Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182816 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica
"Tesis ini membahas peran media massa milik Pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu Antaranews.com dan ABC Online dalam mengangkat isu yang sensitif dalam hubungan internasional, seperti kasus penyadapan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Penelitian ini menggunakan model interaksi media-hubungan internasional milik Tsvetelina Yordanova untuk mengetahui peran media massa di ranah domestik dan internasional. Dalam kasus penyadapan Presiden Yudhoyono, Antaranews.com dan ABC Online menekankan pada Australia sebagai sumber permasalahan utama. Kedua media ini juga banyak memberitakan pengkajian ulang kerja sama Indonesia dan Australia sebagai rekomendasi terbaik bagi Indonesia. Selain itu, kedua media ini juga merekomendasikan kepada Pemerintah Australia untuk meminta maaf dan memberikan klarifikasi kepada Indonesia, serta merekomendasikan kedua negara tersebut untuk menerapkan kode etik dalam kerja sama di masa depan. Perbedaan di antara kedua media ini adalah tingkat ketergantungannya terhadap pemerintah. Sebagai aktor domestik, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia dan elit politik sebagai sumber berita utamanya, sehingga media ini hanya bergerak sebagai pelapor dan alat pemerintah. Sedangkan, ABC Online mengandalkan beragam sumber berita, baik dari Indonesia maupun Australia, bahkan elit politik maupun non-elit politik, seperti masyarakat dan praktisi perdagangan. Media ini juga tidak hanya melaporkan berbagai perspektif sumber berita, tetapi juga menyajikan analisis dan opininya mengenai kasus tersebut. ABC Online juga aktif melakukan verifikasi informasi sejak awal penguakan kasus ini ke ranah publik. ABC Online bahkan memberitakan kasus ini dengan frame yang menyudutkan Pemerintah Australia. Independensi ABC Online memungkinkan media ini bergerak secara maksimal sebagai aktor internasional. Berbeda dengan ABC Online, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia sebagai sumber beritanya, sehingga frame yang digunakan sama dengan frame pemerintah. Hal ini mengakibatkan Antaranews.com memiliki dampak yang terbatas dalam ranah internasional.

This thesis explores the role of state owned mass media, namely Antaranews.com from Indonesia and ABC Online from Australia, in informing sensitive issues on international relations, such as the wiretapping of Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono by Australian intelligence. The research uses Tsvetelina Yordanova rsquo s media international relations interaction model to know the role of mass media as a domestic and an international actor. In President Yudhoyono rsquo s case, Antaranews.com and ABC Online emphasized Australia as the main problem of the case. Both media also frequently showed that the way Indonesian government suspended some cooperation was the best recommendation for Indonesia. As for Australia, both media also agreed that the Australian government needed to apologize and give clarification to Indonesia. Both media also thought that both countries would need to use a code of ethic for future cooperation. However, Antaranews.com and ABC Online also have some differences in informing the wiretapping scandal. ABC Online not only used Australian and Indonesian elite as its news sources, but also the public in both countries in a moderate amount. The media also provided more variety of frames than Antaranews.com in defining the problems and giving recommendations. Moreover, ABC Online not only gave a mere information, but also analysis and opinion in this case. ABC Online also actively verified information from Edward Snowden before publishing the story to the public. On top of everything, the media was not afraid to use frames that delegitimized Australian government policy. The autonomy of ABC Online makes it possible for the media to work as an international actor. On the other hand, Antaranews.com still depended a lot on Indonesian government and political elite as its news sources. The media used the same frame as the government and elites rsquo frame to inform the public. Therefore, the media had a limited impact as an international actor, because it had no stand on this issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aulia Faradina
"Tulisan ini menggambarkan kondisi dan peran media massa sebagai sarana pemberi informasi dan pemantau selama masa Pemilihan Presiden RI tahun 2014 lalu. Media massa juga dianggap mampu menyusun realita dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi wacana yang memiliki kekuatan mengkampanyekan politik. Calon presiden dan wakil presiden bersaing dengan menerapkan strategi komunikasi yang ampuh guna memenangkan kompetisi di ajang Pemilu 2014. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan pemikiran peran media massa dan teori komunikasi massa dan komunikasi politik yang dikemukakan oleh Paul F. Lazarsfeld dan Elihu Katz.

This paper describes the condition and the role of the mass media as a means of giving information and monitoring during the 2014 Presidential election last. The mass media are also considered to be able to compile the reality of the events that happened to be a discourse that has the power of a political campaign. Candidates for president and vice president compete with each other by implementing effective communication strategy in order to win the competition in the general election 2014. The discussion is done by using thought the role of mass media and mass communication theory and political communication presented by Paul F. Lazarsfeld and Elihu Katz.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widyawati, auhtor
"Peristiwa - peristiwa yang melandasi naik turun hubungan Indonesia Australia telah "diberitakan" oleh media massa Indonesia dengan inteprestasi yang berbeda sesuai dengan agenda masing - masing media tersebut. Dengan menggunakan metode analisis isi, penditian ini menganalisis berita berita Australia di dua suratkabar nasional Indonesia setelah satu tahWI terpilihnya Kevin: Rudd sebagai Perdana Menteri ( November 2007 - November 2008). Di era kecanggihan dunia informasi membuat pilihan - pilihan sumber berita menjadi beragam. Tidak adanya agenda setting membuat berita berita teutang Australia hanya didasarkan pada keadaan dan isu yang ada saja. Kondisi ini memberikan kesempatan bagi pihak luar yang berkepentingan untuk dapat men-set berita sesuai kehendak dan kepentingan politik tertentu.

The events on which the fluctuations of the Indonesia-Australia ties are based have been "reported" by the Indonesian mass media with different interpretations according to the agenda of each media source. Using the content analysis method, this research analysed the Australian news in two Indonesian national newspapers a year after the electora1 win of Kevin Rudd as Prime Minister ( November 2007 - November 2008). In this modem era and with available facilities from newspapers, options fur news sources have changed and have been more diverse. The absence of an agenda setting means the news reported is only based on the existing situations and issues, and this situation provides opportunities fur concerned external parties to set and direct news towards certain political wills and interests."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radhiatmoko
"ABSTRAK
Paska Perang Dingin telah membawa era keterbukaan yang mendorong intelijen untuk lebih beratensi terhadap eksploitasi sumber data terbuka. Meskipun sebelumya, eksploitasi sumber data terbukayang dikenal sebagai OSINT sering digunakan dalam proses intelijen, namun nilainya masih dipandang rendah oleh komunitas intelijen. OSINT hanya sebagai bahan sekunder dan pelengkap bagi sumber tertutup. Pandangan tersebut muncul, sebab sumber data terbuka dinilai bukan sumber yang terklasifikasi. Agar menjadi informasi intelijen maka diperlukan validasi dan analisis terlebih dahulu. Pada penelitian ini, teknologi informasi melalui prosestext mining digunakan sebagai alat bantu dalam proses eksploitasi sumber data terbuka. Sedangkan pada proses analisisnya mengunakan pendekatan timeline analisis dan social network analisis (SNA). Pendekatan timeline analisis dilakukan untuk mengambarkaninteraksi antar aktor terhadap urutan waktu. Sedangkan pendekatan SNA dilakukan untuk memetakan siapa aktor penting pada interaksi antar aktor. Hasil eksploitasi sumber data terbukayang telah diolah digunakan untuk mendeteksi ancaman atau sebagai early warning dalam mendukung proses analisa intelijen. Deteksi ancaman tersebutdijelaskan dalam tiga sinyal: weak signal (emerging issues), strong signal dan wildcard. Isu penyadapan Australia terhadap Indonesia diangkat sebagai studi kasus dalam penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana melakukan eksploitasi sumber data terbuka untuk mendeteksi ancaman.

ABSTRAK
The end of the Cold War has brought about an era of openness that subsequently pushed intelligence to devote more attention to the exploitation of open data sources. Although previously, the exploitation of open source data known as OSINT, is often used in the intelligence process, but the value is still considered inferior by the intelligence community. OSINT is only considered as a secondary and supplementary materials for closed sources. The opinion comes up because open data sources is not considered classified sources. To become intelligence information it needs validation and analysis beforehand. In this study, information technology through text mining process is used as a tool in the process of exploitation of open data sources, while in the process of analysis it uses a analysis timeline approach and social network analysis (SNA). The analysis timeline approach is taken to see the interaction between the actors of the time sequence, while the SNA approach is to map out who is the important actor in the interaction between actors. The exploitation of open data sources that have been processed is used to detect a threat or as an early warning in supporting the intelligence analysis process. Detection of these threats are described in the three signals: weak signal (emerging issues), strong signals and wildcards. The issue of Australian wiretapping against Indonesia is taken as a case study in this research to explain how to exploit open data sources to detect threats.
"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Nadya Kartika
"Pemilihan presiden 2019 melibatkan banyak unsur karena menjadi bagian dari masyarakat jaringan, mulai kandidat, media massa, khalayak, dan media sosial. Kehadiran media massa di masa kampanye pilpres 2019 menjadi bagian penting karena fungsi media massa sebagai penyalur informasi terkait kandidat presiden dan wakil presiden yang akan dijadikan bahan pertimbangan masyarakat untuk menentukan presiden dan wakil predisen terpilih nanti. Pemberitaan yang berimbang diharapkan menjadi fokus utama agenda media massa, salah satunya media daring.
Kemudahan mengakses informasi dari pemberitaan media daring semakin didukung dengan perkembangan teknologi berupa internet dan media sosial. Proses pemberitaan tersebut tidak lepas dari peran jurnalis sebagai bagian dari jaringan masyarakat. Jurnalis yang dipandang memiliki nilai tentu mempunyai pandangan dan pertimbangan dalam memproduksi hingga mempublikasi berita terkait kegiatan kandidat presiden dan wakil presiden.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pertimbangan jurnalis untuk memutuskan arah pemberitaan yang hendak ditulis dan dipublikasi, mulai dari fungsi panjaga gawang yang digambarkan dalam Model Westley-MacLean (1953), faktor psikologi sosial dalam Model Maletzke (1963), serta kehadiran media sosial dalam Reversed Agenda Setting. Untuk melihat bagaimana faktor-faktor mikro dan mezo bekerja dalam proses produksi pemberitaan jurnalis media daring di masa kampanye presiden, penulis menggunakan paradigma post-positivis dengan pendekatan kualitatif deskriptif eksploratif. Sehingga tujuan penelitian ini untuk menggambarkan secara utuh model komunikasi massa dalam produksi berita jurnalis media daring saat masa kampanye pilpres 2019.
Melalui wawancara open-ended question terhadap enam subjek penelitian yang berasal dari media daring kompas.com dan detik.com, penulis menemukan sejumlah faktor dalam proses produksi pemberitaan media daring. Ditemukan faktor internal dan eksternal dari jurnalis sebagai individu mewarnai pertimbangan dalam proses produksi berita media daring selama masa kampanye presiden. Faktor internal dan eksternal memiliki tingkatan yang dibagi dalam empat tingkatan, yang terdiri dari faktor individu, embedded person, penjaga gerbang, organisasi media, regulasi, ruang sosial, dan perkembangan teknologi: internet dan media sosial.

Indonesian presidential campaign in 2019 greatly involved so many elements in the networked society, starting from the candidates themselves, mass media, the public, and social media. Mass media presented itself as a crucial factor during campaign time because its function as a channel of information distribution regarding all the candidates was regarded important for the public to weigh the options and choose the next president and vice president. A fair coverage of each candidate was expected to be the main focus of mass media agenda, that included the online media as well.
Accessing information from online media had been getting easier as internet and social media grew tremendously. The role of journalists as part of the networked society was inevitably accounted in the news-writing process. Journalists that was regarded to have a sense of values should have a point of view and judgement when it comes to writing and delivering stories about the activities of all the candidates during campaign.
Factors to be accounted for that played important role on journalists' judgement to frame an event into a story and deliver it are the roles of gatekeepers as described in Westley-Maclean Model (1953), social psychological factor in Maletzke Model (1963), and social media in Reversed Agenda Setting. To better observe how micro and meso-level factors work on online media journalists' news-production process during the moments of presidential campaign, this research is designed to fall into area of post-positivist paradigm and implements qualitative descriptive explorative approach. Therefore, the goal of this research is to fully depict and describe mass communication model of online media journalists' news-production process during Indonesian presidential campaign 2019.
Through a series of interviews using open-ended questions to six research subjects that worked for online media kompas.com and detik.com, several factors were discovered in news-production process of online media. It was discovered that the journalist's internal and external factors as individuals played important role in producing stories for online media during the presidential campaign. These internal and external factors are divided into four levels, which are individual factor, embedded person, gatekeeper, media organization, social space, and technological advancements: the internet and the social media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ircham Miladi Aganovi
"[ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat bentuk keberpihakan yang dilakukan oleh Kompas.com, Detik.com, Republika.co.id dan Tempo.co terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2014. Keberpihakan dilihat
melalui dua dimensi yang terdapat dalam konsep imparsialitas yakni keberimbangan dan netralitas. Penelitian ini menemukan fakta bahwa pemberitaan yang dilakukan oleh media online yang diteliti cenderung tidak berimbang, dilihatndari tidak dimuatnya keterangan dua sisi dalam satu teks pemberitaan serta adanya pemfavoritan terhadap calon tertentu. Pemberitaan Kompas.com, Detik.com dan Tempo.co memfavoritkan pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla sementara pemberitaan Republika.co.id memfavoritkan pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Mengenai netralitas, mayoritas pemberitaan di Kompas.com, Detik.com, Republika.co.id dan Tempo.co tidak mencampurkan fakta dan opini. Namun, pemberitaan yang dilakukan oleh Kompas.com, Detik.com, Republika.co.id dan
Tempo.co melakukan penyimpulan satu pihak.

ABSTRACT
The study will examine how online media like Kompas.com, Detik.com, Republika.co.id and Tempo.co partially support the candidates of Indonesian president and vice president on Presidential Election 2014. Online media in this study are those who does not have a direct affiliation to political interests. The concept of impartiality is used to identify the form of partiality. With following dimensions: balance and neutrality, this study found some facts. First, about balance, this study found a fact that online media which has been studied is not nbalance when reporting news. It proved by only a few news that give both sides opinion. This study also found that several media favoring certain candidates. Kompas.com, Detik.com and Tempo.co favoring Joko Widodo – Jusuf Kalla while Republika.co.id favoring Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Second, about nneutrality, this study found the majority of news in Kompas.com, Detik.com, Republika.co.id and Tempo.co did not mix the fact and opinion. However, these media made one side conclusion by giving limited fact while reporting news., The study will examine how online media like Kompas.com, Detik.com,
Republika.co.id and Tempo.co partially support the candidates of Indonesia
president and vice president on Presidential Election 2014. Online media in this
study are those who does not have a direct affiliation to political interests. The
concept of impartiality is used to identify the form of partiality. With following
dimensions: balance and neutrality, this study found some facts. First, about
balance, this study found a fact that online media which has been studied is not
balance when reporting news. It proved by only a few news that give both sides
opinion. This study also found that several media favoring certain candidates.
Kompas.com, Detik.com and Tempo.co favoring Joko Widodo – Jusuf Kalla
while Republika.co.id favoring Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Second, about
neutrality, this study found the majority of news in Kompas.com, Detik.com,
Republika.co.id and Tempo.co did not mix the fact and opinion. However, these
media made one side conclusion by giving limited fact while reporting news.]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Azzahra Puji Lestari
"Kedekatan geografis antara Indonesia dan Australia memperlihatkan hubungan yang harmonis pada kedua negara terutama dalam bidang keamanan. Kerjasama keamanan telah terjalin antara Indonesia dengan Australia. Hubungan pasang surut yang terjadi antara Indonesia dan Australia diakibatkan oleh dinamika politik internasional. Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu bidang yang menjadi fokus Indonesia dan Australia dalam menjaga keamanan kawasan. Dampak perkembangan tersebut dapat menjadi perselisihan antara Indonesia dengan Australia terutama pada kasus penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia melalui penyadapan jaringan komunikasi Presiden Yudhoyono. Pasca kasus penyadapan oleh Australia telah memberikan ketegangan dalam hubungan kedua negara. Namun, pada tahun 2018 Indonesia dan Australia menandatangani MoU dalam cyber security cooperation. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Indonesia dan Australia memilih untuk tetap melanjutkan kerjasama keamanan dengan Australia melalui cyber security cooperation pasca kasus penyadapan oleh Australia pada tahun 2007 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan konsep complex interdependence yang kemudian dianalis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya soft power Australia, kredibilitas politik Australia, keunggulan Indonesia dan Australia sebagai negara demokratis, dan sifat saling ketergantungan Indonesia dan Australia kepada jaringan informasi ruang siber menyebabkan Indonesia dan Australia memilih untuk tetap melanjutkan kerjasama dengan Australia pasca kasus penyadapan Australia tahun 2007 hingga 2013.

The geographical proximity between Indonesia and Australia shows harmonious relations in the two countries, particularly in the security sector. Security cooperation has been established between Indonesia and Australia. The tidal relation that occurs between Indonesia and Australia is caused by the dynamics of international politics. The development of information technology is one of the areas that becomes Indonesia and Australia’s focus in maintaining regional security. The impact of these developments could be a dispute between Indonesia and Australia, particularly on phone tapping by Australia against Indonesia through the tapping of President Yudhoyono's communication network. The post-signal espionage by Australia has provided strain in the relations of the two countries. However, in 2018 Indonesia and Australia signed an MoU on cyber security cooperation. This study aims to find out why Indonesia and Australia chose to continue security cooperation with Australia through cyber security cooperation after signal espionage by Australia in 2007 to 2013. This study used the concept of complex interdependence which then was analyzed by using qualitative analysis methods. The results of the study showed that Australia's soft power resources, Australia's political credibility, the advantages of Indonesia and Australia as democratic countries, and the interdependence of Indonesia and Australia to cyberspace information networks caused Indonesia and Australia chose to continue cooperation with Australia after Australian signal espionage in 2007 to 2013."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Spying atau spionase telah menjadi pembahasan studi Hubungan Internasional sejak Perang Dingin. Jika terungkap, spionase tak jarang menimbulkan ketegangan yang serius dan bahkan konflik antar-negara. Seiring perkembangan teknologi, isu spionase tidak lagi hanya mencakup level Negara; individu dan hampir semua lapisan masyarakat berperan. Sejak Edward J. Snowden ikut berpartisipasi dalam public intelligent, banyak negara-negara semakin waspada. Pembocoran berita tentang Australia memata-matai pemimpin tertinggi Indonesia, Presiden Yudhoyono melalui Wikileaks oleh Snowden telah menyebabkan ketegangan hubungan bilateral kedua negara. Sampai saat ini, belum ada norma/hukum internasional mengikat yang mengatur perilaku spionase. Oleh karena itu, negara-negara menentukan regulasi berdasarkan negoisasi dan kesepakatan di antara mereka secara bilateral atau multilateral. Pada titik ini, peran pemimpin bangsa sangatlah penting. Pemimpin atau presiden memiliki pilihan apakah akan menentukan langkah-langkah sanksi dan membebankan hubungan bilateral atau damai menyelesaikan ketegangan. Tulisan ini berpusat pada idiosyncrasy atau faktor individu dari Presiden Yudhoyono dalam mempengaruhi proses penyelesaian/resolusi ketegangan antara Indonesia dan Australia dengan menganalisis tolerabilitas spionase internasional, konsep kekuasaan presiden, idiosyncratic factors dalam analisis kebijakan luar negeri, argumen dari kedua negara dan langkah Presiden Yudhoyono dalam proses penyelesaian. Kerangka waktu yang diambil adalah dari November 2013-Agustus 2014. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mengolah data, menganalisis dan menjelaskan analisis dalam kerangka narasi yang didukung oleh beberapa gambar dan diagram. Penelitian ini bertujuan untuk menyimpulkan bahwa faktor individual (idiosyncrasy) yang dimiliki pemimpin politik berperan sangat penting dalam proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri."
330 ASCSM 29 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Australian Studies Centre , 2001
320.959 8 IND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hastian Suhastaman
"ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk melihat bentuk, isi dan efektivitas wacana informatif berbahasa Arab dalam iklan tenaga kerja wanita Indonesia yang beredar di internet pada 2018. Diambilnya topik ini karena masih banyak dari iklan tersebut yang kurang informatif karena terlalu sederhana ataupun menggunakan bahasa lokal. Korpus penelitiannya adalah iklan berbahasa Arab pada beberapa portal khusus tenaga kerja dan juga media sosial. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan mengumpulkan dan mencatat, kemudian dideskripsikan dan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel iklan yang beredar, iklan tersebut memiliki berbagai macam model, mulai dari berbentuk satu baris hingga yang berbaris-baris, mulai dari teks hitam putih sampai yang menggunakan foto atau kartun berwarna, mulai dari bentuk seperti puisi sampai yang berbentuk eksposisi, mulai dari yang berisi informasi sederhana sampai yang lengkap, mulai dari yang dibuat oleh perseorangan sampai yang dibuat oleh agen. Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari teori tentang iklan, maka ada iklan yang memang masih belum sesuai dengan kriteria umum periklanan dan ada juga yang sudah sesuai. Akan tetapi, itu merupakan hal yang umum, karena tampaknya iklan tersebut hanya ada di Negara Arab saja, dan kriterianya tentu harus disesuaikan dengan karakteristik bangsa Arab itu sendiri.

ABSTRACT
This paper aims to look at the form, content and effectiveness of Arabic informative discourse in the advertisements of Indonesian female workers circulating on the Internet. The topic of Indonesian female workers working in Arabia is addressed in this paper because there are still many of these advertisements that are less informative because they are too simple or use local language. Advertisements in Arabic on the Internet is used as a research corpus used in this paper. The method used in this research is analytical descriptive method by collecting, recording, describing and analysing the data related to the research topic. From the results of the study it was found that some consist of a line only and some have many lines, some consist of black and white text while some use colourful photographs or cartoons, some are in the form of a poem and some are exposition, some display simple information and others have more complete information. Overall, it can be concluded that from the perspective of advertising theories, there are advertisements that are still not in accordance with the general criteria of advertising while some are already appropriate. However, it seems that this kind of advertising exists only in Arab countries."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>