Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melly Amdira
"Dalam menjalankan profesinya terkait dengan tugas dan kewenangannya, Notaris haruslah berpedoman pada aturan-aturan yang berlaku serta harus pula berpedoman pada kode etik profesi yang berlaku dan wajib ditaati. Dalam kenyataan di lapangan, Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya seringkali tidak mempedomani ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris, seperti kasus yang terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 dimana Notaris Ninoek Poernomo dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana memalsukan akta. Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan pidana 1 (satu) tahun penjara. Tuntutan ini didasarkan pada fakta hukum yang menyatakan bahwa terbitnya akta otentik tersebut tidak berdasarkan fakta kejadian yang sebenarnya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menekankan pada data-data yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif yang mana semua data yang diperoleh dikelompokkan dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa notaris telah melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris serta secara sadar melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 264 KUHP, sehingga notaris bertanggung jawab secara pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Akibat terhadap akta yang telah terbit adalah notaris yang dihukum pidana tidak otomatis membuat akta yang diterbitkan menjadi batal akan tetapi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan dan hanya dapat dibatalkan dengan keputusan hakim melalui gugatan perdata. Majelis hakim yang menjatuhkan hukuman 8 (delapan) bulan penjara terhadap notaris tersebut adalah cerminan bahwa notaris sebagai pejabat publik seharusnya bekerja secara cermat, profesional, jujur, dan tidak mementingkan kepentingan salah satu pihak sehingga notaris terhindar dari ancaman pidana.

In performing his profession related to his duty, a Notary has to be guided by and comply with the prevailing rules and professional code of ethics. In reality, a Notary, in performing his duty, is not usually guided by UUJN (Notarial Act) as what has occurred in the Ruling of the Supreme Court No. 1014 K/PID/2013 in which Ninoek Poernomo, the Notary, is charged with criminal act, that is, falsifying a deed. Public prosecutor prosecuted the defendant 1 (one) year imprisonment. The research used judicial normative method which emphasized on the data consisted of primary and secondary legal materials. The gathered data were analyzed by using qualitative data analysis by grouping and arranging it logically, systematically, and deductively.
The result of the research showed that the defendant had violated UUJN and Notary Code of Ethics and was consciously violated Article 264 of the Penal Code so that he was responsible for what he had done. Concerning the deed, it is not automatically cancelled but it becomes an underhanded deed; it can only be cancelled by judge?s verdict through civil complaint. Some factors which cause a Notary to be involved in a criminal act are notarial ethics and taking the side of one of the parties, the truth of the data filed by the parties concerned to a Notary, supervision on a Notary, and incorrect rules. The panel of judges sentenced him 8 (eight) months. This is an indication that a Notary has to do his job cautiously, professionally, and honestly: he must not take the side of one of the parties so that he will be protected against criminal punishment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Wisny Ariani
"ABSTRAK
Notaris dalam menjalankan tugas profesinya rawan terkena sanksi hukum, bukan hanya karena faktor internal yang berasal dari dalam diri Notaris itu sendiri karena kecerobohan, tidak mematuhi prosedur pembuatan akta sesuai aturan, tidak menjalankan etika profesi Notaris. Banyak Notaris yang baik, tetapi disamping itu ada juga Notaris yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap peraturan bahkan terindikasi melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya. Sehingga banyak Notaris yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris, salah satunya adalah Notaris AR. Berangkat dari permasalahan di atas, penulisan hukum ini berusaha menelaah beberapa pertanyaan seperti bagaimana pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi minuta akta pada salinan akta dan apakah dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta dan apakah pelaksanaan sanksi terhadap Notaris AR dalam Putusan Makamah Agung Nomor 1847K/PID/2010 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris, yang menggunakan sumber data sekunder yang telah ada serta menganalisis beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap perubahan dan pengurangan isi minuta akta. Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan suatu penelitian yang berbentuk eksplanatoris analitis. Hasil penelitian dapat disimpulkan pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi salinan minuta dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta otentik, yaitu suatu kejahatan yang pantas untuk ditanggulangi mengingat akta tersebut bukan hanya berkaitan dengan alat bukti, tetapi juga mengandung nilai kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dimana akta tersebut juga termasuk arsip negara, dan kepada Notaris yang terbukti melanggar peraturan berdasarkan putusan pengadilan dapat dikenakan sanksi berupa pemecatan dan diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri karena terbukti telah melalaikan/melanggar Undang-Undang dan Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum.

ABSTRACT
Notary in performing their professional tasks is prone to legal sanctions, not only because of internal factor that comes from within themselves due to carelessness, not complying within the procedures of the deed making rules, not carrying out the Notary’s ethics. There are a lot of good Notary, beside that there is also a Notary who done deviations againts the regulation, even indicated doing a criminal offense related to the deed that she made. Therefore there are many Notary has been reported by the public to Notary Regional Supervisory Council, one of them is Notary AR. Based on the abovematter, this legal writing is trying to examine some question as to how Notary’sliability related to the changes and reduction in the content of deed’s minutes in the copy of deed and whether it can be categorized as the forgeries of the deed and whether the implementation of sanction to notary AR in the verdict of Supreme court number 1847K/PID/2010 has been in accordance with the pertaining regulations? This study uses the literaturemethod research which juridical normative aspect with its typology is explanatory research, that uses secondary data sources that already exist and also analyze several pertaining regulations relating to Notary’s accountability criminally on amendment and reduction of the contents of minute of the deed. All data that has been obtained were qualitative analyzed, so it produces a researching the form of explanatory analytical. From the research can be concluded that Notary’s liability related to the changes and reductionin the content of copies of deed’s minutes can be categorized as the authentic deed, which is a crime that deserves to be overcome given thatsuch deed is not only related to the evidence, but it is also contains the value of trust from public in which the deed is also considered as the state’s archives, and to Notary that proved to violatethe regulation based on by a court verdict may be liable to a sanction in the form of dismissal and discharged from its official position by the Government/Ministry since he is proved to have been neglected / violated the Law and the Notary Public Professional Ethics Code in performing his duties as a public officer."
2013
T36042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Widia Astuti
"Tesis ini membahas tentang tanggung jawab Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) dimana Notaris dan PPAT menawarkan kepada pihak penjual untuk menitipkan sertipikat dengan iming-iming tipu muslihat atas dasar pembuatan Pengikatan Jual Beli yang belum dibayar lunas tetapi Hak Atas Bangunan tersebut sudah dialihkan oleh Notaris/PPAT dari pembeli ke penjual sehingga menyebabkan pihak penjual mengalami kerugian. Dalam hal ini apabila akta yang dibuat mengandung cacat hukum karena kesalahan dari Notaris dan PPAT maka harus mempertanggung jawabkanya karena notaris dan PPAT harus menjalankan kewenangan dan kewajiban dengan jujur,seksama,mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 66PK/Pid/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakaan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bentuk pertanggungjawaban Notaris dan PPAT bahwa dalam putusan Nomor 66PK/Pid/2017 hakim memutuskan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dan PPAT telah terbukti melakukan tindak pidana yang bertumpu pada prinsip kesalahan yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam putusan ini Notaris dan PPAT berdasarkan fakta- fakta hukum telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 378 dan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan melakukan penipuan,tipu muslihat dan serangkaian kebohongan secara bersama-sama. Selain itu akibat dari perbuatan Notaris dan PPAT juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum perdata, hukum administrasi dan kode etik.

This thesis discusses the responsibilities of notary public and the land Deed official based on the buy and sells binding agreement (PPJB) and the Buy and sell Act (AJB) where notary and PPAT offer to the seller to deposit the certificate with the lure of deception on the basis of making a binding sale and purchase that has not been paid in full, but the rights to the building have been transferred by a notary/PPAT from the buyer to the seller, causing the seller to suffer losses. In this case, if the deed is made of legal defects due to the fault of the notary and PPAT, must be responsible for the notary and PPAT must exercise authority and obligation honestly, carefully, independently, not a party and keep the interests of the parties concerned in the act of law. Based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia number 66PK/Pid/2019. To address these problems, the study used a normative juridical approach. This study used secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The study uses data analysis methods in descriptive analysis with a qualitative approach. The result of this study is a form of notary and PPAT accountability that in the ruling number 66PK/Pid/2017 The judge decides the breach committed by notary and PPAT has been shown to commit a criminal offense on the principle of error who commit acts against the law in this ruling notary and PPAT based on the facts of the law have been shown to fulfill the elements of criminal acts in article 378 and article 55 of the Criminal Code by committing fraud, deception and a series of lies together. In addition, the result of the notary and PPAT deeds can also be held liable for civil law, administrative law, and Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gufi Laura Patricia
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perbuatan notaris khususnya dalam menerbitkan akta
pendirian dan perpanjangannya tanpa persetujuan dari pendiri atau kuasanya
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Yayasan atau
melakukan perubahan anggaran dasar tanpa didasarkan oleh keputusan rapat
Pembina sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Yayasan
dapat dikatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum apabila memenuhi unsurunsur
dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pada kasus dalam tesis ini, Penulis
menjelaskan bahwa Pihak Penggugat selaku pihak yang dirugikan mengajukan
gugatan atas terbitnya Akta Nomor 2 Tahun 2004 tanggal 3 Nopember 2004
dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 77/Pdt.G/2010/PN.PL juncto Putusan
Pengadilan Tinggi Nomor 47PDT/2011/PT.PALU juncto Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1873 K/Pdt/2012. Penggugat sebagai pendiri dan ketua Yayasan
berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Nomor : 105 tanggal 10 Nopember 1971
juncto Akta Notaris Nomor : 4 tanggal 4 Maret 1986 menggugat dan memohon
pada pengadilan agar menyatakan bahwa perbuatan Notaris tersebut dalam
menerbitkan Akta Nomor 2 Tahun 2004 adalah perbuatan melawan hukum dan
Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2004 cacat dan tidak mempunyai kekuatan
mengikat. Notaris yang terbukti telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum,
harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian serta dikenakan sanksi sesuai
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

ABSTRACT
This Thesis discuss about notary actions particularly in issuing the deed and
extensions thereof without the consent of the founders or their proxies as
stipulated in Article 10 paragraph 1 of Foundation Law or make an amendment of
Articles of Association Foundation without grounded by decision of the meeting
of Trustees as stipulated in Article 18 paragraph 1 of Foundation Law can be
regarded as torts if it meets the elements in Article 1365 of the Civil Code. In the
case of this thesis, the author explains that the Parties to the Plaintiff as the
injured party filed the lawsuit on the publication of Notarial Deed No. 2 Year
2004 dated November 3, 2004 in the District Court's Decision No. 77/Pdt.G /
2010 / PN.PL in conjunction with the High Court No.47PDT/2011/PT.PALU
conjunction Supreme Court Decision No. 1873 K/Pdt/2012. Plaintiff as the
founder and chairman of the Foundation based on Notarial Deed Foundation No.
105 dated November 10, 1971 in conjunction with the Notarial Deed No. 4 dated
March 4, 1986 sued and appealed to the court to declare that the action of the
Notary in issuing Act No. 2 Year 2004 is against the law and Notarial Deed No. 2
Year 2004 disabled and has no binding force. Any notary who proved to have
done Torts, shall be liable to indemnify and appropriate sanctions stipulated in the
legislation."
2016
T46777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Shofwatul Uyun
"Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban Notaris terhadap akta autentik yang dibuatnya berdasarkan suatu kuasa lisan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Permasalahan yang dibahas yaitu Akta Nomor 20 tanggal 28 Oktober 2008 yang dibuat oleh Notaris J yang mengandung cacat hukum karena kuasa lisan yang menjadi dasar dibuatnya akta tersebut ternyata tidak sah karena tidak memenuhi syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa suatu akta yang dibuat berdasarkan kuasa lisan yang tidak memenuhi syarat kesepakatan berakibat akta tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan dan Notaris yang membuatnya dapat dikenakan pertanggungjawaban secara moral, administratif, dan perdata.

This study explained about The Notarys responsibility through AuthenticDeedwhich has been made based on verbal agreement that is not qualified on the requirements validity. The issues are Deed No. 20 Date October 28th, 2018 which made by J Notary containing fault of law because verbal agreement that is being a fundamental in creating a deed. Evidently, the deed is invalid because it does not meet the requirements of agreement validity according to Article 1320 Civil Law Book. The study utilizes normative juridical. The typology of this study is analytical descriptive. The data classification is secondary data. The method in data analysis is qualitative data analysis method.
The result of study concludes that a deed is made based on verbal agreement which does not fit the requirements would affect the cancellation of deed by the aggrieved party and The Notary could responsible morally, administratively, and civilly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivo Lutyana Panditha
"ABSTRAK
Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
selama berada di dalam satu wilayah jabatan. Sebagai pejabat umum, Notaris dan
PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik. Dalam
menjalankan jabatannya, seorang Notaris/PPAT harus mengikuti ketentuan yang
sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang. Namun masih ada oknum
Notaris/PPAT yang bertindak diluar kewenangannya sehingga menimbulkan
akibat hukum. Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab seorang
Notaris/PPAT atas tindak pidana yang dilakukannya pada pembuatan akta
autentik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 143
K/Pid/2015 yang menyatakan bahwa Notaris/PPAT tersebut bersalah melakukan
tindak pidana penipuan terhadap kliennya. Metode penelitian yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi deskriptif
analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Notaris/PPAT tersebut terbukti
melakukan serangkaian perbuatan diluar dari kewenangannya dan tidak
menjalankan kewajiban jabatannya dengan baik sehingga ia harus bertanggung
jawab secara pidana atas kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi
kliennya. Penulis berpendapat, Notaris/PPAT tersebut juga dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata untuk mengganti kerugian yang telah diderita
oleh kliennya. Dengan adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan dengan
sengaja, ia juga dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat.

ABSTRACT
A Notary may double as a Land Deed Officer as long it remains in an area of
office. As a public officer, a Notary and Land Deed Officer is authorized to
draw up authentic deeds. In running his or her office, a Notary/Land Deed
Officer must comply with the provisions of the Law. However, there are
Notaries/Land Deed Officers acting beyond their authority and causing legal
consequences. This thesis discusses the responsibility of a Notary/Land Deed
Officer for the criminal act he commits in the drawing-up of authentic deeds
based on the Decree of the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Number 143 K/Pid/2015, stating that the Notary/Land Deed Officer is guilty of
a criminal act of fraud against his clients. The method used in this research was
normative juridical method with analytical descriptive research typology. The
results of the research conclude that the Notary/Land Deed Officer was proven
to have committed a series of actions beyond his authority and he did not
perform the responsibility of his office properly, causing him to be held
accountable in criminal terms for his faults which harmed his clients.
According to the researcher, the Notary/Land Deed Officer may also be held
accountable in civil terms to pay compensation for the loss suffered by his
clients. With the offence of office he intentionally committed, he or she may
also be sanctioned administratively in the form of dishonorable discharge."
2018
T49237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adzra Sakha Luthfiyyah
"ABSTRAK Akta Notaris di dalam UUJN didefinisikan sebagai akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Notaris dalam melaksanakan jabatannya, termasuk membuat akta autentik tersebut, harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan yang berlaku, dimana peraturan yang harus dijadikan pedoman oleh Notaris adalah UUJN serta Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia. Maka dari itu, Notaris harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, baik secara hukum maupun moral. Apabila di kemudian hari akta yang dibuatnya ternyata mengandung cacat hukum, maka perlu ditelaah kembali apakah kecacatan tersebut merupakan kesalahan Notaris, atau kesalahan pihak yang tidak memberikan dokumen dan/atau keterangan yang sebenarnya dalam proses pembuatan akta tersebut. Akibat dari kelalaian Notaris dalam membuat akta autentik sesuai dengan peraturan yang berlaku, acapkali akta tersebut dipermasalahkan di pengadilan, sehingga berakibat pada degradasi dalam kekuatan pembuktian akta tersebut, yang berarti bahwa akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian yang setara dengan akta yang dibuat di bawah tangan, atau bahkan dapat menjadi batal demi hukum. Salah satu permasalahan yang diangkat adalah Akta PPJB yang dibuat oleh seorang Notaris, dimana landasan yang digunakan untuk membuat akta dipertanyakan kebenarannya dan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Diketahui bahwa ternyata tanda tangan di dalam Akta PPJB tersebut adalah palsu karena salah satu pihak merasa tidak pernah menandatangani akta tersebut. Kasusnya kemudian diangkat ke pengadilan setempat hingga ke tingkat kasasi. Tanggung jawab seorang Notaris dalam pembuatan akta, serta mengungkap prosedur yang paling efisien yang dapat ditempuh oleh pemilik sah objek. Pendekatan secara yuridis normatif diaplikasikan dalam rangka melakukan peninjauan dari segi hukum yang berlaku di Indonesia, baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk menjawab permasalahan, yang didukung dengan teori lainnya, atau dengan kata lain sumber sekunder. Adapun dirasa bahwa dalam permasalahan ini, dapat dicegah dengan kehati-hatian Notaris sesuai dengan kewajibannya, serta adanya integrasi antara basis data pada sistem Peradilan umum dengan basis data pada lembaga lainnya di Indonesia.
ABSTRACT
The Notary Deed in UUJN is defined as an authentic deed made by or before a Notary according to the form and procedure stipulated in the UUJN. The notary in carrying out his position, including making the authentic deed, must be able to be professional and comply with applicable regulations, where the regulations that must be used as guidelines by the Notary are UUJN and the Indonesian Code of Notary Ethics Code. Therefore, the Notary must be responsible for the deed he made, both legally and morally. If in the future the deed is made to contain legal defects, it is necessary to re-examine whether the defect is a mistake of the Notary, or the fault of the party who did not provide the actual documents and / or information in the process of making the deed. As a result of the notary's negligence in making authentic deeds in accordance with applicable regulations, the deed is often disputed in court, resulting in degradation in the power of proof of the deed, which means that the deed has only the evidentiary power equivalent to the deed made under the hand, or it can even become null and void by law. One of the problems raised is the PPJB Deed made by a Notary, where the foundation used to make the deed is questionable in truth and causes harm to the parties involved. It was discovered that the signature in the PPJB Deed was false because one of the parties felt that he had never signed the deed. The case was then appointed to the local court to the level of appeal. The responsibility of a Notary in making deeds, as well as uncovering the most efficient procedures that can be taken by the legal owner of the object. A normative juridical approach is applied in order to conduct a legal review in Indonesia, both written and unwritten, to answer problems, which are supported by other theories, or in other words secondary sources. As for that, it was felt that in this matter, it could be prevented by careful notaries in accordance with their obligations, as well as the integration between the database on the general justice system and the database on other institutions in Indonesia.

 

Keywords: Responsible, Notary, False Statement, Authentic Deed.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina
"ABSTRAK
Fenomena Notaris memperoleh panggilan dari penyidik Polri, penuntut umum atau hakim semakin sering terjadi dalam proses peradilan pidana. Pada umumnya, ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disangkakan dan dapat digunakan oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim untuk menetapkan seorang Notaris menjadi tersangka, terdakwa dan selanjutnya menjatuhkan pidana adalah Pasal 55 sampai dengan Pasal 62 KUHP tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, dihubungkan (di-juncto-kan) dengan perbuatan pidana atau delik itu sendiri. Meskipun sering digunakan dalam proses peradilan pidana terhadap Notaris, pada kenyataannya ketentuan tentang penyertaan dalam KUHP maupun Undang ? Undang Jabatan Notaris (UUJN) tidak memberi penjelasan yang memadai mengenai hal tersebut. Mengingat fokus penelitian adalah penerapan ajaran penyertaan melalui pendekatan UUJN dengan melakukan studi kasus terhadap putusan hakim, maka penelitian ini dilakukan dengan cara eksplanatoris. Penelitian menghasilkan beberapa temuan pokok, sebagai berikut: pertama, agar seseorang dapat dipidana sebagai peserta tindak pidana ia harus memenuhi persyaratan penyertaan serta unsur kesalahan dan pertanggungjawabannya tidak tergantung pada dipidana atau tidak dipidananya pelaku utama; kedua, perbuatan Notaris yang memenuhi kriteria sehingga dapat dikategorikan sebagai peserta dalam suatu tindak pidana hanya mengakibatkan Notaris dipidana sama dengan pelaku tindak pidana. Namun demikian, perbuatan tersebut tidak secara serta merta berimplikasi pada akta yang dibuat oleh Notaris dalam mewujudkan penyertaan dalam tindak pidana. Perbuatan tersebut baru dapat berimplikasi pada akta Notaris apabila persyaratan dalam UUJN tidak terpenuhi dalam pembuatan akta, dimana akta yang dibuat adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan.

ABSTRAK
Notorious phenomenon of Notary receiving summons to appear before Police investigator, prosecutors or judge has been increasing in the criminal justice system. In general, the provisions in the Penal Code (KUHP) imposing by the investigator, prosecutor or judge, to determine a Notary to be a suspect, the accused, and further to sentence them on an act of crime are Article 55 to Article 62 KUHP concerning participation in doing an act of crime, in conjunction to (juncto) the predicate crime. Eventhough, those article are often used, KUHP and the Law of Notarial Function (UUJN) gives insufficient explanation on such matter. Considering the focus on this research is the application of theory of participation based on UUJN by examining a judge?s decision, thus, this research will use explanatory method. The research gives several findings such as: first, to accuse a person as a participant of a crime, he/she must fulfill the requirements of participation, moreover, the elements of fault and his/her responsibility is not depend on whether the perpetrator is guilty; second, an act of a Notary that meet the requirements as a participant in a crime shall only cause the Notary to be accused equally with the perpetrator. However, such act does not automatically affect the Notarial Deed. It can only be implied to a Notarial deed, only if, the Deed does not drafted in accordance with the requirementsunder UUJN, namely, the deed does not made in a notarial form which can only be equalized to a non notarial form of deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pebrianingrum
"ABSTRAK
Notaris sebagai pejabat umum diberikan kewenangan oleh Negara melalui Undang-Undang untuk membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Pendirian Yayasan adalah salah salah satu perbuatan hukum yang diwajibkan untuk dibuat dalam suatu akta autentik. Dalam pendirian Yayasan, Pendiri harus melakukan pemisahan sebagian dari harta kekayaan miliknya untuk dimasukkan ke dalam Yayasan dan dijadikan sebagai kekayaan awal Yayasan. Harta kekayaan yang dimasukkan ini dapat berupa uang atau benda, yang harus dibuktikan keabsahannya oleh Pendiri. Sebagaimana dalam Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 340K/TUN/2015 dimana dalam Pendirian Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Dasar Menengah Persatuan Guru Republik Indonesia YPLP-DM PGRI yang digugat oleh Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia YPLP PGRI karena harta kekayaan yang dimasukkan Pendiri bukanlah milik pribadi dari Pendiri tersebut. Adapun metode penelitian yang dipakai dalam penulisan ini adalah yuridis empiris, yaitu menggunakan peraturan perundang-undangan serta norma yang berlaku. Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pemasukkan harta kekayaan oleh Pendiri yang dituangkan dalam akta Notaris harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan keabsahan terhadap harta itu haruslah dapat dibuktikan oleh para pihak agar tidak timbul masalah dikemudian hari.

ABSTRACT
Notary as general counsel is given authority by the State through the Laws to create authentic written which has power of perfect evidence. The Establishment of the Foundation is one of the legal acts which is required to be made in an authentic deed. In the Establishment of the Foundation, founder should separate some part of his her wealth to be entered into the foundation as an initial assets. This entered wealth can be either money or things, which the Founder must prove its validity. As in the Case of The Verdict of The Supreme Court Number340K TUN 2015 in which the Establishment of Foundation of Pembina Lembaga Pendidikan Dasar Menengah Persatuan Guru Republik Indonesia YPLP DM PGRI was sued by Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Republik Indonesia YPLP PGRI because the wealth entered by the founder was not the founder rsquo s personal wealth. The research method used in this writing is juridical empirical, that is using legislation as well as therelevant norms. The conclusions obtained in this study is the wealth entered by The founder as set forth in the Notarial Deed must be conducted in accordance with the relevant legislative requirements and the validity of the wealth must be proven by the parties so that there will be no problem in the future. "
2018
T50750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Huda
"Kesalahan dan Penanggungiawaban Pidana masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya, dalam praktek hukum belum terdapat kesamaan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Antara putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain, kerapkali terdapat perbedaan dalam menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana terdakwa. Hal ini dapat saja bersumber dari adanya kecenderungan melihat penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana semata-mata sebagai bagian dari tugas hakim daiam memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Kecederungan demikian, juga terlihat dari minimnya ketentuan peraturan pemndang-undangan pidana mengenai hal itu. Undang-undang pidana umumnya hanya menentukan tentang perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana beserta ancaman pidana bagi pembuatnya. Pada sisi tain, hai ini membuka kemungkinan para akademisi memberi kontribusi teoretis mengenai hal ini.
Pada tahun 1955 Prof. Moejatno, SH mengemukakan pandangannya mengenai tindak pidana dan pertanggungiawaban pidana. Dalam lirteratur teori ini dikena! dengan ajaran dualistis, yang dalam disertasi ini disebut dengan Teori Pemisanan Undak Pidana dan Peftanggungjawaban Pidana.
Teori ini menempatkan masalah pertanggungjawaban pidana terpisah dari masalah tindak pidana, sehingga dapat dipandang sebagai koreksi atas ajaran monistis yang memandang kesalahan semata-mata sebagai unsur subyektif tindak pidana. Selain itu, teori ini telah menjadi fundamen dasar penyusunan Rancangan KUHP, sehingga sangat bemilai strategis dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia. Namun demikian, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan teori ini umumnya tidak diterapkan, sekalipun harus diakui terdapat beberapa putusan pengadilan yang dapat dipandang sejalan dengan teori tersebut. Hal ini menyebabkan elaborasi Iebih iauh tentang pola penentuan kesalahan dan penanggung-jawaban pidana berdasar pada teori dualistis, sangat diperlukan guna menunjang praktek peradilan ketika KUHP baru diberlakukan.
Berdasarkan teori ini kesalahan dikeluarkan dari rumusan tindak pidana. Hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam praktek. Misalnya, atas dasar apa penentuan kesalahan terdakwa, jika Penuntut Umum hanya berkewajiban membuktikan rumusan tindak pidana yang didalamnya tidak memuat unsur kesalahan. Apabila tidak mendapat pengaturan lebih Ianjut, balk dalam hukum pidana materil (KUHP) maupun hukum pidana formil (KUHAP), maka penentuan kesaiahan dan pertanggungjawaban pidana cenderung ke arah feit materiel. Hal ini terakhlr ini merupakan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana yang telah ditinggalkan sejak Water en Melk Arrest Hoge-Raad 1916. Dengan kata lain, hal ini akan membuat pertanggungjawaban pidana cenderung dilakukan secara strict liability, yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai pertanggungjawaban tanpa -kesalahan (liabiiity without fault). Dalam disertasi ini dikemukakan konsepsi tentang 'penentuan kesalahan dan pertangungjawaban pidana berdasar teori dualistis, tgnpa terjebak pada kecendengan menerapkannya sebagai fait material atau strict Bability.
Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungiawaban Pidana yang menjadi fundamen penyusunan Rancangan' KUHP belum sepenuhnya terimplementasi dalam berbagai ketenluanhya. Sejauh mengenal perumusan tindak pidana hal ini hanya mempengaruhi dikeluarkannya kesengajaan dari rumusan tindak pidana. Sementara kealpaan tetap menjadi bagian rumusan tindak pidana. Hal ini pun akan menimbulkan persoalan dalam praktek. Tldak terbuktinya kealpaan yang menjadi bagian rumusan tindak pidana menyebabkan terdakwa dibabaskan. Sebaliknya, jika dipandang tidak terdapat kesengajaan ketika melakukan tindak pidana, maka terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Baik kesengajaan maupun kealpaan keduanya bentuk-bentuk kesalahan, sehingga kurang tepat jika tidak terdapatnya hal ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Disertasi ini mengemukakan konsepsi yang clengan itu perbedaan sebagaimana tersebut di atas dapat dihindari.

Fault and criminal liability still leaving some problems. For example, in practical law there is no similarity pattern of deciding the criminal fault and criminal liability yet. We often find that a verdict of a court is different with another court even they handled the same cases, it is usually often causes by the diherences in determined the defendant fault and criminal liability. lt could be caused by the inclination of some opinions said that the determination of the fault and criminal liability is part of the judges job in diagnose, judging and deciding a case. We can also say that the inclination caused bythe minimum regulations of the crime legislations. In generai the criminal legislations are only deciding the crime that is Stated as a crimutal act and the punishment for the doer. ln the other hand it opens the possibility for the academician to contribute their theoretical knowledge for this case.
In 1955, Prof. Moejatno, SH made an opinion about criminal act and criminal liability. ln a literature, this theory is known as the dualistic theory and it is called as the separation theory of criminal act and criminal liabihty in this dissertation. This theory placed the criminal liability problem (mens rea) separate from the criminal act problem (actus reus), so that we can see it as the correction of the monistrc theory that say that fault is part of the physiological element of criminal act. Beside that, this theory has become the basic concept of the Bill of Criminal Code for it would become strategic value in the Indonesian law development. However; result of the research this dissertation shows that this theory isn't always used, even though there are some court decisions used it. lt causes a further elaboration ofthe pattern of criminal act and criminal liability based on the dualistic theory that is very important to support the practical law when it is issued to the public.
Based on this theory, fault is not a part of criminal act. And it can causes problems in the law practice. For example, there will be a question about the basic determination of defendants fault, if the General Prosecutor only has an obligation to proof an criminal act concept that isn't consist of fault. lf there isn't any further regulation, neither in the substantive criminal law (Criminal Code) or procedure criminal law (Criminal Code Procedure), then the determination between fault and criminal liability will disposed to the feit materiel doctrine. And this is the pattern of the determination of fault and criminal liability that had been left since Water en Melk Arrest Hoge Read 1916. ln the other word, it can be said that the pattern can make the criminal liability disposed done by strict liability. The last one by some authors as a pattem the determination of criminal liability without fault. This dissertation tells a conception ofthe determination of fault and criminal liability based on dualistic theory without trapped on the leaning on using it as feit materiel doctrine or strict liability.
The separation theory of criminal act and criminal liability that is used as the basic concept Bill of Criminal Code isn't fully implemented on some stipulations. As far as we know, this theoiyis only affected to the issued of the intention out a part of criminal act concept. In the mean time, faults still become a part ofthe criminal-ect concept, and it is become a- problem in the real practice. The unproven of intention that is a part of criminal act will release (ontslaag van -alle rechtvenrolging) 'the defendant. On the other hand, if a defendant seems to be had negligence in done the cnrninal act the law will let him free (vrijspraak). Both of intention and negligence are faults, so that it wouldn?t be appropriate if the unexcitable of them make different consequences. This dissertation tells about a conception that will show us if we can avoid the differences mentioned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
D1022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>