Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156871 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Nofi Yani
"Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri namun belum diketahui aktivitasnya terhadap Propionibacterium acnes sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Dalam penelitian ini ekstrak daun binahong mengandung asam ursolat 1,28% kemudian diuji secara in vitro terhadap Propionibacterium acnes sehingga didapatkan konsentrasi bunuh minimum sebesar 0,05%. Emulgel yang dibuat dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu dan jumlah kumulatif asam ursolat yang terpenetrasi dari sediaan ini dengan sel difusi franz yaitu pada formula 1 adalah 38,60 μgcm-2 dan emulgel formula 2 yaitu 107,37 μgcm-2. Sediaan emulgel ekstrak daun binahong didapatkan zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dari sediaan emulgel lebih besar dibandingkan klindamisin fosfat 1,2% yaitu pada formula 1 sebesar 19,67 mm dan formula 2 sebesar 20,67 mm sedangkan klindamisin fosfat 1,2% memiliki zona hambat yaitu 16,33 mm.

Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) leaves have been known to have antibacterial activity but it is not known activity against Propionibacterium acnes as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. In this study, binahong leaves extract containing 1,28% Ursolic acid and then in vitro testing of binahong leaves extract against Propionibacterium acnes have a minimum bactericidal concentration is 0,05%. Emulgel made from binahong leaves extract in this study had good physical stability for 12 weeks and the cumulative amount Ursolic acid which penetrated from emulgel by Franz diffusion cell that is in formula 1 is 38, 60 μgcm-2 and emulgel formula 2 is 107,37 μgcm-2. Inhibition zone of emulgel is greater than clindamycin phosphate 1,2% against Propionibacterium acnes , which is in formula 1 is 19,67 mm and formula 2 is 20,67 mm while clindamycin phosphate 1,2% have a inhibition zone is 16,33 mm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Dhianugraha
"Leukotrien adalah salah satu mediator inflamasi yang dihasilkan dari asam arakhidonat melalui jalur lipoksigenase. Pembentukan leukotrien dapat dicegah melalui penghambatan aktivitas enzim lipoksigenase dengan cara mengkhelat besi pada enzim lipoksigenase, sehingga tidak bereaksi dengan substrat untuk membentuk leukotrien. Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis telah diteliti memiliki efek antiinflamasi pada dosis 50,4 mg/200 g BB dengan persentase penghambatan edema sebesar 10,49 %, namun aktivitas dalam menghambat enzim lipoksigenase belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol 96% dan fraksi daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis dengan metode penghambatan aktivitas enzim lipoksigenase yang diukur pada λ = 234 nm. Ekstrak etanol 96% diekstraksi secara maserasi dan diremaserasi sebanyak 10 kali. Selanjutnya difraksinasi secara partisi cair-cair, kemudian diuji penghambatan lipoksigenase. Hasil uji menunjukkan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol 96% adalah 0,115 μg/mL. Fraksi dengan aktivitas penghambatan tertinggi dari daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis adalah fraksi etil asetat diikuti oleh fraksi n-butanol dan fraksi n-heksana (IC50 0,197; 2,262 dan 7,812 μg/mL). Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis memiliki aktivitas penghambatan enzim lipoksigenase yang tinggi bila dibandingkan dengan baikalein sebagai kontrol positif.

Leukotrienes are one of the mediators of inflammation which produced from arachidonic acid through the lipoxygenase pathway. The formation of leukotrienes can be prevented through the inhibition of lipoxygenase enzyme activity by chelated iron on lipoxygenase enzyme, so it does not react with the substrate to produce leukotrienes. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves have been studied have anti-inflammatory effects at a dose of 50,4 mg/200 g BB with edema inhibition percentage of 10,49%, but the activity in inhibiting the enzyme lipoxygenase has not been studied. The purpose of this study was to test the anti-inflammatory effects of ethanol 96% extract and fractions of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves by inhibiting the lipoxygenase enzyme activity measured at λ = 234 nm. Ethanol 96% extract extracted by maceration and 10 times remaceration. Furthermore fractionated by liquid-liquid partition then tested its inhibition of lipoxygenase. The test results showed IC50 values were obtained from the ethanol 96% extract was 0,115 μg/mL. The fraction with the highest inhibitory activity of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves is a fraction of ethyl acetate followed by a fraction n-butanol and n-hexane fraction (IC50 0,197; 2,262 and 7,812 μg/mL). Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves has high activity for inhibiting the enzyme lipoxygenase if compared to baicalein as a positive control.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Djamil
"Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi untuk mengungkapkan kandungan senyawa kimia dari daun tanaman Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang dikenal dengan nama binahong dan diperoleh dari perkebunan tanaman obat BALITTRO , Lembang. Sampel daun kering diekstraksi dengan metanol dan hasilnya difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat dan n-butanol. Setiap fraksi dilakukan uji aktivitas, yang meliputi uji toksisitas terhadap larva udang A. salina Leach, antioksidan dengan metode DPPH, antimikroba serta uji sitotoksisitas terhadap sel leukemia murine P388 dan sel kanker payudara T-47D. Isolasi dilakukan dengan teknik kromatografi kolom, dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan teknik kromatogafi lapis tipis preparatif dan HPLC preparatif. Penentuan struktur molekul dilakukan dengan menganalisis data spectrum UV-Vis, Infra merah, LC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR, DEPT, 2D-NMR meliputi HMQC dan HMBC.
Hasil isolasi terhadap ekstrak daun A. cordifolia diperoleh 3 senyawa, yaitu satu senyawa yang diusulkan sebagai senyawa baru pada tanaman A.cordifolia yaitu 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavone, dan 2 senyawa lainnya yaitu senyawa adenine dan senyawa (9'Z,9''Z)-propane-1,2,3-triyl trioleat.
Berdasarkan hasil uji bioaktivitas BSLT, ekstrak metanol, n-heksana, etil asetat, n-butanol dan isolat 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavone toksik terhadap larva udang A. salina masing-masing mempunyai nilai LC50 46,19; 542,05; 32,06; 79,72 dan 24,74 μg/mL. Hasil uji aktivitas antioksidan seluruh ekstrak bersifat aktif, kecuali ekstrak n-heksana tidak aktif, masing-masing dengan nilai IC50 53,11, 256,23 57,96 , 132,39 dan 68,07μg/mL.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E.coli dan C. albicans, ekstrak n-heksana tidak memiliki daya hambat, ekstrak etil asetat lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak metanol, dan n-butanol terhadap bakteri S.aureus, pada konsentrasi 500 mg/1mL. Ekstrak metanol daun A. cordifolia tidak mempunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 dan T-47D, tetapi ekstrak etil asetat mepunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 dengan IC50 62,74 μg/mL. Senyawa 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavon, tidak aktif terhadap sel T-47D tetapi aktif terhadap sel P388 dengan nilai IC50 87,13 μg/mL. Isolat adenine mempunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 maupun sel kanker payudara T-47D dengan nilai IC50 89,08 dan 39 μg/mL.

A research has been conducted to reveal the isolation and identification of bioactive constituents of leaves Anredera cordifolia (Ten.) Steenis ( local name known as binahong) and obtained from the plantation of medicinal plants in BALITTRO, Lembang. Dried leaf samples were extracted with methanol and the results were fractionated with n-hexane, ethyl acetate and n-buthanol respectively. It was tested biological activity ,to toxicity on Brine shrimp test of A.salina Leach, an antioxidant with the DPPH method, antimicrobial and cytotoxicity test against murine P388 leukemia cells and breast cancer cells T-47D. Isolation was carried out by column chromatography techniques, followed by purification using preparative thin layer chromatography techniques and preparative HPLC. Determination of molecular structure performed by analyzing the UV-Vis spectrum data, Infrared, LC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR, DEPT, 2D-NMR include HMQC and HMBC.
The results of isolation of the leaf extract of A.cordifolia were obtained three compounds, a compound that is proposed as a new compound in this plant that is 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone and two other compounds are adenine and (9?Z,?Z)-propane-1,2,3-tryl trioleat.
The results of bioactivity BSLT, methanol extract, n-hexane, ethyl acetate, n-buthanol and isolates 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone were toxic to shrimp larvae A.salina with LC50 values : 53,11; 256,23; 57,96; 132,39; and 68,07μg/mL. The results antioxidant activity, all of extract active except for n-hexane fraction with IC50 values 53,11; 256,23; 57,96; 132,39 and 68,07 μg/mL.
The results of the antibacterial activity against S.aureus, E.coli and C.albicans , n-hexane extracts had no inhibitory power, the ethyl acetate extract was more active than the methanol and n-buthanol extract against bacteria S.aureus at a concentration of 500 mg/1 mL. Methanol extract of leaves of A.cordifolia was not potentially active against murine P388 and T-47D cells, ethyl acetate extract was shown activity against murine P388 cells with IC50 values 62,74 μg/mL. The compounds 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone, not active against T-47D cells but was active against P388 cells with IC50 values 87,13 μg/mL. Isolate adenine was active against murine P388 cells and breast cancer cells T-47D with IC50values 89,08 and 39 μg/mL, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
D1377
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitiyanti
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nirmala Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai optimum temperatur dan waktu ozonasi minyak kelapa, mengetahui daya hambat dan konsentrasi hambat minimum cocozone terhadap Propionibacterium.acne, kestabilan produk serta kelayakan krim cocozone secara ekonomi. Proses ozonasi dilakukan secara batch selama 96 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 12 jam. Parameter untuk menetukan kondisi optimum adalah FT-IR, bilangan peroksida, bilangan iodin, bilangan asam, diameter daya hambat terhadap bakteri P.acne dan kestabilan produk. Temperatur optimum ozonasi dicapai pada 27 0C, dengan waktu ozonasi selama 72 jam. Konsentrasi hambat minimum terhadap Propionibacterium acne yaitu sebesar 21,43 g/L. Krim cocozone menunjukan kestabilan fisik yang sangat baik. Analisis keekonomian produksi krim cocozone skala industri rumah tangga menunjukan tingkat pengembalian modal internal (IRR) sebesar 21% dengan nilai sekarang bersih (NPV) positif.

ABSTRACT
The present study aims to obtain optimum values of temperature and ozonation time of coconut oil, inhibition and minimum inhibitory concentration of cocozone for Propionibacterium acne, the stability of the product and to determine economic feasibility study of cocozone cream. Ozonation process is done in batch for 96 hours and sampling was conducted every 12 hours. Parameters to determine the optimum conditions are FT-IR, peroxide value, iodine value, acid value, diameter of inhibition against the bacteria P.acne and product stability. Ozonation achieved the optimum temperature at 27 0C, with ozonation time for 72 hours. The minimum inhibitory concentration is 21.43 g/L. Cocozone cream showed excellent physical stability. Economics analysis of cocozone produced in cottage level industry shows that internal rate of return is 21% with positive net present value (NPV)."
2016
T45759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus William Winata
"Jerawat merupakan masalah yang banyak terjadi pada remaja terutama pada masa pubertas. Faktor penyebab jerawat bermacam-macam seperti kelainan pada keratinisasi folikel, produksi sebum, proliferasi Propionibacterium acnes, dan peradangan. Selain itu, bakteri Staphylococcus epidermidis juga merupakan penyebab jerawat yang bersifat patogen oportunis. Untuk mencari senyawa yang aktif terhadap bakteri jerawat, senyawa kumarin yang memiliki kemiripan struktur dengan tetrasiklin (antibiotik umum), diharapkan mampu mengatasi masalah jerawat karena bakteri penyebab jerawat sudah menunjukan resistensi terhadap tetrasiklin. Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis dua senyawa turunan kumarin dari resorsinol dan etil asetoasetat dengan katalis asam p-toluenasulfonat (PTSA) menggunakan metode MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) dan refluks sebagai pembanding menghasilkan 7-hidroksi-4-metilkumarin diperkuat dengan hasil karakterisasi dan didapatkan yield optimum sebesar 60,01 ± 2,9% dengan kondisi reaksi, perbandingan mol reaktan 1:1, konsentrasi katalis 10%, dan waktu reaksi 180s. Senyawa turunan kumarin kedua yang telah berhasil disintesis dari floroglusinol dan etil asetoasetat dengan PTSA adalah 5,7-dihidroksi-4-metilkumarin dan didapatkan yield sebesar 38,06 ± 3,5%. dengan kondisi reaksi optimum pada sintesis sebelumnya, serta dilengkapi data hasil karakterisasi. Senyawa 4-metilkumarin dari prekursor fenol disintesis menggunakan metode MAOS dan refluks dengan parameter yang dinaikkan berkali lipat tapi tidak terbentuk. Hal ini menjelaskan fenol dan katalis yang digunakan kurang reaktif untuk pembentukkan senyawa kumarin. Kedua senyawa hasil sintesis tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dan S. epidermidis yang menunjukkan bahwa turunan 4-metilkumarin tidak berpotensi sebagai agen antibakteri penyebab jerawat.
Acne is a problem that often occurs in adolescents, especially at puberty phase. There are several causes of acne such as abnormalities in follicular keratinization, sebum production, Propionibacterium acnes bacteria proliferation, and inflammation. In addition, the Staphylococcus epidermidis (pathogen opportunistic) is also a causing acne. To look for compounds that are active against acne bacteria, coumarin which have structural similarities with tetracycline (general antibiotics), are expected to be able to overcome the problem of acne, because the bacteria that causes acne has already shown resistance to tetracycline. In this research, two coumarin derivatives from resorcinol and ethyl acetoacetate have been successfully synthesized with p-toluenesulfonic acid (PTSA) catalysts using the MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) method and reflux as a comparison to produce 7-hydroxy-4-methylcoumarin reinforced with the results of characterization and obtained an optimum yield of 60.01% with reaction conditions, 1:1 reactant mole ratio, 10% catalyst concentration, and 180s reaction time. The second coumarin derivative compound which has been successfully synthesized from phloroglucinol and ethyl acetoacetate with PTSA is 5,7-dihydroxy-4-methylcoumarin and obtained a yield of 38.06% with optimum reaction conditions same as previous synthesis, and equipped with characterization results. The 4-methylcoumarin compound from the phenol precursor was synthesized using the MAOS and reflux method with parameters raised many times but still not formed. This explains the phenol and catalyst used is less reactive for the formation of coumarin compounds. Both compounds have no antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis which shows that 4-methylcoumarin derivatives have no potential as an antibacterial agent that causes acne"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Fitria Apriani
"Asam azelat adalah obat anti jerawat yang bekerja dengan cara menghambat enzim thioredoxin reduktase dari Propionibacterium acnes P.acnes yang mempengaruhi penghambatan sintesis DNA bakteri yang terjadi di sitoplasma. Untuk dapat menjalankan aksinya, asam azelat harus menembus melalui stratum korneum ke jaringan sebasea dan masuk ke sitoplasma bakteri dengan melewati peptidoglikan P. acnes yang tebal. Dengan demikian asam azelat perlu diformulasikan dalam vesikel lipid bilayer seperti etosom. Penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapisan tipis untuk membentuk suspensi etosomal dengan variasi konsentrasi etanol 30 , 35 dan 40 . Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cair untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Aktivitas krim etosom asam azelat dibandingkan dengan krim Z. Etosom asam azelat dengan etanol 35 memberikan hasil terbaik dengan efisiensi penjerapan EE sebesar 94,48 0,14 . Aktivitas antibakteri terhadap P. acnes menunjukkan bahwa krim etosom asam azelat memberikan aktivitas lebih baik daripada krim Z. Nilai KHM dan KBM krim etosom asam azelat adalah 250 ?g/ml sedangkan krim Z memiliki KHM 250 ?g/ml dan KBM 500 ?g/ml.

Azelaic acid is an anti acne drug by inhibiting thioredoxin reductase enzyme of Propionibacterium acnes P.acnes that affects the inhibition of bacterial DNA synthesis which occurs in the cytoplasm. So, azelaic acid must be penetrate through the stratum corneum to the sebaceous tissue and into the cytoplasm by passing through the thick peptydoglican of P. acnes. Thus, it is necessary to increase the penetration of azelaic acid that formulated based ethosome. This study using thin layer hydration method to form an ethosomal suspension with variations concentration ethanol 30 , 35 and 40 . Antibacterial activity were conducted using broth dilution method to determine Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The antibacterial activity of azelaic acid based ethosome were compared with the Z cream. Azelaic acid ethosome with 35 ethanol has given best result with Entrapment Efficiency EE of 94.48 0.14 . Antibacterial activity to P. acnes shown that the azelaic acid cream based ethosome given better activity than Z cream. The value of MIC and MBC of azelaic acid cream based ethosome was 250 g ml while the Z cream were shown MIC of 250 g ml and MBC of 500 g ml. This study proved that the azelaic acid cream based ethosome given better antibacterial activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritfa Sari
"Marasi (Curculigo latifolia) merupakan salah satu tanaman dari famili Hypoxidaceae yang terdapat di Indonesia, Semenanjung Malaya hingga Indo-China. Tanaman ini secara tradisional digunakan untuk mengobati kanker, diabetes melitus, demam, infeksi mata, infeksi bakteri. Curculigo latifolia mengandung senyawa curculigine, norlignane, terpenoid, flavonoid, tannin, glikosida fenol dan turunannya yang bersifat antioksidan dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk standardisasi dan mengkaji aktivitas antimikroba dari ekstrak terpilih tanaman Curculigo latifolia terhadap bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi, uji zona hambat, uji KHM dan KBM, serta standardisasi ekstrak terpilih. Bagian tanaman yang digunakan antara lain daun, batang dan akar. Masing-masing bagian tanaman diekstraksi secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% v/v memberikan rendemen tertinggi di semua bagian tanaman, dengan nilai berkisar antara 9,3% hingga 12,64%. Uji zona hambat dari semua ekstrak yang dihasilkan, dilakukan dengan metode difusi cakram. Uji KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi. Berdasarkan hasil uji antibakteri, ekstrak etil asetat dari bagian batang menunjukkan aktivitas antibakteri paling signifikan terhadap S. aureus dan S. epidermidis, sedangkan ekstrak n-heksana dari bagian akar memberikan hasil terbaik terhadap S. epidermidis. Ekstrak terpilih ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat dari daun karena memiliki aktivitas antibakteri pada ketiga bakteri serta menjadi ekstrak dengan aktivitas tertinggi terhadap P. acne. Zona hambat ekstrak terpilih terhadap P. acne sebesar 11±1.4mm, nilai KHM sebesar 2.5%, dan KBM sebesar 5%. Analisis kualitatif menggunakan LC-HRMS menunjukkan terdapat 462 senyawa terdeteksi di dalam ekstrak terpilih Curculigo latifolia, termasuk senyawa kimia ursolic acid. Hasil standardisasi mutu menunjukkan bahwa ekstrak terpilih memenuhi standar keamanan dan kualitas, dengan kadar air kurang dari 10%, kadar abu total yang rendah, dan tidak terdeteksi adanya cemaran logam berat maupun mikroba.

Marasi (Curculigo latifolia) is one of the plants from the family Hypoxidaceae, found in Indonesia, the Malay Peninsula, and Indo-China. Traditionally, this plant is used to treat cancer, diabetes mellitus, fever, eye infections, and bacterial infections. Curculigo latifolia contains compounds such as curculigine, norlignane, terpenoids, flavonoids, tannins, phenolic glycosides, and their derivatives, which have antioxidant and antimicrobial properties. This study aims to standardize and evaluate the antimicrobial activity of the most active extract of Curculigo latifolia against Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, and Staphylococcus epidermidis. The research involved extraction, inhibition zone testing, minimum inhibitory concentration (MIC), minimum bactericidal concentration (MBC), and standardization of the most active extract. The plant parts used include leaves, stems, and roots. Each part of the plant was subjected to multilevel maceration extraction using solvents n-heksanae, ethyl acetate, and 70% ethanol. Extraction with 70% ethanol (v/v) provided the highest yield across all plant parts, with values ranging from 9.3% to 12.64%. The inhibition zone test for all extracts was performed using the disk diffusion method. MIC and MBC tests were conducted using the dilution method. Based on the antibacterial tests, the ethyl acetate extract of the stem showed the most significant antibacterial activity against S. aureus and S. epidermidis, while the n-heksanae extract of the root showed the best results against S. epidermidis. The most active extract was identified as the ethyl acetate extract of the leaves, as it exhibited antibacterial activity against all three bacteria and showed the highest activity against P. acnes. The inhibition zone of the most active extract against P. acnes was 11±1.4mm, with an MIC value of 2.5%, and an MBC value of 5%. Qualitative analysis using LC-HRMS detected 462 compounds in the most active extract of Curculigo latifolia, including the chemical compound ursolic acid. The quality standardization results indicated that the most active extract met safety and quality standards, with a moisture content of less than 10%, low total ash content, and no detectable contamination from heavy metals or microbes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Maria
"

Tanaman pegagan (Centella asiatica) mengandung senyawa asiatikosida. Asiatikosida merupakan senyawa glikosida triterpen yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri baik gram positif maupun bakteri gram negatif. Herba pegagan diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Penetapan kadar asiatikosida dalam ekstrak dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak metanol-air (65:35), diperoleh hasil kadar asiatikosida sebesar 0,22%. Pada penelitian ini, ekstrak pegagan dimodifikasi dalam bentuk nanovesikel fitosom dan diformulasikan dalam bentuk krim. Terdapat empat formulasi krim, dua formulasi krim ekstrak pegagan 0,5% (KE1) dan 1% (KE2), serta dua formulasi krim fitosom pegagan yang mengandung ekstrak 0,5% (KF1) dan 1% (KF2). Pembuatan fitosom ekstrak pegagan dilakukan dengan metode lapis tipis dengan penambahan fosfolipon 90 G. Selain itu, dilakukan pengujian aktivitas ekstrak terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu, Propionibacterium acnes. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak pegagan menggunakan metode dilusi cair dengan media Brain Heart Infused Broth, diperoleh bahwa ekstrak pegagan dengan kandungan asiatikosida sebesar 0,0275 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, sedangkan pengujian aktivitas suspensi fitosom tidak dapat memberikan hasil yang dapat diamati dengan metode dilusi cair.


Centella asiatica contains asiaticoside compound. Asiaticoside is a glicoside triterpen compound that has antibacterial activity against several gram positive bacteria and gram negative bacteria. The herb of centella was extracted using maseration method with  ethanol 70% solvent. Determination of asiaticoside was done by high performance liquid chromatography method with methanol-water motion phase (65:35), resulting the extract contain asiaticoside equal to 0,22%. In this study, centella extract was modified in the form of phytosome nanovesicles and formulated into cream. There are four cream formulations, cream with extract 0.5% (KE1) and 1% (KE2), and phythosome cream containing 0,5% (KF1) and 1% (KF2) of centella extract. The making of centella phythosome is done by thin layer method with the addition of phospholipon 90 G. In addition, the antibacterial activity of Centella extract was tested to the acne bacteria, Propionibacterium acnes. Tests of antibacterial activity of centella extract using broth dilution method with Brain Heart Infused Broth media. It was found that the extract of centella with asiaticoside content of 0,0275 mg/mL able to inhibit the growth of Propionibacterium acnes bacteria, while the phythosomal suspension did not show any antibacterial activity with broth dilution method.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firstya Novani
"Infeksi adalah proses invasi dan pembiakan mikroorganisme yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis mungkin tidak terlihat atau dapat menimbulkan cidera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen-antibodi. Agen penyebab infeksi antara lain adalah bakteri. Timbulnya resistensi bahkan multiresistensi yang menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit infeksi. Sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antibakteri adalah binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) adalah tanaman dari suku Anredera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakterinya dan zat-zat kimia yang terkandung di dalam tanaman tersebut sebagai zat antibakteri. Ekstraksi tanaman dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut polar yaitu etanol 70 %. Kemudian dibuat 3 konsentarsi ekstrak yaitu 20%, 40%, dan 80%. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram kertas dengan mengamati diameter zona hambat. Hasil uji antibakteri ekstrak daun binahong memperlihatkan adanya aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Dan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 80% yang paling besar zona hambatnya. Digunakan kontrol positif yaitu antibiotik amoksisilin + asam klavulanat dan antibiotik siprofloksasin. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 70%.

Infection is the invasion and breeding of microorganisms that occurs in human body tissue which may not be apparent clinically or may cause local cellular injury due to competitive metabolism, toxins, intracellular replication or antigen-antibody response. Infectious agents include bacteria. The emergence of resistance or even multi-resistance can cause a lot of problems in the treatment for infectious diseases. Therefore, multi-resistance towards antibiotics becomes a severe problem. Thus, it is necessary to develop traditional medicines derived from plants that can kill the bacteria which resistant towards antibiotics. One of the plants empirically used as antibacterial drugs is binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) is a plant from Anredera species. The research has been conducted to determine the antibacterial activity and chemical substances contained within the plant as an antibacterial agent. The extraction plant has been done by maceration method using a polar solvent that is 70% ethanol. Then made 3 extract concentrations of 20%, 40%, and 80%. Antibacterial activity has tested by using paper disc diffusion method in order to observing the inhibition zone. Antibacterial test results of binahong leaf extraction showed the activity against Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa which were resistant to multiple antibiotics. And the leaf extract with a concentration of 80% binahong greatest inhibition zone. The positive control that was used are amoxicillin antibiotic + clavulanic acid and ciprofloxacin antibiotic, while the negative control that was used is 70% of ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>