marriage or in Islamic law usually known as children resulted from zina. Biologically these children has blood relation with both parents, but what becomes the issue is do these children have relation by law with their parents and how are the placement of these outside of marriage kids if they were adopted by someone, considering government through Law number 23 Year 2002 pertaining Child Protection has governed regarding child adoption which can only be done for the childs best interest.
This research was analysed descriptively by using normative juridical approach. From the result of the research it turns out the position of outside marriage children as adopted child by Law dan islamic Law is that it equally does not have civil/nasab relation with the step parents. Outside of marriage children only have relation civil/nasab with their mother and family from the mother's side.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reda Manthovani
"

ABSTRAK Disertasi ini merupakan penelitian juridis normatif yang dilakukan dengan menggunakan privacy rights theory, prinsip-prinsip internasional tentang penerapan hak asasi manusia dalam communication surveillance dan teori sistem peradilan pidana. Fokus penelitian ini adalah mengkaji bagaimana hukum di Indonesia mengakomodir prinsip-prinsip perlindungan terhadap hak asasi dari intersepsi baik dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan serta perbandingannya dengan negara Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris dan Prancis. Hasil penelitian ini mendapati bahwa intersepsi merupakan tindakan yang melanggar zona privasi, tindakan tersebut merupakan tindakan yang dilarang. Tindakan intersepsi memiliki karakter yang khusus dan berbeda dengan upaya paksa lainnya, oleh karena intersepsi dilakukan dengan cara rahasia, tidak terlihat dan tidak terasa. Penelitian ini menegaskan bahwa intersepsi selain berfungsi sebagai upaya paksa khusus namun terkadang dapat disalahgunakan dan melanggar hak asasi manusia. Intersepsi dipandang sebagai tindakan yang mengurangi hak privasi, namun intersepsi tetap dipergunakan oleh aparat penegak hukum dimanapun didunia ini sebagai salah satu instrumen upaya paksa dengan pertimbangan adanya kebutuhan untuk penegakan hukum. Hal tersebut dimungkinkan karena hak privasi masih termasuk derogable rights sehingga hak privasi masih dapat dibatasi sepanjang pembatasan tersebut dilakukan berdasarkan undang-undang. Penelitian ini menemukan bahwa intersepsi yang diatur di Indonesia baru sebatas pemberian wewenang (legality) kepada aparat untuk penegakan hukum (legitimate aim) dan belum menerapkan prinsip proportionality dan necessity. Selain itu prinsip admisibility dan due process of law belum sepenuhnya diadopsi dalam hukum acara pidana Indonesia sehingga hakim belum banyak berperan dalam menentukan keabsahan alat bukti yang diperoleh dari intersepsi. Sehingga alat bukti yang diperoleh dengan melanggar hak asasi manusia pun masih dapat diakui sebagai alat bukti yang sah dan digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam putusannya. Hal tersebut berbeda dinegara Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris dan Prancis yang menerapkan menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Penelitian ini menemukan RUU KUHAP saat ini berupaya membangun hukum acara pidana Indonesia yang compatible dengan prinsip-prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia di atas. Oleh karena itu saran dari hasil penelitian ini berupa : Pertama, diperlukan unifikasi bentuk upaya paksa dalam satu peraturan perundang-undangan yang menerapkan prinsip legitimate aim, necessity dan proportionality sehingga intersepsi dipandang sebagai upaya terakhir setelah jalan lain sudah ditempuh sebelumnya. Kedua, memberlakukan hukum acara pidana yang menerapkan prinsip admisibility dan due process of law sehingga hakim lebih berperan dalam menentukan keabsahan alat bukti dan membatalkan alat bukti yang diperoleh dengan melanggar hak asasi. Ketiga merobah klasifikasi alat bukti tertutup yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP menjadi klasifikasi alat bukti terbuka dengan menambahkan klausula pengamatan hakim dalam persidangan sehingga alat bukti apapun dapat diterima di pengadilan (admissible) sepanjang diperoleh secara sah. Keempat, agar RUU KUHAP saat ini diteruskan pembahasannya dan untuk melengkapinya diperlukan suatu RPP yang mengatur secara detail teknis dari tatacara intersepsi, misalnya monitoring pasca dilakukannya intersepsi melalui post audit oleh lembaga eksternal diluar lembaga penegak hukum yang melakukan intersepsi.


ABSTRACT This dissertation is a normative juridical research which has been conducted by using privacy rights theory, international principles about implementing of human rights in communication surveillance and theory of the criminal justice system. The focus of this research is to study how the law in Indonesia accommodates the principles of the protection to the human rights of interception whether in the constitution, legislation, verdicts, and its comparison with the United States, Australia, Netherland, UK, and France. The result of this research found that interception is an intrusion to privacy zone, and it is a forbidden act. Interception, however, has special characteristics and differ with other coercion, therefore interception is done by secret, is not visible and is not noticeably. This research affirm that interception beside has its functions as a special coercion but sometimes can be misused and violate the human rights. Interception is deemed as an action which decrease the privacy right, but however it is used as a tools of state by the law enforcement officer in the world with the law enforcement consideration. It is still possible to be done because the privacy right is classified as derogable rights therefore it is could be limited by the regulations. This research found that the interception regulated in Indonesia is merely granting authority (legality) to the law enforcement agencies (legitimate aim) and yet implemented proportionality and necessity principles. Moreover, the principle of admissibility and due process of law are not entirely adopted yet in Indonesian criminal procedure so that the judge does not get his perfect role in determining the validity of evidence obtained from the interception. It is so that the evidence obtained by violating human rights can still be admitted as a valid evidence and it can be used as a Judge consideration in its verdict. The situation above is different in the law system of USA, Australia, Netherland, UK, and France which have applied such principles. This research found that the Draft of Criminal Procedure Code nowadays tries to build Indonesian criminal procedural law that is compatible with the principles of respecting the human rights, as above. Because of that, the suggestions from this research are, as follow : One, it is required the unification in coercion within one regulations which implement the principles of legitimate aim, necessity and proportionality, therefore interception can be regarded as the last resort after other coercion had previously been through. Two, imposing criminal procedural law which implement the principle of admissibility and due process of law therefore the judge is able to play it’s role in determining the validity of the evidence and exclude the evidence which was obtained by violating human rights. Three, to amend the classification of limited evidence-which is regulated in Chapter 184 Criminal Procedure Code (KUHAP) – to be the classification of unlimited evidence by ammending the clause of judge observation in the trial so that any evidence can be accepted in the court (admissible), as long as it is obtained lawfully. Four, Continuing the discussion of the Draft of Criminal Procedure Code in House Representative, and in order to complement it, it needs a RPP (Draft of Governmental Regulations) which regulates in detail, the technical order of interception, for example : monitoring the things after implementing the interception through post audit by external body outside the law enforcement agencies which implements the interception.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D2581
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Muhasan
"Proses penegakan hukum pada dasarnya merupakan serangkaian upaya, proses, dan aktivitas untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana seharusnya. Proses penegakan hukum meliputi tindakan prefentif dan tindakan represif. Dalam skripsi ini, pembahasan dilakukan terhadap proses penegakan hukum dalam arti tindakan represif, yaitu proses penindakan terhadap para pelanggar hukum, dalam hal ini adalah proses penindakan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak terhadap para Wajib Pajak yang melakukan penyimpangan pajak. Guna menjamin terciptanya suatu proses penegakan hukum yang berkeadilan, Ditjen Pajak hendaknya menerapkan prinsip equality of arms dan checks and balances, terlebih mengingat rezim pemungutan pajak yang dianut Indonesia adalah self assessment.

Basically, law enforcement is a series of measures, processes, and activities to make laws are applied as it should be. Law enforcement process includes preventive measures and repressive measures. In this paper, the discussion is done on the process of law enforcement in the sense of repressive measures, namely the process of prosecution of offenders, in this case the prosecution process conducted by the Directorate General of Taxes to the taxpayers making tax fraud. In order to ensure the creation of an equitable law enforcement process, the Directorate General of Taxation should apply the principle of equality of arms and checks and balances, especially considering that the tax regime adopted by Indonesian Government is self-assessment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Reza Praditya
"Skripsi menjelaskan bagaimana pengaturan tentang wilayah adat yang meliputi tanah ulayat dan hutan adat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur hak dan kewajiban Masyarakat Hukum Adat terhadap wilayah tersebut sebagai subjek hukum negara secara limitatif dan diskriminatif. Penjelasan tersebut disusun secara kronologis, dimana diurutkan dari peraturan perundang-undangan masa kolonial hingga peraturan terkini yang saat ini berlaku. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku tidak memberikan perlindungan dan pengakuan yang memadai bagi terselenggaranya hak konstitusional Masyarakat Hukum Adat bahkan cenderung mencederai hak-hak konstitusional tersebut.

This thesis does explanations concerning to Indonesian legislation that specifically ruled about adat territories including their collective rights over customary land and forest. Conceive legal status, duties, and rights of Masyarakat Hukum Adat in various relevant legislations. This research concluded that Indonesian legislation gave the collective rights of Masyarakat Hukum Adat to their adat territories but ruled it by conditional recognitions. Consequently, this conditional recognition has abandoned Masyarakat Hukum Adat’s constitutional right and bring them to suffering.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>