Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wita Jesiska
" ABSTRAK
Semakin maraknya pemasaran rumah susun yang masih belum dibangun atau masih dalam tahap pembangunan terutama yang belum mencapai keterbangunan minimal 20 menjadikan terhambatnya proses pemasaran jual beli satuan rumah susun antara pelaku pembangunan dengan konsumen melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB . Pemasaran satuan rumah susun tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemesanan terlebih dahulu yaitu melalui Surat Pesanan Satuan Rumah Susun yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB . Skripsi ini membahas mengenai konsep Surat Pesanan Satuan Rumah Susun sebagai alternatif pelaksananan penjualan satuan rumah susun oleh perusahaan pengembang. Pembahasan pertama adalah mengenai kekuatan mengikat surat pesanan terhadap pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun. Kedua membahas mengenai status pemilikan satuan rumah susun dalam proses jual beli berdasarkan Surat Pesanan dan PPJB. Ketiga membahas mengenai kekuatan mengikat Surat Pesanan yang dilakukan antara Sdr. Ike Farida dan PT. Elite Prima Hutama terkait dengan ada tidaknya wanprestasi oleh PT. Elite Prima Hutama yang menjadi inti permasalahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 51/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL. Dengan dilakukannya analisis berdasarkan metode penelitian yuridis normatif, Surat Pesanan Satuan Rumah Susun merupakan suatu bentuk perjanjian innominaat yang sifatnya baku dimana kewajiban yang lahir dari Surat Pesanan tersebut adalah pelaksanaan PPJB. Proses pelaksanaan jual beli satuan rumah susun melalui Surat Pesanan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli belum mengalihkan hak atas kepemilikan Satuan Rumah Susun dari perusahaan pengembang kepada pembeli. Surat Pesanan yang dilakukan antara Sdr. Ike Farida dan PT. Elite Prima Hutama dapat dikatakan sah dan mengikat sehingga PT. Elite Prima Hutama telah wanprestasi dalam melaksanakan PPJB.
ABSTRACT Proliferative marketing of the un built or under construction condominium which has not reached at least 20 of construction delays the implementation of making the Preliminary Sale and Purchase Agreement. The under construction condominiums were marketed by booking through Purchase Order Letter. This Purchase Order Letter is followed by the Preliminary Sale and Purchase Agreement in order to implement the Sale and Purchase Agreement of condominium unit. This thesis discusses about the concept of Purchasing Ordering Letter as an alternative sale of under construction condominium by the developer. First discussion describes the binding power of the Condominium Purchase Order Letter towards the implementation of Sale and Purchase Agreement. Second discussion describes the ownership right of condominium by buying and selling through Purchase Order Letter and Preliminary Sale and Purchase. Third discussion describes whether there is a breach of Purchase Order Letter which is made by Ike Farida and PT. Elite Prima Hutama based on South Jakarta State Court No. 51 PDT.G 2015 PN.JKT.SEL. By using normative legal research, this thesis also concludes that Purchase Order Letter is a form of innominate and standardized agreement. As an agreement, Purchase Order Letter creates legally binding obligation between two parties to implement the Preliminary Sale and Purchase Agreement of Condominium. The implementation process of buying and selling of Condominium unit through Purchase Order Letter and Preliminary Sale and Purchase Agreement have not transferred the Condominium Unit ownership rights of the developer to the buyer. The Purchase Order Letter between Ike Farida and PT. Elite Prima Hutama is valid and binding, so PT. Elite Prima Hutama has been in default or breach of contract by not implementing the Preliminary Sale and Purchase Agreement as agreed in the Purchase Order Letter."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S65765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Ratna Adila
"Skripsi ini membahas mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang cidera janji debitur. Putusan tersebut merupakan tindak lanjut dari kasus antara penggugat yang merupakan konsumen dari perusahaan pembiayaan PT. Astra Sedaya Finance selaku tergugat dalam perkara perbuatan melawan hukum terkait penyitaan jaminan fidusia milik konsumen. Tidak hanya sampai pada kasasi, Penggugat juga memohon pengujian Undang- Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 15 Ayat 2 dan 3 yang hasilnya dituangkan dalam putusan ini. Pasal-pasal tersebut ternyata mengandung frasa cidera janji debitur yang menjadi salah satu penyebab masalah dimana kreditur dianggap berlaku sewenang-wenang, putusan ini juga tidak luput dari perdebatan ahli mengenai cidera janji debitur yang menjadi salah satu syarat eksekusi jaminan. Pendapat-pendapat tersebut akhirnya membawa Majelis Hakim pada sebuah putusan yang menyebutkan tentang kesepakatan cidera janji debitur. Untuk menilai apa yang dimaksud dengan kesepakatan cidera janji debitur, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yang melakukan penelitan terhadap sumber hukum primer dan sekunder. Sehingga akhirnya penulis sampai pada kesimpulan bahwa kesepakatan cidera janji debitur yang dimaksud Hakim adalah tidak sesuai dengan peraturan tentang keperdataan yang berlaku di Indonesia.

This paper discusses about the the Constitutional Court Number 18/PUU-XVII/2019 concerning the debtor's breach of contract. The court decision is followed by the case between the debtor who is a consumer of PT. Astra Sedaya Finance as a finance company and also the defendant in the case of illegal acts against the execuiton of consumer fiduciary guarantee. Not stopping until cassation, the Plaintiff also requested a statutory test on Fiduciary Law Number 42 of 1999 Article 15 Paragraphs 2 and 3, which the results set forth in this decision. These articles also contain the phrase of debtor's breach of contract which turns out to be one of the problem where the creditor is considered to be acting arbitrarily, this court decision also can not be seperated from the expert debate about the debtor's breach of contract which is one of the conditions of guarantee execution. These opinions finally brought the Panel of Judges to a decision whom stated about debtor’s breach of contract deals. To assess what is meant by the debtor’s breach of contract deals, the author uses the method of normative legal research that conducts research on primary and secondary legal sources. Finally the writer came to the conclusion that the Constitutional Court Judge Council statement about consent in breach of contract is not constitute with what has been written in Indonesian Civil Code. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Setiawan
"Skripsi ini membahas mengenai mengenai gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dapat diajukan dari sebuah pelanggaran perjanjian menurut Hukum Perdata di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif normative legal research dengan studi kepustakaan. Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab permbahasan mengenai mengenai ketentuan tentang Perbuatan Melawan Hukum, unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum, dan kaitannya jika dihubungkan kedalam suatu perbuatan perikatan sesuai dengan Hukum Perdata Indonesia. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri No. 34/Pdt.G/2010/PN.TNG, Kota Tangerang, Propinsi Banten yang dikaitkan dengan teori. Hasil penelitian ini menyarankan mengenai gugatan yang diajukan berdasarkan suatu perbuatan perikatan tidak hanya wajib digunakan gugatan wanprestasi tetapi gugatan Perbuatan Melawan Hukum juga dapat diajukan terhadapnya sebagaimana yang tertulis di dalam penelitian ini.

This thesis discusses about the tort claims that may be made of a breach of contract under civil law in Indonesia. This research is a normative juridical-legal normative research to study literature. The research methods used to answer permbahasan regarding the provisions of the Unlawful acts, the elements of the tort, and connection when plugged into an act of engagement in accordance with the Indonesian Civil Code. In addition, this paper also analyzes the case of the District Court No.. 34/Pdt.G/2010/PN.TNG, Tangerang City, Banten Province associated with the theory. The results of this study suggest about the lawsuit filed by an act of engagement is not only obliged to use default action but also tort claims may be brought against it as it is written in the present study."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian leasing pada umumnya dan masalah wanprestasi lessee pada khususnya. Penulis mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian debitur yang tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan. Debitur, dalam hal ini lessee, sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian leasing.
Secara umum, bentuk wanprestasi lessee ada tiga macam: Pertama lessee tidak membayar harga pada tanggal yang telah ditentukan. Kedua, lessee tidak membayar denda atas keterlambatannya membayar sewa atau terlambat membayar denda itu. Ketiga, lessee melakukan tindakan-tindakan yang dilarang dalam perjanjian leasing. Untuk menyelesaikan masalah ini, lessor dapat menempuh tiga alternatif yaitu: Pertama, melalui negosiasi. Kedua, damai melalui arbiter. Ketiga, melalui pengadilan.
Dalam praktek, masih banyak kasus wanprestasi lessee yang tak tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Hal ini karena sampai sekarang belum ada undang-undang yang khusus mengatur masalah leasing. Penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia membentuk undang-undang mengenai leasing. Undang-undang yang baru nanti hendaknya mencakup aspek-aspek leasing secara lebih luas serta dapat memberikan dorongan bagi pengembangan industri leasing pada waktu yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Sekar Dahayu
"Tulisan ini menganalisis bagaimana profesi notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum mengikatkan dirinya dalam surat perjanjian kerja berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1286/K/Pdt/2019. Metode penulisan yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian doktrinal. Kewenangan notaris telah jelas diuraikan dalam peraturan perundang-undangan tentang Jabatan Notaris. Namun, terkait dengan kewenangan pembuatan surat perjanjian kerja yang menjadikan seorang notaris sebagai pihak belum ada suatu patokan baku. Hal ini yang menyebabkan seorang notaris dapat dinyatakan wanprestasi atas perjanjian dalam surat perjanjian kerja. Fungsi surat perjanjian kerja pada dasarnya menunjukkan kelemahan karena terdapat komponen yang mengakibatkan salah satu pihak kedudukannya lebih rentan yang tidak berbanding dengan pihak lainnya. Dalam menjalankan jabatannya notaris dihadapkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat menjerumuskannya ke dalam permasalahan hukum. Oleh karena itu, Undang- Undang dan Kode Etik Jabatan hadir untuk menjadi pedoman seorang notaris dalam menjalankan tugasnya.

This analysis explores the legal responsibility of notaries in cases where employment agreements lead to breach of contract. The study is based on the case of the Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1286/K/Pdt/2019. The doctrinal research method is employed in examining the specific legal aspects involved. The authority of notaries is clearly defined in law regarding the Position of Notary, there is lack of standardized guidelines for notaries when notary become parties in the employment agreements. This gap has implications, as notaries may be held accountable for breach of contract in such agreements. The inherent weaknesses in the function of employment agreements become apparent due to components that render one party more vulnerable than the other. Notaries, in the course of their duties, face potential legal challenges, and thus, laws and the Code of Ethics for the profession serve as essential guides to navigate these responsibilities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinatta Amelia Utami
"Sebuah perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam hidup manusia. Begitu banyak persiapan yang dilakukan agar perkawinan itu dapat terlaksana sesuai dengan yang diinginkan. Sebelum terlaksanya perkawinan, pada umumnya pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan terlebih dahulu mengutarakan keseriusan niatnya dengan menjanjikan perkawinan atau menggelar acara peminangan atau yang dikenal pula dengan pertunangan. Akan tetapi tidak jarang janji-janji itu tidak dipenuhi dan menimbulkan kerugian bagi salah stau pihak sehingga membawanya ke muka pengadilan. Skripsi ini membahas sekaligus menganalisa beberapa putusan-putusan pengadilan berkaitan dengan pembatalan sepihak pelaksanaan perkawinan sebagai suatu pembuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode peneltian normatif yuridis. Hasil penelitian dalam tulisan ini menunjukkan dalam mayoritas putusan hakim pengadilan menyatakan bahwa dibatalkannya pelaksanaan perkawinan secara sepihak merupakan sebuah perbuatan melawan hukum, namun Penulis juga menemukan perbedaan perdapat dalam putusan hakim yang mana menyatakan bahwa pembatalan secara sepihak atas pelaksanaan perkawinan adalah merupakan sebuah wanprestasi.

A marriage is one of the important events in human life. So many preparations were made so that the marriage itself could be carried out as desired. Before the marriage is carried out, in general, couples who want to get married first express the seriousness of their intention by promising marriage or holding a marriage ceremony or what is also known as engagement. However, it is not uncommon for these promises not to be fulfilled and cause harm to one of the parties, thus bringing them to court. This paper discusses as well as analyzes several court decisions relating to the cancellation of promise to marry by one of the party as the law of tort. The research method used is juridical-normative research method. The results of the research in this paper show that the majority of court judges' decisions stated that the cancellation of promise to marry is an act against the law, but the author also finds inconsistencies in the judge's decision which states that those same matter in some cases was categorized as a breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Vista Dewi
"Dalam proses beracara di muka pengadilan ternyata banyak terdapat adanya sengketa dalam peradilan di Indonesia yang terjadi antara seorang pengacara dengan kliennya dimana sebelumnya ada suatu ikatan guna pemberian kuasa dari masing-masing mereka guna mewakili dalam proses beracara di muka pengadilan. Untuk melihat sebab-sebab yang menimbulkan sengketa ini maka akan dibahas mengenai perjanjian pada umumnya, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, serta pembatalan yang dapat terjadi dalam suatu perjanjian. Pemberian kuasa antara seorang klien kepada pengacara jelas merupakan suatu bentuk kepercayaan yang akan dihubungkan dengan upaya pemberian bantuan hukum yang ada di Indonesia khususnya dalam proses beracara di muka pengadilan wanprestasi yang terjadi sehubungan dengan adanya perjanjian yang mengikat diantara mereka, khususnya perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan jasa-jasa tertentu tergolong kedalam bentuk Wanprestasi yang Negatif sehingga diperlukan adanya Somasi dalam hal ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Agustinus Alva
"Dalam penyelesaian sengketa untuk para pihak yang telah membuat perjanjian memuat klausul arbitrase, penyelesaian sengketanya akan melalui arbitrase, maka para pihak tidak diperkenankan melalui pnegadilan karena sudah disepakati para pihak, yang dimana perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Maka dalam penelitian ini diajukan dua permasalahan pokok yaitu Apakah pada studi putusan no:  681/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL mengenai sengketa perjanjian arbitrase Rizal, Kaiser Renort, Edward Sahat Simanungkulit, dan Lusiana Julia dengan PT. Pembangkit Listrik Negara di pengadilan dapat diselesaikan menurut UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS dan Bagaimana peranan lembaga arbitrase yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 dalam penyelesaian sengketa yang ada di indonesia. Penelitian ini secara yuridis normatif terhadap studi putusan nomor: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan logika deduktif. Berdasarkan analisis terhadap studi putusan nomor: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. diketahui adanya perjanjian yang memuat klausul arbitrase yang dibuat oleh para pihak namun sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan dan kemudian pengadilan tetap menerima dan memutus sengketa tersebut, walaupun perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu telah memuat klausul arbitrase.

In dispute resolution for parties who have made an agreement containing an arbitration clause, the dispute resolution will be through arbitration, so the parties are not permitted to go to court because it has been agreed by the parties, where the agreement is binding on the parties. So in this research two main problems are raised, namely whether in the study of decision no: 681/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL regarding the arbitration agreement dispute between Rizal, Kaiser Renort, Edward Sahat Simanungkulit, and Lusiana Julia with PT. State Electricity Generation in court can be resolved according to Law no. 30 of 1999 concerning Arbitration and APS and what is the role of arbitration institutions regulated in Law Number 30 of 1999 in resolving disputes in Indonesia. This research is juridically normative regarding the study of decision number: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. Data processing is carried out qualitatively, while conclusions are drawn based on deductive logic. Based on analysis of decision study number: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. It is known that there is an agreement containing an arbitration clause made by the parties, but the dispute was resolved through the court and then the court still accepted and decided the dispute, even though the agreement made by the parties contained an arbitration clause."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Alifah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai kedudukan pihak ketiga yang melakukan pembayaran dalam suatu kasus wanprestasi perjanjian pemborongan. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan, yakni bagaimana kedudukan dan tanggung jawab Direksi yang diberikan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas serta bagaimana akibat hukum pembayaran oleh pihak ketiga dalam konsep hukum perdata. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hasil analisis ini, Pasal 1382 KUHPerdata merupakan pasal yang tepat untuk digunakan, karena mengatur mengenai pembayaran oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan. Dengan demikian, pihak ketiga yang tidak berkepentingan, atas nama debitur dapat melakukan pembayaran utang debitur kepada kreditur dengan tidak menggantikan hak-hak kreditur kepada debitur.

ABSTRAK
This study discusses legal standing of payment made by third party in the breach of chartering agreement. There are two issues in this study, first related to status and responsibility of Director given by Limited Liability Company Law then the second about legal consequences for the payment made by third party according to civil law. This study uses normative juridical research. Based on the results of this analysis, Article 1382 of Civil Code is the right article to use because it adjust payment made by third party who have no interest in the agreement. Thus, third party who have no interest in an agreement, on behalf of a debtor can make payment to creditor without gaining creditor rights to the debtor.
"
2016
S63188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina
"Kebutuhan masyarakat bermula dari adanya tukar menukar tetapi seiring dengan berjalannya waktu maka lebih disebut dengan jual beli dan itu dilaksanakan dengan perjanjian. Dalam membuat suatu perjanjian maka dibutuhkan kesepakatan para pihak. Kesepakatan menurut hukum adalah kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri untuk dituangkan dalam akta notaris yang dibuat oleh notaris. Akta otentik dibuat oleh pejabat umum yaitu notaris yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum akan akta yang dibuat tersebut. Notaris yang membuat akta tersebut dalam kasus ini adalah notaris yang telah diangkat sumpah dan berwenang membuat akta otentik. Permasalahan yang dibahas oleh penulis mengenai akta yang dibuat oleh notaris yang telah sesuai dengan wilayah kewenangannya akan tetapi hakim membatalkan dengan pertimbangannya bahwa objeknya berada diluar wilayahnya. Maka yang menjadi permasalahan bagaimana keabsahan akan perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris yang telah sesuai dengan wilayah kewenangannya? dan bagaimana kekuatan dan kedudukan surat kuasa luas yang telah dibuat oleh notaris?. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris dan preskriptif. Dari hasil penelitian maka diperoleh simpulan adalah akta yang dibuat oleh notaris telah memenuhi ketentuan dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) antara calon pembeli dengan calon penjual dan keabsahan perjanjian yang dibuat tersebut sah merupakan akta otentik yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mengenai kuasa kekuatan surat kuasa luas tersebut merupakan surat kuasa yang merupakan satu kesatuan dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dimana penjual memberikan kuasa istimewa kepada pembeli untuk melakukan kewajiban daripada pemberi kuasa tersebut dan kuasa luas tersebut juga merupakan akta otentik.

Needs of the community initiated from trade-offs but over time it become sale and purchase which executed with agreement. Agreement from both parties is required to make a notarial deed. Deals according to law is both parties in an agreement must have the free will to bind themselves in notarial deed. Authentic notarial deed aim to obtaining legal certainty of intended deed. In this case, the notary is a person appointed oath and authorized to make an authentic deed. The case discussed by the author is regarding the deed made by a notary who is already in accordance to its jurisdiction but the judge has canceled with his discretion that the object was outside its territory. This thesis discusses about the validity of the deed of agreement of sales and purchase made by the notary in accordance to its jurisdiction? And how is the strength and position of the power of attorney that has been made by a notary? This research is a normative juridical research with explanatory and prescriptive typology. This study conclude that deed the notarial deed meets the requirements in issuing the deed of agreement of sales and purchase between potential buyers with potential sellers and validity of the agreement made is legitimately an authentic deed in accordance with legislative regulation and regarding the power of vast letter of authority which is a unity in the making of binding sale and purchase agreement whereas seller gives special powers to buyers to do his duty rather than granting power of attorney and vast power is also an authentic deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T28259
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>