Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didi Ahmadi
"ABSTRAK
Setelah lepas dari mandat Perancis pada tahun 1946, Suriah menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat Suriah mulai membangun konstitusi dan sistem pemerintahannya sendiri untuk memenuhi segala keperluan negaranya. Namun, dari awal Suriah merdeka kondisi politiknya sangat tidak stabil, Suriah seperti masih mencari konstitusi yang pas untuk diterapkan. Karena kondisi Suriah yang masyarakatnya sangat heterogen, sehingga banyak kepentingan di dalamnya. Selain itu faktor eksternal juga mempengaruhi tidak stabilnya politik Suriah, karena posisi Suriah yang terletak pada wilayah konflik. Suriah yang dikenal sekarang adalah negara yang penuh dengan konflik, perlu ditarik ke belakang apakah konflik atau tidak stabilnya politik yang saat ini terjadi merupakan dampak dari sejarah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika politik yang terjadi di Suriah pada masa awal kemerdekaannya pada periode 1945-1961.


ABSTRACT
After its freedom from the French mandate in 1946, Syria became an independent and sovereign state. As an independent and sovereign nation, Syria began to build its own constitution and government systems to meet all the needs of the country. However, from the beginning of independence, political condition of Syria is very unstable, such as the search for the most appropriate constitution for Syria. Syrian people are very heterogeneous, so they have a lot of interest. In addition, external factors also influenced the political instability of Syria, because of its position lies in the area of conflict. Syria is known today as a country full of conflict. There is a need of tracing back whether the conflict or political instability that is currently happening is the impact of history. This study is a qualitative research with literature study method. The purpose of this study is to explain the dynamics of the political situation in Syria in the early days of independence."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhand Pranna Kamil
"Artikel ini mengkaji dinamika Stasiun Jakarta Kota pada masa awal kemerdekaan Indonesia (1945–1946) dengan menyoroti pentingnya penguasaan infrastruktur strategis dalam proses konsolidasi kekuasaan pemerintah Republik Indonesia. Stasiun Jakarta Kota, menjadi salah satu titik strategis yang diperebutkan dalam situasi pascakolonial, tidak hanya perannya dalam sistem transportasi, tetapi juga sebagai simbol perjuangan nasional. Stasiun Jakarta Kota sejak pendudukan Jepang hingga datangnya pasukan Sekutu menciptakan ketegangan sosial dan ekonomi yang signifikan, namun juga mendorong tumbuhnya solidaritas di kalangan masyarakat guna mendukung upaya pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber-sumber primer, seperti koran Sin Po, Merdeka, Asia Raja, dan Sinar Baroe, serta referensi sekunder yang berasal dari berbagai buku dan jurnal akademik yang relevan. Kajian ini mengungkap bagaimana proses pengambilalihan Stasiun Jakarta Kota oleh pemerintah Indonesia hingga diambilalihnya Stasiun Jakarta Kota oleh Sekutu menjadi contoh nyata perjuangan mempertahankan legitimasi melalui penguasaan aset strategis. Lebih dari sekadar fasilitas transportasi, Stasiun Jakarta Kota juga memiliki fungsi penting untuk menjadi ikon identitas nasional yang merefleksikan perjuangan kolektif rakyat dalam mewujudkan pemerintahan yang berdaulat di tengah tekanan kekuatan asing.

This article examines the dynamics of Jakarta Kota Station during the early days of Indonesian independence (1945–1946) by highlighting the importance of controlling strategic infrastructure in the process of consolidating the power of the government of the Republic of Indonesia. Jakarta Kota Station, became one of the strategic points that was contested in the postcolonial situation, not only for its role in the transportation system, but also as a symbol of national struggle. Jakarta Kota Station from the Japanese occupation until the arrival of Allied troops created significant social and economic tensions, but also encouraged the growth of solidarity among the community to support the government's efforts to defend sovereignty. This research uses a historical method approach by utilizing primary sources, such as newspapers Sin Po, Merdeka, Asia Raja, and Sinar Baroe, as well as secondary references originating from various relevant books and academic journals. This study reveals how the process of taking over Jakarta Kota Station by the Indonesian government until the takeover of Jakarta Kota Station by the Allies are concrete examples of the struggle to maintain legitimacy through control of strategic assets. More than just a transportation facility, Jakarta Kota Station also has an important function in becoming an icon of national identity that reflects the collective struggle of the people in realizing a sovereign government amidst pressure from foreign powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Garuda Wrehaspati
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini membahas Faktor-Faktor Kepentingan Inggris dan Skotlandia Terhadap Hasil Referendum Kemerdekaan Pada Masa Pemerintahan Scottish National Party. Karya ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa hasil referendum disebabkan oleh faktor sistem negara kesatuan, ekonomi, regional, dan keamanan. Selain itu, popularitas isu kemerdekaan yang rendah juga mempengaruhi. Faktor sistem negara kesatuan menjelaskan bahwa Skotlandia masih bergantung kepada Inggris. Faktor ekonomi menjelaskan bahwa rakyat khawatir akan prospek ekonomi jika merdeka. Faktor regional menjelaskan bahwa kemerdekaan Skotlandia akan mengancam Uni Eropa. Sedangkan faktor keamanan menjelaskan bahwa Skotlandia akan lebih lemah secara militer jika merdeka.

ABSTRACT
This research describes about of The British and Scottish interests factors determining the Independence Referendum Outcome in the Scottish National Party Government. This research is a qualitative research with descriptive design. Furthermore, there are factors that cause the outcome of independence referendum which is the British unitary system, economics, regional and security. In addition, the unpopularity of independence issue is also influential. The British unitary system shows that Scottish still dependent to the English. Related to economics issues, the people are concern about the future prospect if Scotland gain independency. On the other hand, in the security issues, the independence of Scotland will makes Scotland become weaker nation in terms of military power.
"
2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adiyanto
"FILE 86
ABSTRAK
Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang nerdeka, lepas dari belenggu penjajahan, naaun demikian masih banyak hambatan yang harue dihadapi, seperti pemerintah Jepang yang masih berkuasa dalam menjaga Status Quo sampai pasukan Sekutu aengambil alih kekuasaan, disaaping itu kehadiran pasukan Sekutu bereama tentara RICA telah menimbulkan berbagai pertenpuran di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Surabaya, Ambarawa, Semarang dan daerah-daerah lainnya, termasuk di Sukabumi.
Keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia telah nendapat reaksi keras dart hampir seluruh rakyat yang tersebar diseluruh kepulauan yang dulunya bekas wilayah Hindia-Belanda ini. Mereka menentang kembalinya kolonialisme Belanda di bumi pertiwi.
Hal-hal seperti inilah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia di masa awal kemerdekaannya, belum lagi harus mengkonsolidasikan segala kekuatan baik di bidang politik, ekonomi, militer maupun sosial-budaya.
Studi tentang periode revolusi di Indonesia telah banyak dihasilkan baik oleh sarjana-sarjana asing maupun oleh sarjana Indonesia. Akan tetapi umumnya dilihat dari perspektif Nasional atau pusat.
Melihat kenyataan itu, studi ini berusaha mengubah perspektif yang lazim diambil dalam kisah-kisah pada periode ini dan memandang proses revolusi dari tingkat daerah ketimbang dari tingkat pusat.
Dalam skripsi ini akan dilihat bagaimana pemerintah daerah dan rakyat Sukabumi menanggapi tentang arti kemerdekaan, dan apa yang mereka lakukan setelah itu untuk mengkonsoiidasikan diri baik di bidang politik, ekonomi maupun militer.

"
1995
S12216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indra Gayatri
"Berakhirnya kekuasaan pemerintah pendudukan Jepang yang telah menjajah bangsa Indonesia selama tiga setengah tahun lamanya, di mana kemudian lahir Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia, maka mulailah suatu babak baru di dalam periode sejarah Indonesia. Periode tersebut, yaitu antara tahun 1945 sampai dengan tabun 1950 ini biasanya kita sebut periode revolusi Indonesia yang ditandai dengan perubahan-perubahan, perkembangan serta lahirnya nilai-nilai baru dalam masyarakat. Pada halaman-halaman terdahulu telah dipaparkan gambaran dari perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan militer di Keresidenan Malang sejak awal proklamasi hingga menjelang Aksi Militer Belanda I (21 Juli 1947) Revolusi Indonesia bukanlah sekedar proses perubahan status dari negara jajahan menjadi negara yang merdeka, tetapi sebuah revolusi total yang menumbuhkan rasa spotanitas bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Juga, revolusi Indonesia bukan saja hanya merupakan perjuangan diplomasi antara elite politik Indonesia dengan Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S12666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwid Purwawan
"ABSTRAK
Pasca turnmnya popularitas Amerika sebagai negara super power terkemuka, wacana kepemimpinan global muncul ke permukaan Sehingga negara-negara besar diantaranya Perancis tergoda untuk mernperluas pengaruhnya di dunia internasional.
Timur Tengah sebuah kawasan strategis menjadi target perluasan pengaruh Perancis. Perancis menghadapai berbagai kcndala menyangkut kondisi politik kawasan, kendala yang menghadapkzm Perancis kepada pilihan-pilihan sulit karena menyangkut keberpihakan. Masalah pertentangan antar golongan di Lebanon, krisis Palestina-Israel, dan polemik nuklir Iran. Semua permasalahan tersebut menunmt Perancis untuk melalcukan politik luar negeri dan mengeluarkan kebijakan yang tepat.
Suriah dan Lebanon adalah dna negara Timur Tengah yang memiliki hubungan historis dengan Perancis. Pada saat pengaruh Perancis di Lebanon menguat dan mulai mapan, tetapi masih menyisakan kekhawatiran scbelum perdamaian menyeluruh terwujud di Timur Tengah. Maka pada masa pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy seorang yang dikenal ambisius dan progresitl Peranois menempuh berbagai cara unmk mewuiudkan kepentingannnya dikawasan, sepeni pendekatan yang intensif kepada Suriah, dan menggalang kekuatan dengan membentuk Uni Meditemnia, sebuah kekuatan pendukung bagi kemapanan posisi Perancis di tingkat regional Eropa maupun intemasional. Pendekatan Perancis kepada Suriah mempakan pilihan strategis, dimana Suriah sexing disebut sebagai penentu bagi masa depan perdamaian Timur Tengah.

ABSTRACT
Post lowering of United States popularity as state Super Power is notable, global leadership discourse emerged to surface. So that big nations between it?s of French tempted to extend the influence in international world.
Mid-East was a strategic area, has become goals extension of French influence. French face various constraints concerning areas politics condition, constraint confronting French at difficult choices because concerning the siding Theres an Inter-communities problem in Lebanon, Palestinian-Israel crisis, and Iran nuclear polemic. All the problems claim French for doing overseas politics and spend correct policy.
Suriah and lebanon is two states in the Middle East had historical relationship with French. At the time of French intluence in Lebanon is strong and start establishing, but still leave over one care before peace totally presentation of in the East Middle. Hence at a period of government of President Nicolas, Sarkozy, progressive and ambitious recognized one, French go through various means for realizing the importance in area, like intensive approach to Suriah, and look after strength with forming Uni Mediterania, a strength of supporter for settled condition of position of French in level of regional Europe and also International. Approach of French to Suriah is strategic choice, which Suriah oiten called as determinant to the future of peace in the East Middle.
Keyword: Foreign Policy of French, National Inzeresr, Nicolas Sarkozy. Suriah."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33998
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Munifa Yasmin
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana bentuk dan makna dari ketiga puisi dalam gambaran kondisi Suriah sebagai bentuk terpengaruhnya karya sastra terhadap peristiwa Arab Spring di Timur Tengah. Data penelitian ketiga puisi berasal dari penyair Suriah Tarif Youseff Agha yang berjudul “Arwaahu Al-Athfal”, “Yawmiyat Bathatan”, dan “Akhrujuuna Min Buyuutina”. Adapun metode yang dipakai, yaitu metode kualitatif dan metode deskriptif dengan menggunakan teori struktural semiotika pada analisisnya. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah ketiga puisi menjadi cara penyair untuk melakukan protes terhadap pemerintah negaranya. Penggambaran keadaan sosial di Suriah dalam puisinya menjadi alasan dari protesnya.

This study discusses how the form and meaning of the three poems describe the condition of Syria as a form of literary influence on the Arab Spring events in the Middle East. The research data for the three poems comes from Syrian Poet Tarif Youseff Agha entitled “Arwaahu Al-Athfal”, “Yawmiyat Bathatan”, dan “Akhrujuuna Min Buyuutina”. The methods used are qualitative methods and descriptive methods using semiotic structural theory in their analysis. The conclusion drawn from this research is that the three poems are the poet's way of protesting against the government of his country. The description of social situation in Syria in his poetry as a reasons of his protests."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Sumaryati
"Pergolakan yang terjadi di Suriah hingga belakangan ini merupakan salah satu pergolakan di era Arab Spring. Pergolakan yang terjadi karena adanya tuntutan kesejahteraan ekonomi dari rakyatnya, berujung pada munculnya konflik vertikal, yaitu perlawanan rakyat Suria pada Pemerintah pimpinan Bashar Assad. Dalam perkembangannya, konflik internal ini meluas hingga menjadi konflik internasional dan dampaknya pun juga dirasakan oleh negara-negara lain selain Suriah. Turki menjadi salah satu negara yang mendapatkan dampak langsung dari konflik di Suria dengan kedatangan para pengungsi Suria ke Turki, baik untuk menetap dan mendapatkan perlindungan dari Pemerintah Turki maupun menjadikan Turki sebagai tempat transit dengan tujuan menuju negara-negara di wilayah Eropa Barat. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pergolakan di Suriah bisa terjadi dan bagaimana Turki sebagai negara yang berbatasan langsung dalam menyikapi imbasnya. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mengumpulkan dan menganalisis sumber-sumber jurnal dan surat kabar yang membahas persoalan Suriah tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan Turki terhadap pengungsi Suriah dipengaruhi dua faktor, yaitu: politik dan ideologi.

The turbulence in Syria until recently was one of the upheaval in the Arab Spring era. The turbulence which was caused by the demands of economic welfare of the people, led to the emergence of vertical conflict, the government run by Bashar Assad and the opposing Syrian people. But in its development, this turbulence extends to international conflicts and the impact is also felt by other countries besides Syria. Turkey becomes one of the directly affected country as refugees fled to the country either for residing and getting protection from the Turkish Government or making the country as a transit before moving to Western European countries. This article aims to explain how the turbulence in Syria happened and how Turkey as a country that borders directly, responses to the impact. The method used is the bibliography method by collecting and analyzing sources from journals and newspaper which discuss the issues obtained by the author. The result of the analysis shows that Turkish policy is influenced by two factors in dealing with the Syian refugess: politics and ideology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Prayoga
"Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia menurut data Sensus Penduduk 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan generasi Z. Kelompok generasi yang dimulai dari mereka yang lahir di tahun 1996 hingga 2012 ini telah mulai memasuki lingkungan dunia kerja. Ini membuat mereka saat ini berada pada fase transisi antara sekolah dengan bekerja. BPS, sebagai instansi pemerintah juga memiliki banyak sumber daya manusia dari generasi Z. Apalagi setiap tahunnya kebutuhan tenaga statistisi di BPS dipenuhi oleh lulusan baru dari Politeknik Statistika STIS, sebuah sekolah kedinasan yang berada di bawah afiliasi BPS. Pada masa transisi ini yang kadang membuat munculnya celah (gap) komunikasi yang dapat menjadi hambatan dalam sebuah organisasi. Gap ini memungkinkan munculnya ketidakharmonisan antara pegawai baru generasi Z ini dengan pegawai lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dengan metode penelitian studi kasus melalui wawancara mendalam kepada generasi Z di BPS yang dilengkapi wawancara pelengkap, kajian terhadap data dari internal BPS dan majalah internal BPS, serta penelitian terdahulu yang memiliki kaitan. Penelitian ini mengidentifikasi adanya tahapan transisi yang dilakukan oleh generasi Z di BPS dalam menyesuaikan dirinya di lingkungan kerja. Dimulai dari sejak berkuliah di Politeknik Statistika STIS, dilanjutkan dengan ketika melakukan program internship di BPS pusat, dan ketika sudah ditempatkan di BPS penempatan masing-masing. Dari temuan penelitian terdapat beberapa faktor spesifik yang menonjol bagi generasi Z sebagai kelompok co-cultural dalam memilih praktik komunikasi. Seperti pengalaman mereka berinteraksi dengan kelompok lainnya serta konteks situasional, meliputi budaya setempat, situasi, dan waktu. Faktor yang menjadi temuan baru penelitian adalah bagaimana pimpinan di lingkungan kerja menerapkan kebijakan, serta karakteristik institusi pemerintah yang hanya ditemui di Indonesia, dalam penelitian ini karakteristik sekolah kedinasan Politeknik Statistika STIS dan BPS. Beberapa faktor ini membuat para generasi Z dapat memiliki pendekatan komunikasi dan hasil yang diinginkan seperti apa yang diinginkan dalam interaksinya di lingkungan kerja. Dalam temuan penelitian juga mengindikasikan belum disediakannya wadah resmi bagi kelompok co-cultural untuk berkesempatan melakukan komunikasi lintas generasi ketika kuliah, serta belum adanya laporan dan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan program internship sebagai program penunjang masa transisi generasi Z di dunia kerja.

Currently, the majority of Indonesia's population according to the 2020 Population Census data from the Badan Pusat Statistik (BPS) are generation Z. This generation group, starting from those born in 1996 to 2012, has begun to enter the world of work. This makes them currently in a transitional phase between school and work. BPS, as a government agency, also has a lot of human resources from generation Z. Moreover, every year the needs for statisticians at BPS are met by new graduates from the Politeknik Statistika STIS, an official school under BPS affiliation. This transitional period sometimes creates communication gaps that can become obstacles in an organization. This gap allows the emergence of disharmony between these new generation Z employees and other employees. This research uses a post-positivism approach with a case study research method through in-depth interviews with generation Z at BPS accompanied by complementary interviews, a review of data from internal BPS and internal BPS magazines, as well as previous research. This study identified the existence of transitional stages carried out by generation Z at BPS in adjusting to the work environment. Starting from studying at the Politeknik Statistika STIS, followed by doing an internship program at BPS Headquarter, and when they were placed at their respective placement BPS. From the research findings, there are several specific salient factors for Generation Z as a co-cultural group in choosing communication practices. Such as their experiences interacting with other groups as well as situational contexts, including local culture, situation, and time. Factors that become new research findings are how leaders in the work environment implement policies, as well as the characteristics of government institutions that are only found in Indonesia, in this study the characteristics of the official school of the Politeknik Statistika STIS and BPS. Several of these factors make generation Z able to have a communication approach and the preferred outcome as desired in their interactions in the work environment. The research findings also indicate that there has not been an official forum for co-cultural groups to have the opportunity to communicate across generations while in college, and there has been no comprehensive report and evaluation of the implementation of the internship program as a program to support the transition period for Generation Z in the world of work."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"ABSTRAK
Berangkat dari asumsi bahwa untuk meningkatkan Ketahanan Nasional, maka peranan para pemimpin adalah sangat menentukan.
Selanjutnya teori Ketahanan Nasional berjenjang menyatakan, bahwa kondisi ketahanan suatu Wilayah itu akan mempunyai pengaruh bagi peningkatan ketahanan nasional.
Oleh karena itu berdasarkan teori tersebut, maka kondisi Ketahanan Wilayah Yogyakarta yang dipimpin Sultan HB.IX, baik langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pula terhadap ketahanan nasional secara keseluruhan. Apalagi sehubungan dengan kota Yogyakarta sebagai Ibukota negara RI.
Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai suatu institusi kehidupan politik di wilayah Yogyakarta,upaya untuk peningkatan Ketahanan Wilayah itu secara tidak langsung kiranya telah dilakukannya jauh sebelum negara Republik Indonesia itu sendiri lahir. Upaya itu antara lain ditunjukan oleh sikapnya sewaktu melakukan perundingan politik dengan pihak penguasa penjajah Belanda.Perundingan yang memakan waktu selama lima bulan itu, merupakan waktu terpanjang dalam sejarah perundingan kontrak politik yang pernah dilakukan antara raja -raja di Indonesa dengan pihak Belanda,dan peristiwa itu dapat dianggap sebagai suatu isyarat bahwa dirinrya saat itu tidak dapat begitu saja tunduk kepada kemauan Penjajah.
Pada masa penjajahan jepang upaya peningkatan ketahanan wilayah , dilakukan antara lain dengan melakukan pembenahan di bidang pemerintahan daerah,sehingga selain berguna untuk pembangunan,juga dapat untuk mempersiapkan rakyat Yogyakarta dalam menyambut datangnya kemerdekaan Indonesia.
Pada masa awal kemerdekaan,langkah-langkah peningkatan ketahanan wilayah itu tentu dilakukan,terutama yang secara langsung mendukung peningkatan Ketahanan di bidang Pertahanan Keamanan Negara. Sehingga berkat kepemimpinan Sultan itulah, maka Ketahanan Wilayah Yogyakarta saat itu dapat dipakai sebagai modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia.
Selama masa Kepemimpinannya itu, ternyata Sultan berlandaskan pada asas kepemimpinan yang berakar pada budaya masyarakat Yogyakarta, yaitu asas kepemimpinan Manunggaling Kawulo Gusti, yang dilaksanakan dengan pola kepemimpinan Legal Rasional, yaitu yang mengacu pada berbagai ketentuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>