Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33540 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fifi Junita
"This article explores the main features of exceptions to enforcement under Article V of the NYC,
including its exhaustive and discretionary natures. It then specifically provides an overview of
narrow judicial control over the grounds for refusing enforcement under the Article V of the NYC.
It points out the fundamental principles of the provision in determining the enforceability of
international arbitral awards. Then this article will occasionally refer to international arbitral
cases in some jurisdictions, such as the United States, France and Switzerland. It is noted that
courts and legislatures in those jurisdictions have moved towards pro-enforcement policy to
questions of recognition and enforcement arising under Article V of the NYC. Therefore, this
approach is a good signal and a promising development to promote the finality and enforeability
of foreign arbitral awards in international commercial arbitration. This approach can also be a
good lesson for the Indonesian judiciary system in relation to the enforcement and recognition of
international arbitral awards in the future.
Artikel ini menganalisis tentang alasan-alasan penolakan pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional yang diatur di dalam Pasal V Konvensi New York 1958, termasuk
sifat limitatif dan diskresi dari ketentuan tersebut. Beberapa putusan pengadilan di berbagai
negara seperti Amerika Serikat dan Perancis menunjukkan adanya tendensi untuk menerapkan
ketentuan Pasal V Konvensi New York secara restriktif. Fenomena ini mencerminkan adanya
kecenderungan dari berbagai negara untuk menerapkan prinsip ‘pro enforcement’ terhadap
pelaksanaan putusan arbitrase internasional sehingga lebih memberikan jaminan kepastian
hukum terhadap pengakuan/pelaksanaan putusan arbitrase internasional di berbagai negara
yang telah meratifikasi Konvensi New York. Penerapan prinsip ‘pro enforcement’ juga dapat
memberikan paradigma baru bagi Pengadilan di Indonesia terkait dengan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase internasional."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Theodore Manggala Amarendra
"The recent study on environmental change shows alarming concerns that in the upcoming 50 to 100 years, some States, particularly Small Island States, such as Maldives, Kiribati, and Tuvalu are in dangers of losing all of its territories due to the rise of sea levels. The loss of territories as a result of rising sea level poses concerns to the very existence of the affected States under International Law. This is because territory has been one of the elements of Statehood as codified in the 1931 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States, aside from the element of a permanent population, government, and capacity to enter into relation with other States. However precedence have shown that there is a presumption of State continuity; that after a State has been established, the loss of an element of Statehood would not necessarily dissolve such State. Hence, the more important issue that should be addressed, in these turn of event is the plight of the citizens of the affected State. This thesis made particular analysis towards the issues relating to the citizen?s right to nationality. The thesis argues that nationality would be preserved in the event of territorial submersion, as the State would continue to exist, and there would not necessarily be any infringement of the citizens right to nationality. But having a nationality does not necessarily mean that the citizens then acquire effective protection from the State. The thesis further proposes arrangement that could be made by the affected States in order to protect their citizens; the affected State could arrange for a cession agreement to acquire a new territory or to create a free-association regime (similar to those made by Marshal Island, Niue or Cook Island) which basically seeks other State to give assistance in the exercise of several State functions.

Studi terkini mengenai perubahan kondisi lingkungan menunjukkan kekhawatiran bahwa dalam jangka waktu 50 sampai 100 tahun kedepan, ada kemungkinan bahwa beberapa negara, terutama negara kepulauan, seperti Maladewa, Kiribati dan Tuvalu akan kehilangan seluruh wilayahnya karena kenaikan tinggi laut. Hilangnya wilayah akibat kenaikan tinggi laut menimbulkan isu mengenai eksistensi negara tersebut dalam hukum internasional. Ini dikarenakan, wilayah merupakan salah satu unsur kenegaraan yang dikodifikasikan di dalam Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara 1931, selain unsur lainnya yang mencakup populasi permanen, pemerintah, dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain. Namun, preseden telah menunjukkan bahwa dalam hukum internasional dikenal asumsi keberlanjutan negara; bahwa sebuah negara yang telah terbentuk tidak akan langsung hilang hanya karena gagal memenuhi unsur kenegaraan. Maka, isu lebih penting yang harus diperhatikan pada insiden hilangnya wilayah negara akibat naiknya tinggi laut adalah mengenai nasib para penduduk negara yang terkena dampak. Skripsi ini berfokus pada analisis mengenai isu yang berhubungan dengan hak atas nationalitas dari para penduduk. Skripsi ini melihat bahwa dalam insiden tenggelamnya wilayah negara, nationalitas dari penduduk akan tetap terjaga, and pada dasarnya tidak akan terjadi pelanggaran terhadap hak atas nationalitas dari para penduduk. Namun memiliki nationalitas tidak berarti para penduduk mendapat perlindugan yang efektif dari Negaranya. Skripsi ini lebih lanjut memberikan gagasan mengenai pengaturan yang dapat dilakukan oleh negara yang terkena dampak agar dapat memberikan perlindungan kepada penduduknya; negara yang terkena dampak dapat membuat perjanjian penyerahan wilayah dengan negara lain atau dapat membuat perjanjian free-association (seperti yang dilakukan oleh Marshal Island, Niue atau Cook Island), dimana negara lain akan memberikan bantuan dalam menjalankan fungsifungsi kenegaraan."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julio Osvaldo Parasian
"ABSTRAK
Pemanfaatan dan penggunaan selat oleh negara-negara di dunia telah menunjukkan eksistensinya dalam berbagai manfaat diantaranya perdagangan internasional dan pertahanan militer. Sebelum terbentuknya UNCLOS 1982, ketentuan penggunaan laut (termasuk selat) tunduk pada hukum kebiasaan internasional dan konvensi internasional lainnya. Setelah terbentuknya UNCLOS 1982, rezim hak lintas diatas selat mulai diberlakukan. Urgensi ditentukannya hak lintas diatas selat merupakan agenda yang hangat saat Konferensi Hukum Laut III yang pada akhirnya salah satu hak yang diatur adalah hak lintas kapal asing pada selat yang diatur oleh perjanjian khusus. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana pengaturan dan penerapan hukum hak lintas kapal asing dan bagaimana negara-negara tepi selat menjamin pelaksanaan keselamatan pelayaran diatas selat.
Berdasarkan metode yuridis-normatif dengan bentuk deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hak lintas kapal asing diatas tiga selat yaitu the Turkish Straits, the Danish Straits, dan the Strait of Magellan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga selat diatas tunduk pada pengaturan yang sangat rinci dalam bentuk peraturan nasional (legislative regime). Ketiga selat ini juga menunjukkan persamaan yaitu penggunaan dan pemanfaatannya yang sudah sejak lama sebelum UNCLOS 1982 terbentuk sehingga selat-selat ini dapat dikategorikan sebagai “selat tua”.

ABSTRACT
The utilization and application of straits around the world has been existed in international trade and military defenses amongst nations. Before the establishment of UNCLOS 1982, the provisions of using marine areas (including straits) were based on customary international law and other international conventions. After the establishment of UNCLOS 1982, the regime of straits began to apply. The urgency of establishing the regime of straits was one of the most noteworthy agenda during the Third Law of the Sea Conference. In the end, one of the provision of such regime ruling about the legal regime in straits in which passage is regulated in whole or in part by long-standing international conventions. The purposes of this research are to acknowledge provisions under those international regulations and to study state practices of coastal states of related straits.
Using juridical-normative method and descriptive form, this research is addressed for serving a comprehensive description of the regime of straits on the Turkish Straits, the Danish Straits, and the Strait of Magellan. The conclusions of this research are these three straits are governed thoroughly by legislative regime of coastal states and these three straits are utilized since long ago before UNCLOS 1982 hence these straits could be categorized as “Old Straits.”
"
2015
S61597
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Liliansa
"Being a non-party to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees (“1951 Refugee
Convention”) and 1967 Protocol relating to the Status of Refugees (“1967 Protocol”), Indonesia
does not have legal obligations to provide permanent resettlement for asylum seeker and/or
refugee. However, as a transit country for those seeking shelter in Australia, Indonesia undergoes
a myriad of issues resulting from illegal entrance by asylum seeker and/or refugee. Besides having
neither legal framework nor domestic mechanism to handle asylum seekers and/or refugee,
Indonesia’s immigration law identifies every foreigner including asylum seeker and refugee who
unlawfully enter Indonesia’s territory into the same box as illegal migrant. It then leads to the
arrest of asylum seeker and/or refugee to be put in an over-capacity detention center or other
places. This paper will analyze various issues related to asylum seeker and refugee in Indonesia
and to weigh whether it is indispensable for Indonesia to accede to the 1951 Refugee Convention
and its 1967 Protocol.
Sebagai negara yang tidak menjadi peserta dari Convention relating to the Status of Refugees
(“Konvensi Pengungsi”) dan Protokolnya, Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk
menyediakan penempatan permanen bagi pencari suaka dan/atau pengungsi. Namun demikian,
sebagai negara transit bagi mereka yang mencari suaka ke Australia, Indonesia menghadapi
berbagai permasalahan akibat illegal entrance yang dilakukan oleh pencari suaka dan/atau
pengungsi. Di samping Indonesia tidak memiliki kerangka hukum ataupun mekanisme untuk
mengatasi pencari suaka dan/atau pengungsi, hukum imigrasi Indonesia mengkategorikan
setiap orang asing termasuk pencari suaka dan pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia
dengan melawan hukum sebagai migran illegal. Hal ini mengakibatkan penahanan pencari
suaka dan/atau pengungsi yang kemudian ditempatkan di rumah detensi atau tempat lain yang
sudah melebihi kapasitas jumlah orang. Tulisan ini mengkaji pelbagai permasalahan pencari
suaka dan pengungsi di Indonesia serta menilai ada atau tidaknya urgensi bagi Indonesia untuk
melakukan aksesi atas Konvensi Pengungsi dan protokolnya."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Arianita
"Perintah Jabatan merupakan salah satu bentuk dari dasar penghapus pidana. Hal ini termuat dalam Pasal 51 KUHP. Unsur yang menarik dalam Pasal 51 KUHP adalah mengenai ambtenaar pejabat/pegawai negeri yang hal ini tidak terdapat penjelasannya, dalam KUHP hanya terdapat perluasan maknanya saja. Hubungan Atasan dan Bawahan yang tercantum dalam Pasal 51 KUHP merupakan suatu hubungan yang bersifat publik. Namun, pada penerapannya Hakim dalam pertimbangannya menerapkan Pasal 51 KUHP bukan hanya pada orang-orang yang termasuk dalam pengertian ambtenaar yang diperluas oleh KUHP, melainkan hingga sektor swasta. Hal ini menunjukan bahwa pada penerapannya Pasal 51 KUHP sudah berkembang. Perkembangan ini dibuktikan dengan berbagai macam putusan yang terlihat bahwa Pasal 51 KUHP digunakan karena pada zaman sekarang hal tersebut sangat dibutuhkan terlebih apabila seseorang Bawahan melakukan sesuatu Tindak Pidana atas perintah dari Atasan. Selain itu perkembangan ini juga sangat erat hubungannya dengan perkembangan ajaran penyertaan. Akan tetapi bukan berarti setiap perintah yang diberikan oleh Atasan merupakan suatu perintah yang akan menghapuskan pidana, tetap ada batasan mengenai perintah tersebut untuk dipertanggungjawabkan. Demikian, perkembangan Pasal 51 KUHP bukan hanya untuk menghapuskan pidana seseorang melainkan tetap melihat batasan mengenai hal yang diperintahkan dari Atasan kepada Bawahan.
The order of an official is one of the basic forms of the abolition of a criminal sanction. It rsquo s written in article 51 of the criminal code. An interesting aspect about article 51 is about meaning of ambtenaar official civil servants , which hasn rsquo t explained. In the criminal code, there rsquo s only an expansion of its meaning. Relationship between a superior and their subordinate, which is written in article 51 of the criminal code, is only regulated in public relationship. However, Judges implement article 51 of criminal code in their decision not only to people who are included in the expansion of ambtenaar in the criminal code, but to the private sector too. This situation shows that the implementation of article 51 of the criminal code have developed. This development is evidenced by the wide variety of decisions, which article 51 of the criminal code has been using. Because nowadays, it is very necessary, especially when someone does a crime on orders from their superior. Furthermore, this development is closely related with the development of participation. But this doesn rsquo t mean that every order from the superior is a reason to eliminate criminal sanctions, since there are limits regarding the order that makes the subordinate accountable for their actions. So, the development on article 51 of the criminal code is not just to erase criminal sanctions for a subordinate undertaking orders from their superior, but it also has to be within the limits set by the superior to the subordinate. "
2017
S66362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dastie Kanya Dasril
"ABSTRAK
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah/Pejabat Lelang Kelas II seharusnya
memiliki peran yang penting dalam rangka membantu menurunkan tingkat tindak
pidana pencucian uang di Indonesia. Tulisan ini membahas bagaimana peran dari
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah/Pejabat Lelang Kelas II dalam melakukan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta bagaimana
kasus hukum yang terkait dengan peran dari masing-masing profesi tersebut
dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif yang meliputi studi kepustakaan dan wawancara dan kemudian
menghasilkan kesimpulan bahwa tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC), Customer Due Diligence
(CDD), dan Enhanced Due Diligence (EDD). Sedangkan tindakan pemberantasan
dapat dilakukan dengan melakukan kewajiban pelaporan kepada PPATK bagi
profesi yang telah menjadi Pihak Pelapor atau melaporkan adanya indikasi tindak
pidana pencucian uang kepada instansi penegak hukum bagi profesi yang belum
menjadi Pihak Pelapor, selain itu para Notaris/Pejabat Pembuat Akta
Tanah/Pejabat Lelang Kelas II juga dapat berperan dalam rangka memberantas
tindak pidana pencucian uang dengan bertindak secara kooperatif apabila
keterangan atau kesaksiannya diperlukan dalam suatu proses hukum.

ABSTRACT
A Notary/Land Deed Official/Auctioneer Class II should have an important role
in the prevention and eradication of money laundering in Indonesia. This paper
discusses about the role of Notary/Land Deed Official/Auctioneer Class II in the
prevention and eradication of money laundering and various legal cases relating to
the role of each of these professions in preventing and combating money
laundering in Indonesia. The problem is answered by using normative juridical
research method, which includes studies of literature and interviews. It leads to
the conclusion that the prevention measure which should be taken and
implemented by a Notary/Land Deed Official/Auctioneer Class II are Know Your
Customer (KYC) principle, Customer Due Diligence (CDD) principle and
Enhanced Due Diligence (EDD) principle. A Notary/Land Deed
Official/Auctioneer Class II should also help combat money laundering by
reporting requirements to INTRAC to those who have become Reporting Parties
or reporting indication of money laundering to the law enforcing institutions for
those who have not become Reporting Parties, moreover Notary/Land Deed
Official/Auctioneer Class II may also combat money laundering by acting
cooperatively in the event of providing evidence and information in any relevant
judicial proceeding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiera Ulfa
"Pengaturan pengelolaan sumber daya migas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa dalam melakukan pengelolaan sumber daya migas saat ini dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Adapun Kontrak Kerja Sama saat ini dilakukan dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang dilakukan antara SKK Migas dan Kontraktor yang berasal dari perusahaan minyak nasional maupun asing. Namun rupanya sistem pengelolaan sumber daya migas saat ini dianggap tidak sesuai dengan amanah yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai cita-cita Indonesia dalam melakukan penguasaan atas sumber daya migasnya. Diantaranya adalah karena terdapatnya pengusahaan asing yang melakukan pengelolaan sumber daya migas, sistem pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dan sumber daya migas yang tidak dikelola langsung oleh Perusahaan Negara. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pemahaman atas perkembangan sistem pengelolaan sumber daya migas, bentuk kerja sama pengelolaan sumber daya migas berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, serta analisis pengelolaan sumber daya migas saat ini yang sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pemahaman terhadap sistem pengelolaan migas dengan berbasis Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) saat ini tidaklah bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Namun, penguasaan negara yang terkandung dalam cita-cita Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi saat ini tidak memenuhi unsur pengelolaan langsung yang dilakukan oleh Negara.

Oil and gas operation Natural Oil and Gas Act No. 22 year 2001 regulate that in managing oil and gas is performed based on Contract. The contract is currently performed in the form of Production Sharing Contracts that made between SKK Migas and Contractors that come from both national and foreign oil companies. But apparently the oil and gas operation system is currently considered not in accordance with the mandate contained in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as the ideals of Indonesia in controlling the oil and gas resources. The reason told among them are due to the presence of foreign that conduct oil and gas resource operation, operation system that been done under Production Sharing Contracts, and oil and gas resources that has been not managed directly by the State Company. The issue in this thesis are the understanding of the history of oil and gas resource operation system, forms of cooperation operation of oil and gas resources under Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as well as the analysis of the operation of today's oil and gas resources in accordance with Article 33 paragraph (3) 1945 Constitution. The method used in analyze this thesis is a normative juridical. The result of this study is the understanding of the oil and gas operation system based on production sharing contracts today is not contrary to Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution. However, the control of the state contained in the ideals of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution as interpreted by the Constitutional Court does not currently meet the elements of direct operation by the State.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aveto Faisal Daely
"Dalam kenyataan sekarang ini, Indonesia dilanda sebuah krisis, krisis ini bukan dilahirkan dari perhitungan keuangan negara ataupun pengaruh naik turunnya nilai rupiah terhadap dollar, tetapi diakibatkan oleh sebuah fenomena krisis yang dihadapi oleh pemerintah yang mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya yang dilakukan pemerintah. ketidakpastian politik nasional yang selalu digoncang dengan berbagai isu kejahatan para pejabat pemerintah. Kondisi politik ini sangat berpengaruh terhadap stabilitas negara baik secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya sangat dipengaruhi oleh suhu politik yang ada di negeri ini. Selama perpolitikan tidak stabil, negara ini tidak bisa melakukan langkah pembangunan secara maksimal karena para elit bergulat dengan masalahnya sendiri-sendiri. yaitu ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dapat dilihat juga dari lahirnya ormas-ormas yang sering melakukan main hakim sendiri. Ormas ini merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat akan pemerintah. Pemerintah dianggap tidak bisa mengakomodasi kepentingan atau keamanan mereka sehingga mereka membentuk organisasi yang dianggap dapat menyalurkan aspirasi mereka. Organisasi seperti Forum Pembela Islam (FPI), Pemuda Pancasila (PP), Forum Betawi Rempug (FBR), dan Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI) adalah usaha mereka mempertahankan kepentingan golongan mereka. Keberadaan organisasi ini juga dapat dianggap sebagai "negara dalam negara", karena mereka melakukan tindakan yang sering tidak sesuai dengan prosedur hukum di Indonesia. Karena hal tersebutlah Polri diwajibkan untuk berperan dalam hal penegakan hukum dan pengenaan sanksi pidana menurut KUHP bagi pelaku-pelaku yang terlibat dalam kekerasan antar Ormas.

Today, Indonesia was hit by a crisis, the crisis is not born out of the country or the financial calculations influence the rise and fall of the rupiah against the dollar, but due to a phenomenon of the crisis faced by the government which resulted in public mistrust of the government's efforts. National political uncertainty that always shaken with crime issues government officials. The political conditions greatly affect the stability of both countries political, economic, social, and cultural strongly influenced by the political climate in this country. During the unstable politics, this country can not perform optimally development step because the elite grappling with the problem on their own. public distrust in government can be seen also from the birth of mass organizations often perform vigilante. This is a form of mass organizations would distrust the government. The Government considered can not accommodate their interests or security so that they form an organization that is considered to channel their aspirations.Organizations such as Forum Pembela Islam (FPI), Pemuda Pancasila (PP), Forum Betawi Rempug (FBR), and Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI) is the effort they defend their class interests. The existence of these organizations can also be considered as a "state within a state", because they often do not act in accordance with legal procedures in Indonesia. This is where the Police Officers of Indonesian Republic step forward to enforce the laws and imposition of criminal sanctions under the Criminal Code for the actors involved in the violence between mass organization.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Lestari
"ABSTRAK
KPPU telah menjatuhkan sanksi yang bersifat ekstrateritorial yakni kepada pelaku usaha dan perbuatan di luar wilayah Indonesia, yaitu Toray Advance Materials Korea Inc. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai keabsahan penerapan prinsip ekstrateritorial persaingan usaha di Indonesia serta kesesuaian substansi pokok perkara atas Toray Advance Materials Korea Inc dengan peraturan persaingan usaha di Indonesia. Disimpulkan bahwa prinsip ekstrateritorial persaingan usaha tidak dapat diterapkan di Indonesia karena definisi Pelaku Usaha dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tidak dapat menjangkau aktor dan perbuatan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia sekalipun menimbulkan dampak persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Sedangkan dari sisi substansi pokok perkara Toray Advance Materials Korea Inc dapat dijerat oleh peraturan persaingan usaha Indonesia, namun karena KPPU tidak memiliki kewenangan ekstrateritorial, dalam kasus ini eksekusi putusan akan menjadi masalah dikarenakan yang menjadi terlapor hanya Toray Advance Materials Korea Inc yang berkedudukan di Korea. Seharusnya, KPPU menjadikan grup Toray di Indonesia (PT Toray Polytech Jakarta) juga sebagai Terlapor.

ABSTRACT
KPPU has imposed extraterritorial sanctions on business actor outside the territory of Indonesia, namely Toray Advance Materials Korea Inc. As part of normative juridical research, this article discusses the validity of extraterritorial principles application in business competition in Indonesia and the suitability of the substance of the case for Toray Advance Materials Korea Inc related to regulations on business competition in Indonesia. It was concluded that the principle of extraterritorial business competition cannot be applied in Indonesia because the definition of Business Actors in Law Number 5 Year 1999 cannot reach actors and acts committed outside the territory of Indonesia even though it causes impact of unfair business competition in Indonesia. Meanwhile, in terms of the main substance of the case, Toray Advance Materials Korea Inc can be charged with Indonesian business competition regulations, but because KPPU does not have extraterritorial authority, the execution in this case will be a problem because the reported party is only Toray Advance Materials Korea Inc which domiciled in Korea. KPPU should include the Toray group in Indonesia (PT Toray Polytech Jakarta) also the reported party."
2019
T53711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agata Jacqueline P.
"Skripsi ini membahas mengenai offers of services yang diajukan oleh Komite Internasional Palang Merah dalam suatu Konflik Bersenjata Internasional. Komite Internasional Palang Merah sebagai guardian dari keempat Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 mempunyai status khusus sebagai neutral intermediary dari para pihak yang berkonflik. Oleh karena status khusus inilah, Komite Internasional Palang Merah tidak dapat memaksakan para pihak yang berkonflik untuk menaati ketentuan-ketentuan dalam keempat Konvensi Jenewa berserta Protokolnya. Offers of services ini menjadi suatu instrumen yang digunakan Komite Internasional Palang Merah untuk mengingatkan para pihak untuk menaati ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Jenewa yang dalam penerapannya memerlukan persetujuan para pihak yang berkonflik. Lebih lanjut, skripsi ini akan membahas dampak-dampak yang ditimbulkan baik dari penerimaan maupun penolakan offers of services ini dari para pihak yang berkonflik.

This paper is discussing about the offers of services of The International Committee of the Red Cross (ICRC) in international armed conflicts. The ICRC as the guardian of the Geneva Convention of 12 August 1949 has a unique legal status as a neutral intermediary to the warring parties and thus is not capable of forcing the warring parties to comply to the provisions of the Geneva Conventions and its Protocols. The offers of services, hence, is an instrument used by the ICRC to notify the warring parties of their compliance to the Geneva Conventions, which, in its application, requires the consent of the warring parties. Furthermore, this paper will discuss the effects caused by its acceptance as well as its rejection by the warring parties."
2014
S53670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>