Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mhd. Rizki Rosadi
"Memorandum of Understanding (MoU) merupakan kontrak awal atau pra kontrak yang memuat keinginan awal para pihak. Dalam perkara antara PT. Gema Samudra (Tergugat I) dengan PT. Berkah Rejeki Makmur (Penggugat) terdapat perjanjian kerjasama yang tertuang dalam Draft Memorandum of Understanding (MoU) dan para pihak telah menjalankan kerjasama tersebut. Namun, pada minggu ke tiga setelah kerjasama berjalan, Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut dibatalkan oleh salah satu pihak dan di sahkan oleh Majelis Hakim karena menurut Majelis Hakim Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut masih berupa konsep sehingga belum mengikat seperti perjanjian dan dapat dibatalkan.
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui kekuatan mengikat dari Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dibuat dalam bentuk penelitian yuridis normatif atau studi kepustakaan yang dilakukan terhadap hukum positif di Indonesia.
Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah Draft Memorandum of Understanding (MoU) antara para pihak tersebut sudah mengikat meskipun masih berupa Draft Memorandum of Understanding (MoU). Hal tersebut karena berdasarkan Pasal 1343 KUHPerdata dan ditegaskan dengan doktrin Acceptance by Conduct yang menjelaskan bahwa kesepakatan sudah mengikat bagi para pihak dilihat dari maksud dan tindakan para pihak. Dimana dalam hal ini para pihak telah melakukan tindakan dan prestasi yaitu Penggugat telah mengantarkan BBM ke Tergugat I dan Tergugat I telah melakukan pembayaran.

Memorandum of Understanding (MoU) is an initial/pre contract that contains beginning conditions of each parties. In the case between PT. Gema Samudra (Defendant I) and PT. Berkah Rejeki Makmur (Plaintiff), there was a treaty of partnership written on Draft Memorandum of Understanding (MoU) and each parties were agreed on it. Nevertheless, on the third week of the ongoing patrtnership, the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was cancelled by one of the party and was legalized by the Judge Assembly who, at the time, thought that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was merely a concept hence it had no legally binding and could still be cancelled.
The purpose of this paper is to acknowledge the binding power of the Draft Memorandum of Understanding (MoU). The research that will be conducted by the writer is a normative judicial research or a literature study of the positive law in Indonesia.
The conclusion of this paper is that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) between the two parties has a binding power even though its form was still a Draft, based on Article No. 1343 KUHPerdata and confirmed by the doctrine of Acceptance by Conduct which explains that an agreement has enough legally binding on parties, viewed from the purpose and the action of the parties. As in for this case, both parties had done an action; the Plaintiff had delivered fuel to the Defendant I and Defendant I had done a payment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artha Puspitasari
"MoU atau Kesepakatan Bersama merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Banyak anggapan bahwa MoU hanya pengikatan para pihak, belum merupakan suatu perjanjian, yang dapat digunakan sebagai pegangan lebih lanjut dalam negosiasi atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan dalam pembuatan kontrak. Terbukanya kesempatan yang begitu luas untuk membuat kontrak berlandaskan pada prinsip kebebasan berkontrak (pasal 1338 KUHPerdata).
Terdapat 2(dua) macam pendapat mengenai kekuatan yuridis dari MoU. Pendapat pertama menganggap MoU sebagai Gentlement Agreement yang menganggap MoU hanya mengikat secara moral saja. Pendapat kedua adalah Agreement is Agreement, yang menganggap MoU mengikat secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat sama seperti perjanjian yang lain. Pada umumnya, para pihak membuat MoU secara di bawah tangan. Hal ini mengakibatkan MoU baru mempunyai kekuatan pembuktian formil dan materiil apabila tanda tangan pada MoU tersebut tidak dipungkiri oleh para pihak. Dalam pembuatan MoU, notaris sebagai pejabat umum tidak memiliki peranan, tetapi notaris wajib memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya akta otentik dalam suatu perjanjian kerjasama karena akta otentik merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna.
Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan Undang-Undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Sebagian dari masyarakat kurang menyadari pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti, sehingga kesepakatan di antara para pihak cukup dilakukan dengan saling percaya dan dibuat secara lisan. Akan tetapi ada sebagian masyarakat yang lebih memahami pentingnya membuat suatu dokumen sebagai alat bukti, sehingga kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis yang nantinya akan dijadikan sebagai bukti.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian eksploratoris dari segi sifatnya. Penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam kasus ini, MoU yang dibuat para pihak dimaksudkan sudah mengikat meskipun perjanjian yang rinci belum ada. Hal ini dikarenakan sudah terdapat prestasi yang dilaksanakan.

MoU or mutual agreement is a note or documentation of preliminary negotiation result in written form. There are a lot of opinions that MoU could only become first ties between the parties, not yet a binding agreement, which could be use as further reference in negotiation or as a based to do proper test study in making an agreement. The very wide open opportunity to make an agreement based on freedom of contract (article 1338 Indonesian Civil Law Code).
There are 2(two) kinds of opinion on the juridical power of MoU. The first opinion consider MoU as a gentlemen agreement that consider MoU is only binding morally. The second opinion consider agreement is agreement, which said that MoU is juridically binding and have the same binding power as other kind of agreement. Generally, the parties makes MoU unauthentic. This cause MoU could only have formil and material evidential power if the signature in the MoU is not denied by the parties. In the making of a MoU, Notary as public official does not have a role, but notary is obliged to give legal council on the importance of authentic deeds in a cooperation agreement because authentic deeds is a perfect and binding evidence.
A deed is authentic not because it is stated so by the regulations, but because it is made by or made in front of a public official. Most of the people does not realize the importance of a document as an evidence, so that an agreement between the parties is made on mutual trust and made orally. But there are some people that understand more about the importance of making a document as an evidence, so that the agreement is mad on written form which will be made as an evidence.
In this research the method use is library research method that is juridical normative with explanatory research type from it?s character. This research used a secondary data which consist the primary law material and secondary law material. In this case, the MoU that is made by the parties is ment to be binding eventhough the detailed agreement is unavailable just yet. This cause there are some conditions that are already executed."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26263
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Rafdi
"Skripsi ini membahas tentang nota kesepakatan (memorandum of understanding) yang merupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja. Nota kesepakatan tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tidak adanya pengaturan mengenai nota kesepakatan membuat kedudukan dan kekuatan mengikat dari nota kesepakatan menjadi samar-samar. Hasil penelitian menyarankan agar nota kesepakatan mempunyai kedudukan dan kekuatan mengikat yang setara perjanjian maka harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

This thesis concerning memorandum of understanding which is a pre-agreemenct contract contains accord and issues between the parties, therefore the substance of memorandum of understanding are only the principal things. Lack of regulation about memorandum of understanding in Indonesia makes the legal standing and binding of the memorandum of understanding uncertain. The result of this research is the substance of memorandum of understanding must fulfill the requirements of legal agreement as stated in article 1320 Indonesia Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Sekarsari Anindyati
"Pemberian kuasa adalah persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Saat ini terdapat surat kuasa yang banyak digunakan dalam praktik bisnis, yaitu “surat kuasa mutlak.” Surat kuasa ini mencantumkan klausul “tidak dapat dicabut kembali dan para pihak mengenyampingkan Pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata.” Pada kasus, pemberi kuasa adalah SHR dan penerima adalah PT BKB. Kuasa tersebut dibuat berdasarkan suatu perjanjian investasi di antara SHR dan PT BKB. Permasalahan kemudian timbul ketika tiba-tiba SHR sebagai pemberi kuasa mencabut kuasanya pada PT BKB, padahal SHR telah mendapatkan manfaat dari penerima kuasa.
Power of attorney (POA) is an agreement by which gives power to an attorney, who accepted it, and on the principal’s behalf, to hold an affair. There is one type of POA agreement called “irrevocable power of attorney” which has “shall not be terminated for any reasons, waive Article 1813, 1814 and 1816 of the Civil Code” clause in it. In this case, the principal is SHR and the attorney is PT BKB. The POA was made based on an investment agreement. The problem happened when suddenly SHR revoke the POA after PT BKB gave their performance to SHR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora Devy
"Memorandum of Understanding atau nota kesepahaman adalah suatu bentuk perjanjian yang melibatkan beberapa pihak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. MoU sebagai salah satu bentuk perjanjian di Indonesia juga sering digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan perjanjian awal. Pokok permasalahan dalam skripsi ini meliputi mengenai isi dari MoU, kekuatan mengikatnya dan keberlakuannya. MoU yang dibahas bukunlah MoU secara umum, melainkan suatu kasus MoU antara PT. X dengan PT. Y. Gambaran mengenai kedua perusahaan ini akan dibahas lebih lanjut. Dalam kasus ini, PT. X yang mengadakan kerjasama dengan PT. Y. Dalam usahanya untuk membuat sebuah ikatan, maka mereka membuat suatu MoU. Namun ternyata hubungan kerjasama antara kedua perusahaan tersebut berjalan kurang baik. Skripsi ini akan membahas mengenai hasil analisis yang dilakukan terhadap Memorandum of Understanding yang terjadi antara PT. X dengan PT. Y ditinjau dari pengertian menurut hukum Anglo Saxon dan menurut Hukum yang berlaku di Indonesia. Skripsi ini dibuat dengan menggunakan metode studi dokumentasi. Yang berarti data-data yang didapat berasal dari penelusuran literatur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
346.02 SAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
346.02 Sal p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Nul Islam
"ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini akan menerangkan salah satu permasalahan apakah pengadilan negeri dapat memeriksa dan mengadili tuntutan ingkar. Yaitu suatu hak yang diberikan oleh Undang-undang bagi para pihak yang berkepentingan apabila terdapat dugaan arbiter dalam melaksanakan tugasnya tidak bebas dan akan berpihak seperti yang dimaksud dalam pasal 22 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU Arbitrase . Di dalam pasal 25 UU Arbitrase pengadilan negeri melalui Ketua Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksanya, namun di sisi lain ada pasal-pasal lain yang seolah-olah bertabrakan dengan Pasal 25 UU Arbitrase seperti pasal 34 UU Arbitrase yang menyebutkan harus menggunakan acara yang di pilih yang seakan-akan menyatakan pengadilan tidak melibatkan terlalu jauh di dalam proses arbitrase sebab Arbitrase memiliki asas lex arbitri yang sedari awal sudah menundukkan diri dengan suatu ketentuan yang telah disepakati bersama. Kata kunci: Arbitrase, Penyelesaian Sengekta di Luar Pengadilan, Tuntutan Ingkar. PT. CTPI VS PT Berkah Karya Bersama.

ABSTRACT
The purpose of this research is to explain one of the problems whether the district court can examine and rule the request for recusal which is the right granted by the Law to the parties if there is an allegation to the arbitrator in carrying out his her duties independently or will be biased as contemplated in Article 22 Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution Arbitration Law . In Article 25 of Arbitration Law, the district court through the Chairman of a District Court has an authority to examine the request for recusal, but on the other hand there are other articles that seems overlapping with Article 25 of Arbitration Law such as Article 34 of Arbitration Law which states shall be done according to the chosen procedures as if the district court is not very much involved in arbitration proceedings since the arbitration has a principle called Lex Arbitri which from the outset has subject to a provision that has beed agreed. Keywords Arbitration, Alternative Dispute Resolution, Request for Recusal, PT. CTPI VS PT Berkah Karya Bersama."
2016
T47535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Astari Bellina
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisa masalah pokok bagaimana akibat hukum klausula arbitrase
dalam perjanjian terhadap kewenangan pengadilan mengadili sengketa perbuatan
melawan hukum dan bagaimana pandangan pengadilan terhadap sengketa dalam
perjanjian investasi yang mengandung klausula arbitrase terhadap kewenangan
mengadili sengketa perbuatan melawan hukum dalam kasus Siti Haryanti Rukmana,
dkk melawan PT. Berkah Karya Bersama, dkk. Metode penelitian yang dipakai
adalah metode yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah
studi pustaka dan wawancara tidak langsung melalui surat/pos dengan BANI guna
mendapatkan pandangannya terkait penelitian. Hasil penelitian, yaitu sesuai pasal 3,
5, 11, dan 30 Undang-Undang Arbitrase, perbuatan melawan hukum termasuk dalam
sengketa yang dapat di-arbitrase-kan dan adanya pihak ketiga yang berkepentingan
tidak dapat menjadi alasan untuk tidak menjalankan klausula arbitrase sehingga
pengadilan tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut, dan putusan
tingkat PN dan MA dalam kasus yang diteliti tidak sesuai dengan ketentuan UU
Arbitrase.

ABSTRAK
This thesis analyzes the legal consequences of arbitration clause regarding
jurisdiction to adjudicate tort disputes and the court?s view over disputes on
Investment Agreement, which has an arbitration clause regarding jurisdiction to
adjudicate tort disputes in the case of Siti Hardiyanti Rukmana, et al v. PT. Berkah
Karya Bersama., et al. The research method used was a normative method and data
collection tools used were literature studies and indirect interviews by written
letter/post with BANI to get their views related to the research. The results of the
study are: first, in accordance with article 3, 5, 11, and 30 Arbitration Act, tort
disputes is arbitrable and the presence of third parties who relates to the disputes
cannot be a reason not to apply the arbitration clause, therefore the court has no
authority to adjudicate the case, and second, the District Court and Supreme Court?s
verdict in this case were not in accordance with the provisions of the Arbitration Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osi Febryan Mardhotillah
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kerjasama usaha antara PT Angkasa Pura I Persero dengan PT Execujet Indonesia tentang pengelolaan pelayanan general aviation di bandara internasional I Gusti Ngurah Rai - Bali. Permasalahan dalam Tesis ini adalah bagaimana perjanjian kerjasama usaha tersebut dilihat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan bagaimana seharusnya KPPU menyikapi adanya bisnis General Aviation Terminal yang merupakan bisnis perintis yang belum ada pengaturannya di Republik Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan Tesis ini adalah yuridis-normatif. Dalam penelitian yuridis-normatif ini, penelitian akan mengacu pada semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Setelah itu, akan dilihat mengenai penerapan dari peraturan-peraturan tersebut. Perjanjian tersebut bukan merupakan pelanggaran berdasarkan UU No. 5/1999. Akan tetapi, tindak lanjut dari Perjanjian tersebut yaitu tindakan penetapan harga secara sepihak oleh PT Execujet Indonesia lah yang merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan UU No. 5/1999 dikarenakan tindak lanjut tersebut tergolong ke dalam praktik monopoli penyalahgunaan posisi monopoli sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU No. 5/1999. KPPU mempunyai tugas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 35 angka 5 UU No. 5/1999 yaitu memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dikarenakan bisnis GAT ini merupakan bisnis perintis yang belum ada pengaturannya di Indonesia, seharusnya KPPU menjalan tugas tersebut. Dalam hal ini seharusnya KPPU melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada PT Angkasa Pura I Persero dan PT Execujet Indonesia agar dalam melakukan kegiatan usahanya mewujudkan iklim usaha yang kondusif.

This thesis discuss the cooperation agreement between PT Angkasa Pura I Persero and PT Execujet Indonesia regarding management of general aviation services at I Gusti Ngurah Rai International Airport. The issues of this Thesis are how the cooperation agreement reviewed based on Law Number 5 of 1999 and how should KPPU have responded to the business of General Aviation Terminal which is a pioneer business that currently has no regulation in the Republic of Indonesia. The method that used in this Thesis is juridical normative. This method will refer to the prevailing laws and regulations pertaining to legal issues being addressed. After that, will be viewed about the application of these laws and regulations. Such agreement is not a violation based on Law No. 5 1999. However, the follow up of such agreement that is a unilateral pricing action by PT Execujet Indonesia which is an act that is prohibited under Law No. 5 1999, hence, such follow up is categorized into monopolistic practice abuse of monopoly position as regulated in Article 17 paragraph 1 of Law No. 5 1999. KPPU has duties as mandated by Article 35 number 5 of Law No. 5 1999 which provides advice and consideration to government policies related to monopolistic practices and or unfair business competition. GAT business is the pioneer business that has no regulation in Indonesia, KPPU should conduct its duty. In this case, KPPU should conduct guidance to PT Angkasa Pura I Persero and PT Execujet Indonesia in order to create a conducive business climate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>