Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151885 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Ayu Agustin
"Hampir 100% anak yang dirawat di rumah sakit terpasang infus untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan dan elektrolit merupakan bagian konservasi energi yang dibutuhkan anak untuk mempertahankan fungsi tubuh secara utuh. Model Konservasi Levine berfokus pada peningkatan adaptasi melalui prinsip konservasi untuk mencapai keutuhan diri. Karya ilmiah ini membahas proses keperawatan terhadap lima orang anak yang terpasang infus. Salah satu tindakan konservasi energi untuk optimalisasi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit anak adalah deteksi dini plebitis menggunakan skala Infusion Nurse Society dengan pendekatan model konservasi Levine. Hasil evaluasi kelima kasus yang mengalami masalah cairan dan elektrolit menunjukkan 4 kasus masalah teratasi dan satu kasus belum teratasi karena klien mengalami perburukan saat hendak pulang. Deteksi dini plebitis turut berperan penting mempertahankan kelancaran akses intravena untuk terapi cairan dan elektrolit.

Almost 100% of children admitted who inserted infusion to overcome the problem of fluid and electrolyte imbalance. Fluid and electrolyte are part of children energy conservation need to adapt to maintain the body functions as a whole. Levine?s conservation model focuses on improving adaptation through conservation principles to achieve wholeness. One of energy conservation intervention to optimize of Children?s Fluid and Electrolyte Fulfillment through Early Detection using Infusion Nurse Society Phlebitis Scale with Levine?s Conservation Model Approach. This paper discusses the nursing process to the five children who inserted infusion. The results of the evaluation of the five cases that have problems of fluid and electrolyte showed 4 cases the problem is resolved and the case is not resolved because the client experience worsening when going home. Early detection of phlebitis has an important role in maintaining intravenous access for fluid and electrolyte therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis: W.B. Saunders , 2001
615.6 INF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Booker, Marilyn Ferreri
Philadelphia : W.B. Saunders , 1996
615.6 Boo i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kustati Budi Lestari
"Dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk merupakan alternatif untuk membuat nyaman selama dilakukan tindakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Jenis penelitian kuasi eksperiman dengan sampel 30 anak usia prasekolah dan usia sekolah. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata score distress pada anak yang diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sebesar 2,30 dan rata-rata score distress pada anak yang tidak diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sebesar 3,25. Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak yang dilakukan pemasangan infus (p: 0,025). Dekapan dan pemberian posisi duduk pada anak yang dilakukan pemasangan infus dapat diterapkan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan distress anak usia prasekolah dan usia sekolah.

Family holding and proper sitting position are an alternative provision to make comfortable while treatment. This research proposed to determine The Impact of Family Embrace and Children Sitting Position to avoid distress while infusing. Type of quasi-experimental study with a sample of 30 preschoolers and school age. Sampling technique was purposive sampling. The results of this research shows that the average distress score to the children who have family embrace and proper sitting position while infusion is 2,30 and the average distress score to the children who don't have family embrace and proper sitting position while infusion is 3,25. Examination statistic results shows there is effect of family embrace and proper sitting position avoid the distress children during infusion (p: 0,025). Embracing and proper sitting position of children during infusion is applicable as a nursing intervention to avoid distress preschoolers and school age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2103
T32555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlika Harinda
"Pasien rawat inap ICU sering ditemui dengan keadaan balans cairan akumuatif positif. Hal ini dapat menjadi penanda biologis sekaligus faktor risiko perburukan gagal fungsi organ dan kematian. Untuk itu, koreksi balans cairan utamanya pada pasien dengan urin output berkurang diperlukan. Furosemid merupakan agen diuretik pilihan. Akan tetapi, furosemid dapat menyebabkan abnormalitas elektrolit. Atas dasar itu, dilakukan studi analisis komparatif antara perubahan kadar elektrolit dan pH serum terhadap penggunaan furosemid pada pasien balans cairan akumulatif positif di ICU. Dengan desain penelitian kohort retrospektif, diperoleh 222 sampel rekam medik RSCM melalui metode consecutive sampling. Data penggunaan furosemid dan perubahan kadar elektrolit dan pH serum dimasukkan dalam tabel kemudian dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan.
Hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan kadar elektrolit dan pH serum dengan penggunaan furosemid pada pasien balans positif di ICU (p>0,05). Furosemid dapat menyebabkan penurunan kadar elektrolit dan fluktuasi pH pada pengukuran 0, 24, 48, dan 72 jam pasca pemberian. Hal ini dapat terjadi akibat adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap retensi Na+-K+-Cl- pada urin yang terjadi sebagai efek kerja dari furosemid. Hal ini kemudian dikompensasi dengan retensi H+ yang menyebabkan fluktuasi pada pH. Meskipun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi secara statistik tidak berbeda bermakna.

hospitalized patients are often found with positive accumulative fluid balances. This can be a biological marker as well as a risk factor for worsening organ function failure and death so that correction of fluid balance is necessary. However, as one of preferred diuretic agent, furosemide can cause electrolyte abnormalities. This retrospective cohort study was carried out to analyze difference between serum electrolyte levels and pH changes prior to furosemide usage in patients with positive accumulative fluid balance in intensive care. Data collected from 222 medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital obtained by consecutive sampling. The use of furosemide and changes in serum electrolyte levels and pH data were analyzed using independent T-test.
The results show that there are no significance differences between serum electrolyte levels and pH changes prior to furosemide usage (p> 0.05). A decrease in electrolyte levels on 0, 24, 48, and 72 hours after furosemide use measurements can occur due to body's compensation mechanism for urinary Na+-K+-Cl- retention as main effect of furosemide. This plasma electrolyte repletion is compensated by plasma H+ retention and the fluctuation of pH occurred. Even so, changes that occur statistically have no significance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewinta Rahma Astika
"Larutan infus glukosa 5% digunakan dalam dunia medis sebagai larutan pengganti cairan tubuh atau terapi pada penderita hipoglikemia. Larutan infus glukosa 5% yang merupakan sediaan steril harus melalui proses sterilisasi untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme agar tidak membahayakan pasien setelah proses administrasi ke dalam tubuh. Proses sterilisasi yang umum digunakan adalah dengan metode panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121°C. Namun proses sterilisasi ini menyebabkan degradasi glukosa dalam infus glukosa 5% menjadi produk degradasi glukosa, salah satunya adalah 5-Hidroksimetilfurfural atau 5-HMF. 5-HMF adalah senyawa toksik yang dapat menyebabkan beberapa efek buruk pada tubuh sehingga pembentukannya dalam infus glukosa 5% harus diminimalisir. Artikel review ini ditulis untuk meninjau pengaruh suhu sterilisasi terhadap pembentukan 5-HMF dalam infus glukosa 5% dengan membandingkan konsentrasi 5-HMF yang terbentuk apabila disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan suhu dibawah 121°C (>110°C). Sumber jurnal diperoleh dari pencarian melalui Science Direct dan Google Scholar terkait degradasi infus glukosa pada saat proses sterilisasi menjadi 5-HMF dalam rentang tahun antara 1960 hingga 2020. Hasil tinjauan yang didapatkan yaitu adanya hubungan antara suhu dengan waktu sterilisasi, dimana semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin singkat waktu sterilisasinya. Pengaruhnya dalam pembentukan 5-HMF pada infus glukosa 5% adalah suhu 121°C merupakan suhu sterilisasi yang lebih tinggi, namun proses yang berlangsung secara cepat dapat meminimalisir kadar 5-HMF yang terbentuk dibandingkan dengan suhu sterilisasi yang lebih rendah (>110°C) namun dilakukan dalam waktu yang lebih lama.

5% glucose infusions are widely used to replace body fluids or therapy in patients with hypoglycemia. A 5% glucose infusion is a sterile product and the preparation of it must go through sterilization process to eliminate microorganism contaminations. This process is important because any microorganism contaminations can harm the patients after being administered to the patient’s body. The sterilization process which is commonly used for sterilizing 5% glucose infusions is the moist-heat method using an autoclave at 121°C. however, this sterilization process leads to degradation of glucose into its degradation products and 5-Hydroxymethylfurfural or 5-HMF is one of those degraded compounds. 5-HMF is a toxic compound that possibly causes negative effects on the human body, thus the formation in 5% glucose infusions must be reduced. This article was written to review the effect of sterilization temperature on the formation of 5-HMF in the 5% glucose infusion by comparing 5-HMF concentrations after being sterilized using an autoclave at 121°C and below 121°C (>110°C). Related journals and articles were obtained by searching glucose degradation into 5-HMF during sterilization process through Science Direct and Google Scholar between the year periods 1960 and 2020. The results explained the important correlation of sterilization temperature with sterilization time, which higher temperature used in sterilization process would minimize the sterilization time. Although 121°C was the highest temperature used among other temperatures in this review, but the sterilization method using this temperature needed the shortest sterilization time which minimized 5-HMF formation on 5% glucose infusions compared to the lower temperatures (> 110°C) with longer sterilization times.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resi Putri Naulia
"ABSTRAK
Gangguan tidur merupakan salah satu gejala yang sering dilaporkan oleh anak kanker dan kondisi kronis yang dapat berdampak buruk pada kualitas hidup anak. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah menganalisis optimalisasi pemenuhan kebutuhan istirahat/tidur pada anak penyakit kronis melalui terapi musik dengan pendekatan Model Konservasi Levine. Desain studi kasus dilakukan pada lima kasus terpilih dengan lama hari rawat 6 sampai 17 hari dan ditemukan masalah tidur. Evaluasi menunjukkan terjadi penurunan skor kualitas tidur PSQI pada kelima kasus namun hanya ada satu kasus yang mengalami penurunan skor kualitas tidur PSQI le; 5. Penerapan Evidence Based Nursing Practice terapi musik dilakukan pada 30 anak penyakit kronis yang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Responden diberikan terapi musik dengan durasi 30-45 menit sebelum tidur selama 4 hari. Kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI . Hasilnya terdapat perbedaan bermakna skor PSQI setelah diberikan terapi musik pada kelompok intervensi

ABSTRACT
AbstractSleep disturbance is one of the symptoms have frequent reports by children with cancer and chronic conditions that adversely affect quality of life. The purpose of this paper is to optimize the rest sleep requirements amongst children with chronic illness through music therapy using Levine rsquo s Conservation Model. The case study design was performed on five selected cases with a length of stay of 6 to 17 days and found sleep problems. During the evaluation, there was a decrease in sleep quality score PSQI in the five cases but only one case experienced a decrease in sleep quality score PSQI le 5. Application of Evidence Based on Nursing Practice music therapy to 30 children with chronic illness divided into intervention group and control group. Respondents were given music therapy with duration 30 45 minutes before bed for 4 days. Sleep quality is measured by using Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI . There was a significant difference in the PSQI score after receiving music therapy in the intervention group p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Iman Nugraha
"Latar Belakang: Coronavirus Disease (COVID-19) adalah penyakit yang menjadi pandemi diseluruh dunia sejak awal tahun 2020 dengan memiliki angka kematian yang tinggi. Derajat klinis COVID-19 beragam dari mulai ringan hingga kritis. Pasien COVID-19 derajat kritis dengan kondisi sindrom gawat napas akut (ARDS) yang menggunakan ventilasi mekanis memiliki angka kematian yang tinggi. Penelitian yang berfokus kepada lama kesintasan pasien COVID-19 derajat kritis dengan ventilasi mekanis terutama di Indonesia masih belum banyak dilakukan.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan analisis kesintasan pada pasien COVID-19 derajat kritis yang menggunakan ventilasi mekanis dalam rentang Maret 2020 sampai September 2020. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan data subjek yang memenuhui kriteria inklusi diambil dari rekam medis.
Hasil Penelitian: Terdapat 70 subjek, 51 subjek memiliki kelengkapan rekam medis dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Mayoritas subjek merupakan laki-laki (58,8%), rerata usia subjek 55,98 tahun (+ 11,96) dengan median IMT 23,9 kg/m2(17-54). Median durasi penggunaan ventilasi mekanis 4 hari (1-20) dengan angka kesintasan 7,8% dan kematian 92,2%. Nilai median kadar PaO2/FiO2 72 mmHg (31-606) dengan mayoritas sindom gawat napas akut derajat berat (84,3%). Median kesintasan pasien COVID-19 derajat kritis dengan ventilasi mekanis adalah 4 hari (IK95% ; 3,139-4,861) dan rerata kesintasan 5,5 hari (IK95% ; 4,213-6,922). Median kesintasan subjek dengan sindrom gawat napas akut berat adalah 4 hari (IK95% ; 3,223-4,777). Median kesintasan subjek tanpa sindrom gawat napas akut berat adalah 6 hari (IK95% ; 2,799-9,201) HR 0,802 (IK95% ; 0,337-1,911) p = 0,619. Median kesintasan subjek dengan hiperkapnia adalah 2 hari (IK95% ; 0,00-4,006) HR 0,613 (IK95% ; 0,3030-1,242) dan p = 0,174. Median kesintasan subjek dengan hiponatremia adalah 3 hari (IK95% ; 2,157-3,843) HR 0,897 (IK95% ; 0,5-1,610) p = 0,716. Median kesintasan subjek dengan hiperkalemia adalah 2 hari (IK95% 2,0-2,0) HR 0,293 (IK95% ; 0,061-1,419) p = 0,127.
Kesimpulan: Angka kesintasan pasien COVID-19 derajat kritis dengan ventilasi mekanis pada awal pandemi memiliki angka yang rendah dengan lama kesintasan selama 4 hari. Derajat sindrom gawat napas akut sebelum intubasi, hiperkapnia, hiperkalemia dan hiponatremia memengaruhi lama kesintasan.

Background: The severity of Coronavirus Disease year 2019 (COVID-19) varies from mild to critical. Critically ill COVID-19 patients with acute respiratory distress syndrome (ARDS) receiving mechanical ventilation have a high mortality rate. Research that focuses on the survival time of critically ill COVID-19 patients receiving mechanical ventilationhas not been carried out especially in Indonesia.
Methods: This retrospective survival cohort analysis observed critically ill COVID-19 patients receiving mechanical ventilation treated at a national respiratory center in Jakarta, Indonesia, between March and September 2020. Sampling was carried out by consecutive sampling and data of subjects who met the study criteria were obtained from medical records.
Results: Among 70 subjects, 51 subjects had complete medical records and met the study criteria. Subjects were predominately male (58.8%), mean age 55.98+11.96 years and median BMI 23.9 (IQR17-54) kg/m2. The median duration of mechanical ventilation was 4 (IQR 1-20) days with a survival rate of 7.8%. The median PaO2/FiO2 ratio was 72 (IQR 31-606)as the most of the subjects suffered from severe ARDS (84.3%). The median survival of critically ill COVID-19 patients with mechanical ventilation was 4 days (95%CI;3.139-4.861) and the mean survival was 5.5 days (95%CI;4.213-6.922). The median survival of subjects with severe ARDS was 4 days (95% CI;3.223-4.777). Median survival of subjects without severe ARDS was 6 days (95%CI; 2.799-9.201) with HR=0.802 (95%CI;0.337-1.911, p=0.619). The median survival of subjects with hypercapnia was 2 days (95%CI;0.00-4.006) with HR=0.613 (95%CI;0.3030-1.242, p=0.174). Median survival of subjects with hyponatremia was 3 days (95%CI;2.157-3.843) with HR=0.897 (95%CI; 0.5-1.610, p=0.716). Median survival of subjects with hyperkalemia was 2 days (95%CI;2.0-2.0) with HR=0.293 (95% CI; 0.061-1.419, p=0.127).
Conclusion: The survival rate for critically ill COVID-19 patients with mechanical ventilation at the start of the pandemic was low with a survival period of 4 days. The severity of ARDS before intubation, hypercapnia, hyperkalemia and hyponatremia influence the survival rate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurhayati
"ABSTRAK
Kasus pembedahan pada anak cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Nyeri paska bedah merupakan pengalaman traumatik yang memerlukan penatalaksanaan farmakologis dan nonfarmakologis. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran manajemen nyeri secara nonfarmakologis dalam bentuk bermain terapeutik, sebagai tata laksana nyeri paska bedah dengan pendekatan model Konservasi Levine. Asuhan keperawatan pada lima kasus terpilih yang diuraikan dalam karya ilmiah ini mengalami masalah nyeri paska bedah. Trophicognosis nyeri ditegakkan berdasarkan pengkajian yang meliputi: konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Anak yang mendapatkan permainan terapeutik mampu mencapai penurunan nyeri dan proses adaptasi lebih cepat. Tatalaksana bermain terapeutik memerlukan kerjasama antar tim pemberi layanan kesehatan.

ABSTRACT
Surgery still remains in a great number among children each year. Post operative pain is a traumatic experience that become general problem among children with surgery. Pain treatment, including farmakologic and nonfarmakologic management is needed. The aim of this study is to provide an overview of therapeutic play as a nonfarmakologic management of post operative pain with Levine?s Conservation Model approach. There were five managed cases that discussed in this study, and all of those experiencing post operative pain problems. The trophicognosis of pain, based on assessment incuding: energy conservation, structural, personal and social integrity. Children with therapeutic play showed decreased of pain and adaptation faster. Therapeutic play as therapy need a good cooperation among health care providers."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rachmaniah
"Masalah kekurangan volume cairan dan elektrolit sebagian besar terjadi pada anak dengan penyakit diare. Anak yang mengalami kekurangan volume cairan dan elektrolit memerlukan konservasi untuk dapat beradaptasi dalam memperbaiki kondisi tubuhnya sehingga dapat mencapai proses penyembuhan secara wholeness. Karya ilmiah akhir ini membahas tentang aplikasi model konservasi Levine dalam pengelolaan asuhan keperawatan pada anak dengan kekurangan volume cairan dan elektrolit. Metode yang digunakan adalah studi kasus, dimana terdapat lima kasus yang diaplikasikan dengan menggunakan model konservasi. Hasil pengkajian dengan menggunakan prinsip konservasi, pada kelima kasus semua mengalami trophicognosis kekurangan volume cairan dan elektrolit. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yang utama adalah pemberian dan pemantauan asupan cairan dan elektrolit secara adekuat. Hasil pengamatan respon organisme pada akhir perawatan menunjukkan empat kasus mampu beradaptasi dan mencapai wholeness, sedangkan satu kasus tidak mencapai wholeness. Hal ini ditunjukkan oleh keberhasilan dalam mengatasi trophicognosis, yaitu ada yang sudah teratasi, belum teratasi tetapi sudah menunjukkan perbaikan, dan ada juga yang tidak teratasi.

Most of fluid and electrolyte deficit in children are caused by diarrhea. Children who have deficit of fluid and electrolyte need conservation to adapt and to heal the body. Thus, the wholeness healing is achieved. This study is aims to clarify the application of Levine Conservation Model in nursing care of children with fluid and electrolyte deficit. To accomplish this study, case study method was conducted with five cases. Assessment with conservation principle found that all cases are trophicognosis deficit of fluid and electrolyte. The main intervention is giving and observing intake fluid and electrolyte tightly. In the end of treatment, the result showed that four of five cases were able to adapt and achieve the wholeness healing. This result showed the accomplishment of against the trophicognosis, which consist of solved completely, solved incomplete and unsolved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>