Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Utami
"Penelitian ini mengangkat masalah implementasi kebijakan program bina lingkungan di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan metode kualitatif. Hasil peneilitian ini (i) Implementasi kebijakan program bina lingkungan yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan belum berjalan secara efektif karena adanya kerancuan dan ketidakjelasan isi kebijakan yang tertulis (ii) Program ini memiliki tiga dampak dalam pelaksanannya yaitu, dampak pada sekolah swasta yang kekurangan siswa, hilangnya hak dari siswa reguler yang akan masuk ke sekolah negeri dan, turunnya mutu pendidikan. Saran yang diberikan adalah Perbaikan isi kebijakan dan melibatkan sekolah swasta dalam program kebijakan.

This study raised the issue of implementation of the policy on Bina Lingkungan program in Bandar Lampung. This research used the post positivist using a qualitative methodology. Using the implementation of merilee s .Grindle .The results of this research ( i ) Bina Lingkungan Policy program regulation covers number 1 in 2012 about the education system has not been effectively because a confusion and obscurity the policies written ( ii ) there are three impact on the implementation, the impact is on private schools that a shortage of students, loss of the rights of regular students who will enter the public schools, and decline in the quality of education. Advice provided, first improve the contents policy and second involving private schools in the policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Kharimah Vedy
"ABSTRAK
Salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka kemiskinan adalah melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). BPNT merupakan transformasi dari program Beras Sejahtera (Rastra) yang memberikan bantuan pangan berupa beras dan telur melalui mekanisme akun elektronik. Namun, angka kemiskinan di beberapa daerah mengalami peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai implementasi kebijakan program BPNT di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan BPNT. Pendekatan  penelitian yang  digunakan  adalah  pendekatan  kuantitatif dengan paradigma Post-Positivist sedangkan teknik pengumpulan  data  yang  dilakukan menggunakan metode kualitatif melalui wawancara  mendalam dan studi pustaka. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori model rasional Khander dan Khan sebagai teori utama, subsidi, kebijakan publik, dan implementasi kebijakan publik.  Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa implementasi BPNT di Kecamatan Panjang masih belum sesuai harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi tersebut meliputi kurangnya pemahaman aktor akan tugas, peraturan yang belum lengkap, kurangnya pengawasan pada tingkat kecamatan. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antar Kementrian dalam melakukan pengawasan, menciptakan produk hukum yang lengkap, mengadakan kegiatan training dan seminar, dan meningkatkan koordinasi antara aktor kecamatan dengan petugas kelurahan.

ABSTRACT
One of the Indonesian government's efforts to reduce poverty is through the Non-Cash Food Assistance (BPNT) program. BPNT is a transformation of the Rice for the Poor (Rastra) program that provides food assistance in the form of rice and eggs through an electronic account mechanism. However, the poverty rate in some regions has increased. The purpose of this study is to analyze the implementation of Non-Cash Food Assistance (BPNT) in Sub-district Panjang, Bandar Lampung City and find out the factors that influence the implementation of BPNT. This research is conducted with quantitative approach, post-positive paradigm, while data collection technique using qualitative methods through in-depth interview and literature. This research uses the theory of Khander & Khan's rational model as the main theory, subsidy, public policy, and the implementation of public policy. The result shows that the implementation of Non-Cash Food Assistance (BPNT) in Sub-district Panjang is still not as expected. The factors that influence the implementation include the lack of understanding of the actor's duties, incomplete regulations, and lack of monitoring at the sub-district level. Therefore, the collaboration between ministries is needed in conducting supervision, creating complete legal products, holding training and seminar activities, improving coordination between sub-district actors and village officials."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. J. Viandrito
"Gerakan lingkungan di Amerika Serikat mengemuka sejak tahun 1960-an. Dukungan kuat masyarakat Amerika Serikat terhadap gerakan lingkungan menguat seiring meningkatnya kesadaran akan besarnya bahaya akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Pemerintah pun didorong untuk segera mengambil tindakan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya bencana ekologis lebih lanjut, dengan memperbanyak perundangan di bidang lingkungan hidup. Gerakan lingkungan hidup dinilai ikut berperan dalam mempengaruhi opini masyarakat, dengan memberi informasi mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang dihadapi Amerika Serikat bahkan dunia.
Namun demikian organisasi-organisasi lingkungan hidup itu sendiri terdiri dari berbagai spektrum yang luas, dengan prinsip dan gaya politik yang beraneka, dengan ideologi dan ciri yang beraneka. Jumlah anggota organisasi-organisasi lingkungan ini pun melonjak secara signifikan, dan di tahun 1990-an tercatat mencapai tujuh juta orang. Hal ini tentu menjadi suatu kekuatan politik tersendiri.
Sebagai sebuah `interest group' pada gilirannya ternyata turut memberi tekanan pada penetapan berbagai kebijakan lingkungan di Amerika Serikat. Di tengah tekanan dari gerakan lingkungan, berbagai kebijakan lingkungan pun terus bermunculan, diantaranya Clean Air Act, Federal Water Pollution Control Act Amendments, Safe Drinking Water Act dan Multiple Use-Sustained Yield Act. Meski berbagai perundangan lingkungan telah diluncurkan, namun dalam pelaksanaannya ataupun penegakan hukum atas perundangan tersebut masih mengalami banyak tantangan dan hambatan. Kegagalan implementasi perundangan tentu akan memerosotkan kredibilitas institusi federal yang mendapatkan mandat untuk melaksanakan perundangan tersebut. Namun demikian berbagai pihak ternyata turut serta memberikan andil dalam "melumpuhkan" institusi pelaksana perundangan ini.
Presiden dan Kongres dinilai juga turut melemahkan institusi pelaksana perundangan lingkungan. Pemerosotan kredibilitas institusi federal ini, dilakukan pemerintah federal dengan Cara memberikan beban yang terlalu berat untuk ditangani institusi federal, selain kurangnya `political will'. Selain itu dalam banyak kasus, pemerintah federal sendiri cenderung lebih pro pada kepentingan bisnis.
Berbagai perundangan lingkungan terlihat masih menyediakan celah-celah, yang memungkinkan berbagai pihak mengambil keuntungan, sekaligus menggagalkan implementasi perundangan. Pihak-pihak tersebut adalah kelompok bisnis dan negara bagian yang "kaya" (kuat dalam basis industrinya).
Kasus yang terjadi pada kebijakan lingkungan, dengan demikian menunjukkan adanya suatu kontroversi politis. Di satu sisi, banyak perundangan lingkungan telah diloloskan pemerintah federal dalam kurun waktu yang relatif singkat (lebih dari 50 perundangan dalam kurun 1960-1992), namun di sisi lain justru implementasi perundangan tersebut terhambat atau bahkan gagal/digagalkan karena kurangnya kemauan politik (political will) dari pemerintah federal.
Selain itu dalam kasus kebijakan lingkungan, keterlibatan dari berbagai kekuatan politik tersebut terlihat sangat intens, karena kebijakan lingkungan merupakan suatu kebijakan politik yang sensitif. Intensnya interaksi dan keterlibatan diantara kekuatan-kekuatan politik tersebut menciptakan dinamika tersendiri dalam implementasi kebijakan lingkungan. Dinamika ini dimungkinkan dalam sistem politik Amerika Serikat yang menganut asas pluralisme. Sesuai asas pluralisme, berbagai kekuatan politik tersebut dapat saling mengawasi, saling mengimbangi dan saling berbagi kewenangan.
Dalam kebijakan lingkungan, dinamika tersebut terlihat jelas, dari proses tarik-menarik, pengaruh-mempengaruhi, dan saling mendominasi diantara berbagai kekuatan politik. Sering terjadi satu pihak menjadi lebih dominan dalam memaksakan kepentingannya dibanding pihak lain. Dalam kasus implementasi perundangan lingkungan, `power struggle' ini terlihat jelas.
Karena itulah thesis ini disusun dengan maksud untuk mengungkap dominasi pemerintah federal serta kuatnya lobi kelompok bisnis, yang mengakibatkan terhambatnya/gagalnya implementasi kebijakan lingkungan. Tinjauan tersebut secara spesifik akan bertolak dari kasus-kasus kebijakan utama, yaitu: Clean Air Act (1970), Federal Water Pollution Control Act Amendments (1972); Safe Drinking Water Act (1974), Toxic Substance Control Act (1976) dan amandemennya tahun 1986 (Superfund), Resource Conservation and Recovery Act (I980) dan amandemennya (1984), Nuclear Waste Policy Act (1982), clan Multiple Use-Sustained Yield Act (1960).
Penelitian terhadap hal tersebut sekaligus dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang kekuatan-kekuatan politik yang terlibat dalam penentuan kebijakan lingkungan di Amerika Serikat, serta untuk memahami kompleksitas interaksi diantara berbagai kekuatan politik tersebut.

Environmental movement in the United States of America gets stronger since 1960s. People support this movement due to many environmental disasters that getting frequently happened. Government is urged to take appropriate actions to overcome any further ecological disasters by launching environmental laws. Environmental movement takes part in giving enlightenment to people regarding many environmental problems in the U.S. and the world.
Environmental organizations, however, is diversified towards a broad spectrum, principally and ideologically. Anyway the member of those organizations has raised significantly to 7 million people in 1990s, that makes them become an interest group in American politics.
They pursue government to launch many environmental laws. Some of them are Clean Air Act, Federal Water Pollution Control Act Amendments, Safe Drinking Water Act and Multiple Use-Sustained Yield Act. Though many laws had been declared, in practice there is still weak in law enforcement. For sure, failure in implementation has decreased credibility of federal institution in implementing environmental laws. This research will show that the federal government (President and Congress) gives contribution in making federal institution getting weaken.
President and Congress give to much pressure to federal institution in implementing the laws, in other side they have no political will and seems more favor to business groups side. Many laws are created with its weakness, that any parties could take advantages of it, even could make it fail in implementation. Those parties particularly are business groups and "rich-states".
Environmental laws show in particular a political controversy. Though federal government in just 30 years established more than 50 laws, however in practice and implementation those laws was crippled and failed due to less of political will of federal government.
Moreover interest groups were involved extensively, since environmental laws are very sensitive. Intensity and involvement of any interest groups had created motion in American politics. This could be occurred in the U.S.A, which respect pluralism. In pluralism, any parties or political bodies could play a "check-and balance" mechanism.
The check-and-balance mechanism, in practice, could create any efforts from any parties to dominate, and to attract the other party. This mode clearly display in implementing the environmental policy.
Based upon this issue, this thesis is designed to disclosure power struggle among political bodies and interest groups in environmental law implementation. In particular, it will reveal how federal government and business groups play its dominant role on environmental policy.
To give a clear analysis, the thesis will take selected environmental laws, such as: Clean Air Act (1970), Federal Water Pollution Control Act Amendments (1972); Safe Drinking Water Act (1974), Toxic Substance Control Act (1976) and its Amendment - 1986 {Superfund}, Resource Conservation and Recovery Act (1980) and its Amendment (1984), Nuclear Waste Policy Act (1982), and Multiple Use-Sustained Yield Act (1960).
The research is executed to give a comprehensive analysis about how power struggle happened in America's politics, especially in environmental law implementation, and to understand why this is happened.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Tresiana
"enelitian ini didasari pemikiran bahwa pemekaran wilayah merupakan sebuah produk kebijakan publik, sebagai upaya pemerintah untuk memecahkan masalah publik. Dalam kerangka rasionalitas, maka kebijakan pemekaran seharusnya adalah hasil pilihan yang rasional, mencakup pemilihan alternative bagi tercapainya tujuan, mengandung nilai yang fundamental dan tepat guna untuk mencapai hasil akhir (outcome) yang diinginkan. Tujuan dari penulisan ini adalah : mendeskripsikan proses pembuatan kebijakan pemekaran dan mendeskripsikan rasionalitas yang digunakan aktor dalam kebijakan pemekaran. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Tulisan ini mengangkat temuan hasil penelitian bahwasanya proses penetapan kebijakan pemekaran, bukanlah upaya solutif bagi persoalaan substantive masyarakat dan rasionalitas yang digunakan dalam penetapan kebijakan, didominasi model rasionalitas tong sampah, sebagai respon struktur terhadap kepentingannya elit (politik), bersifat transaksional, bukanlah respon sistem (legislatif dan eksekutif) untuk mengatasi masalah faktual yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat."
Kementerian Dalam Negeri Ri, {s.a.}
351 JBP 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Chaezienul Ulum
"buku ini membahas tentang suatu reaksi multi level yang dilakukan dalam ranah kebijakan terkait lingkungan."
Malang: UB Press, 2017
363.7 CHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Kumar
"Bertambahnya luasan fisik kota membawa konsekuensi berkurangnya luasan RTH. Sementara itu, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi pada gilirannya akan memacu perubahan penggunaan lahan di berbagai bagian wilayah kota. Bekerjanya mekanisme pasar akan menyebabkan sebidang lahan yang memiliki kualitas bagus atau jarak relatif dekat dengan pusat pertumbuhan akan dapat berubah penggunaannya sesuai dengan nilai sewa lahan yang lebih tinggi. Pergeseran penggunaan lahan dapat terjadi pada hamparan lahan yang relatif datar maupun yang memiliki kelerengan curam. Selama kurun waktu lima tahun (1996-2000) di kota Depok luas penggunaan lahan untuk permukiman, jasa, perusahan, dan industri masing-masing telah bertambah 1324 hektar, 38 hektar, 97 hektar, dan 154 hektar. Di sisi lain, pada kurun waktu yang sama, luas penggunaan lahan yang memiliki fungsi RTH seperti tegal/kebun, dan hutan masing-masing telah berkurang seluas 79 hektar, dan 8 hektar (BPS 1996-2000; Dinas Pertanian dan Perkebunan 1996-2000; serta BPN 1996-2000). Suatu contoh dengan terjadinya perkembangan jumlah kendaraan bermotor. Pada tahun 2001 jumlah pemilikan kendaraan bermotor di Kota Depok mencapai 104.473 unit, sedangkan pada tahun 1999 jumlah pemilikan kendaraan bermotor adalah 94.294 unit, sehingga pada kurun waktu tiga tahun di Kota Depok pemilikan kendaraan bermotor meningkat sebanyak 10.129 unit atau sebesar 10,74 % (BPS 1999-2001). Pertambahan pemilikan kendaaan bermotor membawa konsekuensi dibutuhkannya areal bervegetasi (RTH) yang lebih luas untuk meredam kebisingan, debu, meningkatnya suhu, dan polusi logam berat.
Perkembangan kota ternyata telah banyak mengorbankan ruang terbuka hijau (RTH), dan hal ini merupakan masalah serius karena kecenderungan pembangunan kota pada masa kini yang berkonotasi meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam.
RTH adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.
Penelitian penataan ruang sebagai dasar pengelolaan lingkungan ini melihat arah konversi lahan yang terjadi di kota Depok dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan mencari penjelasan kondisi RTH di Kota Depok: yaitu dengan cara mempelajari perkembangan realisasi arahan alokasi RTH di Kota Depok berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan menghitung kondisi keberadaan RTH yang ada.
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut, di bawah ini:
1. Arahan lokasi RTH di Kota Depok diduga telah mengalami peyimpangan sehingga sulit untuk direalisasikan.
2. Selama selang waktu lima tahun yaitu dari awal tahun 1996 - 2000 pertumbuhan kota diduga telah mengorbankan keberadaan RTH dengan pola konversi yang tidak menguntungkan pelestarian RTH Kota.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif, dengan menggunakan data sekunder. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah yang digunakan dua pendekatan yaitu secara analisis normatif dan analisis kuantitatif. Analisis normatif dilakukan dengan melihat perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan RTH dengan peraturan perundangan Inmendagri No.14 Tahun 1988 dan Kepmen PU No. 378/Kpts/1987. Untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan pendekatan analisis Shift and Share. Pendekatan analisis ini dilakukan untuk melihat kecenderungan konversi lahan dari data sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai instansi. Analisis ini mempertimbangkan penggunaan lahan dalam dua titik waktu, dan mempunyai unit analisis wilayah administratif kecamatan yang selanjutnya akan dibandingkan dengan kota.
Berdasarkan hasil dan pembahasan data yang diperoleh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Pengelolaan RTH kota secara berkelanjutan membutuhkan dukungan instrumen produk rencana tata ruang, peraturan perundangan, dan praktik pengelolaan yang baik dan konsisten. Perbaikan ke-tiga instrumen dilakukan dengan menjadikan pokok-pokok pikiran dan skala prioritas pengelolaan RTH hasil penelitian sebagai bahan penyempurnaan. Alokasi RTH kota yang relatif luas, ternyata telah mengalami penyimpangan yang relatif serius di beberapa kawasan kota. Penyimpangan terhadap alokasi RTH pada kawasan konservasi sangat mengkhawatirkan, khususnya di kawasan sempadan sungai; hutan cagar alam dan hutan lindung. Risiko berkurangnya kawasan konservasi lebih lanjut perlu segera dihindari, karena akan dapat merusak fungsi lindungnya. Seperti Taman Hutan Raya Pancoran Mas keberadaan hutan raya ini harus dipertahankan keberadaannya. Konversi RTH di seluruh kecamatan sebagian besar menjadi kawasan hunian warga kota. Konversi RTH pada kecamatan yang berlokasi dekat dengan pusat pertumbuhan tidak lagi bersifat dominan. Penyebab terjadinya pola tersebut karena kecamatan yang berlokasi dekat pusat pertumbuhan sudah minim RTH, harga lahan di pusat pertumbuhan sangat mahal, dan lokasi hunian baru memiliki waktu tempuh relatif singkat ke pusat kota. Kecamatan Sawangan, dan Sukmajaya menjadi tujuan utama warga kota untuk bertempat tinggal. Pilihan hunian warga kota di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat untuk mempertahankan keberadaan RTH.
2. Pertumbuhan kota telah mengorbankan keberadaan RTH secara nyata, Sehingga dalam jangka panjang risiko tidak berlanjutnya keberadaan RTH dapat terjadi. Pola konversi RTH yang terjadi bersifat ekspansif dengan mengorbankan kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas. Fenomena tersebut memperkuat kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya. Konversi RTH di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu segera dikendalikan secara ketat, mengingat di ketiga kecamatan terkonsentrasi kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas.
Mengingat sifat penelitian ini hanya bersifat deskriptif dan eksploratif, masih banyak hal-hal yang lain yang penting belum terungkap yang belum diteliti, dan mengingat pentingnya RTH dalam penataan ruang yang berkaitan dengan masalah lingkungan di perkotaan.

Space Structuring in Support of Environmental Management (The Study of Green Open Space of Depok City)The increasing of city physic enlargement brings the consequence of decreasing green open space enlargement. Of the same time population growth and economy activity will push the alteration of land utilization in several city areas. Functioning of the market mechanism will change the utilization of land that has good quality or has near distance with growth center can according to suitable higher land rent value. The alteration of land utilization can occur to spread out area which is relatively flat and has steep slope. During five years period (1996 - 2000) the land utilization in Depok for settlement, services, destruction and industry have been increased with 1324 ha, 38 ha, 97 ha, and 154 ha respectively. On the other hand, for the same period, the width of land utilization that has open space function such as garden, and forest has also decreased its amount to 79 ha, and 8 ha respectively (BPS 1996 -- 2000; Agriculture and Farming Agency 1996 -- 2000; and BPN 1996 - 2000). In the year of 2001 the total amount of vehicles in Depok city reach 104.473 units, and in the year of 1999 total amount of vehicle is 94.294 units, during 3 years period in Depok city the ownership of vehicle in Depok city are increasing 10.129 units or 10,74% (BPS 1999- 2001). The increasing of vehicle ownership brings the consequence of wider green open space requirement, which can reduce noise, dust, and temperature increase, and heavy metal pollution.
The city development has brought much sacrifice for green open space, and they become serious problem because the tendency of city development for current condition can minimize green open space and eliminate nature visage.
The green open space as vegetation community consist of tree and its association which grow in the city land and city surrounding, they have forms of stripe, spread or cluster (pile up) with the structure that imitate nature forest, and shape habitat which is possible to produce healthy, comfort and aesthetic environment.
The research of space structuring as base of the environment management explain land conversion direction that occurs in Depok city during 5 years period 1996 - 2000.
The objective of research is looking and learning the green open space condition in Depok city as follows:
To learn development of realization for green open space allocation direction in Depok city based on regulation and to calculate the condition of green open space condition.
The hypothesis of the research is:
1. The direction of green open space location in Depok city which is relatively wide has undergone deviation, so it is difficult to be realized;
2. During 5 years period 1996 - 2000 the city development has sacrifice rapid green open space existence and unprofitable conversion pattern has not given benefit to city green open space conservation.
This is an explorative and descriptive research by using secondary data. The analysis approach to overcome problem uses approach such as normative and quantitative analysis. Normative analysis is implemented through watching allocation development and green open space existence condition base on regulation Ministry of Home Affairs Decree No. 14 year of 1988 and Ministry of Public Works Decree No. 378/Kpts/1987.
Quantitative analysis uses the approach of shift and share analysis. This analysis approach is implemented to watch land conversion tendency based on secondary data which has been collected from several institutions. This analysis considers that land utilization at two time point, and has sub-district administrative area analysis unit which will be compared to the city."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparto Wijoyo
"Hukum lingkungan telah dikonsepkan ada dalam lingkup pembangunan berkelanjutan yang bersendikan rangkaian keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara integral. Perubahan ekologis sangat berpengaruh pada terjadinya Perubahan Perilaku di kehidupan umat manusia. Apalagi rusaknya ekologis sangat cepat membantu terjadinya kerusakan pada kehidupan umat manusia.
Buku ini meliputi 8 pokok permasalahan. Bab 1 sampai 3 membahas masalah lingkungan dan pengelolaannya. Bab 4 sampai 7 membahas budaya masyarakat terhadap lingkungan. Dan bab 8 mengenai bencana banjir dan lumpur."
Surabaya: Airlangga University Press (AUP), 2012
344.046 SUP h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Budhisantoso
"ABSTRAK
Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung dua tahun anggaran, dengan harapan hasil akhir yang diperoleh adalah suatu kerangka acuan bagi model pengelolaan lingkungan secara tradisional dibeberapa daerah di Indonesia yang dapat dikomunikasikan kedaerah-daerah lainnya. Model pengelolaan lingkungan secara tradisional ini diharapkan dapat menjadi pola yang khas yang dikembangkan didaerah lain mengingat adanya permasalahan yag dihadapi oleh beberapa daerah di Indonesia pada masalah lingkungannya semakin dirasakan mendesak untuk diatasi. Karena itu dengan tahapan penelitian yang dilakukan dalam dua tahap maka diharapkan tujuan dari penelitian ini dapat dicapai.
Dengan mengangkat permasalahan bahwa masalah lingkungan tidak bisa dipisahkan dari permasalahan sosial budaya yang berkembang disuatu daerah, maka diasumsikan bahwa setiap komunitas dimanapun berada telah mempunyai suatu pola pengelolaan lingkungan secara tradisional. Sistem sosial budaya yang berkembang pada komunitas tersebut merupakan wujud dari suatu pengaturan pola tingkah laku masyarakat nya pada lingkungan kehidupan. Pola tingkah laku masyarakat yang berkembang terhadap lingkungan kehidupan baik itu lingkungan fisik maupun biologis mengembangkan pula tradisi dan adat mengenai tingkah laku bagaimana sebaiknya lingkungan kehidupan dikelola. Bagi beberapa masyarakat dan komunitas yang ada di Indonesia beberapa diantaranya telah mempunyai pola-pola pengelolaan lingkungan secara tradisional yang pada masa sekarang masih dipertahankan dan dikembangkannya. Sementara itu tantangan pembangunan dimasa sekarang dan intervensi teknologi telah banyak mengubah pola-pola pengelolaan lingkungan yang ada didaerah-daerah lainnya. Berdasar permasalahan tersebut maka penelitian ini mencoba untuk mengangkat suatu permasalahan yang lebih khusus yaitu perlunya mendeskripsikan pola-pola pengelolaan lingkungan secara tradisional yang ada."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Irvanu Rahman
"Emisi gas rumah kaca sebagai dampak pertumbuhan ekonomi dapat mengancam keberlanjutan pembangunan dari sebuah kota besar (urban) seperti Jakarta. Upaya mitigasi perlu dilakukan secara bijak dan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Pendekatan multi-dimensi belum banyak dilakukan dalam mengevaluasi dampak emisi gas rumah kaca tersebut. Riset ini bertujuan untuk mengukur dampak penerapan Strategi Penjernihan Udara sebagai upaya mitigasi gas rumah kaca terhadap keberlanjutan aspek-aspek pembangunan kota Jakarta menggunakan metode Analisis Kebijakan berbasis model pembelajaran (exploratory modeling). Keluaran dari penelitian ini adalah analisis dan pilihan kebijakan terbaik dalam menurunkan emisi gas rumah kaca Jakarta sehingga diperoleh pemahaman terhadap pentingnya penerapan strategi mitigasi.

The rise of Green House Gases (GHG) emission in an urban city could threaten the sustainability of growth and development of the city, like Jakarta, as the Capital City of Indonesia. There is a need to compose multiple dimensions analysis of mitigation policy in reducing GHG emission. This research is developing an integrated policy model of system dynamics to assess air purification strategy and its impacts on economic, social, and environmental aspects of the capital city. The alternatives of this strategy give coherent results with problem owner perspective. The result shows that implementation of this strategy could reduce emission and its impacts progressively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Mulyono
"Unit Bisnis Pertambangan Emas - Pongkor adalah salah satu kegiatan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. yang melakukan kegiatan pertambangan bijih emas di Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dalam upayanya agar menjadi perusahaan yang berwawasan lingkungan, maka perusahaan telah menerapkan manajemen lingkungan standar ISO 14001.
Untuk dapat mempertahankan daya dukung lingkungan, perusahaan tersebut harus menetapkan strategi yang benar. Salah satu hal yang dapat dijadikan acuan dalam menetapkan suatu strategi adalah dengan mengetahui keinginan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan berkaitan dengan daya dukung lingkungan.
QFD (Quality Function Deployment) digunakan untuk membantu perusahaan dalam menetapkan hal-hal yang dianggap sebagai prioritas untuk memepertahankan daya dukung lingkungan dengan memenuhi keinginan masyarakat. Hal ini sejalan dengan filosofi kegiatan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.

Pongkor Gold Mining Business Unit is one of the PT Aneka Tambang activity that conducting gold mining activity in Pongkor, Bogor, West Java. In the effort becoming a environmentally company, the corporation has applying environmental management ISO 14001 Standard.
To stabilize environmental carrying capacity, the corporation needs to make a right strategy. One thing that can he guide when make a strategy is knowing people wants around mining activity how with environmental carrying capacity.
QFD (Quality Function Deployment) is use to help the corporation to make things as a priority to stabilize environmental carrying capacity to compliance people wants. This is right things that philosophy of Sustainable Development that integrated environment including resources in the development process to guarantee wealthy and quality live generation right now and the Future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T 4671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>