Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192700 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Eko Wicaksono
"Kompetensi komunikasi antarbudaya diartikan sebagai suatu kesan bahwa perilaku dalam suatu interaksi itu efektif dan layak dalam konteks yang ada. Suatu interaksi dikatakan efektif dan layak selama tujuan atau hasil yang diharapkan dapat terpenuhi dengan pengorbanan yang relatif rendah dan dilakukan dengan cara-cara yang selaras dengan nilai, norma, dan ekspektasi dari suatu hubungan. Kompetensi komunikasi antarbudaya relevan untuk dibicarakan, terutama bagi pemeriksa BPK, karena mereka sering berinteraksi dengan terperiksa yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan dirinya.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya yang dimiliki oleh pemeriksa BPK, khususnya mereka yang bertugas di Kantor Perwakilan BPK Provinsi Jawa Timur, ketika melakukan interaksi dan komunikasi dengan terperiksa yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sampang pada kegiatan pemeriksaan terinci atas LKPD TA 2015.
Menggunakan strategi studi kasus dan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretif, penelitian ini meminjam teori atau model kompetensi komunikasi antarbudaya Brian H. Spitzberg untuk memperoleh pemahaman tentang tema yang dikaji.
Penelitian ini menemukan bahwa, dalam konteks kegiatan pemeriksaan sebagai tempat kerja atau workplace, pemeriksa BPK telah memiliki motivasi, pengetahuan dan keterampilan yang efektif dan layak. Kesimpulan ini diperkuat oleh penilaian terperiksa yang menganggap interaksinya dengan pemeriksa BPK selama ini telah berjalan dengan layak sehingga hubungan diantara keduanya pun, baik sebelum ataupun setelah interaksi terjadi, selalu berjalan dengan baik.

Intercultural communication competence is considered broadly as an impression that behavior is appropriate and effective in a given context. An interaction considered to be effective and appropriate as long as the valued goal or rewards can be accomplished at the minimum costs or alternatives and doing so in an appropriate manner, based on values, norms, and expectations of a relationship. An intercultural communication competence is a competence that has relevancy with the nature of the job of the BPK auditors because they usually interact with an auditee that culturally has a different background with them.
This research is expected to give a broad picture about how the intercultural communication competence of the BPK auditors, especially the ones who work in The East Java Representative Office of BPK, when they are interacting and communicating with the auditee in Sampang regency, as part of audit work on a local government financial statement of fiscal year 2015.
Using a case study as a research strategy and a qualitative approach with an interpretive paradigm, this research elaborate the theme of the study using the Brian H. Spitzberg?s Model of Intercultural Competence to get an understanding about it.
Later, this research found that, in a given context, the auditors of BPK already have an effective and appropriate motivation, knowledge, and skills. This conclusion is being strengthened with the auditee judgmenet that considered his relationship with the BPK auditors, before or after the interaction took place, has always been good.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nofella Nanda Auliya
"Komunikasi antarbudaya merupakan interaksi yang terjadi di antara anggota-anggota budaya yang berbeda, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras, maupun kelas sosial. Artikel berjudul Komunikasi Antarbudaya dalam Film L'Intouchable ini membahas penggambaran dua budaya yang sangat berbeda, yaitu budaya imigran berkulit hitam dan budaya orang kulit putih di Prancis. Selain itu, artikel ini juga membahas interaksi antar tokoh khususnya dua tokoh utama yang ada dalam film dan tindakan mereka dalam menyikapi perbedaan di antara mereka. Penggambaran budaya dan interaksi antar tokoh dilihat melalui aspek naratif dan aspek sinematografis yang ada dalam film melalui sebuah penelitian dengan metode kualitatif. Hasilnya, komunikasi antarbudaya dalam film ini dapat dikatakan berhasil atau berjalan dengan baik karena adanya toleransi satu sama lain.

The Intercultural communication is an interaction that occurs between members of different cultures, such as between tribes, ethnic, racial, and social classes. The article entitled Intercultural Communication in The Film L'Intouchable discusses two different cultures, specifically the culture of black immigrant and white people in France in modern era. This article also discusses the interaction between characters, especially the two main characters in the film and their way to manage the differences between them. The cultures and interaction between characters seen through narrative aspects and cinematographic aspects in the film with a qualitative research method. As a result, the intercultural communication in this film is successful and goes properly because of the tolerance of each other.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Yuanita
"Ekspatriat yang bekerja di Jakarta dituntut untuk memiliki kemampuan beradaptasi dan mengatasi hambatan antarbudaya agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik. Keberhasilan adaptasi ini adakalanya membuat ekspatriat menjadikan dirinya culture broker yang menjembatani interaksi antarbudaya dari dua budaya yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan proses adaptasi dan mengidentifikasi kompetensi antarbudaya para ekspatriat industri hulu migas di Jakarta. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif penelitian ini melakukan wawancara terhadap lima subjek penelitian. Kelima subjek dipilih menggunakan metode purposive recruitment dengan pertimbangan tertentu (deliberate) dan juga bersifat luwes (flexible). Hasil penelitian menemukan bahwa tidak semua ekspatriat di Jakarta mengalami culture shock, namun pada akhirnya semua ekspatriat mencapai akulturasi yang ditandai dengan merasa betah bekerja di Jakarta. Keberhasilan adaptasi antarbudaya ini menghasilkan kompetensi antarbudaya yang membuat ekspatriat ada yang mengambil peran sebagai culture broker. Culture broker di Jakarta secara spesifik memiliki ciri-ciri yaitu bilingual, bikultural, multikultural, tertarik pada budaya tuan rumah, yakin bahwa budaya tuan rumah memiliki nilai-nilai khusus, mau mendengarkan pekerja tuan rumah dan mencintai negara tuan rumah. Sebagai catatan tambahan, mereka harus juga memiliki posisi dengan wewenang tertentu secara hierarki dalam organisasi perusahaan (misalnya merupakan pimpinan selevel manajer) untuk dapat menegaskan pengaruh dalam komunikasi walaupun perannya sebagai culture broker dijalani secara kasual dan informal.

Expatriates who work in Jakarta are required to have the abilities to adapt and to overcome intercultural barriers in order to carry out their duties properly. The successful adaptation most likely nurtures expatriates into culture brokers that bridges intercultural interaction of two different cultures. This study aims to describe the process of intercultural adaptation and identify the intercultural competence of expatriates in the upstream oil and gas industry in Jakarta. By using an exploratory qualitative approach, this study convey in-depth interview to five of research subjects It selects five subjects using purposive recruitment with certain considerations (deliberate) and flexibilities. The result of the study states that not all expatriates experienced culture shock, however all expatriates managed to get through culture shock and completed acculturation to the level of enjoying their assignments in Jakarta. This success also allows expatriates to obtain good cultural competencies and take the role as culture brokers. Culture brokers in Jakarta have shown special characteristics, namely being bicultural, bilingual, multicultural, have a high interest to host country’s culture, certain that host country culture has special values, willing to listen the locals employee, and developed a love towards the host country. As an additional note, they must have positions with certain hierarchical authority in the corporate organizations (i.e. leaders at the manager level) to be able to assert impacts in communication even though their role as culture brokers is carried out casually and informally."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Eka Santi
"Perusahaan multinasional sangat erat kaitannya dengan adanya komunikasi antarbudaya dan pertemuan antarbudaya. Setiap budaya memiliki dimensi budaya nasional masing-masing. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam melalui interpretative phenomenological analysis yang bertujuan untuk mengungkapkan pemaknaan pengalaman secara eksploratif bagaimana budaya kerja perusahaan yang dibentuk dalam Hofstede's cultural dimensions yang diimplementasikan oleh jajaran manajemen Jepang dan manajemen lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia. Serta untuk mengungkapkan bentuk-bentuk pertemuan antarbudaya Indonesia dan Jepang di dalam PT. Hanwa Indonesia khususnya culture shock, akulturasi, dan komunikasi verbal dan nonverbal yang terikat budaya. Dalam studi ini ditemukan bahwa dimensi yang terbentuk dengan menggunakan Hofstede's cultural dimensions di dalam PT. Hanwa Indonesia yaitu large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, dan short term orientation. Pertemuan antarbudaya yang terjadi di dalam PT. Hanwa Indonesia yang dialami oleh para manajemen baik manajemen Jepang dan manajemen lokal yaitu culture shock, kemudian setelah melalui masa culture shock terdapat proses akulturasi di dalam perusahaan ini, terakhir adanya proses komunikasi verbal dan nonverbal antar kedua pihak baik manajemen Jepang maupun manajemen lokal. Dengan adanya manajer lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia, memiliki fungsi sebagai penghubung antara budaya kerja Jepang dan budaya kerja Indonesia.

In multinational company it is closely related with intercultural communication and intercultural encounters. Each culture has its own national cultural dimension. This study method was conducted qualitatively with in-depth interviews uses interpretative phenomenological analysis which aims to reveal the exploratory meaning of experience of how the work culture of the company formed through Hofstede's cultural dimensions implemented by Japanese management and local management within PT. Hanwa Indonesia. Also to reveal the forms of Indonesian and Japanese intercultural encounters in PT. Hanwa Indonesia especially culture shock, acculturation, and verbal and nonverbal communication. The study showed that Hofstede's cultural dimensions in PT. Hanwa Indonesia are large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, and short term orientation. Intercultural encounters that occurred in PT. Hanwa Indonesia experienced by both of Japanese management and local management from culture shock, then acculturation process, finally there was verbal and nonverbal communication process between Japanese management and local management. With the presence of local managers, it has a function as a bridge between Japanese work culture and Indonesia work culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayi Inkang Arnik
"Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis adanya aspek-aspek komunikasi antarbudaya yang digambarkan melalui salah satu film Indonesia yang berjudul Ngenest. Analisis dilakukan dengan mengkaitkan lima aspek berbeda yang terdapat di dalam komunikasi antarbudaya, yaitu komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, stereotip, etnosentrisme, culture shock, dan adaptasi budaya. Penulis menganalisis dengan memaparkan adegan-adegan pada film Ngenest yang dapat menjelaskan bentuk dari kelima aspek tersebut. Film ini dapat menjelaskan aspek etnosentrisme, stereotip, culture shock, dan adaptasi budaya. Aspek komunikasi verbal dan komunikasi non verbal yang terjadi di dalam film ini tidak menunjukan adanya masalah spesifik terkait komunikasi antarbudaya. Komunikasi di antara dua budaya yang berbeda akan seringkali terjadi di kehidupan sehari-hari, sehingga mempelajari komunikasi antarbudaya dapat memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural.

The purpose of this paper is to analyze the aspects of intercultural communication which is represented through one of Indonesian movie Ngenest. The analysis is conducted by relating five different intercultural communication aspects, those are verbal communication, non-verbal communication, stereotype, ethnocentrism, culture shock and cultural adaptation. Writer’s analysis is within enlighten any scenes of Ngenest movie those are able to explain the form of all of five aspects. This movie can define ethnocentrism, stereotype, culture shock and cultural adaptation in one time. Verbal communication and non verbal communication aspects that ensued in this movie do not indicate any intercultural communication specific issue. The communication between two different cultures are often occurred in daily life, so that learning intercultural communication can give many advantages for Indonesian society that is acknowledged as multicultural country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tarsisius Florentinus Sio Sewa
"Interaksi antaretnis dan antarbudaya adalah realitas sosial yang tidak dapat dihindari terlebih di era globalisasi dewasa ini. Interaksi yang tidak dikelola secara baik dapat menimbulkan konflik dan ketidakseimbangan relasi. Interaksi yang tidak sehat dapat saja terjadi oleh karena stereotype, prejudice dan sikap etnosentrisme. Padahal interaksi yang baik menuntut adanya saling keterbukaan, saling pengertian dan upaya untuk masuk dan beradaptasi dengan budaya lain.
Hal yang sama dapat saja terjadi dalam interaksi antara etnis Ende dan Lio dengan etnis Cina dan Padang di Kota Ende, yang menjadi subyek penelitian Tesis ini. Dengan menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan komunikasi antarbudaya, penulis menjelajahi realitas "communicative-style" ke-empat kelompok etnis yang saling berinteraksi, termasuk latarbelakang sosio-budaya, sosio-ekonomi dan sosio-religius yang mempengaruhinya.
Untuk memahami pola komunikasi dari mereka yang berinteraksi, penelitian tersebut secara khusus menyoroti enam ( 6 ) elemen Communicative-style Barnlund yang relevant 1) tema pembicaraan, 2) bentuk interaksi, 3) tatacara berkomunikasi, 4) cara merespons, 5) penyingkapan diri, dan 6) emphaty.
Etnis Ende, dengan karakter ekstrovert: banyak berbicara, bicara dengan suara keras dan emosi yang kadang tak terkendali, tidak sulit berinteraksi terutama dengan etnis Padang dan Lio. Mereka cenderung lebih dekat dengan etnis Padang karena kesamaan agama dan etnis Lio karena hubungan darah dan adat serta bahasa dan budaya yang relatif hampir sama. Berhadapan dengan Etnis Lio dan Padang, mereka dapat berbicara apa saja, mulai dari obrolan santai, obrolan serius, penyingkapan diri dan bahkan dengan etnis Lio sampai kepada tingkat emphaty. Sementara itu, interaksinya dengan etnis Cina masih sebatas tegur-sapa dan transaksi jual-beli. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh medan interaksi yang terbatas antara keduanya.
Dengan karakter yang relatif lebih tenang, santun, ramah dan terbuka, etnis Lio dengan mudah dapat berinteraksi dengan etnis Padang, Cina dan Ende. Dalam interaksi di antara mereka, tampak bahwa etnis Cina cenderung lebih dekat dengan etnis Lio karena kesamaan agama dan karena medan interaksi yang cukup luas. Walaupun jarang ada emphaty dan penyingkapan diri; namun tegur-sapa, basa-basi, obrolan santai dan kadangkala obrolan serius, sering menjadi bagian dari komunikasi dan interaksi di antara mereka.
Meminjam istilah Norton dengan sembilan (9) "Communication characteristic"-nya, etnis Ende lebih banyak memperlihatkan perilaku: dominant, dramatic, contentious dan animated; dibandingkan dengan etnis Lio yang cenderung bersikap: relaxed, attentive, open dan Friendly. Sementara itu, etnis Cina cenderung berperilaku: Relaxed, Friendly, attentive khusus dengan etnis Lio dan dramatic, khusus dalam mempromosi barang dagangannya. Sedangkan etnis Padang sering menunjukkan perilaku yang Relaxed, Friendly dan kadangkala attentive khusus dalam interaksinya dengan etnis Ende.
Pemahaman yang baik tentang communicative-style akan membantu mereka yang berinteraksi untuk dapat "menempatkan diri" sebagai subyek yang trampil dan kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya. Dengan demikian, keanekaan budaya yang tampak dalam keanekaan cara orang berkomunikasi, tidak menjadi halangan bagi terciptanya iklim komunikasi yang baik; tetapi sebaliknya, menyadarkan orang menerima perbedaan yang ada sebagai "kondisi terberi" guna saling melengkapi dan menyempurnakan demi "bonum commune" (kebaikan bersama). Karena kebaikan bersama adalah impian semua manusia, siapapun dia dan dari mana asalnya!

Interethnic and intercultural interaction is a social reality which can not be avoided, especially at the era of globalization, nowadays. Unmanaged interaction will bring conflict and unbalanced relation. Unhealthy interaction would be caused by stereotype, prejudice and ethnocentrism among communication participants. It could be concluded that a pleasant interethnic and intercultural interaction required openness, a deep insight and require effort to put our self in the other culture and also to adapt with that culture.
The same assumption may apply in communication and interaction between Endenese, Lionese and Chinese, Padangnesse in Ende, which is the subject of this Thesis research. By using Constructivism paradigm and intercultural communication approach, the researcher try to explore "communicative-style" of those four ethnics in their interaction including the influence of social-cultural, social-economic and social-religious background.
To understand the behavior of the communication participants, this research reflects six (6) elements of Barnlund's Communicative-Style: The Topics people prefer to discuss, their favorite forms of interaction ritual, repartee, self disclosure and the depth of involvement they demand of each other.
Endenese with their extrovert characters: speaks frequently, interrupts and un-controls conversations, speaks in a loud voice, have no difficulties to interact with the Padangnese and Lionese. They tend go closer with the Padangnese because of similarities in social-religious factor; and with the Lionese because of family and customary relationships, resembling in similar language and culture. With them, Endenese can cover various topics of conversation, beginning with a short conversation, serious-talk, self-disclosure and than empathy. Their interaction with the Chinese still restricted to small-talks and subjects related to trading. This fact is influenced by their restricted interactions-setting.
Lionese with their relaxed character: calm, simple, modest, friendly and open, can interact with Padangnese, Chinese and Endenese, easily. The Chinese tends go closer with the Lionese because of similarities in social religious factors and their interactions-setting is broad enough. Although, in daily interaction they seldom display empathy and self disclosure; but small-talks, a short conversation and serious-talk occasionally, often can be a part of their communication and interaction.
Based on Nortons technical-term and his nine (9) communication-characteristics, Endenese much more display these communication traits: dominant, dramatic, contentious and animated; comparing with Lionese which is relaxed, attentive, open and friendly. The Chinese tend to be relaxed, friendly, attentive, especially with the Lionese and dramatic especially in promoting their trading goods. Padangnese often are relaxed, friendly and sometimes attentive, especially with the Endenese.
A good understanding about communicative-style and its influencing factors would help the communication participants: Endenese, Lionese, Chinese and Padangnese, to "put themselves" as "competent-subject" in intercultural communication and interaction. Therefore, the variety of cultures that appear on the diversity communicative-styles, should not become a constraint to develop a good communication-climate; but on the other hand should make someone more aware of the importance of accepting differences with honesty and sincerity, to reach "bonumcommune". Because "bonum-commune" is a vision of all mankind, whoever and wherever they come!
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Meytika Putri
"ABSTRAK
Banyak perusahaan milik pemerintah Tiongkok memperluas bisnis mereka di Indonesia saat ini. Penelitian kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan budaya yang ada antara karyawan Indonesia dan karyawan Tiongkok dalam perusahaan tersebut berdampak dalam proses komunikasi dan kegiataan perusahaan. Selain itu penelitian ini dibuat juga untuk menjelaskan negosiasi antarbudaya yang terjadi antar karyawan yang berbeda latar belakang budaya dalam perusahaan tersebut dengan membedah aspek-aspek negosiasi antarbudaya yang ada. Hasil studi ini menunjukkan bahwa aspek negosiasi antara karyawan Tiongkok dan Indonesia tidak jauh berbeda dan narasumber dapat mengelola kecemasan dan ketidakpastiannya teori AUM sehingga negosiasi dapat berjalan dan mengakomodir kepentingan kedua belah pihak.

ABSTRACT
Numerous Chinese state owned companies expand their business in Indonesia nowadays. This qualitative case study research made with the aim to know cultural differences between Indonesian employees and Chinese employees in the company, that have impacts the process of communication and corporate activity. In addition, this research is also made to explain the intercultural negotiations that occur among employees of different cultural backgrounds within the company by dissecting aspects of intercultural negotiations that exist. The results of this study indicate that resource persons can manage their anxiety and uncertainty AUM theory so that negotiations can proceed and accommodate the interests of both parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elizabeth Josephine
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang kompetensi komunikasi lintas budaya staf Sekretariat ASEAN Jakarta dalam menghadapi konflik lintas budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Informan utama merupakan staf ekspatriat dan lokal di Sekretariat ASEAN Jakarta. Sumber data diperoleh dari wawancara mendalam, pengamatan, dan dokumentasi. Secara keseluruhan hasil penelitian ini memperkuat keberadaan Model Dimensi Kompetensi Komunikasi Antarbudaya yang dikemukakan Chen dan Starosta (Turnomo, 2005). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa para staf memiliki sensitivitas budaya yang tinggi pada konteks sosial formal dalam menghadapi konflik lintas budaya. Penulis berharap keberadaan model komunikasi lintas budaya semakin berkembang di Indonesia.

This study aims to analyze the competence of intercultural communication of the ASEAN Secretariat's employees in dealing with intercultural conflict. This study uses qualitative descriptive approach and study case research. Key informants are expatriate and local employees at the ASEAN Secretariat. Data sources are retrieved from in-depth interview, observation and documentation. The finding indicates which principally reinforce the existence of Intercultural Competence Dimension Model of Chen and Starosta (Turnomo, 2005). The finding shows that the employees possess a high level of cultural sensitivity in the formal social context in dealing with intercultural conflict. The author hopes that the existence of the models of intercultural communication is growing in Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T31022
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Uus Faizal Firdaussy
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman diplomasi sains peneliti dalam suatu kolaborasi riset internasional dan bagaimana pengalaman tersebut terkait dengan model kecerdasan kultural dari Thomas 2006 dan tiga kualitas Mindfulness dari Kaufman dan Hwang 2015 . Studi Analisis Fenomenologi Interpretatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan empat informan yang terlibat dalam sebuah kolaborasi penelitian internasional yang disebut Innovative Bio-Production Indonesia atau iBioI . Data penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kerja sama riset internasional informan menghadapi tantangan dan hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan budaya. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat manifestasi kecerdasan kultural pada diri informan, walau dalam taraf yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat ditelusuri dari perbedaan manifestasi komponen kualitas kecerdasan kultural, yaitu pengetahuan antarbudaya, perhatian, dan keterampilan antarbudaya pada diri informan. Studi ini juga menjelaskan pola dalam suatu kolaborasi riset yang mindful dan empat fungsi kecerdasan kultural dalam komunikasi antarbudaya dalam konteks diplomasi sains. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini hanya mengambil data dari peneliti Indonesia dan hanya meneliti kolaborasi di bidang ilmu hayati saja. Penelitian ini telah mampu menunjukkan bukti empiris bahwa kecerdasan kultural juga dapat membantu peneliti dalam situasi antar budaya. Selain itu, penelitian ini mendukung pernyataan penelitian sebelumnya mengenai peran penting mindfulness dalam menerjemahkan pengetahuan budaya ke dalam keterampilan antarbudaya. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi kolaborasi penelitian internasional lainnya. Pengembangan kecerdasan kultural pada peneliti diharapkan bisa mewujudkan tujuan diplomasi sains yang membantu memperkuat hubungan antar negara.

The purpose of this article is to find out how the researcher experience science diplomacy in an international research collaboration and how the experience is linked to the cultural intelligence model from Thomas 2006 and three qualities of Mindfulness from Kaufman and Hwang 2015 . An Interpretative Phenomenological Analysis study conducted with in depth interviews with four informants involved in an international research collaboration called Innovative Bio Production Indonesia or iBioI . Research data shows that in carrying out an international research collaboration informants face the challenges and communication barriers caused by cultural differences. This study shows that there are manifestations of cultural intelligence in informants, even at various levels. This distinction can be traced from the components of cultural intelligence, i.e. Intercultural knowledge, mindfulness, and intercultural skills. This study also explains the mindful collaborative research patterns and the four functions of cultural intelligence in intercultural communication in the context of science diplomacy. The limitation of this study is to only take data from the Indonesian researchers and examine only collaboration in the field of natural science. This research has been able to show empirical evidence that cultural intelligence can also help researchers in an intercultural situation. In addition, this study supports the previous research statement on the critical role of mindfulness in translating cultural knowledge into intercultural skills. This research is also able to show the pattern of mindful collaborative research and the function of mindfulness in an international research collaboration. This research is expected to be a guide for another international research collaborations. The development of cultural intelligence on a researcher is expected to realize the goal of science diplomacy that helps strengthen the relationship between countries."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990
302.2 KOM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>