Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Anna
"Oromaxillofacial infection is still a common case in daily dental practice. Usually, teeth are the sources of infection. Oromaxillofacial infection is usually mild, easily treated, and may only require the administration of antibiotics. If it is not treated appropriately, it will become severe, or be more complex that requires the hospitalization. A general practitioner dentist must understand the management of this infection in early stage to prevent the infection from becoming severe. This article will be comprehensively discussing the management of oromaxillofacial infection by general practitioner dentist."
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2006
Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan penerbit FKUI, 2013
616.911 INF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Hedwin Kadrianto
"Tujuan: mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi, sikap, dan tindakan dokter gigi di DKI Jakarta terhadap HIV/AIDS dan prosedur kontrol infeksi, serta kesediaan merawat pasien HIV/AIDS.
Metode: Survei ini memiliki desain potong lintang, dan dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 189 dokter gigi di 15 kecamatan di provinsi DKI Jakarta yang dipilih secara acak. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah dokter gigi yang memiliki pengalaman studi pascasarjana dalam bidang kedokteran maupun kedokteran gigi.
Hasil: Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (76,7%) dan sikap yang negatif (58,2%), dengan persepsi dan tindakan berada pada tingkat netral. Dari 5 parameter yang diujikan dalam bagian pengetahuan, nilai terendah ditunjukkan pada parameter tatalaksana gigi dan mulut, sedangkan nilai terbaik pada parameter transmisi. Hanya 47,1% responden yang bersedia merawat pasien HIV/AIDS. Alasan utama dokter gigi yang belum bersedia merawat pasien HIV adalah rasa takut akan risiko transmisi dan kurangnya pengetahuan mengenai tatalaksana gigi mulut pada pasien HIV/AIDS. Analisis multivariat menunjukkan sejumlah faktor yang dapat dijadikan prediktor kesediaan merawat pasien HIV/AIDS: persepsi positif (OR 7,26; 95% CI, 1,33-39,72; p = 0,022), sikap netral (OR 6,63; 95% CI, 2,99-14,68; p = 0,000), tidak bekerja di praktik pribadi (OR 3,66; 95% CI, 1,01-13,27; p = 0,048), dan jenis kelamin pria (OR 3,48; 95% CI, 1,36-8,90; p = 0,009).
Kesimpulan: Kesediaan responden penelitian ini paling kuat berkorelasi dengan sikap responden, diikuti persepsi dan tindakan. Pengetahuan berkorelasi dengan persepsi dan sikap; persepsi berkorelasi dengan pengetahuan, sikap, dan kesediaan; sikap berkorelasi dengan pengetahuan, persepsi, tindakan, dan kesediaan; serta tindakan berkorelasi dengan persepsi, sikap, dan kesediaan.

Objectives: The purpose of this study was to assess knowledge, perception, attitudes, and practices of dentists in Jakarta towards HIV/AIDS and infection control procedures, and willingness to treat HIV/AIDS patients.
Methods: A cross-sectional survey was conducted using a self-administered questionnaire toward 189 dentists in 15 subdistricts randomly selected in Jakarta. Dentist with experience of any postgraduate study related to medicine or dentistry was excluded.
Results: Majority of respondents had poor knowledge (76.7%) and attitudes (58.2%), with average level of perception and practices associated with dental treatment for patients with HIV/AIDS. Among 5 topics in the knowledge section, the lowest result was about dental management, while the highest was about HIV transmission. Only 47.1% showed willingness to give dental treatment for patients with HIV/AIDS. Two main reason of refusal reported by the dentists was fear of HIV transmission and lack of knowledge about dental management for HIV/AIDS patients. Multivariate analysis revealed several factors which could be used to predict dentist willingness: positive perception (OR 7.26; 95% CI, 1.33-39.72; p = 0.022), average attitude (OR 6.63; 95% CI, 2.99-14.68; p = 0.000), not working in private practice (OR 3.66; 95% CI, 1.01-13.27; p = 0.048), and male gender (OR 3.48; 95% CI, 1.36-8.90; p = 0.009).
Conclusion: Willingness of dentists in this study had strongest correlation with attitudes, followed by perception and practices. Knowlege was correlated with perception and attitudes; perception was correlated with knowledge, attitudes, and willingness; attitudes was correlated with knowledge, perception, practices, and willingness; and practices was correlated with perception, attitudes, and willingness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pendahuluan: Insidensi Infeksi HPV pada Karsinoma Sel Skuamosa Oral dan Hubungannya dengan Mutasi p53 dan c-myc: Penelitian Kasus Kontrol pada Rumah Sakit Muwardi. Rata-rata angka kejadian kanker rongga mulut dan pharyng di negara berkembang per tahun diperkirakan pada kisaran 25 kasus per 100.000 penduduk. Saat
ini patogenesis kanker telah diketahui berhubungan dengan virus Human papilloma (HPV). Catatan lain bahwa mutasi pada gena p53 dan c-myc ditemukan pada 50% dari seluruh kejadian kanker. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian pasien Kanker Sel Skuamous Rongga Mulut (KSSRM) dengan infeksi HPV tanpa mutasi
gena p53 dan c-myc. Bahan dan Cara: Jaringan biopsi frozen sections dari pasien Sel Skuamous Rongga Mulut Jinak (SSRMJ) dan Kanker Sel Skuamous Rongga Mulut (KSSRM) yang dikumpulkan dari Bagian Penyakit Gigi dan Mulut RSUD dr Muwardi Surakarta mulai Januari 2007 hingga Januari 2008. Amplifikasi gena L1-HPV untuk mengetahui
keberadaan stressor HPV. Amplifikasi gena-gena p53 dan c-myc, dilanjutkan analisis Single Strand Comformational Polymorphisme (SSCP) dan diikuti pengukuran menggunakan densitometer untuk melihat keberadaan mutasi. Data yang terkumpul dianalisa menggunakan Uji Chi Square. Hasil: Pasien SSRMJ teridentifikasi 23% terinfeksi HPV dan pasien KSSRM teridentifikasi 73% terinfeksi HPV. Seratus persen pasien SSRMJ yang terinfeksi HPV tercatat tanpa mutasi pada gena p53 dan c-myc, 81% pasien KSSRM yang terinfeksi HPV tercatat tanpa mutasi gena p53 dan 91 % pasien KSSRM yang terinfeksi HPV tercatat tanpa mutasi gena c-myc. Analisis uji Chi Square menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pasien SSRMJ dan KSSRM pada infeksi HPV tanpa mutasi gena p53 dan c-myc. Kesimpulan: HPV merupakan faktor untuk kejadian KSSRM.

Introduction: Annual incidence rates for oral and pharyngeal cancer are estimated at 25 cases per 100,000 in developing countries. Human papilloma virus (HPV) was implicated in pathogenesis of Cancer. The mutations of p53 and c-myc are found 50% in cancer. Objective: Aims of this research were to know the incidence of OSSC patient which realized HPV infection without p53 and c-myc gene mutation. Materials and Methods: Tissue biopsy frozen sections were taken from BOSC (Benign Oral Squamous Cell) and OSCC (Oral Squamous Cell Carcinoma) patients collected from Oral and Dental Departement of dr Muwardi Distric Hospital in Surakarta from January 2007 to January 2008. To
amplify L1-HPV gene for fixed the HPV stressor. To amplify p53 and c-myc genes, continued with SSCP (Single Strand Conformational Polymorphisme) analysis and followed with measurement using densitometer, to see mutation existence. The collected data were analyzed with Chi Square. Results: BOSC patient identified 23% with HPV infections and OSCC patient identified 73% with HPV infections. Hundred percent BOSC patient with HPV infection without mutation in p53 gene and c-myc gene, 81% OSCC patient with HPV infection without mutation in p53 gene and 91 % OSCC patient with HPV infection without mutation in c-myc gene. Chi Square analysis showed significant difference between BOSC and OSCC patients with HPV infection without mutation in p53 and c-myc gene. Conclusion: HPV is a factor for pathogenesis of OSCC."
Universitas Sebelas Maret, 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Syachrida
"ABSTRAK
Pemasangan akhir, ataupun pasang percobaan restorasi porselen sering yang memerlukan koreksi diklinik, yang harus di-reglaze dan dikirim ke laboratorium untuk mendapatkan kembali permukaan porselen yang halus dan mengkilat. Hal ini memerlukan kunjungan tambahan dan biaya terutama di negara kita, karena sedikitnya laboratorium khusus porselen dan hanya terpusat di kota besar, sehingga dianggap kurang praktis. Disamping itu sering terjadi premature kontak setelah pemasangan tetap yang tidak mungkin dilakukan reglaze.
Dewasa ini tersedia dipasaran poles khusus/mekanis yang dipakai diklinik untuk memoles restorasi porselen paska koreksi sebelum pemasangan akhir atau setelah sementasi tanpa melakukan reglaze.
Pada penelitian laboratoris tentang poles khusus ini, diteliti ketahanan permukaan porselen dengan mengukur keausan yang terjadi paska koreksi yang dipoles mekanis dan lainnya di-reglaze kemudian dibandingkan. Keausan yang terjadi ditimbang sebelum dan sesudah gesekan.
Hasil keausan permukaan restorasi porselen kedua tersebut berbeda, yang dianalisa dengan Anova pada P=0,05 dimana reglaze masih lebih baik dari poles mekanis. Tetapi poles mekanis cukup baik dilihat dari selisih kehilangan berat yang terjadi sangat kecil antara poles dan reglaze, meskipun reglaze tetap pilihan utama.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Nurul Izzah
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Pengunaan rotary instrument memungkinkan aerosol atau droplet yang berisi saliva dan darah tersebar di lingkungan praktik gigi dan menjadikan lingkungan praktik dokter gigi berisiko tinggi infeksi COVID-19. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pedoman modifikasi dan penguatan SOP praktik sesuai dengan yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara berbagai faktor sosiodemografi, karakteristik pekerjaan, kecemasan, pengetahuan, dan pengalaman pelatihan dengan modifikasi dan penguatan SOP praktik dokter gigi pada masa pandemi COVID-19 di DKI Jakarta.
Metode: Studi cross-sectional dengan metode purposive sampling menggunakan kuesioner daring kepada 184 dokter gigi di DKI Jakarta pada Oktober hingga Desember 2021. Kuesioner berisi 40 pertanyaan meliputi sosiodemografi, karakteristik pekerjaan, kecemasan, pengetahuan, pengalaman pelatihan, dan modifikasi dan penguatan SOP praktik dokter gigi. Uji bivariat Mann-Whitney, Kruskal-Wallis, dan Spearman dilakukan untuk analisis statistik.
Hasil: Sebagian dokter gigi (56%) merasa cemas terkait pandemi COVID-19. Lebih dari 95% dokter gigi telah mengetahui dengan benar manfaat penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), kebersihan tangan, serta menghindari tindakan yang menghasilkan droplet dan aerosol. Namun hanya 65-75% responden yang mengetahui disinfeksi dan pemasangan serta pelepasan APD yang tepat. Selain itu, pelatihan mengenai modifikasi dan penguatan SOP praktik dokter gigi baru diikuti oleh sebagian responden (54.9%). Uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0.05) antara item pengalaman pelatihan dengan modifikasi dan penguatan SOP praktik. Uji Spearman menunjukkan adanya korelasi positif lemah yang signifikan secara statistik (p<0.05) antara item pengetahuan dengan modifikasi dan penguatan SOP praktik.
Kesimpulan: Secara umum, dokter gigi di DKI Jakarta telah melakukan modifikasi dan penguatan SOP praktik dengan baik meskipun praktik yang lebih rendah ditemukan pada beberapa komponen, seperti penggunaan rubber dam dan High-Volume Evacuator (HVE) atau saliva ejector bervolume tinggi, serta pemeriksaan COVID-19 kepada pasien sebelum melakukan perawatan gigi. Modifikasi dan penguatan SOP praktik dokter gigi memiliki asosiasi dengan pengalaman pelatihan dan pengetahuan.

Background: The COVID-19 pandemic has an impact on all aspects of human life, include dentistry. The use of a rotary instruments allow aerosols or droplets containing saliva and blood to be dispersed in the dental practice environment and make the dental environment at a high risk place for COVID-19 transmission. Therefore, it is important to carry out the practice modification guidelines that have been established. This study aims to determine the relationship between various sociodemographic factors, job characteristics, anxiety, knowledge, and training experience with dental practice modifications during the COVID-19 pandemic in DKI Jakarta.
Methods: A cross-sectional survey was conducted online using purposive sampling method, including 184 dentists in DKI Jakarta collected from October to December 2021. The questionnaire contains 40 questions covering sociodemography, job characteristics, anxiety, knowledge, training experience, and practice modification of the respondents. Mann-Whitney, Kruskal-Wallis, and Spearman Tests were performed for statistical analysis.
Results: Some dentists (56%) feel anxious about the COVID-19 pandemic. More than 95% of dentists are well aware of the benefits of using Personal Protective Equipment, hand hygiene, and avoiding procedures that generate droplets and aerosols. However, only 65-75% of respondents are aware of workplace disinfection and the proper donning and doffing of Personal Protective Equipment (PPE). In addition, training on dental practice modification was attended by some of the respondents (54.9%). The Mann-Whitney test showed a statistically significant difference between training experience and practice modification (p<0.05). Spearman's test showed a statistically significant difference with weak positive correlation between knowledge and practice modification (p<0.05).
Conclusion: In general, dentists in DKI Jakarta have modified their practice well, although lower practice was found in several components, such as the use of rubber dam and High-Volume Evacuator (HVE) or high-volume saliva ejector, and COVID-19 test on patients before dental treatment. Dental practice modification is associated with training experience and knowledge.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudewi Komala Indriastuti
"ABSTRACT
Latar belakang: Terbatasnya jumlah dokter gigi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan diduga berdampak terhadap bertambahnya peran perawat gigi dalam menanggulangi permasalahan kesehatan gigi mulut masyarakat, namun belum teridentifikasi tingkat kesesuaian pelayanan tersebut terhadap Standar Pelayanan Asuhan.Tujuan: Mengidentifikasi jenis serta distribusi pelayanan oleh perawat gigi dan mengetahui tingkat kesesuaian pelayanan tersebut terhadap standar pelayanan asuhan. Metode: Penelitian analisis deskriptif dilakukan melalui kuesioner kepada masyarakat dan perawat gigi Hasil: Dari jawaban 102 masyarakat, terlihat jenis pelayanan yang terbanyak diterima yang sesuai dengan standar adalah Penyuluhan kesehatan gigi mulut, khususnya penjelasan cara menyikat gigi yang benar 83,33 ; sedangkan yang tidak sesuai standar yaitu penggunaan antibiotik dan antinyeri sebanyak 79,41 . Dari jawaban 17 perawat gigi, pelayanan yang tidak sesuai standar yang diberikan yaitu pemberian obat antibiotik dan antinyeri 94,12 dan pencabutan gigi tetap belakang 35,29 . Kesimpulan: Pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat untuk pengobatan gigi sebagian besar dipenuhi oleh perawat gigi yang beberapa dari pelayanannya tidak sesuai dengan standar.

ABSTRACT
Background The limited number of dentists in Hulu Sungai Selatan is thought to have an impact in the increase of dental nurses role in and type of services in solving oral health problems of the community, but the suitability of the services to the standard has not been identified yet. Aim To identify types and distribution of services by dental nurses and investigate the level of its suitability to the oral health care service standard. Methods This study uses descriptive analysis. Results From the total of 102 answers of community, 83.33 stated that dental health education is the most suitable to the service standard. On the other hand, 79.41 stated that the use of antibiotics and painkillers is not suitable to the service standard. Furthermore, from a total of 17 answers from dental nurses, 94.12 stated that the prescription of antibiotics and painkillers and 35.29 stated that extraction of posterior permanent teeth are not suitable to the service standard. Conclusion The fulfilment of needs of the community for oral treatment are mostly catered by dental nurses which several of their services are not suitable to the standard. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Dahlia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan atau menjelaskan perbedaan UKGS program dengan UKGS Percontohan ditinjau dari status kesehatan gigi dan factor- faktor yang berpengaruh di Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan design pendekaan potong lintang /cross sectional dan menggunakan analisis univariat, bivariat (dengan T-test, U Mann Whitney , korelasi Spearmen's rho untuk independent sample) dengan pengambilan sampel secara purposive di dua Sekolah Dasar yaitu SD Negeri IV dan V Pondok Ranji di Kecamatan Ciputat Tangerang dengan jurnlah sample 240 rnurid kelas II, IV dan VI.
Hasil penelitian : Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara UKGS Program dan UKGS Percontohan yang ditinjau dari status kesehatan gigi (DMF-T )dan OHIS gigi (p > 0,05 ), dan terlihat bahwa perilaku kesehatan gigi anak memberi pengaruh terbesar 0.399, dan peran serta guru memberikan pengaruh sebesar 0.140 untuk status DMF-T gigi anak SD, sedangkan perilaku kesehatan gigi orang tua tidak mempunyai pengaruh. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terbesar untuk status kesehatan gigi anak SD adalah perilaku anak, partisipasi guru , dan perilaku orang tua.

School-linked preventive oral care programs for children were performed since Department of Health Republik Indonesia Objective : The ain of this study is to analyze the diffences contribution factors and oral health status that influence the UKGS Program and model UKGS.
Material and method : Research desing was cross-sectional, with use purposive sampling the intra oral examination of oral health status, and qustinair that used to know the contribution factor in UKGS Program and model UKGS, were carriet out in 240 school children that in 2nd, 4th, and 6th, class which belong to primary school of SD IV and SD V Pondok Ranji, Tangerang. All independent variables data were analyze in univariat, bivariat with T test, Mann Whitney U-test, Spearmen's rho test using computer software SPSS 30.1.
Result : Although DMF-T index ( 0,87) of model UKGS was lower than that of government programme UKGS ( 0,90 ) and good criteria of OHIS index model UKGS (75,4 %) but there were not significant different between model UKGS and government program UKGS (P > 0,05), In addition there were shown significance correlation between children and DMF-T index ( r = 0,399 , p < 0,000 ) and significant correlation between teacher participation, oral health behavior of school children and OHIS ( r .-0,539; p< 0,0001 )
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
T16250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winawati Radijanto
"Sejak PELITA III, perihal penyakit gigi dan mulut tercantum sebagai masalah kesehatan nasional yang perlu ditangani secara intensif karena prevalensi penyakit gigi dan jaringan penyangga gigi pada anak-anak usia sekolah (7-14 tahun) dan orang dewasa di Indonesia mencapai 80% dari jumlah penduduk.
Untuk mengatasinya diperlukan upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut dengan meninjau berbagai aspek antara lain aspek lingkungan yang meliputi faktor sosial ekonomi, sosial budaya serta kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut.
Pencegahan penyakit gigi dan mulut anak-anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak gigi sulung mulai tumbuh karena kerusakaan gigi merupakan proses patologis yang bersifat irreversible. Bila kerusakan gigi dibiarkan berlanjut akan berakibat tidak baik bagi pertumbuhan gigi tetapnya, antara lain kerusakan pada benih gigi tetap akibat infeksi gigi sulung yang berlanjut dan tumbuhnya gigi tetap yang kurang teratur.
Sampai saat ini di Indonesia belum ada indikator prevalensi karies gigi sulung maupun kebersihan mulut anakanak. Di samping itu penelitian di Indonesia mengenai hal tersebut di atas masih sangat sedikit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang prevalensi karies gigi sulung dan tingkat kebersihan mulut anak-anak serta pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap penyakit karies gigi dan kebersihan mulut anak-anak usia prasekolah yang ditinjau dari faktor pendapatan keluarga pendidikan ibu, status kerja ibu dan perilaku ibu yang berhubungan dengankesehatan gigi dan mulut anaknya.
Penelitian dilakukan dalam lingkup kecil yaitu pada anak-anak di Taman Kanak-Kanak (TK) Putra sebanyak 7 buah di Wilayah Jabotabek yang dikelola oleh Yayasan pendidikan Putra di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
Metoda penelitian yang digunakan adalah survai diskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sejumlah 165 sampel diambil secara acak proporsional dan acak sederhana. Cara pengambilan data melalui pemeriksaan gigi dan mulut langsung pada anak-anak dan wawancara dengan ibu anak-anak tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi anak-anak TK Putra cukup tinggi (90,97) dengan rata-rata def-t 7,5 dan indeks kebersihan mulut rata-rata sedang (0,97). Hasil penelitian tersebut menyatakan adanya pengaruh faktor sosial ekonomi dan kebersihan mulut terhadap karies gigi walaupun dalam korelasi yang lemah. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut ternyata kebersihan mulut merupakan faktor yang mendominasi faktor lainnya.
Untuk mencegah risiko terjadinya karies gigi sulung perlu dilakukan upaya peningkatan kebersihan mulut, peningkatan pengetahuan serta kesadaran para orang tua anakanak TK Putra akan pentingnya pencegahan penyakit karies gigi sedini mungki, yaitu melalui penyuluhan dan pemeriksaan secara teratur yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dari lingkungan Departetnen PU serta melakukan perawatan secara singkat dan sederhana bagi anak-anak yang telah menderita karies gigi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradono
"ABSTRAK
Sampai saat ini perawatan tumor ameloblastoma masih mengundang perbedaan pendapat. Sebagian cenderung menggunakan pendekatan yang konservatif, sedang sebagian lagi cenderung lebih radikal. Penelitian ini mencoba melihat gambaran perluasan tumor ameloblastoma pada mandibula yang terlihat pada ro foto panoramik dan tindakan yang dilakukan pada kelainan tersebut. Kasus yang menjadi obyek penelitian ialah 33 kasus penderita tumor ameloblastoma dari Pali Bedah Mulut RSCM selama kurun waktu Januari 1992 - September 1995. Dari hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar penderita berada pada usia dekade III dan IV, meskipun terdapat prosentase yang cukup besar pada dekade II. Sebagian besar penderita datang sudah pada tahap yang lanjut, dengan korteks tulang yang telah perforasi. Terlihat tumor dengan diameter terbesar di bawah 7cm, dengan korteks yang belum mengalami perforasi dilakukan tindakan radikal kuretase, sedang tumor di atas 7 cm dengan korteks yang telah mengalami perforasi dilakukan tindakan reseksi.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>