Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Kusumastuti
"ABSTRAK
Kolonoskopi merupakan standar penapisan neoplasia kolorektal. Salah satu komplikasi yang sering dirasakan adalah nyeri abdomen. Pemberian analgesi untuk mengurangi nyeri belum optimal sehingga berbagai modalitas terapi dikembangkan, salah satunya akupunktur telinga. Uji klinis acak tersamar dengan pembanding dilakukan pada 56 pasien yang menjalani kolonoskopi untuk mengetahui efek akupuntur terhadap nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor CPOT lebih rendah pada kelompok akupunktur namun tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap skor VAS, perubahan frekuensi nadi dan rerata waktu menuju sekum. Kesimpulan penelitian ini, akupunktur telinga efektif untuk mengurangi nyeri pada kolonoskopi walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna dengan plasebopunktur.

ABSTRACT
Colonoscopy is the standard screening colorectal neoplasia.One of the common complication is abdominal pain. Randomized controlled trials carried out on 56 patients who underwent colonoscopy to determine acupuncture effect on pain during ciolonoscopy. The results showed CPOT was lower in the acupuncture group while there were no significant differences regarding VAS , changes in heart rate and the mean time to the cecum. Resulst suggested ear acupuncture combined with midazolam and pethidine was effective to reduce pain during colonoscopy while there were no significant differences compared to plasebopuncture.
"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Basle, Switzerland: Roche, 1986
617.96 INT m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pudjiningsih
"Latar Belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) mempunyai kekerapan sebesar 1% kelahiran per tahun. Dua atau tiga dari proporsi ini diperkirakan memerlukan kateterisasi jantung atau pembedahan jantung, yang memerlukan pembiusan. Kecemasan pra-anestesia dapat menimbulkan masalah saat induksi anestesia dan memberikan dampak negatif pascapembedahan. Hal ini dapat disebabkan frekuensi perawatan dan tindakan invasif anak dengan PJB yang berulang dan memanjang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek premedikasi midazolam dan kehadiran ibu selama induksi anestesia terhadap tingkat kecemasan pra-anestesia anak dengan PJB.
Metode: Uji klinis acak pada anak dengan PJB berusia 2-5 tahun yang akan menjalani tindakan invasif jantung di PJT RSCM pada bulan April sampai September 2014. Anak dibagi menjadi kelompok premedikasi midazolam (P) dan kelompok pendampingan ibu (I) menurut randomisasi blok. Tiap-tiap kelompok dinilai status mental dengan MINI KID dan tingkat kecemasan dengan MYPAS oleh dua observer yang telah dilatih sebelumnya. Tingkat kecemasan dinilai saat awal, masuk ruang tindakan dan saat induksi anestesia. Kedua kelompok diinduksi dengan anestetika inhalasi sevofluran.
Hasil: Dari 45 subjek penelitian, 23 subjek di kelompok P dan 22 subjek di kelompok I. Tidak didapatkan perbedaan bermakna skor MYPAS di antara kedua kelompok pada saat awal, masuk ruang tindakan dan saat induksi anestesia (p >0,05) dan termasuk dalam kategori tidak cemas (median skor MYPAS 23,4). Didapatkan skor MYPAS yang meningkat dengan skor tertinggi saat induksi anestesia pada kedua kelompok, akan tetapi secara keseluruhan tetap dalam kategori tidak cemas (median 23,4). Uji kesesuaian antara kedua observer MYPAS, baik tingkat kecemasan awal, saat masuk ruang tindakan maupun saat induksi anestesia didapatkan baik (≡>0,5).
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor kecemasan MYPAS antara premedikasi midazolam dan kehadiran ibu selama induksi anestesia.

Background: Congenital heart disease (CHD) has a prevalance rate at about 1% birth per year. 2 or 3 of this children are estimated to require cardiac catheterization and surgery, that need an anesthesia procedure. Repetitive frequencies and prolonged days of treatment and invasive procedure in children with CHD can cause preoperative anxiety. Pre-anesthetic anxiety can cause problems at induction of anesthesia and give negative postoperative effects. The aims of this study were to compare pre-anesthetic anxiety level in children with CHD between midazolam premedication and maternal presence during induction of anesthesia.
Methods: This is a randomized controlled trial in 2-5 years children with CHD who underwent cardiac invasive procedure at PJT RSCM from April until September 2014. Patients were divided into P group (received midazolam premedication) and I group (with maternal presence) based on block randomization. In each group, mental status was assessed using Mini-International Neuropsychiatric Interview-Kid (MINI KID) and the anxiety score was using Modified Yale Pre-anxiety Scale (MYPAS) by 2 trained observer. The anxiety levels were assessed at baseline, on the time patient entered the procedure room and during induction of anesthesia. Both group received sevoflurane as agent.
Result: A total of 45 subjects enrolled in this study, with 23 subjects in P group and 22 subjects in I group. There were no significant difference of MYPAS scores between the two groups in baseline measurement time, on the time patients entered the procedure room and during induction of anesthesia (p>0.05). The MYPAS score throughout the procedure was categorized "non-anxious" (median score 23.4). The MYPAS score reached the highest score at induction of anesthesia, but the overall score remained non-anxious (median score 23.4). Inter-rater agreement test between 2 observers was good (κ >0.5).
Conclusion: There was no significant difference between the effect of maternal presence during induction of anesthesia and midazolam premedication on pre-anesthetic anxiety level in children with CHD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Taufik Hidayat
"Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah. NPB merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat modern. 70 - 85% populasi akan mengalami NPB pada masa kehidupan mereka. Beberapa penelitian, tinjauan sistematis dan metaanalisis menunjukkan bahwa akupunktur dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada NPB. Banyak metode dan teknik rangsang yang digunakan dalam akupunktur, salah satunya adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Teknik akupunktur ini mempunyai kelebihan yaitu meminimalkan penggunaan jumlah jarum dan rasa tak nyaman akibat sensasi penjaruman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki terhadap skor NAS (Numeric Analog Scale) pada pasien NPB. Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini melibatkan 42 pasien NPB yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (n=21) yang dilakukan akupunktur tubuh dan kelompok perlakuan (n=21 yang dilakukan akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan skor NAS yang signifikan pada kedua kelompok setelah terapi ke-3 dan ke-6. Perubahan skor NAS setelah terapi ke-3 pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.319). Perubahan skor NAS setelah terapi ke-6 pada kelompok perlakuan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.041). Kesimpulan penelitian ini adalah akupunktur pergelangan tangan dan pergelangan kaki memiliki pengaruh terhadap skor NAS secara signifikan.

Low back pain (LBP) is pain felt in the lower back area. NPB is a major health problem in modern society. 70-85% of the population will experience low back pain during their lives. Some studies, systematic reviews and meta-analyzes have shown that acupuncture can eliminate or reduce pain in LBP. Many methods and stimulation techniques used in acupuncture, one of which is wrist and ankle acupuncture. This technique has the advantage of minimizing the use of the number of needles and discomfort due to the pricking sensation.
This study aimed to determine the effect of wrist and ankle acupuncture to the NAS scores (Numeric Analog Scale) in patients with low back pain. The study design used was a single-blind randomized clinical trial with control. The study involved 42 patients with low back pain who were divided into 2 groups: control group (n = 21) were carried out body acupuncture and treatment group (n = 2) were carried out wrist and ankle acupuncture.
The results showed a decline in the NAS scores significantly in both group after the 3rd and 6th therapy. Changes in the NAS score after 3rd therapy in the treatment group was not significantly different when compared with the control group (p = 0.319). Changes in the NAS score after 6th therapy in the treatment group was significantly different when compared with the control group (p = 0.041). Conclusion of this study is wrist and ankle acupuncture have an effect on the NAS scores significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Minarni
"Latar Belakang: Sebagian besar pasien pasca pembedahan abdominal yang masuk ICU menggunakan alat bantu berupa ventilasi mekanik. Kecemasan akibat penggunaan ventilasi mekanik dapat meningkatkan respon stres pasca pembedahan yang bila dibiarkan dapat menghasilkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sedasi dibutuhkan untuk meniminalkan respon stres yang terjadi akibat penggunaan ventilasi mekanik. Deksmedetomidin dan midazolam merupakan agen sedasi yang banyak digunakan di ICU.
Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda ini mengelompokkan 22 pasien dewasa pascabedah abdominal yang mendapat layanan sedasi di ruang ICU RSCM menjadi 2 kelompok. Grup deksmedetomidin menerima 0,5 μg/kgbb intravena. Grup midazolam menerima 0,05 mg/kgbb intravena. Pemberian ke dua obat tanpa loading dose dan mulai diberikan setelah pasien tiba di ICU pada skala RASS nol (0). Kriteria inklusi adalah pasien dengan rentang usia 18-65 tahun, ASA I sampai III yang membutuhkan ventilasi mekanik pascabedah abdominal.
Hasil: Deksmedetomidin dan midazolam tidak mampu menurunkan respon stres karena hanya satu dari tiga parameter yang signifikan secara statistik. Penurunan gula darah terjadi pada grup midzolam setelah 6 jam pasca pembedahan abdominal (p<0,05), sedangkan untuk kadar IL-6 dan kortisol tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05). Skala RAAS pada grup deksmedetomidin menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan grup midazolam (p<0,05) sedangkan FAS tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05).
Simpulan: Sebagai agen sedasi, deksmedetomidin dan midazolam tidak mampu menurunkan respon stres pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik pasca bedah abdominal. Tingkat sedasi pada grup deksmedetomidin lebih baik daripada grup midazolam, tetapi deksmedetomidin dan midazolam sama-sama mampu meminimalkan kecemasan.

Background: Post-operative mechanical ventilation were often needed in patients after abdominal surgeries. Sedation was often given to minimize anxiety and stress response to mechanical ventilation. Both dexmedetomidine and midazolam are commonly used as sedatives in ICU. This study was aimed to compare the ability of dexmedetomidine and midazolam in reducing anxiety and stress response.
Methods: Twenty two patients aged 18-65 years, ASA physical status I to III, underwent abdominal surgery and requiring postoperative ventilation were included. Subjects were randomly divided into equal groups. Subjects in group D received dexmedetomidine 0.5 µg/kg iv, while in group M received midazolam 0,05 mg/kg iv. Vital signs, Face Anxiety Scale, RASS score, cortisol, blood glucose and IL-6 level were taken at baseline when subjects were admitted to the ICU and followed up until 6 hours.
Results: Both of dexmedetomidine and midazolam can not decreased stress response, in group M only decreased blood glucose level after 6 hours post-operative achieved statistical significance (p<0.05). Only RASS scale was significantly differed between group D and group M(p<0.05), while there was no statistically significant difference in other measured parameters.
Conclusions: Both dexmedetomidine and midazolam as sedative can not decreased stress response on abdominal surgery patients who required mechanical ventilation. Sedation level of dexmedetomidine was better than midazolam, but both of them can minimize anxiety.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius T.
"Dalam induksi anestesia dengan etomidat sering timbal mioklonus. Penelitian ini membandingkan premedikasi midazolam dan fentanil dengan premedikasi midazolam saja dalam mencegah mioklonus. Penefitian dilakukan dengan acak tersamar ganda terhadap 140 pasien. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 70 orang yaitu yang mendapat premedikasi midazolam 0,02 mg/kg BB dan fentanil 14g/kg BB intravena (IV) atau midazolam 0,04 mg/kg BB IV. Setelah itu digunakan etomidat 0.3 mg/kg BB IV untuk induksi anestesia_ Kejadian dan derajat mioklonus diamati selama 60 detik. Insidens miokonus lebih kecil pada kelompok fentanil dan midazolam (5/70) dibandingkan kelompok midazolam (29/70){P<0,05}. Tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam derajat mioklonus (p>0,05) pada kedua kelompok. Premedikasi dengan midazolam 0,02 mg/kg BB dart fentanil 14g/kg BB IV efektif menurunkan mioklonus akibat induksi dengan etomidat.

During induction of anaesthesia with etomidate, myoclonic muscle movements are frequent. in this study, pretreatment with midazolam and fentanyl was compared to pretreatment with midazolam for the prevention of myoclonic muscle movements. Included in this study were 140 patients, pretreated in randomized double-blinded fashion with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 µg/kg IV (n=70 patients) or midazolam 0.04 mg/kg IV (n=70 patients). Induction agent used was etomidate 0.3 mg/kg IV. The incidence and intensity of myoclonic movements were observed in 60 seconds. The incidence of myoclonic movements was significantly lower in patients pretreated with midazolam and fentanyl (5/70) than patients pretreated with midazolam only (29/70){p<0.051. The intensity of myoclonic movements was not significantly different (p>0.05) in two groups. Pretreatment with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 gg/kg IV is more effective than that with midazolam 0.04 mg/kg IV in reducing etomidateinduced myoclonic muscle movements."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Deni Hamdani
"Latar Belakang: Ansietas sering terjadi pada anak terutama dalam masa prabedah dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter anestesi dalam pelayanan rutin.
Tujuan: Menelaah efek sedasi dan anti ansietas dari premedikasi midazolam oral dan ketamin oral dalam memfasilitasi pemisahan dari orang tua pada pasien pediatrik, Metode: 96 orang anak secara acak dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat midazolam 0,25 mg/kg BB peroral dan kelompok kedua mendapat ketamin 5 mg/kg BB peroral.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan premedikasi midazolam oral efektif tersedasi sebesar 81% sedangkan anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 32% (p<0,05) dengan 1K (0,32 ; 0,66). Sebagai anti ansietas anak-anak yang mendapat premedikasi midazolam oral efektif sebesar 89% sedangkan pada anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 54% (p<0,05) dengan IK (0,18 ; 0,52).Hipersalivasi terjadi pada 25% anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral (p
Kesimpulan: Midazolam 0,25 mg/kg BB lebih baik dalam memberikan efek sedasi dan sebagai anti ansietas bila dibandingkan dengan ketamin 5 mg/kg BB peroral.

Background: Anxiety often accompanied children during preoperative. This is a condition and complication often overlooked by anesthesiologists in routine practices. Aim: To asses sedation and anti anxiety effect of midazolam and ketamine as premedication given orally in order to facilitate separation from the parents. Method: Ninety six pediatric patients, in a randomized, double blind manner divided in two groups equally, received orally midazolam 0.25mg/kg or ketamine 5 mg/kg.
Result: Children who received midazolam were sedated 81%, while children with ketamine only 32% (CI: 4.32;0.66). As for antianxiety effect, patients who received midazolam were effective 89%, those who received ketamine only 54% (p<0.05) with CI (0.18:0.52). Hypersalivation was found in 25% patients with premedication oral ketamine (p<0.05)
Conclusion: Oral midazolam 0.25mglkg gives better sedation and antianxiety effect compared to oral ketamine 5 mg/kg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrizal Hariady
"Latar belakang: Kecemasan seringkali dijumpai pada pasien yang hendak menjalani suatu prosedur operasi, termasuk brakiterapi. Agen farmakologi anti ansietas saat ini merupakan pilihan untuk mengurangi kecemasan pasien. Obat memiliki potensi efek samping seperti depresi napas dan interaksi dengan agen anestesi sehingga dapat memperlama durasi perawatan di rumah sakit. Penggunaan terapi non farmakologi dengan terapi farmakologi dianggap memiliki efektivitas yang setara. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan pasien adalah terapi musik. Musik dapat mempengaruhi kondisi hemodinamik pasien. Musik juga mempengaruhi aspek psikologis pasien, termasuk modifikasi mood dan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi musik dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi mengingat terapi musik adalah terapi non farmakologi yang mudah dan murah serta tidak memiliki potensi efek samping.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk menilai efektivitas terapi musik dibandingkan midazolam dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi dengan anestesia spinal. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 60 subyek diambil dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan dengan mendapatkan suntikan obat intravena midazolam 0,02 mg/kgbb dan kelompok subyek yang mendapat perlakuan dengan didengarkan terapi musik. Dilakukan penilaian parameter hemodinamik serta kuisioner APAIS sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Uji Chi-square dan Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis data.
Hasil: Pemberian terapi musik memberikan manfaat yang sama baik dengan suntikan midazolam intravena dalam mengurangi kececemasan prabedah. Tidak didapatkan adanya perbedaan skor APAIS maupun parameter hemodinamik antar kedua kelompok sebelum dimulainya perlakuan p> 0,05 . Tidak dijumpai perbedaan antara nilai skor APAIS maupun parameter hemodinamik pascaintervensi pada kedua kelompok p0,05.
Simpulan: Terapi musik sama efektifnya dengan midazolam 0,02 mg/kgbb intravena dalam mengurangi kecemasan prabedah dan perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani brakiterapi dengan anestesia spinal.

Anxiety is often seen in patients who want to undergo a surgical procedure, including brachytherapy. Antimicrobial pharmacology agents are currently an option to reduce patient anxiety. Drugs have potential side effects such as respiratory depression and interactions with anesthetic agents so as to prolong the duration of hospitalization. The use of nonpharmacologic therapy with pharmacological therapy is considered to have equal effectiveness. One of the non pharmacological therapy to reduce patient anxiety is music therapy. Music can affect the patient's hemodynamic condition. Music also affects the patient's psychological aspects, including mood and emotion modification. This study aims to determine the effectiveness of music therapy in reducing anxiety before brachytherapy procedures considering music therapy is a non pharmacological therapy that is easy and cheap and has no potential side effects.
Methods: This was a single blinded randomized clinical trial to assess the effectiveness of music therapy compared with midazolam in reducing anxiety before brachytherapy procedures with spinal anesthesia. After obtaining the permit of the ethics committee and the informed consent of 60 subjects taken with consecutive sampling, subjects were randomized into two groups of subjects treated with intravenous injection of midazolam 0,02 mg kg body weight and the subjects treated with music therapy. Assessed hemodynamic parameters and APAIS questionnaires were performed before treatment and after treatment. Chi square and Mann Whitney tests were performed to analyze the data.
Results: The administration of music therapy provides the same benefits as intravenous midazolam injection in reducing anxiety before surgery. There was no difference in APAIS score nor hemodynamic parameters between the two groups before the start of intervention p 0.05 . There was no difference between APAIS score score and post intervene hemodynamic parameters in both groups p 0.05.
Conclusion: Music therapy is as effective as midazolam 0.02 mg kg body weight intravenously in reducing anxiety before surgery and haemodynamic changes in patients undergoing brachytherapy with spinal anesthesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Ansietas prabedah ("fear of pain") hampir selalu dialami individu yang menghadapi pembedahan ualau yang sederhana sekalipun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ansiolitik benzodiazepin terbaru yaitu midaznlam dalam tehnik sedasi sadar pad: prosedur ndontektomi dengan anestesi lokal. Delapan belas kasus impaksi molar ketiga rahang hauah diberikan midaznlam 0.05 mg/kg bb i.v. secara bolus, dibandingkan dengan tujuh belas kasus tanpa sedasi. Penilaian terhadap perubahan tinqkat ansietas dilakukan pada saat diberikan stimuli eksternal berupa penyuntikan anestesi lokal, pengeburan tulang dan pengungkitan gigi- Juga turut dinilai tingkat sedasi, amnesia anterograd dan perubahan tanda-tanda vital yang terjadi, untuk mengetahui efek farmakosedatif obat tersebut.
Dengan uji Fisher, uji tanda dan uji t tampak bahwa midaznlam dosis rendah mampu menurunkan tingkat ansietas, menimbulkan amnesia anterugrad dan memberikan tingkat sedasi yang bermakna pada saat penyuntikan anestesi lokal, dibandingkan dengan kelumpok tanpa sedasi. Akan tetapi pada tahap pengeburan dan pengungkitan, ansietas menghilang pula secara bermakna pada kedua kelompok.
Ditarik kesimpulan hahwa dengan penghilangan rasa nyeri oleh anestesi lokal saja sudah cukup menghilangkanl menurunkan ansietas pembedahan. Tehnik sedasi sadar tidak harus diberikan secara rutin pada pasien dengan ansietas ringan sampai sedang. Pada pasien dengan ansietas berat dapat diberikan tehnik sedasi dengan dosis individual sesuai kebutuhan, secara titrasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryamin
"Pendahuluan : Nyeri kanker bukan hanya terjadi akibat dari kanker itu sendiri namun mencakup pengobatan, efek samping pengobatan, proses diagnosis dan hal lain yang tidak berhubungan dengan penyakit kanker itu sendiri. Dalam penanggulangan nyeri banyak obat analgetik yang digunakan sehingga menimbulkan efek samping. Baik nyeri yang tidak teratasi maupun efek samping pengobatan nyeri dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan nyeri kanker. Salah satu pendekatan terapi non farmakologi yang dapat digunakan adalah menambahkan akupunktur pada terapi standar nyeri. Akupunktur telah terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri. Namun, aplikasi pada pasien kanker masing jarang dilakukan dalam praktek rawat inap rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas manual akupunktur dalam mengurangi intensitas nyeri yang dinilai dengan skor Visual Analog Scale (VAS) dan peningkatan kualitas hidup yang dinilai dengan The European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) Core Quality of Life Questionnaire (QLQ-C30)pada pasien nyeri kanker ginekologi yang dirawat inap .
Metode : Desain studi ini adalah uji klinis acak terkontrol tunggal dengan kontrol terapi standar. Penelitian ini diikuti oleh 58 pasien kanker ginekologi yang mengalami nyeri pada saat rawat inap. Subjek penelitian dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=29) dan kontrol (n=29). Pada kelompok manual akupunktur dan terapi standar diberikan terapi akupunktur pada titik LI4 Hegu, PC6 Neiguan, LR3 Taichong dan ST36 Zusanli, dilakukan setiap hari selama 3 hari, sementara pasien pada kelompok kontrol pasien hanya menerima terapi standar berupa obat analgetik saja.
Hasil : Penambahan terapi manual akupunktur dalam terapi standar didapatkan perbedaan signifikan dalam intensitas nyeri pada hari pertama, penurunan nyeri pada hari pertama dan kedua bila dibanding dengan hanya terapi standar. Pada penilaian kualitas hidup didapatkan peningkatan kualitas hidup yang lebih menyeluruh dengan penambahan manual akupunktur pada terapi standar dibanding hanya terapi standar saja. Penggunaan analegetik pada kelompok manual akupunktur dan terapi standar lebih sedikit dibanding terapi standar
Kesimpulan : Penambahan manual akupunktur pada terapi standar meningkatkan penurunan intensitas nyeri, meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan dosis obat analgetik.

Introduction: Cancer pain does not only occur as a result of cancer itself but includes treatment, side effects of treatment, the diagnosis procedure and other things that are not related to cancer itself. In treating pain, many analgesic drugs are used which can cause side effects. Both unresolved pain and side effects of pain treatment can affect the quality of life of patients with cancer pain. One non-pharmacological therapy approach that can be used is adding acupuncture to standard pain therapy. Acupuncture has been proven to reduce pain intensity. However, its application to cancer patients is rarely carried out in hospital inpatient. The aim of this study was to assess the effectiveness of manual acupuncture in reducing pain intensity as assessed by the Visual Analog Scale (VAS) score and patient quality of life assessed by The European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) Core Quality of Life Questionnaire (QLQ- C30) in hospitalized gynecological cancer pain patients.
Methods: The design of this study is a single randomized controlled clinical trial with standard therapy controls. This study followed 58 gynecological cancer patients who experienced pain during hospitalization. Research subjects were randomly allocated into treatment (n=29) and control (n=29) groups. In the manual acupuncture and standard therapy groups, acupuncture therapy was given at points LI4 Hegu, PC6 Neiguan, LR3 Taichong and ST36 Zusanli, carried out every day for 3 days, while patients in the control group only received standard therapy in the form of analgesic drugs.
Results: The addition of manual acupuncture therapy to standard therapy resulted in a significant difference in pain intensity on the first day, a decrease in pain on the first and second days when compared with standard therapy alone. In assessing the quality of life, it was found that there was a more comprehensive improvement in quality of life with the addition of manual acupuncture to standard therapy compared to standard therapy alone. The use of analgesics in the manual acupuncture and standard therapy groups was less than standard therapy
Conclusion: The addition of manual acupuncture to standard therapy increases pain intensity reduction, improves quality of life and reduces the dose of analgesic drugs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>