Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This research aims at Artikel ini bertujuan mendeskripsikan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tahun 2005 dan menganalisis sektor-sektor produksi yang mampu memberi dampak pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi sekaligus memberi dampak pemerataan pendapatan. Analisis dampak dilakukan dengan metode simulasi berdasarkan efek dampak pengganda, di mana dampak pertumbuhan diproksi dengan dampak terhadap output sedangkan dampak pemerataan didekati dengan dampak terhadap indeks Gini. Dari matriks SNSE diketahui bahwa nilai tambah yang diciptakan berbagai sektor ekonomi mencapai sekitar 65.15 persen dari total output yang dihasilkan. Analisis dampak pengganda menunjukkan bahwa injeksi terhadap sektor industri kelapa sebesar 10 persen memberi dampak pertumbuhan output paling besar yakni sebesar 5.74 persen, akan tetapi injeksi ini memperlebar ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, injeksi pada sektor perdagangan memberi dampak relatif paling besar pada penurunan indeks Gini (pengurangan ketimpangan pendapatan). Dampak pertumbuhan output dari injeksi ini juga relatif besar yakni 5.05 persen."
330 JSE 12:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Listiyaning Handayani
"Tesis ini bertujuan untuk meneliti : (1) Menganalisis distribusi pendapatan rumah tangga dan keterkaitan sektor-sektor dalam perekonomian DKI Jakarta; (2) Dengan menggunakan SNSE untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah melalui pengeluarannya untuk pembangunan fisik sistem busway, terhadap kinerja perekonomian Propinsi DKI Jakarta; (3) Menggunakan SNSE DKI Jakarta tahun 2000 untuk menganalisis dampak kebijakan, apabila pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway dialihkan untuk sektor kesehatan dan pendidikan, terhadap kinerja perekonomian Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan karena adanya injeksi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway, dan golongan rumah tangga mana dalam blok institusi, yang paling besar menikmati proyek busway tersebut?. Bagaimana dampak distribusi pendapatan rumah tangga DKI Jakarta yang ditimbulkan akibat adanya investasi pembangunan fisik sistem busway. Untuk mengetahuinya maka penelitian ini menggunakan analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta tahun 2000.
Hasil analisis dampak pengganda, yaitu dampak peningkatan kegiatan produksi terhadap pertumbuhan distribusi pendapatan di Propinsi DKI Jakarta, adalah bahwa sektor angkutan jalan raya yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang relatif besar, disamping itu pertumbuhan ekonomi yang relatif besar juga memberikan dampak distribusi pendapatan rumah tangga yang relatif merata yakni sebesar 18,73. Di sisi lain sektor kesehatan dan pendidikan mempunyai dampak ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang sangat tajam. Hal ini terlihat dari ratio angka pengganda dampak distribusi pendapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 42,44 dengan pertumbuhan sebesar 1,1685.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan koefisien Gini, dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan rumah tangga di DKI Jakarta sebelum dan setelah adanya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway maupun untuk invesatasi di sektor kesehatan dan pendidikan berada dalam ketimpangan yang tinggi, yaitu sebesar 0,55. Hal ini disebabkan karena proporsi kepemilikan faktor produksi oleh golongan rumah tangga kaya dan golongan rumah tangga miskin yang berperan besar dalam proses kegiatan pembangunan fisik sistem busway, baik faktor produksi modal maupun faktor produksi tenaga kerja berada dalam ketimpangan yang tinggi.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan distribusi pendapatan, melalui dampak pengganda yang relatif besar dalam penelitian ini, maka sektor jasa perlu ditingkatkan, terutama sektor angkutan jalan raya. Yang utama perlu dilakukan antara lain dengan menambah/memperbaiki sarana angkutannya terutama angkutan massal, misalnya dengan memperbaiki pelayanan angkutan bus tersebut. Selain sarana angkutan jalan raya perlu didukung dengan angkutan massal berbasis jalan rel antara lain: light train, monorel, dan MRT (Mass Rapit Transit).
Untuk menciptakan distribusi pendapatan yang merata diperlukan pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan keterampilan untuk meningkatkan angkatan kerja yang terdidik dan terampil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Noor Afifah
"Kelompok Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu pelaku perekonomian nasional yang mempunyai posisi strategis untuk terus dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh daya serapnya terhadap tenaga kerja cult-up besar. Selain itu, diketahui bahwa kelompok usaha skala ini ternyata lebih tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi dibandingkan kelompok usaha besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah katup pengaman perekonornian nasional ketika kelompok usaha besar menghadapi kesulitan saat terjadinya krisis ekonomi. Maka perlulah kiranya dilakukan penelitian secara mendalam tentang posisi UKM dalam sistem perekonomian Indonesia. Dalam ekonomi makro, terdapat keterkaitan yang kuat antar sektor ekonomi. Kemajuan di suatu sektor tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor-sektor lainnya. Hubungan antar sektor ini dapat dianalisis dengan menggunakan model input-output, yaitu dengan metode dekomposisi fields of influence.
Model dekomposisi fields of influence dalam hal ini digunakan untuk menganalisis pengaruh dari perubahan struktur di sebuah kelompok sektor (skala usaha) dalam sistem perekonomian multisektor, baik pengaruh terhadap intra¬kelompok skala usaha itu sendiri maupun terhadap kelompok skala usaha sisa perekonomian.
Dan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada setiap sektor di masing¬masing kelompok skala usaha dikctahui bahwa persentase perubahan total output terbesar terjadi jika simulasi dilakukan pada kelompok usaha skala besar. Simulasi dengan perubahan koefisien direct input sebesar 5 persen maka menghasilkan perubahan terhadap total perekonomian untuk kelompok usaha skala besar sebesar 5.21 persen; menengah 1.42 persen dan kecil sebesar 2.83 persen. Khusus untuk melihat dampak perubahan terhadap UKM maka dapat dilakukan dengan membandingkan perubahan pada kelompok usaha skala kecil akibat perubahan di kelompok usaha skala kecil sendiri yaitu sebesar 1,368 persen, perubahan pada kelompok usaha skala menengah akibat perubahan di kelompok dirinya sendiri sebesar 0.651 persen serta dampak terhadap perubahan kelompok sisa (gabungan kecil dan menengah) akibat perubahan di kelompok usaha besar yaitu sebesar 1,782 persen.
Berdasarkan temuan tersebut di atas dapat disimpulkan secara ekonomi akan lebih menguntungkan jika shock diberikan pada kelompok usaha skala besar saja, karena ini akan menghasilkan tingkat pertumbuhan output paling tinggi. Hal ini terjadi karena biasanya sektor dalam kelompok usaha besar mempunyai forward dan backward linkage yang besar. Sehingga jika tejadi perubahan pada kelompok ini akan memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian. Sedangkan jika shock diberikan pada kelompok UKM maka menghasilkan perubahan total output yang lebih kecil. Hal ini terkait bahwa kelompok usaha UKM menghasilkan output berupa barang-barang final demand.
Tapi jika hanya menekankan pada kelompok usaha skala besar saja maka akan muncul potensi permasalahan baru yaitu masalah disparitas. Agar kelompok UKM tidak tertingal jauh dengan pertumbuhan kelompok usaha besar maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat linkage antara kelompok usaha skala besar dengan kelompok UKM. Fenomena missing of the middle (MoM), yang terjadi secara universal di beberapa negara maju, juga terjadi di Indonesia, di mana terjadi kegagalan kelompok usaha skala menengah menjadi penggerak perekonomian nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nur Rofiq
"Perkebunan kelapa sawit menjadi komuditas utama pertanian di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Indonesia sebagai negara yang berada di garis katulistiwa dengan 147 juta hektar area hutan mempunyai potensi besar dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai senjata dalam meningkatkan pendapatan per kapita terutama di daerah pedesaan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa sawit memberi dampak negatif, terutama terhadap isu lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati.
Studi ini dilakukan dalam rangka untuk memahami pengaruh dari perkebunan kelapa sawit dan produktivitasnya terhadap pendapatan perkapita di tingkat daerah dan tingkat nasional di Indonesia. Studi ini menggunakan data panel pada tingkat propinsi yang terdiri dari 23 propinsi di Indonesia menggunakan data tahunan dalam rentang waktu 9 tahun dari tahun 2003 sampai dengan 2011. Tingkat wilayah dibagi menjadi 5 berdasar atas kesamaan lokasi propinsi-propinsi pada pulau yang sama di Indonesia.
Hasil menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak secara nyata mempengaruhi pendapatan perkapita di Indonesia. Di tingkat wilayah, perkebunan kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan perkapita dengan hubungan yang bertolak belakang dan pengaruh ini terlihat di semua wilayah. Produktivitas kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan per kapita di tingkat nasional dengan hubungan yang positif. Namun demikian, produktivitas kelapa sawit tidak menunjukkan memberi pengaruh yang nyata di masing-masing wilayah di Indonesia. Berdasar pada hasil tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan perkapita. Peningkatan produktivitas kelapa sawit menjadi cara yang lebih memungkinkan dalam meningkatkan pendapatan per kapita di Indonesia.

Oil palm plantation was becoming the mainstay of agricultural commodities in Indonesia since last three decades. Indonesia as an equatorial country with 147 million hectares of forest area has a great potential in the development of oil palm plantations as a weapon in increasing per capita income especially in rural areas. However, it cannot be denied that expansions of oil palm plantations bring negative effects, especially in relation with environmental issues and conservation of biodiversity.
This study conducted in order to understand the effects of oil palm plantation and oil palm productivity on per capita income in the region and national level in Indonesia. This study uses panel data at provincial level which consists of 23 provinces in Indonesia in the vulnerable period of 9 years from 2003 to 2011 in annually data. The region level is divided in 5 based on the similarity of provincial location in same island in Indonesia.
The results showed that oil palm plantation did not significant in effect the per capita income in Indonesia. In region level, oil palm plantations gave significant effect on per capita income in the opposite relationship and this effect was represented by all across regions. Oil palm productivity is significant in effected on per capita income at national level with positive relationship. However, oil palm productivity did not give significant effect in representation across regions in Indonesia. According to these results, this study concludes that expansion of oil palm plantations do not significant in increasing per capita income. Increasing of oil palm productivity becomes more reasonable way in increasing per capita income in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Rohana
"Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi merupakan suatu hal yang cukup rumit, Pertambahan penduduk dengan tendensinya berarti lebih banyak tersedianya salah satu faktor pokok dalam proses produksi yaitu tenaga kerja. Selanjutnya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural ekonomi. Perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian.
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui: bagaimanakah pola struktural ekonomi dan pola penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; apakah perubahan struktural ekonomi sejalan dengan dan berpengaruh terhadap perubahan struktur penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; faktor-faktor apa Baja yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia - selama 20 tahun yaitu dari tahun 1980 hingga tahun 2000; dan menganalisa kebijakan mengenai perencanaan tenaga kerja di Indonesia. Pendekatan demometrik digunakan untuk membentuk model makro demoekonomi regional yang dimodifikasi dari model penyerapan tenaga kerja J. Ledent yang mencakup unsur-unsur pertumbuhan regional pada umumnya seperti populasi, net migration, output, dan juga upah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja lokal yang menghubungkan antara populasi dan dinamika angkatan kerja. Secara fundamental, model demometrik merupakan gabungan antara model ekonometri dan model demografi.
Struktur ekonomi Indonesia secara nasional, sudah mengalami perubahan, dari sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya khususnya sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan. Akan tetapi kalau dilihat per region, tidak semua propinsi sudah mengalami perubahan struktural ekonomi demikian. Propinsi-propinsi Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Maluku, Maluku Utara, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (17 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) masih tetap bertumpu pada sektor pertanian. Propinsi-propinsi Bangka Belitung, Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Riau, dan Sumatera Selatan (13 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) telah mengalami perubahan struktural ekonomi dari sektor pertanian ke sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan.
Jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kata lain sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja walaupun dengan upah yang lebih rendah dari sektor-sektor lain (kecuali propinsi DKI Jaya). Ada beberapa propinsi dimana sektor pertanian; sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan sudah saling mendekat, seperti propinsi-propinsi Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Selain terdapat propinsi-propinsi yang mengalami peningkatan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah; juga terdapat propinsi-propinsi yang mengalami penurunan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah (lihat label 19 dan 20). Bahkan terjadi pergeseran penyerapan tenaga kerja antar sektor (lihat label 21) dan antar propinsi (lihat label 22).
Perubahan struktur ekonomi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kesempatan kerja sektoral, namun hal tersebut tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Daud
"Peranan pemerintah kota dalam menciptakan kesejahteraan dan ketertiban kehidupan kota sedang melaksanakan berbagai pembangunan sarana dan prasarana kota, termasuk mengatur ketertiban pemanfaatan ruang/lahan kota. Fungsi pelayanan dari pemerintah kota tidak lain dari fungsi alokasi sumber daya ekonomi kota. Dalam hal ini fungsi alokasi sumber daya lahan kota. Bertambahnya penduduk daerah perkotaan, pada prinsipnya bermanfaat untuk mendukung pembangunan kota. Namun, pertambahan dan perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya akan memerlukan adanya perluasan ruang kota sebagai wadah perkembangan kegiatan tersebut.
Perkembangan kota Palembang yang merupakan ibu kola Propinsi Sumatera Selatan sulit untuk dapat dikendalikan tanpa adanya pengarahan untuk mengisi ruang-ruang kota yang ada. Sehingga dapat menampung sesuai arah perkembangan yang diinginkan, juga meningkatkan pemanfaatan ruang kota secara lebih fungsional dan berdaya guna. Permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan pertumbuhan penduduk cenderung menjadikan keterbatasan daya tampung kota. Ditambah lagi dengan besarnya keikutsertaan swasta yang berintervensi kedalam kebijakan pembangunan kota. Hal ini bukan tidak akan menjadi permasalahan, karena sesuai dengan pertimbangan mekanisme pasar, motivasi penempatan kegiatan usaha swasta lebih sering tidak seiring dengan kepentingan masyarakat dan keteraturan kota secara tata ruang.
Untuk itulah, sebagai upaya mengantisipasi permasalahan perkembangan kota Palembang yang semakin kompleks. Dimana adanya keterbatasan lahan kota serta perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya semakin meningkat. Kebutuhan akan sarana dan prasaran kota dengan sendirinya semakin meningkat pula. Sedangkan di lain pihak untuk menyediakan berbagai kebutuhan tersebut tentu memerlukan konsekuensi dana yang cukup memadai dengan ukuran luas administrasi wilayah kota.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota Palembang secara lebih optimal dan mengoptimalkan daya tampung fisik kota. Dengan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota secara optimal, sebagai kebijakan alternatif penyelesaian masalah-masalah perkembangan dan pertumbuhan kota. Selanjutnya dapat diketahui dampaknya terhadap upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagai sumber penerimaan pemerintah daerah. Penelitian ini menggunakan alat analisa kuantitatif dengan mencoba memberikan suatu gambaran secara garis besarnya. Alat analisa regresi dalam upaya melihat pakembangan pajak dan retribusi daerah serta penduduk terhadap pendapatan asli daerah. Untuk alat analisa program linear, dengan cara konsep optimasi pemanfaatan ruang kota yang sesuai RTRWK Palembang 1999-2009 ataupun pemanfaatan ruang kota yang diduga sesuai dengan market process (mekanisme pasar) yang berlaku. Hal tersebut ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan hasil analisa dari konsep optimasi Pendapatan Asli Daerah melalui pemanfaatan lahan kota. Hasil solusi dari konsep optimasi yang terdiri dari 3 (tiga) alternatif dengan metode Program Linear maka didapatkan nilai PAD maksimum pada tahun 2009 adalah : Altematif 1 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 55.107.473.000,-. Pada Alternatif 2 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 149.911.523.000,-. Sedanglmn untuk Altematif 3 didapatkan nilai PAD maksimum tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 251.860.067.000,
Dan berbagai komposisi pentanfaatan ruang kota, dengan konsep optimasi lahan kota ternyata perkembangan penggunaan lahan kota yang bebas sesuai dengan arah perkembangan investasi, memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi kota . Bilamana pengarahan ruang kota tidak kaku serta memberikan kesempatan yang luas pada perkembangan investasi di sektor komersial, dengan daerah campuran (mix used) penggunaan ruang komersial terlihat dari hasil alternatif 3.
Sebagai pemasukan dan saran dari hasil penelitian optimasi pemanfaatan ruang kota ini, antara lain:
- Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan optimum, diperlukan adanya pengaturan serta pengisian bagi daerah yang belum terbangun dengan mempersiapkan kawasan dan lingkungan siap bangun. Dengan demikian akan membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.
- Sebelum tercapainya keadaan optimum kota, yang akan ditandai adanya stagnasi penerimaan PAD, alternatif upaya-upaya untuk peningkatan PAD perlu tetap digali. Hal ini diperlukan dalam rangka memperluas pelaksanaan otonomi daerah melalui upaya memperluas sumber-sumber pendapatan baru."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aidar
"Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu daerah yang memiliki sumberdaya alam pertambangan terutama pertambangan minyak dan gas (migas). Berdasarkan alas harga konstan tahun 1993 PDRB Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1998 sebesar Rp. 10.384.957,54 untuk PDRB dengan migas dan Rp. 6.149.195 23 untuk PDRB non migas. Dapat dilihat bahwa PDRB Nanggroe Aceh Darussalam masih didominasi oleh sektor minyak dan gas (migas) sebagai penyumbang nilai terbesar.
Studi ini dilakukan untuk mengkaji peran sektor migas terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan di NAD, dan juga menghitung pengaruh pengganda (multiplier effect), daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor migas terhadap sektor¬-sektor lain yang ada di dalam perekonomian NAD.
Studi ini menggunakan pendekatan model input-output untuk melihat pengaruh pengganda dan model Miyazawa untuk melihat pemeratan distribusi kelompok pendapatan yang dibangun berdasarkan input-output Aceh tahun 1998 ukuran 55x55 sektor. Dalam model Miyazawa, kolom variabel endogen konsumsi rumah tangga dianggap sebagai pelaku produksi dalam perekonomian dan dibagi menjadi tiga kelompok pengeluaran berdasarkan tingkat pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Sebagai penyeimbang matriks maka baris input primer yang terdiri upah dan gaji serta sebagian surplus usaha juga dibagi menjadi tiga kelompok pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi sehingga didapatkan tabel input-output baru dengan ukuran yang lebih besar yaitu 58x58.
Berdasarkan basil perhitungan pengaruh pengganda model input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung menunjukkan sektor dengan pengganda output terbesar artinya bila pemerintah ingin meningkatkan output perekonomian investasi dan pengeluaran pemerintah lebih difokuskan pada sektor ini sedangkan sektor migas sendiri merupakan sektor yang memiliki nilai pengganda output paling kecil dalam perekonomian. Berdasarkan model Miyazawa sektor yang memiliki pengganda output terbesar yakni sektor pemerintah dan pertahanan, untuk sektor migas hanya menduduki ranking ke-44. Untuk nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II model input output, sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung pada tipe I serta sektor industri makanan, minuman dan tembakau pada tipe II menunjukkan angka pengganda pendapatan terbesar. Artinya setiap penambahan satu rupiah permintaan akhir disektor tersebut akan meningkatkan pendapatan total rumah tangga sebesar angka tersebut. Pada model Miyazawa sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan pengganda pendapatan tebesar.
Perhitungan keterkaitan antar sektor input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan sektor yang memiliki indeks BL terbesar dan terkecil adalah sektor migas. Sektor restoran berdasarkan model input-output memiliki nilai indeks FL terbesar. Untuk model Miyazawa sektor pemerintah dan pertahanan yang memiliki nilai indeks BL terbesar dan sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung untuk nilai indeks FL terbesar.
Simulasi dilakukan terhadap beberapa sektor yaitu: simulasi I, hanya sektor migas yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 2, sektor pendidikan yang berubah, sektor lain dianggap tetap; simulasi 3, sektor pengilangan minyak yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 4, sektor transportasi yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 5 dilakukan pada beberapa sektor sekaligus yakni sektor transportasi, sektor industri pengilingan beras, biji-bijian, dan tepung, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri penggergajian kayu dan sektor restoran.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk setiap investasi dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah, kelompok pendapatan menengah selalu mendapat kenaikan perubahan yang lebih besar dari pada kedua kelompok pendapatan lainnya. Hasil simulasi untuk sektor migas menunjukkan pengeluaran dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah di sektor ini belum menyebabkan pendapatan terdistribusi lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan. Kelompok pendapatan rendah hanya mengalanii perubahan peningkatan pendapatan sebesar 17,53% sedangkan kelompok pendapatan sedang dan tinggi mendapatkan peningkatan yang lebih besar masing-masing sebesar 19,55%.
Simulasi untuk sektor pendidikan memberikan hasil yang lebih merata untuk setiap kelompok pendapatan bila pemerintah melakukan investasi dan pengeluaran di sektor ini. Ketiga kelompok pendapatan yang terdiri dari kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi masing-masing mendapatkan perubahan peningkatan pendapatan yang sama yaitu 0,11%, sehingga sektor ini lebih dapat memberikan distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan kata lain bila pemerintah ingin mendistribusikan pendapatan yang lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan maka pemerintah harus melakukan investasi dan pengeluaran yang lebih besar di sektor pendidikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octhaviani Chohir
"Tambahan penghasilan pegawai adalah sebagai salah satu cara untuk menata ulang kebijakan pemberian tunjangan dengan menghapuskan pemberian berbagai macam honor, kemudian jumlah honor yang dihapuskan dikelola secara legal dan diberikan dalam bentuk tunjangan resmi kepada seluruh daerah. Penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan tambahan penghasilan pegawai di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Penelitian ini menggunakan teori Jones (1996), yaitu organisasi, interpretasi, dan aplikasi. Hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan tambahan penghasilan pegawai di Kota Depok menunjukkan bahwa ada beberapa indikator dan sub-indikator yang belum terpenuhi.

Additional employee income is one of the ways to rearrange allowance policy by eliminating the provision of various honorarium, and later the amount of deleted honorarium is managed legally and given in the form of formal allowances to all regions. This research analyzes the implementation of additional policy income of employees in Depok City. This research uses a post-positivist approach with the collection through interviews and literature studies. This research uses Jones (1996) theory, namely organization, interpretation, and application. The result about implementation of additional policy income in Depok City showed that there were several indicators and sub-indicators have not been fulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Jayusman
"Data Badan Pusat Statistik menunjukan angka rasio gini Indonesia selama periode 2011-2015 berada diangka rata-rata sebesar 0.41, walaupun masih mengindikasikan tingkat kesenjangan distribusi pendapatan dalam kategori menengah, namun rasio ini cenderung menunjukan tren peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya menurunkan angka kesenjangan pendapatan adalah dengan memberikan bantuan subsidi kepemilikan rumah kepada masyarakat berpenghasilan rendah MBR yakni melalui subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan FLPP . Saat ini FLPP adalah subsidi kepemilikan rumah terbesar yang digunakan pemerintah untuk mengurangi backlog perumahan sekaligus kesenjangan distribusi pendapatan dimasyarakat. Total penyaluran subsidi yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini, selama periode tahun 2011-2015 mencapai hingga 429.637 unit. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara subsidi FLPP dengan peningkatan rasio kepemilikan rumah dan kesenjangan distribusi pendapatan. Dengan menggunakan model data panel selama periode 2011-2015 terhadap 32 provinsi di Indonesia, ditemukan bahwa ternyata penyaluran subsidi FLPP tidak signifikan dalam meningkatkan rasio kepemilikan rumah, sehingga pada akhirnya tidak berpengaruh terhadap penurunan kesenjangan distribusi pendapatan di Indonesia. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah kelemahan dalam pemetaan alokasi distribusi dan permasalahan kelembagaan yang menyebabkan tingginya potensi kesalahan penyaluran.

Data from The Central Statistics Agency indicated that the Indonesia rsquo s gini ratio within 2011 2016 is at average 0.41, although it is still in the moderate category but this ratio shows an upward trend compared to the previous period. In the effort to reduce the income inequality in Indonesia, the government provides a policy assistance through homeownership subsidy for low income earners, which is called as The Housing Financing Liquidity Facility FLPP . FLPP is the largest homeownership subsidy system that has been used by the government in order to reduce the high number of housing backlog in Indonesia and to reduce income inequality. This low income earners facility has disbursed 429.637 house units during 2011 2015. This research aims to identify relationship between FLPP and homeownership ratio as well as income inequality in Indonesia. By using the regression panel data model of 32 provincial data in Indonesia during 2011 2015, this research shows that the distribution of FLPP subsidies did not significantly increase homeownership ratio, nor did it reduce gini ratio. Several factors resulting in this are the inaccurate distribution of allocation and institutional issues which increase the potential problems of inaccurate distribution. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Syahriza
"Kabupaten Sleman terletak di lereng Selatan Merapi jumlah penduduk terbesar di DIY Keadaan lereng, ketinggian dan kepadatan penduduk di Sleman menampakkan pola sebaran yang terkait dengan posisi Gunung Merapi. Kepadatan penduduk Sleman yang terkonsentrasi pada bagian selatannya diikut pula oleh sebaran jumlah usaha pada setiap sektor ekonomi di luar sektor pertanian. Dengan demikian faktor produksi di Sleman akan mempunyai kaitan dengan kondisi fisik dan kepadatan
Pada segi lain Sleman mampu memberikan sumbangan pendapatan daerah terbesar sesudah Kotamadya Yogyakarta di Propinsi DIY. Dengan berlatar belakang pada kondisi fisik Sleman maka akan dicoba diteliti hubungan antara faktor produksi dengan pendapatan daerah yang kemudian membentuk region-region ekonomi di Kabupaten Sleman.
Adapun masalah yang akan dibahas al bagaimana distribusi faktor produksi kegiatan ekonomi di Sleman ? imana distribusi region ekonomi sehubungan dengan faktor produksi dan pendapatan daerah ? pada sisi f1sik dan kepadatan penduduk yang bagaimana region ekonomi terdapat ?"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>