Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131071 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Background: Chlorhexidine (CHx) mouthrinse was the first choice for gingivitis. The loss of taste and tooth discolorisation was motivated the clinician to dilute CHx 0.2% to 1:1. Aims: To compare the effectiveness of CHx 0.2% and diluted CHx 1:1 as mouthrinse on gingivitis and evaluate tooth discoloration. Method: Ninety nine students with mild and moderate gingivitis at SMU Labs School jakarta age between 14-15 years had participated. The subjects were randomised selected and double-blind method was applied. The subjects were divided into 3 groups. The first group was instructed to rinse with CHx 0.2%, the second group rinsed with diluted CHx 1:1, and the third group as a control without rinsing. The first and the second groups were rinsing the regimen for one minute, twice a day in 7 days, in the morning and night. Plaque and bleeding were scored using Plaque Index (Loe and Silness), and modified Papilla Bleeding Index (Muhleman) on the first and seventh day of the study. The changes of scores (PII and PBI) before and after rinsing were analyzed using "paired t test". The differences of the effectivity of CHx 0.2%. CHx 1:1 and control groups using "ANOVA test" with 95% probability. Differences of tooth discolouration after rinsing were analyzed by "independen t test". Probabilities of less than 5 percents were taken to be statistically significant. Result: The results showed at day 7, not significant difference between CHx groups for plaque (CHx: 0.74, CHx 1:1: 0.66), and gingival bleeding (CHx: 1.02, CHx 1:1: 0.83). The proportion of tooth discolouration was not significant in the diluted CHx group (4.8%) and in the CHx group (7.3%). Conclusion: Diluted CHx 1:1 effectively on gingivitis. The clinician can be used in the clinic whereas the lost the taste were reduced. No differences significant of tooth discolourisation between rinsing regimens on seventh days."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prijantojo
"ABSTRAK
Penelitian secara "double blind" dilakukan terhadap 108 orang percobaan umur antara 10-15 tahun untuk menentukan efektifitas obat kumur yang mengandung 0,27. Chlorhexidine dan 0,17. Hexetidine terhadap radang gingiva secara klinis. Orang percobaan dibagi 3 kelompok; kelompok yang menggunakan Chlorhexidine, kelompok yang menggunakan Hexetidine dan kelompok plasebo sebagai kelompok kontrol. Masing-masing orang percobaan kumur-kumur 2 kali sehari pagi sesudah gosok gigi dan malam hari sebelum tidur dengan menggunakan 10 ml obat kumur/plasebo selama 30-60 detik setiap kali kumur. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara Chlorhexidine dengan hexetidine dalam menurunkan derajat keradangan gingiva pada hari ke 3 dan pada hari ke 7 (p < 0.05). Peningkatan kesehatan gingiva pada Chlorhexidine sebanyak 32% pada hari ke 3 dan 777. pada hari ke 7, sedang pada kelompok Hexetidine sebanyak 25% pada hari ke 3 dan 37% pada hari ke 7."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak terhadap gingivitis secara klinis.Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis.

The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups: rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI) were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after rinsing in both groups were lower than before rinsing(paired T test; p<0,05). The follow up PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group (independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mouthwash can reduce gingivitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Clarissa
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek obat kumur mengandung ekstrak daun teh hijau terhadap penyembuhan keradangan gingiva secara klinis. 60 penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok, kelompok eksperimen dan kontrol. Berkumur dilakukan dua kali sehari selama empat hari. Pengukuran Indeks Plak (PlI) dan Indeks Papilla-Bleeding (PBI) dilakukan pada hari nol dan hari lima. Data dianalisis menggunakan uji Paired dan Independent T-Test. Terdapat penurunan PlI dan PBI yang bermakna (p<0,05) setelah berkumur pada kedua kelompok dan terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok pada penurunan PlI dan PBI. Dengan demikian, obat kumur mengandung ekstrak daun teh hijau mampu menurunkan keradangan gingiva.

The purpose of this research is to know the effect of mouthwash containing green tea leaves extract towards gingivitis healing clinically. 60 subjects suffering gingivitis were divided into two groups, the experimental group and control group. Rinsing was done twice a day for four days. Plaque Index (PlI) and Papilla-Bleeding Index (PBI) were measured on day zero and day fifth. Data were analyzed using Paired and Independent T-Test. There was a significant reduction (p<0,05) of PlI and PBI post-rinsing within both group and there was significant difference (p<0,05) between the groups on PlI and PBI reduction. Mouthwash containing green tea leaves extract is able to decrease gingival inflammation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaffa Amalia
"Zinc Zn merupakan mineral yang terkandung dalam salah satu enzim alkaline phosphatase dalam cairan krevikular gingiva. Volume cairan krevikular gingiva ini diketahui berhubungan berat dengan gingivitis. Gingivitis pada anak disebabkan oleh akumulasi plak dan bakteri. Plak merupakan lapisan di permukaan gigi yang mengandung bakteri. Bakteri Streptococcus mutans S. mutans paling banyak ditemukan di plak dan berkoloni pada permukaan gigi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar Zn dalam cairan krevikular gingiva dengan terjadinya gingivitis dan pertumbuhan koloni S. mutans pada anak di wilayah DKI Jakarta. Subyek penelitian berusia 12-14 tahun, sebanyak 30 anak. Sampel penelitian berupa kadar Zn yang terdapat di dalam cairan krevikular gingiva. Kadar Zn diukur dengan menggunakan metode spektofotometri serapan atom. Terdapat hubungan lemah dan tidak bermakna dengan arah korelasi positif antara kadar Zn dalam cairan krevikular gingiva dengan terjadinya gingivitis.

Zinc Zn is a mineral that is contained in one of the enzyme alkaline phosphatase in gingival crevicular fluid. The volume of gingival crevicular fluid are considered to have a relationship with gingivitis. Gingivitis in children is caused by the accumulation of plaque and bacteria. Plaque is a layer on the surface of the tooth that contains bacteria. Streptococcus mutans S. mutans is the most commonly found on plaque and colonize on the tooth surfaces. This research was conducted to determine relationship Zn levels in gingival crevicular fluid to gingivitis and S. Mutans colony growth in children. Subjects aged 12 14 years old, 30 children. Zn levels were measured using atomic absorption spectrophotometry method. There is weak and no significant relationship with positive correlation between Zn levels in gingival crevicular fluid and gingivitis p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Amira
"Latar Belakang: Sindroma Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh terjadinya trisomi pada kromosom 21.  Penyandang sindroma Down memiliki karakteristik fisik dan kondisi sistemik tertentu. Hal ini berhubungan dengan kondisi rongga mulutnya, terutama jaringan periodontal (gingiva) serta kebersihan gigi dan mulut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi gingivitis dan OHIS (Oral Hygiene Index-Simplified) pada penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas di SLB tipe C di Jakarta. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang. Subjek penelitian adalah 174 penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas yang bersekolah di SLB tipe C di Jakarta. Gingivitis diukur menggunakan Indeks Gingiva oleh Loe dan Sillness, sementara kebersihan gigi dan mulut diukur menggunakan OHIS oleh Greene dan Vermillon. Hasil: Hasil dari penelitian menunjukkan distribusi frekuensi gingivitis sebagai berikut; 3,45% bebas gingivitis, 47,13% gingivitis ringan, 40,80% gingivitis sedang, dan 8,63% gingivitis berat. Sementara, untuk distribusi frekuensi OHIS adalah sebagai berikut; 28,16% memiliki OHIS baik, 49,43% memiliki OHIS sedang, dan 22,41% memiliki OHIS buruk. Kesimpulan: Penyandang sindroma Down memiliki distribusi frekuensi gingivitis yang dominan pada gingivitis ringan dan sedang, sementara mayoritas memiliki OHIS sedang.

Background: Down syndrome is a genetic disorder caused by trisomy in chromosome 21. Individuals with Down syndrome have specific physical characteristics and systemic conditions. This may relate to their oral condition, such as periodontal tissues (gingiva) as well as their oral hygiene. Objective: The aim of this study is to know the frequency distribution of gingivitis and OHIS (Oral Hygiene Index-Simplified) in 174 individuals with Down syndrome aged 14 and above in SLB type C in Jakarta. Method: This study used a cross-sectional descriptive method. Research subjects were 174 individuals with Down syndrome aged 14 and above who went to school in SLB type C in Jakarta. Gingivitis was measured using Gingival Index by Loe and Sillness, while oral hygiene was measured using OHIS by Greene and Vermillon. Result: The result of this study showed a frequency distribution of gingivitis as follows; 3.45% were free of gingivitis, 47.13% had mild gingivitis, 40.80% had moderate gingivitis, and 8.63% had severe gingivitis. Frequency distribution of OHIS were as follows; 28.16% had good OHIS, 49.43% had fair OHIS, and 22.41% had poor OHIS. Conclusion: Individuals with Down syndrome had frequency distribution of gingivitis mainly in mild and moderate category, while the majority the subjects had fair OHIS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarti Soeroso
"Air garam hangat dan H2O2 3% sating digunakan sebagai obat kumur untuk terapi keradangan Gingiva. Belum pernah dilakukan penelitian dibagian perio FKG UI mengenai efektivitas kedua bahan obat kumur tersebut terhadap keradangan gingiva. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan'efektivitas air garam hangat dengan larutan H2O2 3% sebagai obat kumur, terhadap penurunan keradangan gingiva secara klinis. Penelitian dilakukan pada 90 penderita gingivitis yang datang ke klinik periodonsia FKG UI, berusia antara 18-40 tahun, terdiri dari 52 wanita 39 pria. Sampel dibagi atas 3 kelompok dengan randomisasi. Kelompok I berkumur dengan air garam hangat 1,2%, kelompok II berkumur dengan lantan H202 3°/g kelompok III merupakan kelompok kontrol berkumur dengan air hangat. Konsentrasi air garam hangat 1,2% ditetapkan berdasarkan pemilihan beberapa takaran berat garam yang dianjurkan dan rasa yang paling dapat diterima didalam mulut. Masing-rnasing kelompok menggunakan obat kumur 2x 1 hari selama 5 hari, pagi dan malam.
Kumur-kumur dilakukan selama 1 menit. Pencatatan skor pink (Loa dan Silness) clan skor PBI (Modifikasi Papillae Bleeding Index dari Muhlemann) dilakukan pada hari ke 1 dan hari ke 5. Perubahan skor indeks plak dan skor PBI antara sebelum dan sesudah kumur-kumur air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat, diuji dengan "Paired Sample T Test" pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas air garam hangat 1,2% dan H2O2 3% terhadap perubahan skor indeks plak dan skor PBI (keradangan gingiva) dilakukan uji "Anova" pada tingkat kepercayaan 950/0. Hasilnya menunjukkan terdapat penurunan skor indeks plak yang bermakna sesudah berkumur air garam hangat 1,2% clan H2O2 3% (P < 0,05 ), sedang pada kelompok kontrol tidak terdapat penurunan skor indeks plak yang ber makna ( P > 0,05 ).
Terdapat penurunan skor PBI atau keradangan gingiva yang sangat bermalcna setelah berkumur dengan air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat (p > 0,001 ). Antara ketiga bahan obat kumur tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna dalam menurunkan skor indeks plak (p > 0,05 ). Terdapat perbedaan efektivitas yang sangat bermakna antara ketiga bahan obat kmur didalam menurunkan skor PBI atau keradangan gingiva (p < 0,001 ). Air Karam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan skor PBI. Air garam hangat 1,2% dan 102 3% lebih efektif dari kelompok kontrol dalam menurunkan skor PBI. Dapat diambil kesimpulan bahwa air garam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan keradangan gingiva. Hal ini kemungkinan karena sifatnya sebagai antiseptik dan ada peran temperatur hangat terhadap vaskularisasi gingival."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kustiyuwati
"ABSTRAK
Halitosis atau bau mulut adalah masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan dan dapat menjadi persoalan kesehatan yang serius. Penyebab halitosis terutama dan terbanyak adalah bakteri yang hidup dalam rongga mulut terutama bakteri anaerob gram negatif yang menghasilkan sulfur. Keseluruhan senyawa sulfur yang dihasilkan disebut Volatile Sulfur Compounds (VSC) dan inilah yang menyebabkan bau pada mulut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan efektifitas oral hygiene menggunakan chlorhexidine dan normal saline terhadap skor halitosis. Metode dalam peneltian ini adalah quasi eksperimen dengan subjek penelitian pasien dengan penyakit kritis sebanyak 28 orang yang dibagi dalam dua kelompok, 14 responden dilakukan oral hygiene dengan menyikat gigi dan lidah dengan chlorhexidine glukonate 0,1% dan 14 responden dilakukan oral hygiene dengan menyikat gigi dan lidah dengan normal saline. Pengukuran skor halitosis dilakukan sebelum dan 15 menit sesudah oral hygiene. Gas VSC diukur menggunakan alat Tanita BreathChecker . Hasil menunjukkan terjadi penurunan skor halitosis sebelum dan sesudah oral hygiene dengan memperlihatkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Jumlah responden dengan nilai 0 pada skor halitosis sebanyak 10 responden (72%) pada kelompok pertama dan pada kelompok kedua sebanyak 4 responden (29%). Kesimpulan penggunaan chlorhexidine glukonate 0,1% lebih efektif terhadap penurunan skor halitosis dibandingkan menggunakan normal saline.

ABSTRACT
Halitosis or bad breath is a dental health problem that mainly complaint and can be a serious health problem. The cause of halitosis mainly and mostly bacterias which live in the oral cavity, especially anaerob negatif gram bacteria that produce sulfur. The whole sulfur component that was produced called Volatile Sulfur Compounds (VSC) and this is the cause of bad breath. The purpose of this study was to know the comparison of effectiveness oral hygiene using chlorhexidine and normal saline on halitosis score. This study used Quasy experiment with subjects consisted of 28 patients with critically ill, divided into two groups, 14 subjects conducted oral hygiene to brush their teeth and tongue with chlorhexidine glukonate 0,1% and 14 subjects conducted oral hygiene to brush their teeth and tongue with normal saline. The measurement of Volatile Sulfur Compounds level used Tanita BreathChecker, conducted before and 15 minutes after oral hygiene. The result showed significant differences in reducing VSC components in both groups (p<0,05). Number of subjects with score halitosis 0 by 10 subjects (72%) in first group and 4 subjects (29%) in second group. In conclusion, chlorhexidine glukonate 0,1% is more effective decreased score halitosis than normal saline on patients with critically ill."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Setyawati Moekti
"Tujuan: mengetahui jumlah pelepasan Bispheno-A (BPA), yakni substansi yang memiliki efek sitotoksis pada Resin Adhesif Ortodonti, setelah perendaman larutan obat kumur Klorheksidin Glukonat dan saliva buatan. Metode Penelitian: 66 lempeng silindris Resin Adhesif Ortodontik direndam dalam dua larutan berbeda yaitu , (1) Klorheksidin Glukonat dan (2) Saliva buatan. Perendaman dilakukan pada beberapa waktu berbeda yaitu, 1 jam, 7 hari, dan 30 hari. Dihitung pelepasan BPA pada kedua kelompok menggunakan metode Liquid Chromathography-Mass Spectrometry (LC-MS/MS). Hasil: Diperoleh pelepasan BPA dari Resin Adhesif Ortodonti pada larutan obat kumur Klorheksidin Glukonat 1 jam: 0,21 ng/ml, 7 hari: 0,32 ng/ml, 30 hari: 0,78 ng/ml, sedangkan pada saliva buatan 1 jam: 0,19 ng/ml, 7 hari: 0,53 ng/ml, 30 hari: 1,41 ng/ml. Kesimpulan: Jumlah BPA yang terlepas dari Resin Adhesif Ortodonti pada perendaman larutan obat kumur Klorheksidin Glukonat dan saliva buatan selama 1 jam, 7 hari dan 30 hari, berada di bawah dosis toleransi harian BPA (< 1.52 ng/mL).

Objective: to determine the amount of BPA, cytotoxic substance found in orthodontic adhesive resin, after immersion in a solution of chlorhexidine gluconate mouthwash and artificial saliva. Research Methods: 66 Orthodontic adhesive resin cylindrical plates were immersed in two different solutions: (1) Chlorhexidine Gluconate, (2) artificial saliva, for 1 hour, 7 days, 30 days. In each experimental group, the BPA release in the solution was calculated using LC- MS/MS. The release of BPA in both groups was calculated using the Liquid Chromathography-Mass Spectrometry (LC-MS/MS). Results: The release of BPA from Orthodontic Adhesive Resin was obtained in the Chlorhexidine Gluconate mouthwash solution, 1 hour: 0.21 ng/ml, 7 days: 0.32 ng/ml, 30 days: 0.78 ng/ml, while in artificial saliva, 1 hour: 0.19 ng/ml, 7 days: 0.53 ng/ml, 30 days: 1.41 ng/ml. Conclusion: The amount of BPA released from the Orthodontic Adhesive Resin by immersion in a solution of Chlorhexidine Gluconate mouthwash and artificial saliva for 1 hour, 7 days and 30 days, was below the daily tolerated dose of BPA (< 1.52 ng/mL)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cininta Dyah Paramita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Saat ini pemakaian obat kumur di masyarakat cukup popular.
Salah satu kandungan zat aktif obat kumur yang sering digunakan adalah
klorheksidin glukonat. Pemakaian obat kumur yang berketerusan disamping
menyikat gigi tentunya akan mempengaruhi kondisi dalam rongga mulut, salah
satunya protein saliva. Tujuan: Untuk menganalisis pengaruh penggunaan obat
kumur yang mengandung klorheksidin glukonat 0,2 % selama 1,2 dan 3 minggu
terhadap profil protein saliva. Metode: Pengambilan sampel saliva dari 5 subyek saat
sebelum berkumur dan 1, 2, 3 minggu setelah pemakaian obat kumur. Profil pita
protein saliva diidentifikasi dengan metode SDS PAGE dengan Recom Blue Wide
Range Protein Marker. Hasil: Profil pita protein sebelum berkumur yang
teridentifikasi antara 7-80 kDa. Setelah 1,2 dan 3 minggu berkumur teridentifikasi
juga pita protein >100 kDa disamping pita protein <50 kDa Kesimpulan:
Penggunaan obat kumur yang mengandung klorheksidin glukonat selama 1, 2 dan 3
minggu mengakibatkan perubahan profil protein saliva dengan teridentifikasi pita
protein yang sangat bervariasi.

ABSTRACT
Background: Currently the use of mouthwash is quite popular. One of the active
ingredients frequently used is chlorhexidine gluconate. The usage of mouthwash
continuously besides brushing the teeth will surely affect conditions in the oral
cavity, one of salivary proteins. Objective: To analyze the effect of mouthwash
application containing chlorhexidine gluconate 0.2% for 1.2 and 3 weeks to salivary
protein profiles. Methods: Sampling saliva of 5 subjects were collected before
rinsing and 1, 2, 3 weeks after the use of mouthwash. Salivary protein profile were
identified using SDS-PAGE with Recom Blue Wide Range Protein Marker. Results:
profile of protein bands before rinsing identified between 7-80 kDa. After using
mouthwash for 1,2 and 3 weeks also identified > 100 kDa protein band in addition to
<50 kDa protein band. Conclusion: The use of mouthwash containing chlorhexidine
gluconate for 1, 2 and 3 weeks resulted in changes of salivary protein profiles with
highly variable."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>