Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Vindalia Dian Sari Helfardi
"Satpam dengan kerja gilir berisiko mengalami insomnia.Penelitian Didi Purwanto (2005) pada pekerja pabrik semen Citeureup?Bogor,didapatkan prevalensi insomnia sebesar 48,1% pada pekerja gilir dan prevalensi tersebut hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pekerja non gilir.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi insomnia dan faktor?faktor yang meningkatkan risiko kejadian insomnia pada satpam dengan kerja gilir di PT.X.
Desain penelitian menggunakan cross sectional yang melibatkan 107 satpam dengan kerja gilir.Pengambilan data menggunakan beberapa kuesioner, diantaranya kuesioner Sleep Hygiene Index, kuesioner Stress Diagnostic Survey, kuesioner Insomnia Rating Scale-KSPBJ, serta wawancara menggunakan instrumen MINI.
Prevalensi insomnia pada satpam dengan kerja gilir di PT.X adalah 81,9%.Hasil penelitian menunjukkan sikap higiene tidur buruk meningkatkan risiko terjadinya insomnia hampir 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sikap higiene tidur baik (OR=9,820, 95%CI=1,185?81,413).Usia lebih tua, masa kerja lebih lama, pola kerja gilir iregular dan stres kerja sedang-tinggi tidak terbukti meningkatkan risiko kejadian insomnia pada satpam dengan kerja gilir (p>0,05).
Saran bagi satpam yang menjalani kerja gilir adalah dapat menerapkan sikap higiene tidur dengan baik.Bagi manajemen PT.X, disarankan penyuluhan berkala setiap tiga bulan sekali mengenai gangguan kesehatan akibat kerja gilir terutama insomnia dan evaluasi kesehatan pada satpam yang mengalami insomnia setiap satu hingga tiga bulan sekali.

Security squad who undergo shift work,are at risk for insomnia.Study at cement factory Citeureup-Bogor,2005 by Didi Purwanto found the prevalence of insomnia on shift workers is 48,1% and this prevalence is almost two times higher than non-shift workers.The aim of this research are to know prevalence of insomnia and to determine factors that increase the risk of insomnia on security squad with shift work at PT. X.
Design of research is cross sectional which involved 107 squad of security unit with shift work.Retrieving data used several questionnaires,including Sleep Hygiene Index questionnaire,Stress Diagnostic Survey questionnaire and Insomnia Rating Scale-KSPBJ questionnaire,as well as interview were conducted using MINI instrument.
The prevalence of insomnia on security squad with shift work at PT.X is 81.9%.The result is poor sleep hygiene behavior increases the risk of insomnia is almost 10 times higher than good sleep hygiene behavior (OR=9.820, 95%CI=1.185-81.413).Elder age,longer working lives,pattern of irregular shift work,and medium-high work stresses are not determine to increase the risk of insomnia on security squad with shift work (p> 0.05).
Suggest to security squad who undergo shift work should implement sleep hygiene behavior well.For PT.X management,counseling about the health problems caused by shift work,especially insomnia is recommended regularly every three months and taking health evaluation at security squad who have insomnia every one to three months.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Prasetya
"Pola kerja gilir serta berbagai karakteristik pekerja minyak berisiko menimbulkan insomnia pada pekelja. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi insomnia dan faktor-faktor yang berhubungan, terutama pola krja gilir.
Metode penelitian
Desain penelitian ini adalah potong lintang. Pemilihan subyek dengan teknik total popularion sampling pada pekemja yang on board saat studi dilakukan. Setiap responden mengisi kuesioner, formulir SCL-90 dan Insomnia Rating Scale-KSBPJ.
Hasil
Dari hasil 129 responden didapatkan 66 (5l,2 %) mengalami insomnia., 95% nya tergolong insomnia berderajat ringan. Masa kerja terbanyak di atas 5 tahun (4l,l%} dan pola kenja non kelja gilir (43,4%). Faktor risiko yang berhubungan dengan insomnia adalah dugaan gangguan jiwa (Acyusred OR=2,47 95% C1 1,06 - 5,80 dan p=0,03). Sedangkan variable lainnya tidak bermakna.
Kesimpulan
Dari peneiitian ini dapat disimpulkan bahwa risiko yang paling berperan pada terjadinya insomnia adalah gangguan jiwa. Kerja gilir tidak terbukti mempengaruhi insomnia.

Background
Shift work and others characteristic of oil company workers contribute to the risk of insomnia. This study showed the prevalence of insomnia and its related factors among workers in an on shore oil company.
Method
The study design was cross sectional. Total population sampling technique was applied to recruit participants. Every respondent was asked to fill a questionnaire, SCL-90 form, and Insomnia Rating Scale form, translated by Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta.
Results
One hundred and twenty nine respondent participated in the study. Prevalence of insomnia was 5l,2%, mostly mild insomnia(95%). Most of the participants had worked for more than live years (4l,1%) and dominated with non-shift pattern (43,4%). The result showed only suspected mental disorder workers (Adjusted 0R=2,47 95% CI 1,06 - 5,30, p=0.03) had significant association with insomnia.
Conclusion
The contributed risk factor of insomnia in this study was only suspected mental disorder. There wasn?t proved that shift work contributed to insomnia."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31628
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Purwo Sulistyo
"Latar belakang: Sebuah penelitian di Rumah Sakit (RS) Norwegia (2012) menemukan 67,7% perawat dengan pola kerja gilir 3-rotasi mengalami insomnia. Banyak penelitian dilakukan tentang kerja gilir dan hubungannya dengan kesehatan, sehingga pola rotasi yang direkomendasikan tersedia, tetapi masih ada pola lain diterapkan, termasuk oleh pekerja rumah sakit. Pola kerja gilir iregular memiliki risiko terjadinya insomnia lebih besar. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pola kerja gilir 3-rotasi dengan insomnia pada pekerja RS.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain komparatif potong-lintang. Data sekunder dari 234 pekerja RS dengan pola kerja gilir 3-rotasi regular dan iregular diikutertakan dalam penelitian ini, yang memenuhi kriteria inklusi. Variabel yang dianalisis adalah faktor individu, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan dan higiene tidur juga faktor pekerjaan, seperti profesi, masa kerja, dan unit kerja.
Hasil: Prevalensi insomnia klinis pada pekerja RS dengan pola kerja gilir 3-rotasi adalah 29.9%. Ketika insomnia ringan (pra-klinis) diikutsertakan, maka prevalensi insomnia adalah 55.5%. Variabel berhubungan dengan insomnia adalah: pola kerja gilir 3-rotasi (ROsesuaian 0.34; IK 95% 0.18 - 0.66), pekerjaan sampingan (ROsesuaian 0.46; IK 95% 0.22 - 0.99;), indeks higiene tidur (ROsesuaian 8.84; IK 95% 4.41 - 17.74). Variabel lain tidak berhubungan secara signifikan dengan insomnia preklinis-klinis.
Kesimpulan: Prevalensi insomnia preklinis-klinis adalah 55.5% di antara pekerja RS dengan pola kerja gilir 3-rotasi. Indeks higiene tidur adalah faktor paling dominan terkait dengan insomnia (ROsesuaian 8.84).
Background: A study in the Norwegian Hospital (2012) found 67.7% of nurses with 3-rotational shift work patterns had insomnia. Many studies exist on shift work and it’s association with health, there fore recommended shift patterns are available, but still other patterns are implemented, including among hospital workers. Irregular shift work patterns have a greater risk of insomnia. This study aims to determine association of 3-rotational shift work patterns with insomnia in hospital workers.
Method: This study used a cross-sectional comparative design. Secondary data from 234 hospital workers with regular and irregular 3-rotational shift work patterns were included in the study, who meet the inclusion criteria. Variables analyzed were individual factors, like age, gender, marital status and sleep hygiene also occupational factors, like profession, work period and work unit.
Results: The prevalence of clinical insomnia in hospital workers with 3-rotational shift work patterns was 29.9%. When light insomnia (pre-clinical) were included, the prevalence of insomnia was 55.5%. Variables associated with light - severe insomnia were: 3-rotational shift work patterns (ORadj 0.34; 95% CI 0.18 - 0.66), side jobs (ORadj 0.46; 95% CI 0.22 - 0.99), sleep hygiene index (ORadj 8.84; 95% CI 4.41 - 17.74). Other variables were not significantly related to insomnia.
Conclusion: Prevalence of insomnia preclinical - clinical was 55.5% among hospital workers with 3-rotational shift work. Sleep hygiene index is the most dominant factor associated with insomnia (ORadj 8.84). "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T58917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanti
"Kurang tidur dapat memberikan dampak buruk bagi pekerja terutama pekerja shift Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan produktivitas kerja Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dan melibatkan 114 pekerja shift di PT MWT Cikarang Instrumen yang digunakan adalah the Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI dan kuisioner produktivitas kerja.
Hasil penelitian menunjukkan 63 3 pekerja dengan kualitas tidur baik memiliki tingkat produktivitas tinggi Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan produktivitas kerja p 0 026 0 05 Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi perawat kesehatan kerja dalam menjalankan perannya sebagai edukator dan advokat.

Lack of sleep can have a negative impact for workers especially shift workers This study aimed to examine the relationship between sleep quality with work productivity This study used a correlation descriptive design with cross sectional approach and involved 114 shift workers at PT MWT Cikarang The instrument used the Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI and work productivity questionnaire.
The result showed that 63 3 shift worker with good sleep quality had high productivity level Based on Chi Square test there was a significant relationship between sleep quality and work productivity p 0 026 0 05 The results can be used as consideration for occupational health nurses in their role as an educator and advocate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husairi
"Operator haul truck merupakan salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi untuk mengalami kelelahan kerja fatigue disebabkan oleh penerapan shift kerja, gangguan kuantitas dan kualitas tidur, serta pengaruh berbagai faktor lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara shift kerja, kuantitas dan kualitas tidur, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan fatigue pada operator haul truck. Desain studi cross-sectional digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuisioner Fastigue Assessment Scale FAS, pengukuran tingkat stress menggunakan alat cocorometer, serta pengukuran kuantitas dan kualitas tidur menggunakan alat fitbit di antara 196 responden laki-laki yang bekerja sebagai operator haul truck. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kuantitas tidur OR = 3,222, p = 0,028 dan kualitas tidur OR = 2,800, p = 0,025 dengan kelelahan, sedangkan shift kerja tidak memiliki hubungan yang signifukan dengan kelelahan. Faktor risiko lain yang juga memiliki hubungan signifikan dengan kelelahan pada operator haul truck di PT X adalah beban mental OR = 2,296, p = 0,027 , lingkungan kerja OR = 2,400, p = 0,014, monotoni pekerjaan OR = 3,371, p = 0,002, usia OR = 2,708, p = 0,005, dan sleep hygiene OR = 3,840, p = 0,001.

Haul truck operator is one of the high risk occupations in experiencing fatigue caused by the implementation of shift work, sleep quantity and quality disturbance, other related factors. The objective of this study was to analyze the relationship between shift work, quantity and quality of sleep, and other factors associated with fatigue on the haul truck operator. A cross sectional study was conducted in this study using questionnaires of Fatigue Assessment Scale FAS, measurement of stress using cocorometer, and measurement of sleep quantity and quality using fitbit among 196 male respondents who work as haul truck operator. The result of this study shown there is a significant correlation between the quantity of sleep OR 3,222, p 0,028 and fatigue, also between the quality of sleep OR 2,800, p 0.025 and fatigue. However, shift work has no significant correlation with fatigue. Other factors, including mental workload OR 2,296, p 0,027, work environment OR 2,400, p 0,014, monotonous work OR 3,371, p 0,002, age OR 2,708, p 0,005, and sleep hygiene OR 3,840, p 0,001 also have significant correlation with operator fatigue in PT X.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinka Desria
"Ditemukan hubungan antara gangguan menstruasi dengan kerja gilir pada beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor pekerjaan dalam kerja gilir dengan gangguan menstruasi di antara perawat.Dengan metode kros-seksional, data dikumpulkan dari 214 perawat dengan kerja gilir, dengan usia maksimal 35 tahun, diilihat gangguan menstruasi perawat di RSUP Persahabatan dan hubungannya dengan faktor pekerjaan dalam kerja gilir. Melalui analisis univariat didapatkan 66.4% perawat dengan kerja gilir mengalami gangguan menstruasi. Dari beberapa faktor baik individu maupun pekerjaan, pada analisis multivariat ditunjukkan tiga faktor yang memiliki hubungan signifikan yang dominan terhadap gangguan menstruasi, antara lain tingkat stress kerja dengan stressor pengembangan karir yang dapat meningkatkan risiko gangguan menstruasi sampai 2 kali lipat (CI 95% 1.127-3.685), sedangkan lama menjalani kerja gilir lebih dari 5 tahun sebagai faktor yang menurunkan risiko gangguan menstruasi sebesar 47% (CI 95% 0.294-0.964). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor pekerjaan dalam kerja gilir dengan gangguan menstruasi.

There are association between mentrual disorder and shift work in several study previously. This study aimed to evaluate the association between works factor in shift work and menstrual disorder among nurses.Cross-sectional methods was conducted and data collected from 214 nurses with shift work and maximum age at35 years. Number of menstrual disorder among Persahabatan Teaching General Hospital nurses’s and its association with works factors in shift work. There were 66.4% nurses with shift work had menstrual disorder(s). From many factors both individual and work factors, in multivariate model shown two factors that has a robust significant association with menstrual disorder, i.e works stres level with career development stressor that could double the risk of menstrual disorder (CI 95% ). However working in shift work for more than 5 years was factor that could lower the risk of mentrual disorder by 47% (CI 95% 0.294 - 0.964). It concluded that there are association between work factor in shift work with menstrual disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herol Efendi
"Shift kerja menjadi salah satu solusi meningkatkan produktivitas. Namun, dengan adanya shift kerja ini, akan menimbulkan berbagai dampak salah satunya adalah terganggunya siklus sirkadian yang akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas tidur pekerja, sehingga berdampak pada kelelahan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan shift kerja, kuantitas kualitas tidur serta faktor risiko kelelahan terhadap kelelahan tersebut Penelitian ini menggunakan pendekatan observasional dengan desain studi cross sectional yang dilakukan pada pekerja petugas pengamanan kampus Universitas Indonesia dalam periode Mei sampai Juni 2017 dengan sampel 150 responden instrument yang digunakan dalam penenlitian ini adalah kuesioner Industrial Fatigue Research Committe IFRC dan The Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI, serta pengukuran kualitas kuantitas tidur secara objektif melalui alat actigraph. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sleep hygiene dengan kuantitas tidur para pekerja Petugas pengamanan lingkungan kampus UI dengan nilai-p 0,044 dan ada hubungan antara kelelahan kerja dengan sleep hygiene dengan memperlihatkan hasil nilai-p 0,006.

Work shift to be one solution to increase productivity. However, with the existence of this work shift, will cause various impacts one of them is the disruption of circadian rhythm which will cause decrease of quality and quantity of worker sleep, so that impact on worker fatigue. This study aims to see the correlation shift work, the quantity of sleep quality and fatigue risk factors to fatigue. The study used an observational approach with cross sectional study design conducted on campus security guards Universitas Indonesia in the period May to June 2017 with a sample of 150 respondents. Used in this study are the Industrial Fatigue Research Committee IFRC and The Sleep Sleep Quality Index PSQI questionnaires, as well as objective measurements of the quantity of sleep quality through the actigraph fitbit blaze tool. The results showed that there was a correlation between sleep hygiene and sleep quantity of the workers of the UI campus security officer with p value 0.044 and there was a correlation between work fatigue with sleep hygiene by showing p value of 0.006."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Luthfiyah Sani
"Diare adalah kondisi buang air besar yang encer atau berair, yang terjadi setidaknya 3 kali dalam 24 jam. Diare masih menjadi penyebab kematian utama balita di dunia. Berdasarkan data SDKI 2017, kejadian diare paling tinggi tejadi pada anak usia 6- 23 bulan, di mana kebutuhan energi dan zat gizi anak meningkat selama periode ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor praktik pemberian makan anak, faktor higiene sanitasi, faktor pemanfaatan layanan kesehatan, dan faktor sosiodemografi terhadap kejadian diare pada anak 6-23 bulan. Penelitian dengan metode cross sectional ini menganalisis data sekunder dari 4.030 anak 6-23 bulan pada SDKI tahun 2017. Analisis dengan uji chi-square dan regresi logistik ganda dengan confidence interval 95% dilakukan untuk mengetahui faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian diare. Prevalensi kejadian diare pada anak 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 19,8%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa melanjutkan pemberian ASI, penggunaan botol dot, fasilitas jamban, sumber air minum, usia ibu, status ekonomi, dan daerah tempat tinggal memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare. Pada analisis multivariat, variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan diare adalah penggunaan botol dot, fasilitas jamban, usia ibu, dan pendidikan ibu. Fasilitas jamban merupakan faktor dominan yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian diare (OR=1,500, 95% CI 1,262-1,784), di mana anak dengan fasilitas jamban tidak layak berisiko 1,5 kali lebih tinggi untuk mengalami diare dibandingkan anak dengan fasilitas jamban layak. Menggunakan jamban sehat, mencuci peralatan makan anak dengan benar terutama jika menggunakan botol dot, dan melakukan praktik pemberian makan anak sesuai rekomendasi WHO perlu dilakukan untuk mencegah diare dan menjaga kesehatan anak pada usia 6-23 bulan.

Diarrhea is the passage of loose or watery stools, usually at least three times in 24- hour period. Diarrhea still becomes the leading cause of death in children under five worldwide. Data from Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2017 shows that the highest prevalence of diarrhea is found in children aged 6-23 months, where the energy and nutrient needs increase during this period. This research aims to analyze the association between child feeding practice factors, sanitation and hygiene factors, healthcare utilization factors, and sociodemographic factors with the occurrence of diarrhea in children aged 6-23 months. This cross-sectional study included secondary data from 4,030 children aged 6-23 months in IDHS 2017. Chisquare test and multiple logistic regression with 95% confidence interval were applied to analyze factors significantly associated with diarrhea. The prevalence of diarrhea in children aged 6-23 months in Indonesia year 2017 was 19.8%. Bivariate analysis shows that continued breastfeeding, bottle feeding, toilet facility, source of drinking water, maternal age, economic status, and place of residence were significantly associated with diarrhea. In multivariate analysis, variables found to have significant association with diarrhea were bottle feeding, toilet facility, maternal age, and maternal education. Toilet facility was the dominant factor associated with diarrhea (OR=1,500, 95% CI 1,262-1,784), where the children with unimproved toilet facilities were 1.5 times more likely to have diarrhea compared to children with improved toilet facilities. Using healthy latrines, washing children’s eating utensils especially the baby bottle properly, and applying WHO recommendations in child feeding practices, are necessary to prevent diarrhea and maintain children’s health at the age of 6-23 months."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Budi Lestari
"Insomnia merupakan gangguan tidur yang dapat dialami oleh klien kanker payudara. Angka kejadian insomnia pada klien kanker payudara bervariasi, dan dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan kanker lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian insomnia dan menjelaskan faktorfaktor menurut model Spielman yang berhubungan dengan insomnia pada klien kanker payudara. Metode penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel sejumlah 85 klien kanker payudara stadium I-III mengisi kuesioner mengenai keluhan insomnia, usia, adanya rangsangan sebelum tidur, cemas, depresi, nyeri, perilaku tidur, keyakinan dan sikap tentang tidur.
Hasil penelitian menunjukkan insomnia dialami oleh 16,47 % responden, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara nyeri, cognitive arousal, somatic arousal, dan perilaku/kebiasaan tidur dengan insomnia pada klien kanker payudara. Insomnia berhubungan secara bermakna dengan usia (p = 0,04), depresi (p = 0,037), kecemasan (p = 0,001) dan keyakinan serta sikap tentang tidur (p = 0,002). Faktor yang paling berhubungan dengan insomnia adalah keyakinan dan sikap tentang tidur. Perawat perlu melakukan pengkajian tentang keluhan insomnia pada klien kanker payudara secara terfokus sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.

Insomnia is a sleep disorder that could be experienced by breast cancer clients. The incident of insomnia in breast cancer clients varied and it was reported higher compared to other cancer. The objective of the research is to know the incident of insomnia and to find out the relationship between factors according to Spielman model to insomnia in breast cancer clients. The research utilized a desciptive analytic method with cross sectional approach. Total sample of 85 clients with stage I-III breast cancer answered the questionaire about insomnia, age, pre-sleep arousal, anxiety, depression, pain, sleep behavior, belief and attitude about sleep.
The result of the research showed that insomnia was experienced by 16.47% of the participants, and there were no significant relationship between pain, cognitive arousal, somatic arousal and sleep behavior / sleep pattern with insomnia in breast cancer clients. While the insomnia is related significantly with age (p=0,045), depression (p=0,037), anxiety (p=0,001) and the belief and attitude to sleep (p=0,002) where the belief and attitude to sleep became the most factor related to insomnia. Nurse needs to do a focused assessment of insomnia in breast cancer clients to provide an appropriate intervention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T43119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Dian Ika Ratnasari
"ABSTRAK
Latar belakang: Sindrom dispepsia fungsional merupakan gejala gastrointestinal
yang bersifat kronis atau rekuren dan tidak dapat dijelaskan, karena abnormalitas
biokimia atau struktural pada evaluasi menggunakan pemeriksaan diagnostik
standar tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Pada penelitian ini ingin
diketahui apakah pekerja rumah sakit yang bekerja dengan sistem kerja gilir
berhubungan dengan sindrom dispepsia fungsional dibandingkan dengan pekerja
yang tidak bekerja secara gilir.
Metode: Desain studi yang digunakan adalah komparatif potong lintang yang
membandingkan antara pekerja dengan sistem kerja gilir dengan pekerja bukan
dengan sistem gilir. Data yang digunakan adalah data primer (kuesioner dan
wawancara), dan data sekunder (rekam medis serta data kepegawaian). Subjek
terdiri dari 218 pekerja (109 pekerja gilir dan 109 pekerja bukan gilir).
Hasil penelitian: Prevalensi dispepsia fungsional pada pekerja rumah sakit
Jakarta adalah 42,2%. Pada analisis multivariat didapatkan bahwa kerja gilir
(OR=2,22 (1,212-4,086) p=0,010), usia (OR=0,39 (0,209-0,752) p=0,005), pola
makan (OR=1,90 (1,045-4,455) p=0,035), dan status perkawinan (OR=2,49
(1,097-5,651) p=0,029) mempunyai hubungan bermakna dengan dispepsia
fungsional.
Pembahasan: Kerja gilir, usia, pola makan, dan status perkawinan merupakan
faktor risiko sindrom dispepsia fungsional. Usia dan jenis kelamin menjadi faktor
protektif. Usia menjadi faktor protektif karena adanya mekanisme adaptasi
dispepsia. Jenis kelamin sebagai faktor protektif mungkin disebabkan pada
perempuan tingkat kesadaran terhadap kesehatan lebih tinggi yang menyebabkan
angka mortalitas lebih kecil daripada laki-laki

ABSTRACT
Background: Functional dyspepsia syndrome is a gastrointestinal symptoms that
are chronic or recurrent and can not be explained, because the biochemical or
structural abnormalities in the evaluation using standard diagnostic examination
showed no abnormalities. In this study, we want to know whether the hospital
workers who worked shift work system associated with the syndrome of
functional dyspepsia compared with workers who do not work in shifts.
Method: The study design used was a comparative cross-sectional comparing
between workers with shift work system to workers who work not with the shift
system. The data used are primary data using questionnaires and interviews, and
secondary data through medical records and employment data. Subjects consisted
of 218 employees (109 workers with shift work and 109 workers without shift
work).
Results: The prevalence of functional dyspepsia at Jakarta hospital workers was
42.2%. On multivariate analysis, it was found that shift work (Adj. OR=2.22
(1.212-4.086) p=0.010), age (Adj. OR=0.39 (0.209-0.752) p=0.005), diet (Adj.
OR=1.90 (1,045-4.455) p=0.035) and marital status (Adj. OR=2.49 (1.097-5.651)
p=0.029) had a significant relationship with functional dyspepsia.
Discussion: Shift work, age, diet, and marital status are risk factors syndrome
functional dyspepsia. Age and sex becomes a protective factor. Age becomes a
protective factor for their adaptation mechanism of dyspepsia. Gender as a
protective factor may be due to the level of awareness of women's health is
higher that causes of mortality rate is smaller than the male"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>