Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Dwi Fathinasari
"Sirosis hati SH merupakan tahap akhir dari penyakit hari kronik yang ditandai dengan fibrosis hati dan mikro maupun makronodul. Penyakit hati kronik mempengaruhi metabolisme lipid sehinga menggangu profil lipid pasien. Adanya kerusakan hati dideteksi dengan penilaian fungsi hati di mana salah satu penilainnya adalah analisis kadar albumin serum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar profil lipid dan apakah terdapat korelasi antara profil lipid dengan fungsi hati albumin pada pasien SH.
Penelitian menggunakan desain cross sectional pada 73 penderita SH 56 laki-laki dan 17 perempuan didapatkan dari rekam medis Laboratorium Patologi Klinik RSCM. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida rata-rata 158.07, 39.05, 94.07, dan median 92 dan dengan uji Pearson menunjukkan korelasi antara kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan albumin semua.

Cirrhosis is an end stage of chronic inflammatory liver disease with fibrosis and micro or macro nodule. Chronic liver disease affects lipid metabolism and disrupts patient rsquo s lipid profile. Cirrhosis can be detected by assessing liver function, one of which is analyzing serum albumin. The aim is to study the lipid profile in patients with cirrhosis and to determine the correlation between serum lipid profile and serum albumin in patients with cirrhosis.
Design of the study is cross sectional, 73 patients with cirrhosis 56 men and 17 women were obtained from the medical records of the Laboratory Clinical Pathology RSCM. The results of the study were analyzed with Kolmogorov Smirnov test showed serum total cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol, and triglyceride mean of 158.07, 39.05, 94.07 and median of 92 , Pearson test showed a correlation between total cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol and albumin all.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhirahman Alam Soeroto
"Latar belakang: Sirosis pada hati merupakan suatu hati stadium akhir dengan tingkat kematian tertinggi nomor enam di Indonesia. Pada pasien sirosis terdapat kelainan fungsi hati dalam pengaturan sintesis lipid trigliserida, HDL, LDL, dan kolesterol total karena fungsi jaringannya terganggu. Tingginya jumlah prevalensi penyakit sirosis membuat pemeriksaan penunjang seperti APRI yang mudah dipakai oleh seluruh tenaga medis, bermanfaat untuk mendeteksi derajat keparahan penyakit sirosis.
Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk melihat perbedaan yang signifikan antara profil trigliserida, HDL, LDL, dan kolesterol total terhadap derajat keparahan sirosis hati menggunakan skor APRI.
Metode: Metode yang digunakan adalah cross sectional menggunakan jumlah 60 sampel pasien dari data laboratorium Patologi Klinik dan rekam medis RSCM. Jumlah data kemudian dibagi dalam tiga kategori berdasarkan skor APRI yaitu APRI kurang dari 0,5. 0,5 sampai 2,0. dan lebih dari 2,0.
Hasil: Hasil penelitian menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov memperlihatkan profil trigliserida, HDL, LDL, dan kolesterol total masing-masing dengan hasil rerata 92,5. 38,9. 89,3. dan 145,9 (trigliserida normal, HDL tidak normal, LDL normal, kolesterol total normal). Sedangkan, menggunakan uji Kruskal Wallis didapatkan hasil ketiga kategori APRI memiliki perbedaan yang bermakna (p<0,05). Pada penggunaan uji post-hoc didapatkan hasil trigliserida, kolesterol total, dan LDL terdapat perbedaan bermakna pada skor APRI kurang dari 0,5 dan APRI 2,0 serta APRI 0,5 hingga 2,0 dan APRI di atas 2,0. Untuk HDL ditemukan perbedaan bermakna pada skor APRI kurang dari 0,5 dan lebih dari 2,0 serta skor APRI 0,5 hingga 2,0 dan lebih dari 2,0.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar trigliserida, HDL, LDL, dan kolesterol total terhadap derajat sirosis hati menggunakan skor APRI.

Background: Liver cirrhosis is an end stage of liver diseases which also the sixth highest mortality rate in Indonesia. There are functions defect on cirrhosis patients that infect lipid synthesis such as synthesis of triglycerides, HDL, LDL, and cholesterol. High rate of mortality makes diagnosis methods like APRI is more applicable to detect the stage of the disease because it is easier to use.
Objectives: Objective of this study is to see the significance between triglycerides, HDL, LDL, and cholesterol tocirrhosis stadium using APRI score.
Methods: Methods of this study is cross-sectional using 60 sampels data from Clinical Pathology and medical records of RSCM. Total data divided into three categories based on APRI score which are below 0.5; 0.5 to 2.0 and above 2.0.
Results: Result of the study using Kolmogorov-Smirnov test within triglycerides, HDL, LDL, and cholesterol states that the level are lower than it should be. Using Kruskal Wallis, significance differences are found between lipids profile. Using post-hoc methods, it is found that triglyceride, cholesterol, and LDL has significance differences between APRI score ofless than 0.5 and 0.5 tob2.0 also less than 2.0 and more than 2.0. As for HDL, it is found significance differences at APRI score below 0.5 and above 2.0 also APRI score 0.5 to 2.0 and above 2.0.
Conclusion: Significant difference is found when comparing triglycerides, HDL, LDL, and cholesterol to stadium of cirrhosis using APRI score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prionggo Mondrowinduro
"Latar Belakang: Komplikasi sirosis hati pada jantung masih sedikit diketahui. Mekanisme patofisiologi sirosis hati yang melibatkan hipertensi portal memungkinkan terjadinya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Tujuan: Mengetahui proporsi disfungsi diastolik ventrikel kiri pada pasien sirosis hati dengan kriteria ASE-EAE 2009 dan konvensional, korelasi positif antara beratnya derajat disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan beratnya derajat disfungsi hati melalui skor Child Turcotte Pugh ( CTP ) dan menilai hubungan parameter beratnya derajat disfungsi diastolik menurut kriteria ASE-EAE 2009 dengan skor CTP numerik.
Metode: Potong lintang pada pasien yang berobat secara konsekutif di Unit Rawat Jalan Hepatologi dan Rawat Inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Penelitian dimulai di bulan November 2013 hingga tercapai 96 subjek sirosis hati berusia 18-60 tahun. Anamnesis, pemeriksaan fisik, rekam medik dan pemeriksaan penunjang dilakukan. Pemeriksaan dengan ekokardiografi dilakukan oleh dua pemeriksa. Uji kesesuaian Kappa dan uji beda rerata dilakukan antar pemeriksa. Data kemudian diolah untuk diperoleh nilai proporsi, uji normalitas sebaran data, analisis uji korelasi Spearman dan analisis multivariat regresi linier.
Hasil: Sebanyak 54,17% pasien mengalami hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Proporsi disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan kriteria ASE-EAE 2009 sebesar 34,3% namun 21,9% ditemukan fungsi diastolik normal dengan indeks volume atrium kiri meningkat, dengan kriteria disfungsi diastolik konvensional proporsi menjadi 68,8%. Seluruh parameter fungsi diastolik menunjukkan perubahan abnormal pada CTP B 8-10. Korelasi beratnya derajat disfungsi diastolik ventrikel kiri kriteria ASE-EAE 2009 dengan beratnya derajat disfungsi hati melalui skor CTP skala numerik adalah 0,42 ( p = 0,000 ). Bila penderita diabetes dan pengguna spironolakton dieksklusi, r menjadi 0,51 ( p = 0,000; ASE-EAE 2009 ). Parameter beratnya derajat disfungsi diastolik yang berhubungan dengan beratnya derajat disfungsi hati skor numerik CTP adalah selisih Ar-A, volume atrium kiri dan nilai lateral e’ ( p < 0,005 ).
Kesimpulan: Semakin berat disfungsi diastolik ventrikel kiri maka semakin berat sirosis hati. Parameter disfungsi diastolik ventrikel kiri yang berhubungan dengan beratnya sirosis hati adalah tekanan pengisian diastol intraventrikel beserta kekakuan miokard, remodelling atrium kiri dan kecepatan alir balik vena pulmonalis dalam menghadapi tekanan pengisian. Deteksi dini disfungsi diastolik pada sirosis hati dapat dimulai pada CTP B 8.

Background: Cardiovascular complication of liver cirrhosis is relatively obscure. Liver cirrhosis pathophysiology involving portal hypertension made the possibility of cirrhosis complication manifested as left ventricular diastolic dysfunction.
Objective: To determine proportion of left ventricular diastolic dysfunction among liver cirrhotic patients according to American Society of Echocardiography-European Association of Echocardiography ( ASE-EAE ) 2009 and conventional approach, to determine any correlation between left ventricular diastolic dysfunction severity stages with severity stages of liver dysfunction in cirrhotic patients represented by Child Turcotte Pugh ( CTP ) score, also to asses relationship between severity stages of parameters of diastolic function according to ASE-EAE 2009 with liver cirrhosis severity evaluated by numerical CTP score.
Methods: In this cross sectional design, we targeted 96 liver cirrhotic patients within age of 18-60 year old consecutively due to any cause who admitted to ambulatory unit of Hepatology and Internal Medicine Cipto Mangunkusumo General Hospital wards into intended sample. The study started in November 2013 until proper sample size wasobtained. Echocardiography examination was performed by 2 operators. Interobserver validity was assesed with level of Kappa aggrement and mean difference. Data was extracted to find prevalence, normality test, Spearman correlation test and multivariate linear regression test.
Results: Left ventricular concentric hypertrophy was found in 54,2% of source population. Left ventricular diastolic dysfunction proportion among liver cirrhotic patients according to ASE-EAE 2009 is 34,3% and 21,9% of normal diastolic function subgroup has left atrial volume index ≥ 34 mL/m2. Conventional approach resulted in 68,8% of diastolic dysfuncation. All diastolic parameter showed abnormalities on CTP B 8-10. Spearman’s r values of stage of diastolic dysfunction severity according to ASE-EAE 2009 with severity of numerical CTP score is 0,42 ( p = 0,000 ). Exclusion of diabetic patients and spironolactone treated patients resulted in r 0,51 ( p = 0,000; ASE-EAE 2009 ). Parameters of diastolic function that have relation with liver dysfunction severity in cirrhosis measured by numerical CTP are Ar-A ( p = 0,004 ), left atrial volume index ( p = 0,005 ) and laterale e’ ( p = 0,026).
Conclusion: Severity of left ventricular diastolic dysfunction with severity of liver cirrhosis is correlated positively. Diastolic parameters relate with severity of liver cirrhosis are diastolic ventricular filling pressure with left ventricular chamber stiffness, left atrial remodelling and regurgitant of pulmonary venous flow velocity to oppose filling pressure. Early detection for diastolic dysfunction can be started on CTP B 8.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzaki Abubakar
"Pendahuluan: Prevalensi sirosis tinggi di Indonesia yang mayoritas populasinya adalah muslim. Pada saat menjalani puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban umat muslim terjadi berbagai proses metabolik yang dapat mempengaruhi keadaan klinis, nutrisi dan bokimiawi pasien sirosis hati . Penelitian tentang efek puasa Ramadhan pada pasien sirosis hati di Indonesia belum pernah dilakukan.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan status nutrisi, status fungsi hati, pembentukan badan keton dan keseimbangan nitrogen pada pasien sirosis hati yang menjalankan puasa Ramadhan.
Metode: Penelitian "pre dan post" dengan consecutive sampling dilakukan pada pasien sirosis hati yang berpuasa Ramadhan. Penilaian status fungsional hati dengan skor Child-Pugh (CP), antropometrik dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT), ketebalan triceps skinfold (TSF) menggunakan kaliper Holtain, mid-arm muscle circumference, asupan makanan 24 jam, kadar 3-β-hidroksi butirat darah, serta pengukuran ekskresi nitrogen urin 24 jam, dilakukan pada minggu ke-4 Ramadhan dan 4 minggu pasca Ramadhan.
Hasil: Didapatkan 24 pasien sirosis hati, 16 orang (66,7%) laki-laki dan 8 orang (33,3%) perempuan yang menjalankan puasa Ramadhan dengan rerata umur 60 tahun. Etiologinya virus hepatitis B 54,2%, hepatitis C 20,8%, dan penyebab yang tidak diketahui 25%. Status fungsi hati CP A 19 orang (79,2%), CP B 2 orang (8,3%), dan CP C 3 orang (12,5%). Tidak ada perubahan skor CP pasca Ramadhan. Rerata (SD) IMT, ketebalan TSF, MAMC saat puasa Ramadhan berturut-turut adalah 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm dan pasca Ramadhan berturut-turut 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Kadar 3-β-hidroksi butirat darah saat Ramadhan adalah 0,14 (0.07) mmol/L, pasca Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Rerata (SD) keseimbangan nitrogen saat puasa Ramadhan 2,44 (2,93) gram/24 jam, pasca Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 jam (p=0,037).
Simpulan: Tidak ada pebedaan status fungsi hati dan kadar 3-β-hidroksi butirat darah pada saat dan pasca Ramadhan. Indeks massa tubuh dan ketebalan TSF membaik pasca Ramadhan. Keseimbangan nitrogen lebih positif saat Ramadhan. Puasa Ramadhan tampaknya tidak membahayakan pasien sirosis hati terutama pada kondisi fungsi hati yang terkompensasi.

Introduction: The prevalence of cirrhosis is high in Indonesia which most of are predominantly moslems. There were various metabolic changes happened in Ramadhan fasting that obligated for moslems that could influence clinical, nutritional, and biochemistry condition of cirrhotic patients.The study of effects of Ramdhan fasting in cirrhotics patients (pts) in Indonesia has never been investigated.
Aim of Study: To evaluate changes of liver functional status, nutritional status, serum 3-β-hidroxy butyric and nitrogen balance in cirrhotic patients during Ramadhan fasting.
Methods: This was a ‘pre and post’ study with consecutive sampling conducted in cirrhotic patients during Ramdhan fasting. Assessment of liver functional status by Child-Pugh (CP) score, anthropometric by measuring body mass index (BMI), triceps skinfold (TSF) thickness measured by Holtain caliper, and mid-arm muscle circumference, 24-hours food intake, serum 3-β-hidroxi butyric, and 24-hours urine nitrogen excretion, were performed at fourth week and four weeks after the end of Ramadhan fasting.
Results: Of 24 cirrhotic patients, 16 male (66,7%) dan 8 female (33,3%) who performed Ramadhan fasting were 60 years old in this study. Etiologies were hepatitis B viral (54,2%), hepatitis C ( 20,8%), and unknown (25%). Liver functional status were CP A 19 pts (79,2%), CP B 2 pts (8,3%), and CP C 3 pts (12,5%). No changes of this status after Ramadhan. Mean (SD) of BMI, TSF thickness, MAMC at Ramadhan concecutively were 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm and after Ramadhan 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Mean (SD) of serum 3-β-hidroxy butyric at Ramadhan was 0,14 (0.07) mmol/L, after Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Mean (SD) of nitrogen balance at Ramadhan was 2,44 (2,93) gram/24 hour, after Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 hour (p=0,037).
Conclusion: No difference of liver functional status and serum 3-β-hidroxy butyric during and after Ramadhan. Body mass index and triceps skinfold were better after Ramadhan. Nitrogen balance was more positive during Ramadhan compared to after Ramadhan. Ramadhan fasting is likely harmless especially in compensated liver cirrhosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Tia Efitasari
"Kondisi hiperglikemia pada pasien DM berhubungan dengan kelainan pada profil lipid. HBA1c sebagai salah satu kontrol glikemik diharapkan mampu menjadi prediktor profil lipid sebagai salah satu faktor risiko kelainan kardiovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar HbA1c dengan profil lipid pada pasien prediabetes. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada 69 orang pasien prediabetes berdasarkan kadar HbA1c antara 5,7 - 6,4 yang melakukan pemeriksaan pada Laboratorium Patologi Klinik RSCM data sekunder . Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi Spearman rsquo;s. Hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kadar trigliserida p: 0,045; r: -0,242 dan kadar HbA1c dengan kadar kolesterol total p: 0,027; r: -0,266 . Kesimpulannya, terdapat korelasi lemah negatif antara kadar HbA1c dengan profil lipid trigliserida dan kolesterol total pada pasien prediabetes. Kondisi ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi terhadap kelainan profil lipid dibandingkan dengan kadar HBA1c dan belum munculnya efek dari resistensi insulin terhadap kelainan profil lipid.

Hyperglycemia in Diabetes mellitus patients associated with abnormalities in the lipid profile. HbA1c as one of glycemic control is expected to be a predictor of lipid profile as one of a risk factor for cardiovascular disorders. The aim of this research is to investigate the correlation between HbA1c levels with lipid profile in prediabetes individuals. The research used cross sectional design in 69 patients with prediabetes based on their HbA1c levels between 5.7 6.4 in RSCM Clinical Pathology Laboratory secondary data . Data analysis was performed using Spearman 39 s correlation test. The results of this study, showed a significant relationship between HbA1C with triglyceride levels p 0.045 r 0.242 and HbA1c levels with total cholesterol levels p 0.027 r 0.266 . In conclusion, there were a weak negative correlation between HbA1c level and lipid profile tryglyceride and total cholesterol in prediabetes individuals. This conditions might occur because of the other factors that further contributes to abnormalities in lipid profile compared with the HbA1c levels and yet the appearance of the effect of insulin resistance on lipid profile abnormalities."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Perbowo Putra
"ABSTRAK
Nama : Ario Perbowo PutraProgram Studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Surveilans untuk Deteksi Dini Karsinoma Hepatoselular pada Pasien Sirosis Hati Latar Belakang: Sedikitnya pasien KHS yang didiagnosis melalui surveilans diduga merupakan penyebab terus rendahnya angka kesintasan, sehingga penting untuk diketahui proporsi pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati dan faktor-faktor yang berhubungan. Tujuan: Mengetahui proporsi pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode: Studi kohort retrospektif pasien sirosis hati di RSCM periode Januari - Desember 2013. Data didapatkan dari rekam medis dan dikonfirmasi ulang dengan telepon. Surveilans disyaratkan USG abdomen dengan atau tanpa AFP minimal satu kali setahun dalam 3 tahun setelah periode tersebut. Faktor-faktor yang diteliti adalah jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, ketersediaan jaminan pengobatan, lokasi tempat tinggal, keberhasilan edukasi surveilans, etiologi sirosis, serta derajat beratnya sirosis. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan surveilans. Hasil: Dari 200 pasien sirosis hati, 50 pasien 25,0 menjalani surveilans, 150 pasien 75,0 tidak menjalani surveilans. Analisis bivariat menghasilkan 4 variabel dengan nilai p < 0,25 yaitu jenis kelamin p = 0,056 , suku bangsa p = 0,231 , keberhasilan edukasi surveilans p = 0,005 , dan derajat beratnya sirosis p = 0,005 . Analisis multivariat menghasilkan faktor risiko terlaksananya surveilans adalah keberhasilan edukasi surveilans OR 2,615, IK 95 1,332 - 5,134 , p = 0,005 dan derajat beratnya sirosis OR 2,766, IK 95 1,413 - 5,415 , p = 0,003 . Simpulan: Keberhasilan edukasi surveilans dan derajat beratnya sirosis merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati. Kata Kunci: Sirosis hati, surveilans, faktor yang berhubungan.

ABSTRACT
Name Ario Perbowo PutraStudy Program Internal MedicineTitle Factors Related to The Implementation of Surveillance for Early Detection of Hepatocellular Carcinoma in Patients with Liver Cirrhosis Background Minimal number of KHS patients diagnosed through surveillance is thought to be the cause of continued low survival. It is important knowing the proportion of surveillance for early detection of KHS in patients with liver cirrhosis and related factors. Objective Determine the proportion of surveillance for early detection of KHS in patients with liver cirrhosis and related factors. Methods Retrospective Cohort study of patients with liver cirrhosis at RSCM from January to December 2013. Data obtained from medical records and reconfirmed by telephone. Surveillance is required for abdominal ultrasound with or without AFP at least once a year within 3 years after that period. Factors studied were gender, ethnicity, education level, income level, availability of medical assurance, location of residence, surveillance education successfulness, cirrhosis etiology, and severity of cirrhosis. Then logistic regression test is used in the multivariate analysis. Results From 200 patients, 50 patients 25,0 underwent surveillance, 150 patients 75,0 did not. Bivariate analysis resulted in 4 variables with p "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sudiro Waspodo
"Pendahuluan
Sirosis hati (SH) telah diketahui merupakan suatu keadaan yang ireversibel di dalam perkembangannya, SH dapat berakhir dengan gagal hati, hipertensi portal, atau dapat menunjukkan aktivitas yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami progresi, regresi atau menetap. Keluhan subyektif pada stadium awal penyakit SH biasanya sangat sedikit dan tidak jelas. Sedangkan pemeriksaan jasmani sering tidak dapat dipakai sebagai ukuran kecuali bila telah terjadi tanda dekompensasi. Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk pegangan mengikuti perjalanan penyakit seperti transaminase, bilirubin, kolesterol, BSP, dan Indocyanin green.
Pemeriksaan tersebut mempunyai beberapa kelemahan seperti sifat tidak spesifik pada pemeriksaan transaminase, gambaran bilirubin tidak hanya mencerminkan kerusakan parenkim hati, penurunan kolesterol bare terjadi pada penyakit yang berat, sedangkan pemeriksaan BSP mengandung bahaya alergi.
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan kegunaan pemeriksaan kadar garam empedu serum sebagai alat penyaring adanya penyakit hati dan untuk mengikuti perjalanan penyakit hati. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan pemeriksaan kadar garam empedu serum post prandial lebih sensitif sebagai alat penyaring adanya penyakit hati bila dibandingkan dengan pemeriksaan kadar garam empedu serum puasa. Namun sebaliknya telah dibuktikan bahwa nilai kadar garam empedu serum puasa lebih spesifik untuk penyakit hati. Juga dibuktikan bahwa tinggi rendahnya nilai rata-rata garam empedu serum puasa sesuai dengan berat ringannya penyakit Sirosis hati, meskipun masih didapatkan adanya angka-angka yang tumpang tindih.
Kegunaan pengukuran kadar garam empedu serum puasa sebagai petanda prognostik penyakit SH telah dilaporkan di luar negeri dan Indonesia, meskipun penelitian di Indonesia memberikan hasil yang berbeda. Penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa yang tinggi mempunyai risiko mati yang lebih besar pada tahun pertama dibandingkan dengan penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa, yang rendah.
Bertolak dari hal tersebut di atas ingin dikaji kembali manfaat lebih lanjut dari kadar garam empedu serum puasa sebagai salah satu alat prognostik dan sarana untuk mengikuti perkembangan penyakit sirosis hati."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Anggara Putra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Ensefalopati hepatikum minimal (EHM) adalah spektrum teringan dari abnormalitas neuropsikologis yang merupakan komplikasi dari sirosis hati yang berimplikasi pada kualitas hidup pasien. Namun, saat ini modalitas untuk mendiagnosis EHM masih terbatas. Salah satu modalitas pemeriksaan EHM adalah Critical Flicker Frequency (CFF), namun tidak semua fasilitas kesehatan memiliki alat ini. Model for End-Stage Liver Disease (MELD) adalah suatu sistem skoring yang dikembangkan untuk mengetahui prognosis pasien yang akan menerima transplantasi hati dan berdasarkan beberapa studi, berkorelasi dengan EHM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara MELD dengan CFF pada pasien sirosis hati.
Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang. Pengambilan data dilakukan sejak Maret hingga Mei 2016 di poliklinik Hepatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kriteria inklusi meliputi pasien sirosis hati dengan nilai Glasgow
Coma Scale (GCS) 15. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan ensefalopati hepatikum, hematemesis melena, stroke, gangguan penglihatan dan sirosis alkoholik, Subjek penelitian kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat CFF dan dihitung skor MELD masing masing.
Hasil: Sebanyak 60 pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 28 pasien tanpa EHM dan 32 pasien dengan EHM. Rata rata usia pasien 54,8 tahun. Jumlah hepatitis terbanyak adalah hepatitis B sejumlah 34 pasien dan skor Child Pugh terbanyak adalah Child Pugh A sebanyak 39 pasien. Nilai rerata CFF 36,9 ± 8,57 Hz dan skor MELD 10,3 ± 3,6. Didapatkan nilai r -0,097.
Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara skor MELD dan skor CFF.

ABSTRACT
Background: Minimal hepatic encephalopathy (MHE) is the mildest spectrum of neuropsychological abnormality as a complication of liver cirrhosis which has implication in quality of life. Meanwhile, there are only few modalities to diagnose MHE. One of them is Critical Flicker Frequency(CFF), but this modality is not available in every health center. Model for End-Stage Liver Disease (MELD)-a scoring system developed to determine the prognosis of patients who receive liver transplant-is correlated with EHM according to several studies. This study aimed to determine the correlation between MELD with CFF in cirrhotic patients.
Method:
This was a cross sectional study. Data were collected from March until May 2016 in Hepatological outclinic RSUPN Cipto Mangunkusumo. Inclusion criteria consist of cirrhosis pasien with Glasgow Coma Scale (GCS) 15. Exclution criteria consist of patient with hepatic encephalopathy, hematemesis melena, stroke, visual impairment, and alcoholic cirrhosis. All subjects were examined using CFF and MELD scores.
Results:
A total of 60 patients met the inclusion and exclusion criteria for the study. There are 28 patients with EHM and 32 patients without EHM. r value of -0,097. The mean age were 54.8 years old. Most subjects were diagnosed with hepatitis B (34 patients) and most subjects were scored A based on Child Pugh scoring(39 patients). Mean value of CFF and MELD are 36,9 ±8,57 Hz and 10,3 ±3,6 consecutively. The correlation score between two modalities were r -0,097.
Conclusion:
There was no correlation between MELD score and CFF score.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Sanityoso Sulaiman
"Telah dilakukan penelitian secara potong lintang terhadap pasien sirosis hati di poli Hepatologi dan IRNA B ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo di Jakarta, periode Januari 2000 sampai Juli 2000. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur kadar endotoksin endogen pada penderita sirosis hati non alkoholik yang sedang dalam keadaan stabil serta melihat adakah hubungannya dengan derajat beratnya sirosis. Pengukuran kadar endotoksin menggunakan metode spesifik dengan alat toxinometer yang berdasarkan metode turbidimetri kinetik, telah dilakukan pada 45 kasus sirosis hati non alkoholik, dua puluh kasus termasuk klasifikasi Child-Pugh A, tujuh belas kasus termasuk Child-Pugh B sedangkan delapan kasus termasuk Child-Pugh C. Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya peningkatan kadar endotoksin di vena perifer yang melebihi nilai normal pada semua kasus. Walaupun terlihat adanya sedikit peningkatan pada penderita sirosis hati Child-Pugh C dibandingkan pada yang ChildPugh B atau A. Namun peningkatan tersebut secara perhitungan statistik tidak bermakna.

A cross-sectional study has been conducted on liver cirrhosis patients at the Hepatology and IRNA B polyclinic in the internal medicine room of the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in Jakarta, the period of January 2000 to July 2000. The study aims to measure endogenous endotoxin levels in patients with non-alcoholic liver cirrhosis who are in a stable state and see if there is The relationship is with the severity of cirrhosis. Endotoxin levels were measured using a specific method with a toxinometer based on the kinetic turbidimetry method, which has been carried out in 45 cases of non-alcoholic liver cirrhosis, twenty cases including Child-Pugh A classification, seventeen cases including Child-Pugh B while eight cases included Child-Pugh C. In this study, there was no increase in endotoxin levels in the periver veins that exceeded normal values in all cases. Although there was a slight increase in patients with Child-Pugh C liver cirrhosis compared to ChildPugh B or A. However, the increase was statistically meaningless."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziatun Nikmah
"Sirosis hati merupakan penyakit hati kronis yang mempunyai komplikasi seperti varises esophagus, asites dan ensefalopati hepatikum. Karena bersifat kronis dan tidak bisa dipulihkan serta adanya komplikasi dari penyakit tersebut, maka secara substansial akan mengurangi kualitas hidup mereka. Oleh karena itu, diperlukan manajemen diri yang baik dalam mengelola penyakit sirosis demi menjaga agar tetap memiliki kualitas hidup yang baik pula. Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara self management dengan kualitas hidup pada pasien dengan sirosis hati di poliklinik RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 102 yang ditentukan berdasarkan non probability sampling. Penelitian ini menggunakan 3 kuesioner yang terdiri dari kuesioner karakteristik demografi, Self Management dan Chronic Liver Desease Quationnare (CLDQ). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara self management dengan kualitas hidup pada pasien dengan sirosis hati (p=0,002, α=0,05). Peneliti menyarankan perlunya upaya peningkatan self management pada pasien sirosis hati guna meningkatkan kualitas hidup mereka.

Liver cirrhosis is a chronic liver disease that has complications such as esophageal varices, ascites and hepatic encephalopathy. It has been reported that this chronic disease affects quality of life. Self management is deemed to contribute the quality of life in patient with chronic disease. This analytic descriptive study with a cross-sectional approach aimed to investigate relationship between self management and quality of life in patients with outpatient cirrhosis. The number of samples in this study was 102 which were determined based on non probability sampling. This study used 3 questionnaires consisting of demographic characteristic questionnaires, Self Management and Chronic Liver DeseaseQuationnare (CLDQ). The results indicate the majority of respondents have good self management (57 people) and have a good quality of life (53 people). Analysis data also showed there was a significant relationship between self management and quality of life in patients with liver cirrhosis (p = 0.003, α = 0.05). Thus, it is recommended that the need to increase self-management in liver cirrhosis is important in patients with liver cirrhosis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>