Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Primahastuti
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi.
Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.

Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed.
Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target.
Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy.
Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Eka Purwani
"[ABSTRAK
Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu keganasan yang dapat menyebabkan malnutrisi. Radioterapi dan kemoterapi merupakan bagian dari terapi pasien yang dapat menimbulkan berbagai efek samping sehingga dapat memperburuk status gizi pasien. Tujuan tatalaksana nutrisi adalahmeningkatkan asupan pasien, mempertahankan berat badan dan meminimalkan penurunan berat badan selama radiasi dan kemoterapi, meningkatkan kualitas hidup, menurunkan angka mortalitas pasien KKL pasca radioterapi dan kemoterapi. Tatalaksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik serta konseling dan edukasi.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dan berusia antara 41 hingga 57 tahun. Ketiga pasien menjalani kemoradiasi dan hanya satu pasien yang menjalani radioterapi. Hasil skrining pada semua pasien dengan menggunakan malnutrition screening tool (MST) mendapatkan nilai ≥2. Kebutuhan energi pasien dihitung dengan menggunakan rumus Harris Benedict selanjutnya dihitung kebutuhan energi total dengan faktor stres 1,5. Pemantauan yang dilakukan pada pasien meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, kapasitas fungsional, dan analisis asupan. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara teratur untuk memantau pencapaian target nutrisi.
Hasil: Dukungan nutrisi yang diberikan pada keempat pasien dapat meningkatkan asupan dan menaikkan berat badan pasien ketiga, mempertahahankan berat badan pasien pertama dan keempat, serta meminimalkan penurunan berat badan pasien kedua. Kapasitas fungsional pasien tidak mengalami penurunan.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien kanker kepala dan leher dalam terapi radiasi dapat meminimalkan, mempertahankan, dan meningkatkan berat badan, serta mempertahankan kapasitas fungsional pasien.

ABSTRACT
Introduction: Head and Neck Cancer is malignant disease associated with malnutrition. Radiotherapy and Chemotherapy will give side effect which can worsen nutritional status. The goal of nutritional management are to maintain or increase nutritional status, improve quality of life, and prolong survival of patients. Nutrition management include provide macronutrient, micronutrient, specific nutrients, counseling, and education.
Methode: Patient in this case series were between 41 to 57 years old. Three of patients undergoing chemoradiation and one of patients on radiation therapy. All patients had a screening score ≥2 using a Malnutrition Screening Tool (MST). Nutritional status of patients were obese, normoweight with risk of malnutrition, and normoweight. Basal energy requirement were calculated using Harris Benedict Formula then calculated with stress factor 1.5 for total energy requirement. Monitoring included subjective complaints, clinical condition, vital signs, anthropometric, functional capacity and nutrition analysis. Monitoring and evaluation were done for accomplishment of nutritional targets.
Results : Nutritional support could increase intake and weight gain in third patients, weight maintaining in first and fourth patients, and for second patients were minimizing weight loss. There was no decrease in functional capacity.
Conclusion: Nutritional support in head and neck cancer with radiotherapy could minimizing, maintaining, and increasing body weight also maintaining functional capacity., Introduction: Head and Neck Cancer is malignant disease associated with
malnutrition. Radiotherapy and Chemotherapy will give side effect which can
worsen nutritional status. The goal of nutritional management are to maintain or
increase nutritional status, improve quality of life, and prolong survival of
patients. Nutrition management include provide macronutrient, micronutrient,
specific nutrients, counseling, and education.
Methode: Patient in this case series were between 41 to 57 years old. Three of
patients undergoing chemoradiation and one of patients on radiation therapy. All
patients had a screening score ≥2 using a Malnutrition Screening Tool (MST).
Nutritional status of patients were obese, normoweight with risk of malnutrition,
and normoweight. Basal energy requirement were calculated using Harris
Benedict Formula then calculated with stress factor 1.5 for total energy
requirement. Monitoring included subjective complaints, clinical condition, vital
signs, anthropometric, functional capacity and nutrition analysis. Monitoring and
evaluation were done for accomplishment of nutritional targets.
Results : Nutritional support could increase intake and weight gain in third
patients, weight maintaining in first and fourth patients, and for second patients
were minimizing weight loss. There was no decrease in functional capacity.
Conclusion: Nutritional support in head and neck cancer with radiotherapy could minimizing, maintaining, and increasing body weight also maintaining functional capacity.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Studi kasus serial ini bertujuan untuk memberikan tatalaksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher yang menjalani terapi kemoradiasi. Status nutrisi seorang pasien kanker merupakan salah satu prediktor dalam menentukan QOL dan survival, tetapi status nutrisi pada kasus serial ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain metabolisme sel kanker, perubahan metabolisme dalam tubuh, efek samping radiasi, efek samping kemoterapi, serta faktor-faktor lain seperti psikis dan ekonomi. Serial kasus ini merupakan empat pasien kanker kepala dan leher berusia 30-57 tahun yang sedang menjalani kemoradioterapi dan telah mengalami penurunan berat badan bahkan sebelum dilakukan kemoradioterapi. Dalam perjalanan penyakitnya pasien mengalami efek samping terapi yang mempengaruhi status nutrisi pasien. Kebutuhan nutrisi pasien pada kasus serial ini dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dengan faktor stres 1,5 dan diberikan protein sebanyak 1,5-2,0 g/kgBB/hari serta lemak 25-30%. Pemberian mikronutrien disesuaikan dengan RDA. Hasil dari kasus serial ini menunjukkan bahwa pasien yang status nutrisinya dapat dipertahankan menghasilkan outcome yang lebih baik daripada pasien yang status nutrisinya menurun. Untuk itu pada kasus keganasan kepala dan leher yang menjalani kemoradiasi sebaiknya diberikan konseling dan terapi nutrisi sejak awal sebelum timbul efek samping kemoradioterapi.

This case studies aims to provide nutritional management of head and neck cancer patients undergoing chemoradiation therapy. Nutritional status of a patient's cancer is one of the predictors in determining QOL and survival. Nnutritional status is influenced by many factors, such as cancer cell metabolism, metabolic changes, the side effects of radiation and chemotherapy, as well as other factors such as psychological and economic. This is a case series of four head and neck cancer patients aged 30-57 years who were undergoing chemoradiotherapy and has lost weight even before chemoradiotherapy. In the course of illness of patients experience side effects of therapy affects the nutritional status of patients. Nutritional needs of patients in the case series were calculated using the Harris Benedict formula and stress factor 1.5. Protein was given 1.5 to 2.0 g protein/kgBW/day and 25-30% of fat. Micronutrient was provide as RDA. Results of this case series suggests that the nutritional status of patients who can be maintained produced better outcomes than patients whose nutritional status declined. For it is in the case of head and neck malignancies who underwent chemoradiation should be given counseling and nutrition therapy early before any side effects of chemoradiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Ratnasari
"Kanker kepala dan leher KKL merupakan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi Massa tumor perubahan metabolik dan efek samping terapi dapat menyebabkan berkurangnya asupan sehingga pasien jatuh pada kondisi malnutrisi Efek samping radiasi dapat berupa mual muntah mukositis xerostomia dan disfagia Tatalaksana nutrisi pada pasien KKL yang menjalani radioterapi bertujuan untuk meningkatkan mempertahankan status gizi mencegah terputusnya terapi meningkatkan kualitas hidup pasien dan meningkatkan angka harapan hidup Tatalaksana nutrisi meliputi pemenuhan kebutuhan makronutrien mikronutrien nutrien spesifik disertai konseling dan edukasi Serial kasus ini membahas tatalaksana nutrisi pada empat kasus KKL stadium IV yang menjalani radioterapi Keempat pasien menjalani skrining metoda malnutrition screening tool MST dengan nilai ge 2 kemudian mendapatkan tatalaksana nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien Kebutuhan basal masing masing pasien dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dan kebutuhan total dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan basal dengan faktor stres yang sesuai dengan kondisi klinik pasien Kebutuhan protein 1 5 2 5 g kgBB hari dan lemak sebesar 25 30 kebutuhan total sesuai kondisi pasien Pemantauan yang dilakukan mencakup keluhan subjektif klinis dan tanda vital gejala efek samping antropometri dan kapasitas fungsional Berdasarkan hasil pemantauan pada keempat pasien tatalaksana nutrisi yang diberikan dapat meningkatkan jumlah asupan dan meningkatkan berat badan pada pasien 1 2 dan 3 sedangkan pada pasien 4 dapat meminimalkan penurunan berat badan Tatalaksana nutrisi pada keempat pasien juga dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan menunjang kelangsungan terapi Sebagai kesimplan tatalaksana nutrisi pada pasien KKL stadium IV yang menjalani radioterapi bersifat individual disesuaikan dengan kondisi metabolik dan efek samping terapi disertai dengan konseling dan edukasi untuk pasien dan keluarga Tatalaksana nutrisi yang baik dapat menunjang kelangsungan terapi pasien sehingga membantu memperpanjang angka harapan hidup pasien

Head and neck cancer HNC is a malnutrition related disease Tumor mass metabolic alterations and radiation side effects like nausea vomiting mucositis xerostomia and dysphagia can decrease nutrition intake and leads to malnutrition The aim of nutritional management on HNC patients undergoing radiotherapy is to improve and maintain nutritional status prevent therapy interruption improve and increase patient's quality of life and life expectancy The nutritional management contains of macronutrient micronutrient and nutrition specific along with counceling and education This case series discusses the nutritional management in four cases of stage IV HNC undergoing radiotherapy The patients were screened by malnutrition screening tool MST with score ge 2 then given the provision nutritional management Patients'needs were calculated using the Harris Benedict formula by multiplying basal energy requirement with stress factor according to the patient's condition Protein need were 1 5 2 5 g kgBW and fat 25 30 of total energy requirement matched with metabolic conditions Monitoring includes subjective complaints clinical and vital signs symptoms of treatment's side effects antropometry and functional capacity Based on the monitoring results nutritional management of these four patients could increase dietary intake promote weight loss in patients 1 2 and 3 and minimize weight loss in patient 4 The treatment also could improve the patients'functional capacity and support continuation of radiotherapy Nutritional management of stage IV HNC patients undergoing radiotherapy is individualized tailored to the metabolic conditions and treatment's side effects along with counseling and education to patients and families With an adequate nutritional management it can support the continuity of therapy thus improving the patients'life expectancy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ngesti Mulyanah
"Latar belakang: Risiko kaheksia pada pasien kanker kepala dan leher KKL meningkat akibat tumor itu sendiri, letak tumor, dan pemberian terapi medis. Penurunan berat badan akibat efek samping radioterapi atau kemoradioterapi dapat menurunkan angka kesintasan dan kualitas hidup, serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Terapi medik gizi klinik bertujuan mencegah malnutrisi bertambah berat, memperbaiki kualitas hidup, dan mendukung outcome terapi yang baik. Terapi medik gizi klinik berupa konsultasi individu, meliputi pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta terapi medikamentosa dan edukasi.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 32 ndash;53 tahun. Satu orang pasien dengan diagnosis karsinoma lidah dan 3 orang dengan kanker nasofaring. Dua dari 4 pasien menjalani kemoradioterapi. Semua terdiagnosis kaheksia pada awal pemeriksaan. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict untuk kebutuhan basal dikalikan faktor stres 1,5. Pemantauan meliputi keluhan subjektif dan pemeriksaan objektif tanda vital, kondisi klinis, antropometrik, massa otot, massa lemak, kekuatan genggam tangan, Karnofsky Performance Status, analisis asupan, dan laboratorium . Pemantauan dilakukan secara berkala setiap minggu untuk menilai pencapaian target pemberian nutrisi.
Hasil: Terapi medik gizi klinik pada keempat pasien meningkatkan asupan energi, protein, dan nutrien spesifik asam amino rantai cabang dan eicosapentaenoic acid . Penurunan BB, massa otot, dan kapasitas fungsional yang terjadi pada pasien hanya minimal.
Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik pada pasien KKL dengan kaheksia dalam radioterapi atau kemoradioterapi dapat meningkatkan asupan nutrisi dan meminimalkan penurunan status gizi pasien lebih lanjut.

Introduction: The risk of cachexia of head and neck cancer HNC is increased because of the tumor itself, site of the tumor, and side effects of cancer treatment. Weight loss during radiotherapy or chemoradiotherapy will decrease the survival rates and quality of life, and increase morbidity and mortality rates. The purpose of medical therapy in clinical nutrition is to prevent further malnutrition during therapy, improve quality of life, and support the good outcome of cancer treatment. Individual medical therapy in clinical nutrition include adequate energy, macro and micronutrient, and specific nutrients requirements, pharmacotherapy and education.
Methods: Four HNC patients in this case series aged between 32 and 53. One patient diagnosed squamous cell carcinoma of the tongue and 3 patients with nasopharyngeal cancer. Two of four patients received chemoradiotherapy. Total energy requirement was calculated using Harris Benedict equation for basal energy need multipled by stress factor of 1,5. Monitoring include subjective complaints and objective examination vital sign, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, handgrip strength, Karnofsky Performance Status, dietary analysis, and laboratory. Monitoring was performed routinely every week to assess achievement of the nutrition therapy target.
Results: Medical therapy in clinical nutrition to four patients can increase the intake of energy, protein, and specific nutrients branched chain amino acid and eicosapentaenoic acid. The decreased of weight, muscle mass, and functional capacity during radiotherapy or chemoradiotherapy were only minimal.
Conclusion: Medical therapy in clinical nutrition for HNC patients with cachexia on radiotherapy or chemoradiotherapy can increase nutrition intake and minimalized further malnutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55637
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Angelia Suwignjo
"Pada kanker kepala dan leher ditemukan adanya peningkatan kadar radikal bebas dan penurunan aktivitas antioksidan, yaitu Superoksida Dismutase SOD. Salah satu terapi utama pada pasien kanker kepala dan leher adalah terapi radiasi. Efek tidak langsung terapi radiasi adalah meningkatkan kadar radikal bebas. Selain itu efek samping terapi radiasi menyebabkan penurunan kualitas hidup.
Penelitian ini dibagi secara acak menjadi dua kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual n=15 dan kelompok akupunktur manual sham n=15. Penelitian ini menggunakan titik GV20 Baihui, LI4 Hegu, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjao, dan LR3 Taichong. Terapi dilakukan tiga kali seminggu selama 30 menit sebanyak 12 kali.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selisih skor SOD tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok p=0.695 tetapi adanya perbedaan bermakna secara statistik pada selisih skor Organization for Research and Treatment of Cancer EORTC QLQ-C-30 sebelum dan setelah dua belas kali terapi antara kedua kelompok.

In head and neck cancer found an increase in free radical levels and decreased antioxidant activity, namely Superoxide Dismutase SOD . One of the main therapies in head and neck cancer patients is radiation therapy. The indirect effect of radiation therapy is to increase the levels of free radicals. In addition, side effects of radiation therapy lead to a decrease in the quality of life.
The study was randomly divided into two groups, the manual acupuncture group n = 15 and the manual acupuncture group sham n = 15. This study uses GV20 Baihui point, LI4 Hegu, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjao, and LR3 Taichong. Therapy is done three times a week for 30 minutes as much as 12 times.
The results of this study showed that there was no statistically significant difference in the difference between the two groups p = 0.695 but there was a statistically significant difference in the difference between the QLQ-C-30 Organization for Research and Treatment of Cancer EORTC score before and after twelve times of therapy between the two groups p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity.
Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation.
Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity. Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation. Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Marino
"Latar Belakang: Pengobatan Kanker kepala leher (KKL) melalui terapi radiasi maupun kemoradiasi sering menimbulkan efek samping. Efek samping terapi radiasi pasien KKL menyebabkan gangguan asupan yang meningkatkan kejadian malnutrisi. Ketersediaan jalur nutrisi enteral merupakan salah satu tata laksana nutrisi yang dapat diberikan untuk mencegah penurunan asupan dan status gizi pasien KKL. Penelitian ini bertujuan melihat korelasi antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan pemenuhan nutrisi dan status gizi.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada subjek dewasa dengan KKL pasca terapi radiasi di poliklinik radioterapi RSCM. Pemenuhan nutrisi dinilai dengan FFQ semi kuantitatif sedangkan status gizi diukur dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Ketersediaan jalur nutrisi enteral didapatkan melalui wawancara dan rekam medis pasien.
Hasil: Sebanyak 41 subjek penelitian dengan rerata usia 51 tahun ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar subjek adalah laki-laki, diagnosis kanker nasofaring, stadium IV, dan jalur nutrisi oral. Rerata IMT subjek 20,5 ± 3,6 kg/m2 dan rerata asupan subjek 1336,7 ± 405,5 kkal/hari. Rerata IMT subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih rendah dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 18,2 ± 2,6 kg/m2 dibanding 21,2 ± 3,5 kg/m2. Rerata total asupan energi subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih tinggi dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 1498,1 ± 430,6 kkal/hari dibanding 1291,4 ± 393,3 kkal/hari. Terdapat korelasi nagatif sedang antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi (r=-0,346, p=0,027) dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi (r=0,216, p=0,174). Meskipun demikian pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi subjek yang mendapat jalur nutrisi enteral dan mengalami penurunan IMT lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi subjek yang menggunakan jalur oral, yaitu 22,2% dengan 43,8%.
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif sedang yang signifikan antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi yang masih dipengaruhi oleh faktor perancu penelitian.

Background: Treatment of head and neck cancer (HNC) through radiation therapy or chemoradiation often lead to side effects. The side effect of radiation therapy in HNC patients might deteriorate food intake that increase the incidence of malnutrition. The availability of enteral nutrition is one of nutritional interventions that can be provided to prevent detrimental of food intake and nutritional status in HNC patients. This study aims to evaluate the correlation between the availability of enteral nutrition with nutritional fulfillment and nutritional status.
Method: A cross sectional study was conducted on adult HNC patients after radiation therapy at Radiotherapy Outpatient Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Nutritional fulfillment was assessed by semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ) while nutritional status was measured by calculating body mass index (BMI). The availability of enteral route was obtained through interviews and patients medical records.
Results: A total of 41 subjects with a mean age of 51 years participated in the study. Most of the subjects were male, with stage IV nasopharyngeal cancer and oral nutrition route. The mean of BMI was 20,5 ± 3,6 kg/m2 and the mean food intake was 1336,7 ± 405,5 kcal/day. The mean BMI of subjects with enteral nutrition was lower than those on oral nutrition, which was 18,2 ± 2,6 kg/m2 compared to 21,2 ± 3,5 kg/m2. The mean total energy intake of subjects with enteral nutrition route was higher than oral nutrition route, which was 1498,1 ± 430,6 kcal/day compared to 1291,4 ± 393,3 kcal/day. There was a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition and nutritional status (r=-0,346, p=0,027), meanwhile there was a weak positive correlation with nutritional fulfillment (r=0,216, p=0,174). However, in this study we found that the proportion of subjects with enteral nutrition who experienced a decrease of BMI was less than the proportion of subjects on the oral route, which was 22,2% compared to 43,8%, respectively.
Conclusion: There is a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition which was statistically significant with nutritional status and a weak correlation with nutritional fulfillment which was still influenced by confounding factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis
"Kanker kepala dan leher merupakan kanker yang menggambarkan berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestif atas, yang meliputi kanker pada mata, telinga, rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring, kelenjar saliva, dan kelenjar tiroid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi akupunktur manual terhadap kadar MDA dan skor NAS dibandingkan dengan akupunktur manual sham pada penderita kanker kepala dan leher pasca terapi radiasi. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol dilakukan terhadap 30 pasien kanker kepala dan leher yang dibagi secara acak menjadi kelompok akupunktur manual n=15 dan kelompok akupunktur manual sham n=15. Pemeriksaan kadar MDA dilakukan sebelum perlakuan dan setelah sesi ke-12. Penilaian skor NAS dilakukan pada saat sebelum perlakuan, setelah sesi ke-6, dan setelah sesi ke-12.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok akupunktur manual dengan kelompok akupunktur manual sham terhadap penurunan kadar MDA sebelum dan sesudah perlakuan p=0,787. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok manual dengan akupunktur manual sham terhadap penurunan skor NAS sebelum dan sesudah perlakuan yang diukur pada sesi ke-6 p=0,001 dan sesi ke-12 p=0,003.
Kesimpulan penelitian ini terapi akupunktur manual efektif untuk menurunkan skor NAS, namun kurang efektif untuk menurunkan kadar MDA pada penderita kanker kepala dan leher pasca terapi radiasi.

Head and neck cancer encompasses a wide range of malignant tumours arising from the upper aerodigestive tract, includes eyes, ears, nasal cavities, paranasal sinuses, nasopharynx, oropharynx, hypopharynx, larynx, salivary glands, and thyroid gland.
This study aims to determine the effect of manual acupuncture therapy on MDA levels and NAS scores compared with manual sham acupuncture in patients with head and neck cancer post radiation therapy. Single blinded randomized clinical trials with control were performed on 30 head and neck cancer patients divided randomly into manual acupuncture groups n = 15 and the sham manual acupuncture group n = 15. The examination of MDA levels is performed before treatment and after the 12th session. Assessment of NAS scores is performed before the treatment, after the 6th session, and after the 12th session.
The result showed no significant difference between manual acupuncture group and sham manual acupuncture group to decrease MDA level before and after treatment p = 0,787. There was a significant difference between manual group and sham manual acupuncture on NAS score decrease before and after treatment measured at 6th session p = 0,001 and 12th session p = 0,003.
The conclusion: manual acupuncture therapy effectively decrease NAS scores, but statistically less effective to reduce levels of MDA in patients with head and neck cancer after radiotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>