Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryono Utomo
"ABSTRAK
Orofacial pain includes pain associated with the hard and soft tissues of the head, face, neck and all of the intraoral structures. Upon painful episodes, consuming analgesics or traditional medicine are relatively common. It is also a common sense that high cholesterol and hypertension may contribute to the pain. Since most pain sufferers are women, estrogen is proposed to be a modulator of pain perception. Nevertheless, the mechanism of pain modulation in women is still in controversy. Systemic manivestations of periodontal disease are widely accepted. However, the role of pedodontal disease as an etiology of orofacial and musculoskeletal pains is rarely discussed. Recent study in medical psychoneuroimmunology may reveal the possibility of periodontal disease as an etiology of these painful symptoms. The objective of this study is to reveal the possibility of periodontal disease as an etiology of orofacial and musculoskeletal pains. Periodontal treatments were done to women who suffered from orofacial and musculoskeletal pains, resulting in the dissapearing of the symptoms. Regarding to the amazing results, the conclusion is that especially in women, periodontal disease may cause orofacial and musculoskeletal pains especially in women."
Journal of Dentistry Indonesia, 2006
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kulacz, Robert
Lexington: [publisher not identified], 2002
617.6 KUL r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Menganalisis kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut pada perempuan usia paruh baya dan lansia. Perempuan paruh baya berusia antara 45-59 tahun dimasukkan sebagai subjek penelitian karena masa ini sangat penting untuk persiapan menyongsong masa lansia. Tindakan pencegahan perlu dilakukan secara dini untuk mencapai kualitas hidup lansia yang optimal. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan landasan bagi pengembangan kebijakan bidang kesehatan gigi dan mulut.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan di Kecamatan Bekasi Timur, Jawa Barat dengan subyek perempuan usia 45-82 tahun. Pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut dilakukan menggunakan kuesioner yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan telah divalidasi.
Hasil: 86.4% subjek memiliki kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut dengan kategori baik. Jumlah gigi hilang berkorelasi lemah dengan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut (koefi sien korelasi= -0,133, P= 0,041).
Kesimpulan: Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut tidak tergantung pada jumlah gigi hilang. Temuan ini membuka wawasan terhadap pentingnya edukasi dan penyuluhan pada perempuan paruh baya dan perempuan lansia mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pengembangan kebijakan bidang kesehatan gigi dan mulut agar lebih difokuskan pada tindakan promotif, dan dilaksanakan di pusat pelayanan kesehatan, klinik, rumah sakit dan panti werdha.

Abstract
Background: To assess oral health-related quality of life in Indonesian middle-aged and elderly women. Middle? aged women between 45-59 years old were included in this study, because this stage of life is important to prepare them entering the old age. Prevention could be done earlier in order to achieve optimum quality of life for the elderly. The purpose of writing this paper is to inform the policy maker to develop a framework in oral health prevention.
Method: Cross-sectional study was done at East Bekasi district, West Java on 236 women 45-82 years of age. Measurement of health related quality of life was performed using the Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) questionnaire. This questionnaire has already been translated to Indonesian language and has already been validated.
Result: About 86.4% of subjects had a good oral health-related quality of life. Number of missing teeth and oral health-related quality of life have a weak correlation (correlation coeffi cient= -0.133, P= 0.041) .
Conclusion: Oral health-related quality of life did not depend on the number of missing teeth. These fi ndings may have implication for promoting education to middle-aged and elderly women in Indonesia about the importance of oral health.This policy frame work will be recommended to be implemented in hospitals, clinics, community care and institutional care."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Larasati
"Latar Belakang: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 mencatat penyakit pulpa dan periapeks urutan ke-7 penyakit rawat jalan di Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini memberikan informasi distribusi penyakit pulpa dilihat dari etiologi dan klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
Metode: Studi deskritif melalui rekam medik pasien tahun 2009-2013 dengan variabel etiologi dan klasifikasi penyakit pulpa.
Hasil: Etiologi paling banyak ditemukan disebabkan karies (98.5%) dan penyakit pulpa paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (45%).
Kesimpulan: Kasus penyakit pulpa pada pasien di RSKGM-FKGUI paling banyak disebabkan oleh karies dan penyakit pulpa paling banyak ditemui adalah nekrosis pulpa.

Background: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 recorded pulpal and periapical disease as the seventh disease treated in the outpatient in Indonesia.
Aim: This study was to provide information about distribution of pulpal disease based on etiology and classification in RSKGM, Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
Method: Description study from medical record of patients period 2009-2013 with variable etiology and classification of pulpal disease.
Results: The most found etiology is caries (98.5%) and pulpal disease is necrosis pulp (45%).
Conclusion: Pulpal disease in patients of RSKGM-FKGUI is mostly caused by caries and pulpal disease that mostly found is necrosis pulp.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anka Aliya Matriani
"Penyakit periapikal merupakan lanjutan dari penyakit pulpa akibat karies atau trauma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit periapikal berdasarkan etiologi dan klasifikasi di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 sehingga dapat digunakan untuk rencana pencegahan. Jenis penelitian adalah studi cross-sectional deskriptif melalui data rekam medik dengan variabel etiologi dan klasifikasi penyakit periapikal. Hasil menunjukkan persentase penyakit periapikal 10% dari total penyakit pulpa dan periapikal, 98.28% disebabkan oleh karies dan 1.72% disebabkan oleh trauma. Diagnosis yang paling banyak ditemui adalah abses alveolar kronis (57.72%).

Periapical disease is a continuity from pulpal disease caused by caries or trauma. This study aimed to obtain information about periapical disease etiology and classification in RSKGM FKG UI in 2009-2013 so that it can be used for the prevention. Type of study is a cross-sectional descriptive study through dental medical records with etiology and classification of periapical disease as variable. The result shows the percentage of periapical disease by 10% of the total pulpal and periapical disease cases. 98.28% were caused by caries and 1.72% were caused by trauma. Periapical disease that commonly found is chronic alveolar abscess (57.72%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandriana Nandari Irsan
"Berdasarkan penelitian Washington, perawatan ulang mencapai 5-10% dari 50 juta kasus perawatan endodontik dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi distribusi kasus perawatan ulang endodontik di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif melalui rekam medik dengan variabel diagnosis dan etiologi perawatan ulang endodontik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi perawatan ulang endodontik pada tahun 2009-2013 sebesar 289 kasus (4.4%) dengan penyebab utama pengisian saluran akar inadekuat. Kesimpulan penelitian ini adalah etiologi perawatan ulang endodontik terbanyak adalah pengisian saluran akar inadekuat sebesar 62% dan yang paling jarang ditemukan adalah saluran akar tambahan atau salah satu saluran akar yang tidak terisi sebesar 3%.

Based on Washington’s research, endodontic retreatment reach 5-10% from the number of teeth treated exceeds 50 million and this number continues to increase every year. This study aims to identify and evaluate the distribution of endodontic retreatment cases at RSKGM FKG UI years 2009-2013. The research is a descriptive study through the medical records with endodontic retreatment and etiology of endodontic retreatment variables.
The results of this study indicate that the distribution of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI years 2009-2013 amounted to 289 cases (4.4%). The conclusion of this study is the most common etiology of endodontic retreatment is inadequate obturation for 62% and the most rare etiology is missed canals for 3%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The present study investigated the effect of non-surgical periodontal therapy on serum level of anti-cardiolipin antibodies (aCLA), which are potentially involved in the pathogenesis of cardiovascular diseases in periodontal patients. Twenty volunteers (11 females and 9 males) with the mean age of 40.55 years participated in this study. Generalized chronic periodontitis was diagnosed through clinical periodontal examination at baseline visit. This examination included measuring the probing pocket depth and clinical attachment loss. Plaque index and gingival index were also recorded. After baseline examination, all the subjects received full-mouth non-surgical periodontal treatment. Subjects returned for a final visit 6 weeks after the last session of scaling for reevaluation of the periodontal parameters. At baseline and final visits 2 ml of venous blood was collected from each patient and an available commercially enzyme-linked immunosorbent assay was used for analyzing aCLA (IgM and IgG). The collected data were analyzed using the paired sample t test. Mean levels of both forms of aCLA, before and after treatment, showed statistically significant difference (P = 0.003 for IgM and P = 0.001 for IgG). In addition, study results showed significant reductions in periodontal parameters after non-surgical periodontal therapy (P < 0.001). The results of this study suggested that successful periodontal therapy can improve the serum level of one of the inflammatory biomarkers involved in the cardiovascular problems."
ODO 103:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dibenedetto, David C.
New York: iUniverse, Inc, 2008
617.6 DIB i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Prijantojo
"

Bila dilihat semenjak didirikannya Sekolah Kedokteran Gigi (Stovia) di Surabaya tahun 1928 maka adanya 2 Guru Besar bidang Periodontologi akan terasa amat langka apalagi bila dibandingkan dengan jumlah dokter gigi yang ada < 10.000 dokter gigi) serta penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa. Selama hampir 69 tahun baru ada 2 Guru Besar, namun bila dilihat dart berkembangnya Ilmu ini, maka cabang ilmu Kedokteran Gigi ini merupakan cabang ilmu yang retatif masih baru dikembangkan yaitu sejak tahun 1960. Kelangkaan itu ditambah dengan banyaknya dokter gigi yang kurang berminat masuk di bagian ini, karena secara finanslil dianggap kurang menguntungkan. Kalau Prof. Aryatmo mengatakan bahwa ahli Blologi Kedokteran sama dengan ahli "perkodokan" maka di kalangan dokter gigi menganggap bahwa ahli di bidang Periodontologi sama dengan ahli "perjigongan" (istilah Surabaya ahli "pergudalan"). Namun dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, para dokter gigi sudah menyadari akan pentingnya ilmu ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya dokter gigi yang mengambil spesialis bidang periodontologi baik dari kalangan ABRI, Depkes maupun kalangan pendidikan.

Hadirin yang saya hormati

Selama kebanyakan masyarakat hanya mengenal cabut gigi, tambal gigi, gigi palsu dan akhir-akhir ini mulai populer meratakan gigi (ortodonsi) yang oleh kebanyakan remaja sering digunakan untuk menunjukkan status sosial dari orang tuanya karena harganya yang cukup aduhai mahalnya.

Lalu apakah sebenarnya Periodontologi itu ?

Periodontologi yang berasal dad kata Per yang artinya pinggir/sekeliling, odont yang berarti gigi, logi = logos yang berarti ilmu. Jadi Periodontologi adalah ilmu (cabang ilmu kedokteran gigi) yang mempelajari pengetahuan dari jaringan sekitar gigi yang.terdiri dari jaringan gusi, tulang penyangga gigi, jaringan ikat di sekitar gigi dalam keadaan sehat dan sakit, sekaligus melakukan cara pencegahan dan perawatan penyakitnya. Untuk selanjutnya penyakit ini disebut "penyakit periodontal".

Berbagai penelitian menjelaskan bahwa penyakit periodontal ditandai dengan terjadinya kerusakan tulang dan dalam keadaan lanjut gigi menjadi goyang. Terjadinya kegoyangan gigi sering kurang diperhatikan oleh masyarakat karena tidak disertai rasa sakit. Kegoyangan gigi yang tidak/kurang diperhatikan maka lama-kelamaan akan lepas dengan sendirinya.

"
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0448
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Hormon kortisol dalam cairan krevikular gingiva belum banyak diteliti. Tujuan: Menganalisis hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal melalui kadar kortisol pada mahasiswa program spesialis FKG UI. Material dan metode: Pemeriksaan Graduate Dental Environtmental Stress (GDES), indeks periodontal (indeks periodontal modifikasi Russel), dan kadar kortisol dengan ELISA assay terhadap 38 subjek. Hasil : Tidak terdapat hubungan antara stres akademik dengan kadar kortisol (p=0,431), stres akademik dengan status penyakit periodontal (p=0,727), dan kadar kortisol dengan status penyakit periodontal mahasiswa spesialis FKG UI (p=0,347), Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara stres akademik dengan status penyakit periodontal melalui kadar kortisol.
, Background : Relationship between stress and periodontitis with cortisol hormone in crevicular gingival fluid have not been studied. Objective : Analyzed relationship between academical stress spesialist students to periodontal status in relation to level of cortisol hormone in gingival crevicular fluid. Material and Methods : 38 subjects examined stress by Graduate Dental Environment Stress; periodontal condition by modified Russel periodontal index, levels of hormone cortisol by ELISA. Result : Relationship between stress and periodontitis (p=0,727), stress and cortisol hormone (p=0,431), cortisol hormone and periodontitis (p=0,347) were not significant. Conclution : No relationship between stress, periodontitis, and level of cortisol hormone.
]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>