Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frederika Antoinette Ketting Olivier
"Perilaku agresif pada anak dengan autisme dengan disabilitas intelektual merupakan masalah yang sering dihadapi oleh guru-guru di sekolah. Penanganan yang tepat perlu dilakukan untuk mengatasi masalah perilaku agresif agar perilaku tersebut tidak menetap dan tidak menghalangi proses pengembangan kemampuan pada anak. Penelitian dengan desain single subject experimental design, menggunakan teknik differential reinforcement dengan positive reinforcement dan extinction bertujuan untuk mengurangi frekuensi perilaku agresif pada satu orang anak laki-laki berusia 11 tahun dengan autisme dengan disabilitas
intelektual. Keberhasilan dari program intervensi dilihat dengan membandingkan frekuensi sebelum intervensi dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan frekuensi kemunculan perilaku agresif

Aggressive behavior in children with autism with intellectual disability is an ongoing issue often faced many teachers in educational settings. A comprehensive intervention is needed to reduce or eliminate the aggressive behavior due to its negative affect on the child social and academic development. This current study, applied differential reinforcement with positive reinforcement and extinction techniques to reduce the frequency of aggressive behavior on a 11 year old boy with autism with intellectual disability. The effectivity of the intervention was measured by comparing the data taken before and after the intervention. The results showed a decrease in the frequency of the aggressive behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Novita Limpo
"Penggunaan media elektronik yang berlebihan merupakan perilaku yang sering tampak pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD). Perilaku ini penting untuk diintervensi karena penggunaan media elektronik yang berlebihan berkorelasi dengan berbagai efek negatif, seperti masalah kesehatan, tampilnya karakteristik adiksi, serta penurunan keterlibatan anak dalam aktivitas akademik dan sosial. Meskipun banyak penelitian telah dilakukan untuk menginvestigasi efektivitas penerapan prinsip modifikasi perilaku terhadap penggunaan media elektronik pada anak dengan perkembangan normal, namun masih sedikit peneiltian yang berfokus pada anak dengan ASD. Pada penelitian ini, beberapa teknik modifikasi perilaku, yaitu positive reinforcement, extinction, serta penggunaan prompt dan token economy, digunakan untuk menurunkan durasi penggunaan komputer tablet pada anak dengan ASD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip modifikasi perilaku berhasil menurunkan durasi penggunaan media elektronik pada anak dengan ASD.

The excessive use of electronic media is prevalent among children with autism spectrum disorder. There are several negative effects due to excessive electronic media use, such as health problems, addiction, and lack of or limited participation in academic and social activities. If left untreated, this can become a serious problem. Several studies have indicated that behavior modification intervention is effective in reducing the use of electronic media in typically developing children. However, there is not much research done on the use of behavior modification to reduce the use of electronic media among children with autism. Thus, this research is interested in evaluating the effectiveness of behavior modification intervention in reducing electronic media use in children with ASD. The result shows that behavior modification principles are effective in reducing electronic media use in a child with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: John Wiley & Sons, 1997
616.928 982 HAN (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gemala Khalida Rakhmasari Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorder. Penelitian dilakukan pada 37 orang ibu yang menjadi caregiver dan berdomisili di daerah Jabodetabek. Caregiver strain diukur dengan menggunakan alat ukur the modified caregiver strain index (Thornton dan Travis, 2003) dan psychological well-being diukur dengan menggunakan Ryff's psychological well-being scale (Ryff, 1995).
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan psychological well-being (r = -0,412; p= 0,011, signifikan pada L.o.S 0,05). Untuk penelitian selanjutnya dilakukan kontrol terhadap usia caregiver dan carerecipient sehingga hasil penelitian tidak terlalu beragam.

This study aims to find the correlation between caregiver strain and psychological well-being among mothers as caregivers of autism spectrum disorder children. The participant of this study were 37 mothers as caregiver of autism spectrum disorder children and lived in Jabodetabek. Caregiver strain was measured using the modified caregiver strain index (Thornton and Travis, 2003) and psychological well-being was measured using Ryff's psychological wellbeing scale (Ryff, 1995).
The result of this study showed that there is a significant negative relationship between caregiver strain and psychological well-being (r = -0,412; p = 0,011, significant at L.o.S 0,05). Futher study should be conducted to control caregiver’s and care-recipient's age so the results are not too diverse.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irin Oktafiani
"ABSTRAK
Skripsi ini menjelaskan mengenai pola pengasuhan dua anak laki-laki bergejalaautis dalam keluarga Batak. Perasaan sayang yang dirasakan oleh orangtua kemudian terbentuk menjadi perilaku dalam pengasuhan anak mereka. Walaupun lahir dengan keadaan berbeda, anak laki-laki bergejala autis tetap diasuh seperti anak normal lainnya dalam rangka mempertahankan nilai budaya dalam masyarakat Batak. Pengumpulan data dilakukan dengan cara in-depth interview dan pengamatan untuk mendapatkan data yang menjelaskan keterkaitan pengasuhan dua keluarga dengan anak laki-laki bergejala autis, terhadap nilai budaya masyarakat Batak, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon.

ABSTRACT
This thesis explains about upbringing patterns of two male child with autism symptoms in Batak’s family. The love felt by the parents then, becomes into behaviors to raise their children. Although born in different being like others, but these male child with autism symptoms still treated like normal children to keep the Bataknese cultural values. Datas collected by in-depth interview and observation way to explain about the connection between the upbringings of two families of boys with autism symptoms towards Bataknese cultural values of hamoraon, hagabeon, and hasangapon."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nurma Yulita
"ABSTRAK
Kurangnya melatonin pada anak-anak dengan Autisme menyebabkan mereka sulit tidur dibandingkan dengan anak-anak lain. Akibatnya, masalah gangguan tidur ini meningkatkan perilaku menyimpang anak-anak dengan autisme. Polisomnografi menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis gangguan tidur mereka. Untuk mengatasi masalah ini, kami mengembangkan sistem yang dapat secara otomatis mengklasifikasikan tahap tidur. Penelitian ini juga mengusulkan metode baru untuk klasifikasi tahap tidur, yang disebut metode FastConvolutional. Metode yang diusulkan dievaluasi terhadapdataset yang dikumpulkan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kemayoran, Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, FastConvolutional memiliki kinerja terbaik dibandingkan dengan semua classifier untuk dataset Autisme. F-measure -nya adalah 51,33 . Metode FastConvolutional bekerja dengan baik pada dataset yang diuji. Metode ini mencapai hasil dengan F-measure yang tinggi dan running time yang efisien. Dengan demikian, metode ini dapat menjadi classifier yang menjanjikan untuk klasifikasi tahap tidur.

ABSTRACT
A lack of the melatonin in children with Autism causes them difficult to sleep compared with other children. As a result, the sleep disorder increases the deviant behavior of children with Autism. Polysomnography becomes one of the alternatives that can be done to diagnose their sleep disorders. To overcome this problem, we developed a system that can automatically classify sleep stages. This study also proposes a new method for sleep stage classification, called the FastConvolutional method. The proposed method was evaluated against a sleep datasets that were collected in Mitra Keluarga Kemayoran. Based on research that has been done, the FastConvolutional had the best performance compared to all the classifier for Autism dataset. Its F-measure was 51.33 . The FastConvolutional method worked well on the tested datasets. It achieved a high F-measure result and an efficient running time. Thus, it can be considered a promising tool for sleep stage classification. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
D2489
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stone, Wendy L
San Francisco: Jossey-Bass, 2006
618.928 5 STO d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Septiono
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26620
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rozala Ria
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara family functioning dan psychological well-being ibu dari anak autis usia kanak-kanak menengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode lapor diri (self-report). Lima puluh satu orang ibu yang memiliki anak autis usia 6-12 tahun mengisi dengan lengkap kuesioner family functioning dan psychological well-being. Pengukuran family functioning dilakukan dengan menggunakan modifikasi alat ukur Family Assessment Device (FAD) yang dikembangkan Epstein, Bishop dan Levin (1976) dan untuk mengukur psychological well-being menggunakan modifikasi alat ukur Psychological Well-being Scale yang dikembangkan oleh Ryff (1989).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara family functioning dengan psychological well-being pada ibu dari anak autis (r = 0.756 ; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin efektif keberfungsian keluarga berdasarkan persepsi ibu, maka semakin tinggi psychological well-being individu, dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat King, King, Rosenbaun & Goffin (1999) bahwa family functioning sebagai salah satu faktor sosial-ekologis merupakan prediktor yang signifikan pada psychological well-being orang tua dengan anak autis.

This study discusses the relationship between family functioning and psychological well-being of mothers of autistic children in middle childhood. Fifty one mothers who have autistic children with age 6-12 years, complete the family functioning and psychological well-being questionnaires. Family functioning was measured by using a modification of the Family Assessment Device (FAD) instrument developed by Epstein, Bishop, and Levin (1976) and to measure the psychological well-being using a modified Psychological Well-being Scale developed by Ryff (1989).
The results of this study indicate there is a significant positive relationship between family functioning with psychological well-being of mothers of autistic children (r = 0756; p = 0.000, significant at the LoS 0.01). Therefore, the more effective functioning of the family, the higher psychological well-being of individuals. This is in accordance with the opinion of King, King, Rosenbaun & Goffin (1999) that the family functioning as a social-ecological factors are significant predictors of psychological well-being of parents with autistic children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina Syarif
"Autisma adalah salah satu gangguan yang dialami dalam masa perkembangan anak. Islilah ‘autisme’, baru dikenal di Indonesia secara luas semenjak tahun 1995-an, dan beberapa tahun terakhir merupakan suatu istilah atau fenomena yang cukup membuat khawatir kebanyakan orang tua. Belakangan ini jumlah anak yang dicliagnosa menyandang autisma semakin bertambah banyak seiring dengan meningkatnya faktor pemicu munculnya gangguan ini seperti faktor lingkungan (termasuk polusi udara) dan pola hidup. Menurut catatan pakar autis, di Amerika Serikat jumlah penyandang autis meningkat tajam dari tahun ke tahun bila dibandingkan dengan kelahiran normal. Pada tahun 1987 dikatakan I diantara 5000 anak menunjukkan gejala autisme maka I0 tahun kemudian tercatat l diantara 500 kelahiran. Bahkan pada 3 tahun terakhir meningkat menjadi l dari |50 kelahiran dan pada tahun 2001 jumlah ini meningkat menjadi 1 dalam 100 kelahiran. Jumlah penyandang autis di Indonesia kurang diketahui secara pasti tetapi di iperkirakan tidakjauh Dari perbandingan di Amerika tersebut. Banyak masyarakat yang belum memahanli istilah autis ini secara luas dan seringkali terjadi salah pengertian terhadap istilah ini. Perasaan bersalah, stres dan menghukum diri sendiri sering terjadi pada orang ma yang anaknya didiagnosa sebagai penyandang autisme ini karena belum memahami benar apa sebenamya autisma ini. Sebagai suatu gangguan perkembangan yang baru dikenal luas masyarakat, pemahaman terhadap istilah autisma sering kurang tepat. Bahkan para p rofcsional yang menangani anak yang mengalami gangguan perkembangan pun kadang masih mengalami kesulitan dalam rnendiagnosa seorang anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme, sehingga orangtua harus mendatangi beberapa orang ahli sampai mendapatkan kesimpulan bahwa anaknya ternyata menyandang gangguan autisme. Terkadang suatu gejala sudah dianggap menunjukkan kelainan tenentu dan penangananya hanya untuk mengatasi keterlambatan yang ada tanpa melihat faktor lain yang mungkin menjadi penyebabnya. Seorang anak yang menunjulckan gejala yang hampir sama dapat menghasilkan diagnosa yang berbeda. Seorang anak yang menyandang autisma ini akan mengalami masalah, terutarna saat memasuki usia sekolah. Mereka sulit mengikuti kegiatan di sekolah umum biasa karena liclak clapat mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru, berperilaku seenaknya dan dianggap mengganggu tata trtib sekolah. Gejala autisma sudah bisa terlihat dalam 30 bulan pertama kehidupan seorang anak. Jadi sebelum mereka berusia 3 tahun, gangguan autisma ini sudah bisa dideteksi bahkan sebagian dari mereka sudah menunjukkan gejala semenjak lahir, namun seringkali luput dari perhatian orangluanya (Sutadi, 1997). Beberapa ahli masih memperdebatkan pengklasifnkasian autisme ini, namun mereka sepakat dengan istilah Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau ganggguan dengan spektrum autistik. Gejala autistik muncul dalam berbagai tingkatan dari yang ringan sampai yang berat dan tampak Iebih sebagai spektrum karena ternyata ditemukan anak yang tidak hanya menampakkan gejala autis melainkan juga anak dengan gangguan mmbuh kembang. Seperti anak yang rnengalami gangguan dalam perkembangan bahasa tetapi memiliki keterampilan motorik yang relatif baik sehingga istilah autis yang dikenal luas di masyarakat tidak hanya ditujukan pada anak yang menyandang autis murni. Gangguan autisme ini diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan dari yang ringan hingga gangguan yang berat. Pengklasifikasian ini dapat dilakukan dengan menggunakan ‘alat’ antara lain dengan CARS ( Childhood Autism Rating Scale- bisa dipergunakan unluk mendiagnosa anak yang berusia 3 tahun keatas) dan GARS (Gilliam Autism Rating Scale- dapat dipakai untuk mendiagnosa penyandang autis berusia 3-22 tahun). Aspek-aspek yang diungkap dalam CARS dan GARS secara garis besar adalah sama. Perbedaannya keduanya adalah CARS masih menggunakan pengertian dari DSM-III dan cenderung mendiagnosa autis seorang anak yang memiliki keterampilan verbal yang minim, begitu juga terhadap anak yang memiliki keterbelakangan mental. Sedangkan GARS dibuat berdasarkan DSM-IV yang memuat kriteria diagnosa autis yang lebih rinci. Dalam studi ini peneliti mencoba untuk menyempurnakan instrumen berupa cheklist sebagai pedoman anamnesa dan observasi yang dapat sekaligus memberikan gambaran kemajuan seorang anak penyandang autis sejak awal diagnosa sampai saat/setelah ia menjalani terapi. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan cheklist GARS, dengan menambahkan sejumlah aspek-aspek pertanyaan dalam anamnesa dan observasi yang belum terdapat dalam GARS sebagai pelengkap. Cheklist yang baru ini diberi nama GARS Plus. Cheklist ini diharapkan dapat memudahkan pembuatan diagnosis dalam waktu yang relatif singkat dan terutama ditujukan untuk panyandang autis yang berusia dibawah 5 tahun. Pemakaian terutama untuk usia balita, agar anak dapat didiagnosa secara tepat semenjak dini karena pada usia balita terjadi perkembangan otak yang pesat. Anak dapat diberi stimulasi untuk meningkatkan kemampuannya dan mengurangi dampak dari gangguan ini. Sampel penelitian pada penelitian ini adalah para orangtua dari 5 orang anak penyandang autis yang sedang menjalani terapi di sebuah klinik. Sampel ini dipilih dengan menggunakan teknik incidental sampling, artinya hanya terbatas pada orang tua yang bersedia ikut sebagai sampel. Hasil diagnosis anak (penyandang) autis yang sudah ada akan di cross-check dengan instrumen GARS plus, untuk melihat apakah hasil yang didapat tetap konsisten."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>