Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120001 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purwaningsih
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui strategi pemertahanan wayang marionette di Mandalay, Myanmar. Teori budaya dan studi wilayah serta ancangan fungsional-struktural yang dikembangkan oleh Talcott Parsons digunakan dalam penelitian ini. Teori Fungsional-Struktural memandang bahwa kehidupan masyarakat adalah suatu sistem. Sistem tersebut dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Fungsional-struktural digunakan untuk melihat perubahan kesenian wayang marionette sebagai sebuah sistem menuju keseimbangan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka dan observasi media internet.
Hasil penelitian ini menujukan bahwa ada kesenian wayang marionette masih tetap bertahan, karena adanya beberapa perubahan dalam sistem pertunjukan wayang marionette seperti durasi pertunjukan, dekorasi panggung, aspek cerita, dan bahasa, serta sistem manajemen seperti pemasaran dan sumber daya manusia. Perubahan tersebut dilakukan melalui inovasi dan adaptasi. Selain itu, fungsi religi wayang marionette masih tetap ada yang digunakan oleh masyarakat Myanmar dalam kegiatan keagamaan dan fungsi hiburan yang dikreasikan secara inovatif. Serta adanya kesadaran sekelompok masyarakat Mandalay, Myanmar untuk terus memelihara kesenian tersebut dengan melakukan upaya transmisi (pewarisan) dan pemanfaatan teknologi dan informasi masa kini dalam mengembangkan eksistensi wayang marionette.

This theses aims to know the retention strategies of the marionette puppet shadow in Mandalay, Myanmar. A Cultural theory, an area study and definition of structural functionalism developed by Talcot Parson is used to do the research. This theory views that life of a society is a system. The system can change corresponding to the situation and condition. In the marrionette puppet shadow, structural functionalism is used to see the changes of art in the puppet shadow as a system that go through a balance. This project is a descriptive-qualitative research using a method of literature studies and observation the online medias.
The result shows that the art of marionette puppet shadow is still continuing because there are several alterations in the system of performance such as a duration, the stage decoration, the narrative aspect and its languages, and in the system of management like tourism marketing, and human resources. This alteration is called innovation and adaptation. In addition, religious function of marionette puppet is still exist used by the people of Myanmar in religious activities and entertainment fungction created innovatively. As well as their awareness to continue in maintain the art to make transmission effort (inheritance) and the use if technology and information present in developing marionette puppet existence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T46083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatok Taranggono
"ABSTRAK
Salah satu isu lingkungan perkotaan yang dihadapi saat ini ialah semakin menciutnya areal pertanian sebagai konsekuensi. pertumbuhan kota. Lahan agraris yang tersedia di wilayah kota dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan, antara lain untuk pemukiman. Pada akhirnya, lingkungan yang semula dalam keadaan seimbang dan serasi mulai terganggu, begitu pula halnya dengan manusia sebagai penghuni lingkungan tersebut.
Pada sisi lainnya, Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai aparat pelaksana pembangunan kota ingin mempertahankan salah satu kantong pertanian di Condet yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Jakarta Timur. Kantong pertanian ini dihuni oleh penduduk asli kota Jakarta yakni suku Betawi yang mempunyai mata pencaharian dari kegiatan usaha tani buah-buahan. Pada perkembangan selanjutnya, daerah ini diakui sebagai kawasan Cagar Budaya Condet. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mempertahankan ekosistem pertanian di Cagar Budaya Condet antara lain dengan mengeluarkan berbagai kebijaksanaan berupa ketetapan-ketetapan seperti :
1. Penetapan wilayah Condet yang dikembangkan secara terbatas, mengingat sebagai daerah penghasil buah-buahan.
2. Penetapan mempertahankan wilayah Condet sebagai daerah pertanian buah-buahan.
3. Pengaturan penebangan pohon di wilayah Condet harus seminimal mungkin, dan harus minta izin sebelumnya.
4. Pelarangan untuk melakukan mutasi tanah, merubah tata guna tanah termasuk memusnahkan tanaman khas Condet yaitu salak, duku dan melinjo.
5. Pelarangan untuk mendirikan bangunan yang melebihi ketentuan koefisien dasar bangunan (RDB) sebesar 20 %.
6. Penetapan bahwa tanaman khas Condet seperti duren Sitokong dan duku serta Salak Condet sebagai barang langka yang harus di jaga dari kepunahan.
Pengembangan kota melalui pembangunan fisik mulai menyentuh kawasan ini seperti pembangunan sarana transportasi berupa jalan, perbaikan kampung dan pembangunan pemukiman baru. Pada hakekatnya, pembangunan yang mengandung unsur perubahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan beserta isinya . Dengan adanya perubahan fisik di kawasan Cagar Budaya atau sekitarnya, merangsang pendatang dari luar untuk tinggal menghuni di dalam wilayah ini. Pada akhirnya, masyarakat petani suku Betawi yang menghuni kawasan Cagar Budaya di Condet paling merasakan pengaruh pengembangan kota.Saat ini kegiatan pengalihan fungsi lahan oleh petani merupakan gejala yang terlihat menonjol di kawasan Cagar Budaya. Padahal sebelumnya, mereka memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya dengan memanfaatkan lahan untuk kegiatan usaha tani buah-buahan. Terjadilah perubahan budaya masyarakat setempat.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kejelasan mengenai:
1. Deskripsi tentang Cara-cara pengalihan fungsi lahan dengan berbagai situasi yang menyertainya, yang dilakukan oleh masyarakat petani Betawi dalam konteks upaya tanggapannya terhadap lingkungan yang telah berubah.
2. Faktor yang mendukung kelancaran pengalihan fungsi lahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dampak sosial budaya yang terjadi akibat pengalihan fungsi lahan.
Hasil survai awal ditemui 40 orang masyarakat petani yang seluruhnya berasal dari etnis yang sama (Betawi). Penelitian yang bersifat deskripsi kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Selain karena studi kasus yang tidak memerlukan informan dalam jumlah banyak, dan setelah melalui beberapa tehnik sampling serta beberapa pertimbangan lainnya aaka ditemukanlah sejumlah lima petani yang dijadikan informan.
Penentuan lima informan ini juga dibantu oleh informan kunci dan seorang pemuka masyarakat Betawi yang tinggal di kawasan Cagar Budaya.
Penelitian yang dilakukan merupakan kajian terhadap kehidupan keluarga petani. Dari kajian keluarga memungkinkan kita dapat mengetahui jaringan sosial di dalam mana keluarga menggantungkan kehidupan mereka, dan dengan analisis keluarga memungkinkan untuk memandang gejala sosial budaya yang akan dikaji sebagai realitas kehidupan manusia.
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara mendalam yang ditunjang dengan menggunakan metode pengamatan partisipasi.
Pola analisis yang dilakukan pada penelitian ini ialah analisis non statistik, dan karena data yang terkumpul bersifat deskriptif kualitatif maka akan dianalisis menurut isinya.
Dari hasil penelitian ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Profesi petani buah merupakan pekerjaan yang diwariskan secara turun temurun dan merupakan salah satu ciri tradisionalitas masyarakat Betawi disamping tata cara kehidupan sehari-hari yang bersendikan ajaran agama Islam. Cara-cara melakukan usaha tani buah seperti menanam, memelihara dan memanen hasil kebun juga diperoleh secara turun temurun .
2. Selain profesi petani, mereka melakukan mobilitas pekerjaan di luar sektor usaha tani, tapi belum merupakan hal yang utama. Sedangkan kegiatan usaha tani buah semula adalah merupakan andalan utama kehidupan mereka.
3. Pemilikan lahan diperoleh dari warisan orang tua, dan sistem pewarisan telah dilembagakan dalam pranata sosial budaya setempat dengan ketentuan laki mendapat dua bagian sedangkan perempuan satu bagian. Pertambahan keluarga disertai sistem pewarisan yang ada secara alamiah turut memberikan tekanan terhadap lahan usaha tani.
4. Pendatang baru di wilayah cagar budaya ikut mempercepat pengalihan kepemilikan lahan. Pengalihan fungsi lahan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh masyarakat petani Betawi merupakan suatu tindakan yang adaptif dalam menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi. Tindakan adaptasi yang dilakukan bersifat situasional.
5. Pengalihan fungsi lahan dengan cara di atas dapat berjalan lancar oleh karena didukung administrasi pengalihan yang tidak efektif. Ada ketidakkonsistenan dalam penegakan aturan administrasi pengalihan fungsi lahan. Dan proses administrasi tersebut dipengaruhi oleh faktor ekologis yaitu sosial budaya.
6. Dampak lingkungan fisik berkaitan dengan perubahan tata guna lahan usaha tani yang berubah jadi pemukiman. Kemampuan sebagai "catchment area" menjadi semakin berkurang. Keberadaan tanaman salak, pohon duku dan melinjo yang dilindungi sebagai tanaman langka terancam kepunahan. Dengan hadirnya pendatang yang kebanyakan berasal dari golongan ekonomi lemah menambah kuantitas limbah padat buangan rumah tangga.
7. Dampak lingkungan sosial budaya antara lain keinginan menjadi petani pada generasi muda cenderung menurun, demikian pula dengan pendidikan yang bersendikan agama Islam.
8. Eksistensi Cagar Budaya di wilayah Condet yang mencakup tiga Kelurahan sulit untuk dipertahankan. Yang masih bisa diharapkan adalah sebahagian kecil wilayah Kelurahan Balekambang, tepatnya sepanjang Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Dari aspek pelaksanaan dibutuhkan kerangka administrasi yang tepat dan sebaiknya secara trans sektoral yaitu melibatkan unit-unit yang berkepentingan terhadap pencagaran.

ABSTRACT
One of the urban environment issues being faced at presents is the reducing number of agricultural area as a consequences of the urban development. The agrarian land available in the city territory is used for development activities, among others for human settlement. Finally, the environment which was initially balanced and harmonious starts to be disturbed, likewise with the human beings as occupants of the environment concerned.
On the other side, the Administration of the Special Region of the Capital City Jakarta (DKI Jakarta) as the city development executive apparatus would like to maintain one of the parts of East Jakarta territory. The agricultural pocket is occupied by the original population of Jakarta city namely the Betawi ethnic group whose livelihood is from fruit agricultural business activities.
In its further development, this region is recognized as the Condet Cultural preservation territory. Various efforts have been conducted by the Administration of the Special Region of Capital City Jakarta to maintain the agricultural ecosystem in Condet - the Condet Cultural Conservation among others by issuing various policies in the form of determinations such as :
1. The determination of the Condet territory which is developed with limitations bearing in mind that this territory is producing fruits.
2. The determination to maintain Condet territory as the fruit agricultural region.
3. The arrangement of the cutting of trees in Condet territory, which must be as minimum as possible, and obtain the prior approval.
4. The prohibition to carry out land transfers, to change the land use including the destruction of Condet special plants namely "salak" (zalacca/zallaca edulis); "duku" (lansium/ lansium domesticum) and melinjo (gnetum gnomon).
5. The prohibition to construct buildings exceeding the building basic coefficient (KDB) of 20%.
6. The determination that the Condet special plants such as "duren Sitokong" and "duku" and "salak Condet" as scarce fruits which must be safeguarded from extinction.
The city development through the physical development has started to touch this territory such as the development of the transportation means in the form of roads, hamlet improvements and the development of new settlements. In fact, the development containing the element of change is aimed at enhancing the quality of the environment and its contents. With the existence of the physical change in the Cultural Conservation Territory or its surrounding, it has stimulated new comers from outside areas to settle within this territory. Finally, the farmers of the Betawi ethnic group which occupies the Condet Cultural Conservation area in Condet will be greatly affected by the citydevelopment. At present, the activities of transferring the function of land by the farmers constitutes the most conspicuous symptom within this Cultural Conservation territory. Whereas in the past, they have met the daily necessities for himself and his family by utilizing the land to grow fruits as fruit farmers. Thus, a change has taken place in culture.
Through this research, it is hoped that several clarifications will be obtained about the following:
1. The description concerning the land function transfer procedure with the various situations accompanying it, which is conducted by the Betawi farming community in the context of its efforts to react to the changing environment.
2. The factor which supports to smoothen the land function transfer whether directly or indirectly.
3. The socio-cultural impact that occurs due to the land function transfer.
In the initial survey result, we met 40 farmers who entirely originated from the same ethnic group (Betawi).
This research, which is descriptive qualitative in nature, used the case study method. In addition, because this case study does not require a large number of informants, and after several sampling techniques and several other considerations, five farmers were used as informants.
The determination. to choose these informants is also assisted by a key informant and one Betawi public figure who lives in the Cultural Conservation territory.
The research constitutes a study on the life of farmer's family. From the study on the farmer's family life, it was possible for
us to know the social network upon which the family life depends, and with the family analysis it was possible for us to view the socio-cultural symptoms to be studied as the reality of the human lives.
The data collection is conducted by way of thorough interviews supported by using the participative observation method. The analysis pattern conducted in this research is the nonstatistical analysis, and because the data collected are descriptive qualitative in nature, they will be analysed according to their content.
In the research result, the following matters were discovered :
1. The profession of the fruit farmers constitutes a hereditary occupation and one of the characteristics of the Betawi community tradition, besides the daily way of life which is based on the Islamic teaching. The way of conducting fruit farming business such as planting, caring, and harvesting is also derived hereditarily.
2. In addition to being fruit farmers, they also perform jobs outside the farming business sector, but this does not yet constitute the primary business. Whereas the fruit farming business activity since the beginning constitutes their main reliance for their lives.
3. The land ownership is also inherited from the ancestors, and the inheritance system has been institutionalized in the local socio-cultural order with the provision that a male heir gets two parts whereas an heiress only one part. The additions in the family members are accompanied by the existing system of inheritance which naturally also emphasizes on the farming business land.
4. The newcomers in this cultural conservation territory takes part -in accelerating the land ownership transfer. The land function transfer, whether directly or indirectly, conducted by the Betawi farming community constitutes an adaptive action in response to the environmental change that has taken place. The adaptive action taken is situational in nature.
5. The land functional transfer mentioned above can run smoothly because it is supported by the transfer administration which is not effective. There are inconsistencies in the upholding of land function transfer administration. And said administration process is influenced by the ecological factor namely the socio-cultural factor.
6. Environmental impact is linked to the change in the use of farming business land, which has changed into a settlement. The capability as catchments area is decreasing. The existence of "salak" plant, "duku" plant and "melinjo" plant which are protected as scarce plants are threatened with extinction. With the arrival of newcomers who are of the economically weak group has increased the quantity of the household solid waste.
7. The socio-cultural impacts are among others the declining trend to become farmers among the young generation, likewise with the education which is based on Islam.
8. The existence of the Condet Cultural Conservation in the Condet territory comprising of three sub districts/ villages is difficult to maintain. What can be expected is the small part of Balekambang sub district, to be exact is the territory along the Ciliwung River Basin. From the execution aspect, the proper administrative framework shall be required preferably transectoral, namely involving units which are interested in the natural preservation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birgitta Cynthia Dwi Puspita
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan wayang Potehi, kapan wayang Potehi masuk dan berkembang di Indonesia, serta apakah sudah terjadi proses akulturasi dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami mengenai pertunjukkan wayang Potehi dan akulturasi yang terdapat dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia.

This journal discusses acculturation within Indonesian Potehi shadow puppet shows. Furthermore, it aims to describe what Potehi shadow puppet shows are, its place in history, and any acculturation process that might have happened to it in Indonesia. Through this paper, people are expected to understand deeply about Potehi puppet shows and process of acculturation in Potehi puppet shows in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahmawanto
"Pagelaran wayang kulit purwa merupakan salah satu produk budaya unggulan orang Jawa. Dialog yang disajikan dalam pagelaran wayang kulit purwa itu merupakan data penggunaan bahasa yang merepresentasikan budaya Jawa, termasuk di dalamnya bagaimana mewujudkan kerukunan. Pemilihan cara bertutur mempertimbangkan reaksi emosional kawan tutur agar tidak terjadi perselisihan dan kerukunan tetap terjaga. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan menemukan strategi kerukunan dalam tuturan orang Jawa pada pertunjukan wayang. Konsep kerukunan diperoleh berdasarkan prinsip rukun dan prinsip hormat yang dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno 1991 . Suasana kerukunan terbangun melalui keharmonisan, pencegahan perselisihan, dan ketenteraman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji secara mendalam tuturan orang Jawa dalam pertunjukan wayang. Melalui kajian tersebut ditemukan strategi-strategi orang Jawa untuk mewujudkan kerukunan melalui tuturannya. Hasil identifikasi jenis tindak tutur, dengan klasifikasi tindak tutur Searle 1975 menunjukkan bahwa pilihan tindak ilokusioner tuturan berperan dalam pengendalian terjadinya perselisihan dalam komunikasi. Dengan menggunakan teori kesantunan yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983 penelitian ini menemukan bahwa kesantunan dalam bertutur digunakan untuk mengekspresikan nilai-nilai kerukunan orang Jawa.
Purwa shadow puppet performances is one of the superior cultural products of the Javanese people. The dialogue presented in the purwa shadow puppet performances is a data of language usage that represents Javanese culture, including how to realize harmony. Selection of the way of speech consider the emotional reaction of hearers to avoid disputes and harmony remained awake. This study aims to find a strategy of kerukunan in Javanese speech on puppet shows. The concept of kerukunan is based on the principles of kerukunan and the principle of respect by Franz Magnis Suseno 1991 . The atmosphere of harmony awakens through harmony, dispute prevention, and serenity. This research is a qualitative research that deeply examines Javanese speech in purwa puppet performances. Through the study, Javanese strategies were found to realize harmony through his speech. The result of identification of speech acts, with the classification of the speech act of Searle 1975 indicates that the choice of illocutionary acts of speech plays a role in controlling the occurrence of disputes in communication. By using the theory of politeness proposed by Brown and Levinson 1978 and Leech 1983 this study found that politeness in speech is used to express the values of kerukunan Jawa."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ria Utari, 1977-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009
899.221 DEW k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Aditama Nugroho
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang peranan kesenian wayang, terutama wayang kulit sebagai alat dalam membawa pesan-pesan Orde Baru pada tahun 1969-1984. Pada masa Orde Baru, sektor-sektor penting seperti pertanian dan sosial menduduki prioritas yang tinggi. Dalam hal ini, Soeharto sebagai Presiden dan manusia jawa melihat satu kesempatan yaitu kesenian wayang yang dapat dijadikan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah. Sifat kesenian wayang yang pragmatis dan peran dalang sendiri yang sudah dianggap sebagai tokoh di masyarakat membuat kesenian ini sebagai satu objek yang menjanjikan dalam menyampaikan program-program pembangunan. Di bawah Departemen Penerangan, kesenian wayang mendapatkan pengawasan sekaligus bantuan atas perintah langsung dari Soeharto. Dimulai dari REPELITA I hingga Repelita III mendapat peran besar dalam menyampaikan program-program pemerintah seperti Keluarga Berencana, P4 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Pembangunan Ekonomi, Pertanian, Bersih Desa, dan lain sebagainya. Bagian isi Skripsi ini dibagi kedalam dua bab. Pertama, menjelaskan mengapa kesenian wayang digunakan sebagai salah satu media penyampaian pesan-pesan Orde Baru. Kedua, menjelaskan penggunaan dan pelaksanaan digunakannya kesenian wayang sebagai media/alat pembawa pesan-pesan Orde Baru. Penyampaian pesan-pesan dilakukan dalam lakon dan adegan tertentu, tergantung dari ki dalang sendiri dalam sebagai katalisator. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah dan kaidah penulisan ilmiah dengan sumber-sumber primer dokumen sejarah, surat kabar, wawancara, dll. serta sumber sekunder buku, jurnal, majalah, dll.

ABSTRACT
This thesis discusses about the role of wayang art, especially wayang kulit as a tool in bringing the New Order messages from 1969 to 1984. During the New Order period, important sectors such as agriculture and social have high priority. In this case, Suharto as President and Javanese man saw an opportunity that is puppet art that can be used as an extension of the government. The pragmatic nature of puppet art and the role of puppeteer himself who has been regarded as a figure in society makes this art as a promising object in conveying development programs. Under the Ministry of Information, puppet art received both oversight and assistance on the direct orders of Suharto. Starting from REPELITA Five Year Plan I to REPELITA III, it has a big role in delivering government programs such as Family Planning KB, P4 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Economy Development, Agriculture, Clean Village, and so forth. The content of this thesis is divided into two chapters. First, explains why wayang art is used as one of the mediums of delivering New Order messages. Second, explains the use and implementation of the art of wayang as a medium messenger of New Order messages. Submission of messages is done in certain plays and scenes, depending on the master 39 s dalang own mastermind as a catalyst. This thesis uses historical research methods and scientific writing rules with primary sources historical documents, newspapers, interviews, etc. as well as secondary sources books, journals, magazines, etc. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chindy Respa
"Penelitian ini bertujuan menggambarkan mekanisme perlindungan sosial (social
assistance, social insurance, social care, dan informal social protection) yang dapat dilihat dari bentuk-bentuk konversi kapital seperti kapital sosial, kapital politik, kapital ekonomi, kapital personal, kapital budaya, dan kapital digital. Penelitian dilakukan pada masa pandemi Covid-19 di tiga Paguyuban Wayang Kulit di Yogyakarta yakni Paguyuban Wayang Kulit WL, Paguyuban Wayang Kulit GP, dan Paguyuban Wayang Kulit SK. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan etnografi digital (digital ethnography) media sosial seperti Youtube dan Instagram. Ketiga Paguyuban Wayang Kulit tersebut dipilih karena mereka masih mampu bertahan di masa pandemi Covid-19 dengan tetap menyelenggarakan pementasan wayang kulit secara virtual. Hasil temuan penelitian ini adalah bentuk perlindungan sosial yaitu social assistance, social insurance, social care, dan informal social protection bisa berbentuk formal maupun informal, yang ditemukan pada bentuk-bentuk kapital yang ada di Paguyuban Wayang Kulit. Kapital-kapital tersebut mendukung para paguyuban melakukan pementasan virtual di masa pandemi Covid-19. Terlebih lagi, kapital digital bermanfaat secara langsung sebagai perlindungan sosial di masa pandemi Covid-19,
ketika ada pelarangan pertunjukan seni budaya secara luring yang menimbulkan
kerumunan, maka pementasan wayang kulit virtual menjadi solusinya. Dengan demikian, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mengarah kepada dukungan kapital digital untuk para seniman tradisi. Apalagi, di era teknologi saat ini, seniman harus beradaptasi dengan teknologi agar dapat bertahan dari guncangan sosial maupun ekonomi, dan mengikuti perkembangan zaman

This study aims to describe social protection mechanisms (social assistance, social insurance, social care, and informal social protection) which can be seen from forms of capital’s conversion, such as; social capital, political capital, economic capital, personal capital, cultural capital, and digital capital. The study was conducted during the Covid- 19 pandemic in three Wayang Kulit Associations in Yogyakarta, namely the WL Wayang
Kulit Association, the GP Wayang Kulit Association, and the SK Wayang Kulit
Association. This study uses a qualitative research method with a case study approach with data collection techniques with interviews, observations, and digital ethnography social media such as Youtube and Instagram. The three Wayang Kulit Paguyuban were chosen because they were still able to survive the Covid-19 pandemic by continuing to hold virtual shadow puppet shows. The findings of this study are forms of social protection, namely social assistance, social insurance, social care, and informal social protection can be in the form of formal or informal, which are found in the forms of capital that exist in the Paguyuban Wayang Kulit. These capitals support community groups to perform virtual performances during the Covid-19 pandemic. Moreover, digital capital is directly useful as social protection during the Covid-19 pandemic, when there
is a ban on offline cultural arts performances that cause crowds, then virtual shadow puppet performances are the solution. Thus, the government needs to make policies that lead to digital capital support for traditional artists. Moreover, in the current era of technology, artists must adapt to technology in order to survive social and economic shocks, and keep up with the modernization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi Fajar Himawan
"ABSTRACT
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan penahbisan praktik guyon saru (gurauan tidak senonoh) dalam arena pertunjukan wayang kulit purwa. Pertunjukan wayang kulit purwa, sebagai salah satu sebagai instrumen penyampaian gagasan alternatif terhadap isu kontemporer, secara paralel telah menormalisasikan  praktik humor yang cenderung melecehkan perempuan. Kajian terdahulu menyatakan bahwa humor jamak digunakan dalam seni pertunjukan Indonesia sebagai penyaluran gagasan alternatif terhadap isu sosial-politik, inovasi pertunjukan, dan sarana pelembagaan/perlawanan terhadap norma berbasis gender. Pesindhen (perempuan penyanyi solo dalam pertunjukan wayang kulit purwa) mengalami objektifikasi seksual dan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensi profesinya. Skripsi ini berargumen bahwa guyon saru merupakan praktik yang ditahbiskan (consecrated) oleh beberapa aktor dalam arena pertunjukan, termasuk pesindhen, untuk mempertahankan modal ekonomi, sosial, simbolik, dan kultural mereka. Penahbisan guyon saru dalam arena pertunjukan dilatari oleh habitus pengarusutamaan audiens dalam arena. Penahbisan tersebut dikontestasi oleh para aktor lain, termasuk  pesindhen, yang menyingkapi guyon saru sebagai praktik yang tidak sesuai dengan habitus para aktor sebagai orang jawa. Kajian ini menggunakan kerangka teori medan produksi budaya oleh Bourdieu, pendekatan kualitatif, dan studi kasus pada arena pertunjukan wayang kulit purwa di DKI Jakarta.

ABSTRACT
This study aims to explain the consecration of the practice of guyon saru (indecent jokes/gurauan tidak senonoh) in the field of javanese shadow puppet theater (pertunjukan wayang kulit purwa). Javanese shadow puppet theater, as one of the media of alternative ideas towards  contemporary social issues, had normalized the practice of humor which tends to harass women. Previous studies state that humor had been used in Indonesian performing arts as a media of alternative ideas towards socio-political issues, performance innovations, and instrument to institutionalize/resist the gender-based norms. Pesindhen (female solo singer in the javanese shadow puppet theater) experienced sexual objectification and made various efforts to maintain the existence of their profession. This study argues that guyon saru is a practice which has been consecrated by several actors in the field of the javanese shadow puppet theater, including pesindhen, to maintain their economic, social, symbolic and cultural capital. The consecration of guyon saru in the field is based on the habitus of mainstreaming the audience in the field. The consecration has been contested by other actors, including pesindhen, whose revealed guyon saru  as a practice that was not in accordance with the habitus of actors as javanese people (orang jawa). This research uses the field of cultural production theory by Pierre Bourdieu as researchs framework, qualitative approaches, and the field of javanese shadow puppet theater in Jakarta as the case study."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujiyat
Jakarta: Culture Improvement Project, ICTB, 2002
R 791.3 Muj a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
[, ], 2008
Multimedia  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>