Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adil Fakhri Hanif
"Karya tulis ini memaparkan mengenai reaksi non formal masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri. Pada dasarnya, karya tulis ini bergerak dari pendapat masyarakat yang melihat terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri. Bentuk pendapat ini dalam arti lain disebutkan sebagai persepsi masyarakat atau cara pandang masyarakat terhadap sebuah objek yaitu penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri. Karya tulis ini juga menggambarkan bagaimana reaksi non formal ini akan berperan dalam masyarakat sebagai sebuah kontrol sosial berdasarkan pada teori kontrol soosial Ivan F. Nye dalam meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang. Kontrol sosial yang dibangun dalam masyarakat seharusnya bisa berperan untuk pemangku kebijakan dalam mengambil kebijakan.
This article describe about the public non formal reaction have against the abuse of authority by Indonesian National Police. Basically this article start from the public idea that sees abuse of authority by Indonesian National Police. The thesis laid its foundation on a public opinion which sees the occurrence of deviance and abuse of authority conducted by Indonesia National Police 39 s personnel. This assumption can also be seen as public 39 s perception or point of view regarding an object , which is an abuse of authority by Indonesia National Police 39 s personnel. The author tries to describe how this non formal reaction acts as a social control in society, based on Social Control Theory by Albert J. Reiss and Ivan F. Nye in order to minimize the occurrence of authority abuse. The social control, which is developed inside the society should be adequate to act as stakeholder in the realm of policy making."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yashinta Fara Kaniaratri
"Non-consensual Distribution of Intimate Images (NCDII) adalah jenis kasus kekerasan berbasis gender siber yang paling banyak terjadi, namun hanya sedikit sekali perempuan penyintas yang melaporkan viktimisasinya kepada polisi. Bahkan, melaporkan viktimisasinya kepada polisi menjadi pilihan terakhir bagi perempuan penyintas. Tulisan ini bertujuan untuk melihat reaksi non-formal dari perempuan korban/penyintas, maupun perempuan yang bukan merupakan korban/penyintas, terhadap viktimisasi sekunder yang dialami oleh perempuan saat melaporkan viktimisasinya kepada polisi. Tulisan ini berada di bawah naungan teori feminis radikal, dan menggunakan metode analisis isi kualitatif untuk mengkaji berita dan cuitan yang berisi opini perempuan terkait penanganan kasus NCDII oleh polisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepolisian adalah institusi yang tidak ideal bagi perempuan penyintas karena kepolisian adalah salah satu agen yang bertugas untuk melanggengkan patriarki. Perempuan yang mendapat perlakuan buruk dari polisi akan menceritakan pengalamannya melalui media online dan narasi ini kemudian mendorong terbentuknya digital feminist activism di kalangan perempuan untuk menentang perilaku polisi.

Non-consensual Distribution of Intimate Images (NCDII) is the most common type of cyber gender-based violence, yet only a few numbers of women survivors report their victimization to the police. In fact, reporting their victimization to the police is the last option for women survivors. This paper aims to examine the non-formal reaction of women victims/survivors, as well as women who are not victims/survivors, to the secondary victimization that experienced by women who reported their victimization to the police. This paper is written under the radical feminist theory framework, and uses qualitative content analysis method to examine news and tweets that contains women's opinions regarding the handling of NCDII cases by the police. The results of the analysis show that the police is not an ideal institution for female survivors because the police is one of the agents that’s in charge of perpetuating patriarchal ideology. Women who have been mistreated by the police will share their stories through online media and this narrative then encourage the formation of digital feminist activism among women to oppose police behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Basarma Priskila
"Skripsi ini membahas tentang reaksi sosial non-formal masyarakat Pulau Pari terhadap kejahatan korporasi yang difasilitasi oleh negara state-facilitated corporate crime. State-facilitated corporate crime yang dibahas dalam penelitian ini yaitu adanya klaim atas kepemilikan Pulau Pari dan diterbitkannya sertifikat yang melegalkan status kepemilikan dan hak pengelolaan Pulau Pari oleh BPN secara bertahap sejak 2014 sampai 2017. Dalam menganalisis reaksi sosial non-formal masyarakat, studi reaksi ini menggunakan kerangka pikir dalam konteks advokasi advocating, mobilisasi mobilizing, dan pengorganisasian komunitas community organizing. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer wawancara dan observasi serta pengumpulan data sekunder, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang kejahatan yang difasilitasi oleh negara dan bentuk-bentuk reaksi sosial non-formal yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Pari. Studi ini memaparkan adanya tiga bentuk reaksi sosial masyarakat melalui advokasi baik advokasi sosial maupun advokasi politik melalui penerbitan petisi, collaborative networking yang dilakukan oleh organisasi non-profit dalam Koalisi Selamatkan Pulau Pari, aksi komunitas di sejumlah instansi pemerintah, dialog dengan para elit dan kampanye di media sosial. Berikutnya, reaksi sosial non-formal juga diwujudkan dalam memobilisasi sumber daya manusia, dana, hingga publikasi. Bagian ketiga dari analisis reaksi sosial non-formal masyarakat Pulau Pari membahas mengenai pengorganisasian komunitas. Dalam studi ini, Peneliti menyimpulkan jika pengorganisasian masyarakat yang diinisiasi oleh organisasi non profit masih dalam tahap awal pengorganisasian yakni identifikasi masalah dan meningkatkan kesadaran komunitas akan pentingnya melakukan reaksi sosial non-formal secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama.

This thesis discusses the non formal social reaction of the community of Pari Island against state facilitated corporate crime. The state facilitated corporate crime which discussed in this research is the claim of ownership of Pari Island and the issuance of the certificate which legalize the ownership status and management rights of Pari Island by National Land Agency gradually from 2014 until 2017. In analyzing the study of the non formal social reaction, this case uses a frame of mind in the context of advocating, mobilizing, and community organizing. By using primary data collection techniques primary interviews and observations and secondary data collection, this research is expected to provide a comprehensive view of state facilitated corporate crime and forms of the non formal social reaction conducted by the community of Pari Island. This study describes three forms of the non formal social reaction of crime through advocating by means of social or political advocacy through the issuance of a petition, collaborative networking conducted by non profit organizations in Koalisi Selamatkan Pulau Pari Coalition to Save Pari Island, community actions to some government agencies, dialog with the elites and social media campaigns. Next, the non formal social reaction is also manifested in mobilizing human resources, funds, and publications. The third part of the analysis of the non formal social reaction of the community of Pari Island discussed above is community organizing. In this study, the researcher concluded that community organizing which initiated by non profit organizations is still in the early stages of community organizing that is problems identification and raising community awareness of the importance of undertaking non formal social reactions together to achieve common goals. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqiilah Zalfa Uula
"Lambatnya proses hukum dan ketidaksesuaian sanksi mengakibatkan masyarakat di dunia siber berupaya untuk mencapai keadilan melalui vigilantisme digital, khususnya doxing yang menargetkan pelaku kejahatan. Tulisan ini melakukan analisis sentimen reaksi atas serangan doxing terhadap pelaku dalam kasus MD. Kasus yang dipilih dalam tulisan ini adalah penganiayaan oleh tiga pelaku yaitu MD, AG, dan SL terhadap DO. Data dikumpulkan sejak 20 Februari 2023 hingga 20 Maret 2023 dari Twitter dan dianalisis sentimennya dengan algoritma Naive Bayes. Hasilnya, 57,4% warganet mendukung doxing dan 42,% sisanya menolak doxing. Terdapat dua pembahasan utama dalam sentimen positif yaitu pendalihan dalam dukungan terhadap perilaku doxing dan doxing sebagai bentuk keadilan informal. Di sisi lain, pembahasan dalam sentimen negatif berkisar pada dampak doxing bagi pelaku kejahatan serta penolakan terhadap doxing sebagai upaya melindungi anak.

The slow pace of the legal process and the inappropriateness of sanctions have resulted in cyber communities seeking to achieve justice through digital vigilantism, particularly doxing that targets perpetrators. This paper analyzes the sentiment of reactions to doxing attacks against perpetrators in the MD case. The case chosen in this paper is the mistreatment of DO by three perpetrators, MD, AG, and SL. Data was collected from February 20, 2023 to March 20, 2023 from Twitter and analyzed for sentiment with the Naive Bayes algorithm. As a result, 57.4% of netizens supported doxing and the remaining 42.% rejected doxing. There are two main discussions in the positive sentiment, namely the diversion in support of doxing behavior and doxing as a form of informal justice. On the other hand, the discussion in the negative sentiment revolves around the impact of doxing for criminals and the rejection of doxing as an effort to protect children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Wicaksana
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanan teror. Terorisme bukan merupakan hal baru di dunia ini. Sebelum terjadinya aksi teror di Amerika yang menggemparkan seluruh dunia pada 11 September 2001, aksi teror telah dilakukan pada abad 1 yaitu teror yang dilakukan oleh kelompok Yahudi dalam rangka berkampanye. Aksi teror terus berlanjut di beberapa belahan dunia, Indonesia tidak luput dari serangan teror. Sejumlah peristiwa seperti bom Bali1 dan 2 serta bom Marriot merupakan aksi teror yang menelan banyak korban jiwa dan juga kerugian materil. Untuk dapat melakukan aksi teror, para pelaku membutuhkan banyak uang untuk mendanai seluruh kegiatannya. Uang yang dibutuhkan para pelaku teror tidaklah sedikit, untuk itu mereka melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan dana yang dapat dilakukan secara legal maupun ilegal.
Maraknya kegiatan pelaku teror dalam mencari sumber-sumber pendanaan menjadi permasalahan tersendiri. Adanya FATF yang mengeluarkan 40+9 rekomendasi sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan ini sudah berjalan pada beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia. Meratifikasi rekomendasi 40+9 tersebut Indonesia membuat financial unit yang disebut dengan PPATK sebagai bentuk upaya penanggulangan pendanaan teror dan money laundering. PPATK memiliki peran dan fungsi yang sebagai sebuah financial intelligence unit yaitu untuk mendeteksi adanya aliran dana mencurigakan yang mungkin merupakan aliran dana untuk pendanaan teror. Selain itu PPATK juga merupakan sebuah bentuk kontrol sosial yang berlandaskan undang-undang sehingga PPATK memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan tugasnya.
Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif, peneliti memberikan gambaran tentang hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menjalankan peran dan fungsinya untuk menanggulangi pendanaan teror. Melakukan wawancara dengan dua orang narasumber dari internal PPATK dan juga melakukan observasi pada saat magang pada lembaga tersebut, membuat peneliti memiliki gambaran tentang kegiatan PPATK terkait penanggulangan pendanaan teror.
PPATK dalam melaksanakan peran dan fungsi mengalami berbagai kendala. Akan tetapi dengan banyaknya kendala atau keterbatasan, PPATK tetap dapat melakukan fungsi dan peran yang harus dijalankanya.

This research discusses the role and function of PPATK in preventing the financing of terrorism. Terrorism isn't a new thing in this world. Prior to the occurrence of terrorist acts in the United States that shocked the entire world on September 11th 2001, acts of terror have been carried out since the first century by the Jewish groups for campaigns. Terror acts continues in other parts of the world, Indonesia didn't escape from these such acts. A number of events such as bomb Bali1 and 2 and the Marriott bombing was an act of terror which claimed many lives and material losses. To be able to perform acts of terror, the terrorists need a lot of money to fund its activities. The money that is required for these terrorists aren't a just a few, therefore they made efforts to obtain funds legally or even illegally.
The rise of terrorist activity in the search for financing resources has been a problem in itself. The existence of the FATF which released 40 +9 recommendations are one of their efforts to address this crime is already running in several countries in the world, including Indonesia. In ratifying the 40 +9 recommendations, Indonesia made a financial unit called PPATK as an effort to control terror financing and money laundering. PPATK has a role and function as a financial intelligence unit to detect any suspicious financial flows that may be a flow of funds for financing terrorism. In addition, PPATK is also a form of social control that is based by the law so that PPATK has a clear legal basis to carry out their duties.
By using a qualitative-descriptive method, it gives the researcher an idea of what is being done by the PPATK to carry out their roles and functions in preventing terror financing. Conducting interviews with two PPATK officials and also an observation during an internship at the agency, making the researcher have a depiction of the PPATK activities which is related to preventing the terror financing.
PPATK in conducting the role and function experience various obstacles. However, with the number of constraints or limitations, PPATK can still perform these roles and functions that has to be done.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Rafika Sabrina
"ABSTRAK<>br>
Tulisan ini bertujuan untuk memperluas kajian mengenai moral crusade yang dilakukan kelompok musik sebagai wujud dari reaksi sosial informal terhadap penyalahgunaan narkoba. Penulis melihat bahwa upaya dalam pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah tetapi juga kelompok musik sebagai tokoh berpengaruh. Kelompok musik menjadi agen perubahan terhadap perubahan pada kondisi sosial yang terjadi. Ikatan sosial dan kekaguman antara Idola dengan penggemar dimanfaatkan dalam upaya pencegahan praktik penyalahgunaan narkoba. Musik dan aksi panggung dijadikan sebagai media yang digunakan dalam menyampaikan pesan antinarkoba. Sumber data sekunder seperti berita, artikel ilmiah, laporan survey resmi serta dokumen lembaga-lembaga yang terkait menjadi dasar dalam melakukan analisis. Hasilnya, penulis menemukan adanya keterkaitan antara moral crusade sebagai bentuk dari reaksi sosial terhadap kejahatan yang bertujuan untuk mewujudkan perubahan sosial dengan lahirnya gerakan sosial di masyarakat.

ABSTRACT<>br>
This thesis is written with the purpose of widening the study of moral crusade done by musical groups as a form of informal social reaction on the issue of drugs and its abuse. The author sees that the effort of preventing drugs abuse can also be done not only by the government but also musical groups as public figures. In this case, musical groups act as the agents of change on the dynamic social condition. The social bond and admiration shared by both the musical groups and their fans are utilized to prevent the practice of drugs abuse. The music itself and the theatrical acts on the stage act as the media to spread the message of anti drugs abuse. Secondary sources such as news, scientific journals and articles, official survey reports along with documents published by related institutions become the basis of the analysis used in this thesis. Based on those sources, the author found that there is a correlation between moral crusade, that acts as a form of social reaction on criminal acts with the purpose of realizing a social change and the birth of social movement within the society. "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Fachry
"ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada proses dan mekanisme pemberhentian
antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur dalam UU No. 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik beserta UU perubahannya yaitu UU No. 2 Tahun 2011. Penelitian
ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, kewenangan yang dimiliki oleh
partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan penggantian
antarwaktu anggotanya yang duduk di DPR. Kedua, mekanisme ideal
pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur oleh uu dan
peraturan terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kewenangan partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan
penggantian antarwaktu ini masih terus diperdebatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Kewenangan tersebut telah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
dilakukan pengujian. Hasil dari pengujian tersebut adalah hak recall yang dimiliki
poleh partai politik ini tidak bertentangan dengan pelaksanaan demokrasi
perwakilan, dan anggota legislatif yang telah keluar dari keanggotaanya dari partai
politik tidak serta merta dinyatakan berhenti dari keanggotaan legislatif, tidak
seperti pada keputusan MK sebelumnya. Disamping itu, dari data yang penulis
dapatkan, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan proses
pemberhentian antarwaktu dengan mekanisme yang diatur oleh undang-undang
dan amanat kedaulatan rakyat yang ada dalam konstitusi negara Indonesia.

ABSTRACT
This research is based on the processes and the mechanism of the
intertemporal dismissal and the replacement or usually named as recall which are
regulated in Act No.27/ 2009 regarding MPR, DPR, DPD and DPRD and Act
No. 2/2008 regarding Political Parties Act and its amendments, Act No. 2/2011. In
this paper, there are two main issues. First, the political parties’s authority to
proposed the dismissal and replacement of their members in the parliament
(DPR). The second is to describe about the ideal mechanism of the recall process
based in Indonesia for further. The method used in this study is a yuridis normatif
by using the secondary data. The results showed that the political parties in
Indonesia have the authority to propose the recall process for their members that
registered in DPR. There are several people that disagree about this recall
authority which is own by the political parties. This recall by political parties’s
proposed has been tested by the constitutional court (Mahkamah Konstitusi) and
the results showed that this authority to recall their members in the parliament is
not contradict with the implementation of the representative democracy. Not only
those, in 2013 Constitutional Court made a decision that escape from political
party does not mean followed by resign from legislative member. In addition, in
the case studies that is included in this matters, it turns out that there is still an
incompatibality between the implementation of the recall process according to the
mechanism that regulated by the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Yasier Mayasa
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran lembaga bimbingan belajar sebagai lembaga pendidikan non formal dalam proses reproduksi sosial yang mengkonstruksi pola stratifikasi sosial pada masyarakat. Penelitian ini menggunakan kerangka teori mengenai reproduksi sosial melalui bidang pendidikan. Untuk memahami proses reproduksi sosial tersebut, penelitian ini menggunakan konsep Equality of Educational Opportunity yang dikembangkan oleh Schiefelbein dan Farrell. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi. Peneliti mengumpulkan data secara langsung pada objek penelitian karena berperan sebagai instrumen pengumpul data dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan non formal berkontribusi dalam proses reproduksi sosial karena secara tidak langsung menciptakan perbedaan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kemudian lembaga pendidikan non formal memberikan hal-hal yang tidak didapatkan oleh siswa dari sekolah. Adanya hal-hal tersebut yang menyebabkan lembaga pendidikan non formal dapat menciptakan siswa-siswa yang lebih unggul dalam prestasi belajar.

ABSTRACT
This research was conducted to understand how the tutoring institution’s role as non formal education institutions in the process of social reproduction, that affect the construction of social stratification’s pattern in society. This research uses theoretical framework about social reproduction through the field of education. To understand the process, this research uses Equality of Educational Opportunity concept that developed by Schiefelbein and Farrell. This research uses qualitative approach by the method of in-depth interview and observation. Researcher collect data directly on the object of research, cause the researcher act as an instrument of data collecting.
The result of this study indicate that non formal educational institution contribute to the process of social reproduction. It cause, the non formal educational institution in-directly create the inequality of access for society to get a good education. Then, non formal education institution give things that not granted by school.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Wibisono Saputro
"Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ("UUJN")pada tanggal 6 Oktober 2004, telah membawa perubahan besar bagi pengawasan Notaris di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sebelum UUJN berlaku yang melakukan pengawasan terhadap notaris adalah Ketua Pengadilan Negeri, dan setelah UUJN berlaku yang melakukan pengawasan terhadap notaris adalah Menteri melalui Majelis Pengawas Notaris. Hal ini juga membawa perubahan terhadap proses keputusan pemberhentian notaris secara tidak hormat oleh Menteri. Sebelum UUJN berlaku proses pemecatan seorang notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman setelah sebelumnya ada usul dari Ketua Pengadilan Negeri, dan sebelum mengucapkan pemecatan seorang notaris, Menteri Kehakiman akan meminta pendapat Mahkamah Agung lebih dulu. Sedangkan setelah berlakunya UUJN seorang notaris diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul dari Majelis Pengawas Pusat Notaris. Permasalahannya adalah apakah keputusan pemberhentian notaris oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Notaris merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final?, dan bagaimana akibat hukum Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap keputusan tersebut?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan melakukan analisa data dengan cara pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis, dan setelah dianalisa dilakukan pengambilan kesimpulan secara deduktif. Dengan berlakunya UUJN maka keputusan pemberhentian notaris oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Notaris merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final, dan dilakukannya gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara oleh seorang notaris, tidak menghalangi atau tidak menunda dilaksanakannya keputusan Menteri tersebut. Sebaliknya notaris yang telah diberhentikan oleh Menteri wajib diangkat kembali, bila Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap membatalkan keputusan pemberhentian tersebut.

The enactment of Law Number 30 Year 2004 concerning Notary Title ("Notary Title Law") on October 6, 2004, has brought about a significant change in the supervision of Notaries in Indonesia. This is due to the fact that before the enactment of the Notary Title Law, it was the Head of District Court who conducted supervision of notaries whereas after the entry into force of the law, such supervision has been conducted by the Minister through the Notaries' Supervisory Council. This has also brought about a change in the process of dishonorable dismissal of notaries by the Minister. Before the entry into force of the Notary Title Law, the process of dismissal of a notary was conducted by the Minister of Justice upon a prior recommendation from the Head of District Court, and that before pronouncing a dismissal of a notary, the Minister of Justice would request for the opinion of the Supreme Court. Meanwhile after the entry into force of the Notary Title Law, a notary shall be dishonorably dismissed from his/her office by the Minister upon the recommendation of the Central Notaries' Supervisory Council. The problem is weather a decision for dismissal of a notary by the Minister upon the recommendation of the Notary Supervisory Council constitutes a State Administrative Decision which is concrete, individual, and final, and what legal consequences are created following the Decision of the State Administrative Court which has been final and binding. The research method employed is a normative law research, namely by conducting an analysis of data through a qualitative approach in order to make a descriptive and analytical data upon which a deductive conclusion can be drawn. Following the coming into effect of the Notary Title Law, a decision to dismiss a Notary upon the recommendation of the Notary Supervisory Council constitutes a State Administrative Decision which is concrete, individual and final in nature, and that any lawsuit filed to the State Administrative Court by a Notary shall not impede or delay the enforcement of the aforementioned Ministerial Decision. On the contrary, a notary who has been dismissed by the Minister must be re-appointed in the event that a Decision of the State Administrative Court which is final and binding cancels the decision of dismissal."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Firdaus Amin
"[ABSTRAK
Museum Polri tidak hanya berperan memberikan pendidikan dan pengetahuan
kepada anggota Polri, namun juga bagi masyarakat terutama yang berhubungan
dengan persoalan-persoalan sosial, salah satunya yang berkaitan dengan
permasalahan narkoba yang semakin meningkat di masyarakat. Perkembangan di
Indonesia yang saat ini bukan hanya sebagai pasar dan tempat transit bagi
peredaran narkoba yang dilakukan oleh jaringan internasional tetapi sudah bisa
dikatakan mampu untuk memproduksi dalam memenuhi permintaan yang sangat
tinggi di dalam negeri, dan bahkan disinyalir mengekspor hasil produksi ke luar
negeri. Akan tetapi koleksi dan informasi mengenai narkoba saat ini dianggap
belum dapat mewujudkan edukasi bahaya penyalahgunaan narkoba karena
pameran yang ada belum menampilkan keseluruhan informasi dan pengetahuan
mengenai narkoba secara jelas dan utuh kepada masyarakat. Oleh karena itu
dibutuhkan konsep pengembangan ruang pameran pemahaman tentang narkoba
sebagai cara preventif dan pre-emtif selain dengan melakukan cara represif. Tesis
ini menggunakan metode kualitatif dan menerapkan teori pendidikan
konstruktivis yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada sehingga mampu
menciptakan ruang pameran yang melibatkan masyarakat secara aktif.

ABSTRACT
Indonesian National Police Museum not only serves in giving education and
knowledge to Policeman, but also for publics especially related to social issues.
One of the issues is narcotics and dangerous drugs. Today, Indonesia is not only
as a market place or transit point for international drug trafficking but also is able
to produce in order to meet the high demand in the country itself, and even
exports overseas. In Indonesian National Police Museum, the collection and
information about narcotics and dangerous drugs are not considered in delivering
the message and education of the abuse of narcotics and dangerous drugs because
the exhibition is not displaying the whole information and knowledge clearly
about narcotics and dangerous drugs to public. Hence, it needs to develop the
concept at the exhibition room for the understanding of narcotics and dangerous
drugs as a preventive and preemptive methods, beside the repressive method. This
study uses qualitative methods and applies constructivist education theory suited
with the existing condition in order to create exhibition room which engages the
public actively, Indonesian National Police Museum not only serves in giving education and
knowledge to Policeman, but also for publics especially related to social issues.
One of the issues is narcotics and dangerous drugs. Today, Indonesia is not only
as a market place or transit point for international drug trafficking but also is able
to produce in order to meet the high demand in the country itself, and even
exports overseas. In Indonesian National Police Museum, the collection and
information about narcotics and dangerous drugs are not considered in delivering
the message and education of the abuse of narcotics and dangerous drugs because
the exhibition is not displaying the whole information and knowledge clearly
about narcotics and dangerous drugs to public. Hence, it needs to develop the
concept at the exhibition room for the understanding of narcotics and dangerous
drugs as a preventive and preemptive methods, beside the repressive method. This
study uses qualitative methods and applies constructivist education theory suited
with the existing condition in order to create exhibition room which engages the
public actively]"
2015
T44259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>