Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162533 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nursyahidah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan.
hr>
b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines. "
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Binerta Bai Agfa
"Angka kejadian bedah caesar di seluruh dunia terus meningkat setiap tahun. Namun, angka risiko kematian pasca bedah caesar sangat tinggi akibat infeksi. Pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis pada sebagian kasus bedah caesar telah terbukti dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis serta kerasionalan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah caesar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2015.
Penelitian dilakukan secara observasional dengan menggunakan metode deskriptif dan data diperoleh dari rekam medis pasien secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dinilai dari ketepatan pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan tanpa infeksi luka operasi.
Pasien yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian sebanyak 245 pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah sefazolin (72,66%). Pada penelitian terdapat pasien bedah caesar yang menerima antibiotik profilaksis 100% tepat pasien, 100% tepat indikasi, 98,78% tepat obat, 98,37% tepat dosis dan 72,24% tepat waktu pemberian, serta 98,37% tanpa infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar terbukti 72,24% pasien menunjukkan kerasionalan.
The number of caesarean section in all over the world continue to increase each year. But the rate of post caesarean section risk of death is very high due to infection. The use of a type of antibiotics prophylaxis in some cases of caesarean section has been proven to reduce the occurrence of surgical site infection. The purpose of this study was to know the image of antibiotic prophylaxis and the rationality of antibiotic prophylaxis on caesarean section patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2015.
This study was conducted in observation using descriptive method and the data is acquired from medical record investigation retrospectively. Data were collected using purposive sampling technique. Rational use of antibiotics assessed evaluation of the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, appropriate time and without the provision of surgical site infection.
Eligible patients as subjects of research were 245 patients. Data obtained showed that the most common kind of antibiotic prophylaxis that being used is cefazoline (72.66%). In this study were caesarean patients who received antibiotic prophylaxis showed 100% appropriate patient, 100% appropriate indication, 98.78% appropriate drug, 98.37% appropriate dose, 72.24% appropriate time and 98.37% no surgical site infection. The usage of antibiotic prophylaxis in patients with proven 72.24% caesarean section patients showed rationality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Gamalliel
"Pendahuluan: Penelitian di beberapa negara menunjukkan tingkat penggunaan obat off-label yang tinggi pada pasien pediatrik. Penggunaan obat off-label sendiri berpotensi meningkatkan kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat off-label kategori usia pada pasien bangsal anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang belum pernah diteliti sebelumnya. Metode: Desain penelitian adalah observasional analitik cross sectional. Sampel merupakan data sekunder dari rekam medis pasien pediatrik yang dirawat di Bangsal Anak RSCM yang dipilih secara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah rekam medik pasien anak 0-18 tahun yang dirawat di Bangsal Anak RSCM periode Januari – Desember 2018, dan kriteria eksklusi berupa data pengobatan yang sulit dibaca, tidak lengkap, serta peresepan elektrolit, suplemen, dan obat luar. Obat yang diberikan dicatat dan ditabulasi. Status peresepan off-label ditentukan berdasarkan usia ketika obat diresepkan dan dicocokkan dengan ketentuan yang tertera pada label atau referensi yang relevan. Beda proporsi penggunaan obat off-label antar kelompok dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Dari 456 sampel peresepan, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) di antaranya diberikan secara off-label kategori usia. Berdasarkan klasifikasi ATC, golongan obat terbanyak yang diberikan secara off-label adalah agen antineoplastik dan imunomodulasi (61,2%) dan sistem muskuloskeletal (20,0%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan penggunaan obat off-label (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0,732; 1,942]) serta antara kategori usia bayi, anak, dan remaja dengan penggunaan off-label (p = 0,392). Kesimpulan: Tingkat penggunaan obat off-label kategori usia di bangsal anak 12,5%. Dalam penelitian ini, jenis kelamin dan kelompok usia tidak berpengaruh terhadap prevalensi penggunaan obat off-label.

Introduction: Various studies conducted in many countries showed high level of off-label drug use in pediatric patients. Off-label drug use may increase the occurrence of adverse drug reactions. This study aims to evaluate off-label drug use in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSCM) which has never been conducted. Methods: Samples were secondary data from medical records of pediatric patients admitted to RSCM Pediatric Ward and collected using consecutive sampling method. Inclusion criteria were medical records of patient of 0-18 years old admitted in the period of January-December 2018, and exclusion criteria were unreadable or incomplete medication record, and electrolyte, supplement, or external medicine. Collected data were recorded and tabulated. Off-label status was determined based on patients’ age when the drug was prescribed and then was matched with the information on the label of the drug or relevant references. Results: Of 456 evaluated prescriptions, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) were administered off-label according to age category. Based on Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification, the most frequent drugs prescribed off-label were anti-neoplastic and immunomodulating (61,2%) and musculoskeletal system drugs (20,0%). There was no association between gender and off-label drug use (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0.732; 1.942]), and also between infant, children, and adolescent age categories and off-label drug use (p = 0,392). Conclusion: The prevalence of off-label drug use according to age category in the pediatric ward was 12.5%. In this study, gender and also infant, children, and adolescent age categories had no effect on the prevalence of off-label drug use."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
"Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate.
Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah.

Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta.
Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy.
Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment.
Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sakura Muhammad Tola
"ABSTRAK
Latar belakang
Restricted antibiotics adalah golongan antibiotik spektrum luas yang termasuk dalam kategori lini 3 kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik PPRA. Restricted antibiotics digunakan secara global terkait dengan banyaknya kejadian resistensi bakteri. Penggunaan restricted antibiotic yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah resistensi hingga superinfeksi yang lebih besar, peningkatan mortalitas dan biaya pengobatan. Restriksi pemberian antibiotik ini didasarkan pada risiko resistensi yang lebih besar yang dapat ditimbulkannya, toksisitas dan pertimbangan farmakoekonomik.
Tujuan
Untuk mengevaluasi penggunaan restricted antibiotic di IGD RSCM.
Metode
Penelitian dilakukan secara kohort prospektif, deskriptif dengan mengambil data pasien usia > 18 tahun yang mendapatkan restricted antibiotic di IGD RSCM selama periode 29 Juli-31 September 2015. Kuantitas penggunaan restricted antibiotic dievaluasi dengan metode ATC/DDD WHO (DDD/100 bed-days) dan kualitas penggunaan restricted antibiotic dievaluasi dengan metode Gyssen. Biaya penggunaan restricted antibiotic dihitung berdasarkan ketetapan biaya oleh RSCM. Penelitian ini juga melihat gambaran dan kesesuaian hasil kultur kuman dengan terapi yang diberikan serta menilai outcome klinik pasien yang mendapatkan restricted antibiotic di IGD RSCM.
Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan kuantitas penggunaan restricted antibiotic mencapai 78,3 DDD/100 bed-days dengan penggunaan terbanyak adalah meropenem dan sefepim. Sebanyak 86,7% restricted antibiotic diberikan secara empirik. Hasil pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan kuman menunjukkan Acinetobacter baumannii dan Pseudomonas aeruginosa merupakan isolat kuman yang menunjukkan resistensi terhadap beberapa restricted antibiotic. Berdasarkan kriteria Gyssen, penggunaan restricted antibiotic termasuk kategori tepat sebesar 45,7%. Biaya terbesar penggunaan restricted antibiotic terdapat pada meropenem dan sefepim. Sebanyak 34 pasien meninggal selama perawatan dengan hasil kultur yang tidak sesuai dengan restricted antibiotic yang digunakan.
Kesimpulan
Kuantitas penggunaan dan prevalensi ketidaktepatan penggunaan restricted antibiotic secara umum cukup tinggi di IGD RSCM. Beberapa bakteri menunjukkan resistensi terhadap beberapa restricted antibiotic.

ABSTRACT
Background
Restricted antibiotics have been used globally due to high prevalence of bacterial resistance. The inappropriate use of restricted antibiotic contributes significantly to the increase of antimicrobial resistance with many consequence such as risk of toxicity, increase of mortality and cost of treatment. Restriction of these antibiotics based on risk of resistance, toxicity and pharmacoeconomics considerations.
Objective
To evaluate the use of restricted antibiotic in adult patients in emergency unit of Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods
We performed descriptive, cohort prospective study of adult patients those admitted to the emergency unit of Cipto Mangunkusumo hospital. We reviewed the medical record and electronic health record every day. Subject were patients aged more than 18 years old who received restricted antibiotic from July 29 to September 31, 2015 and all patients were followed up every day until they discharged from hospital. The use of restricted antibiotics were quantitavely evaluated using the ATC/DDD system (DDD/100 bed-days) and qualitatively analyzed using the Gyssen method. All the cost of restricted antibiotic use were calculated using standard price in Cipto Mangunkusumo hospital. This study also assess the clinical outcome and the pattern of sensitivity test of patient those received restricted antibiotic in emergency unit of Cipto Mangunkusumo hospital.
Results
The study results showed that the quantity of restricted antibiotic were 78,3 DDD/100 bed-days during July 29 to September 31, 2015 in the emergency unit of Cipto Mangunkusumo hospital. The most frequently used restricted antibiotic were meropenem dan sefepim. Restricted antibiotic used as empiric therapy was 86.7%. The culture and sensitivity test results showed that Acinetobacter baumannii and Pseudomonas aeruginosa were isolate that have resistance to several restricted antibiotics. Only 45.7% restricted antibiotic use were considered to be definitely appropriate based on Gyssen method. Meropenem and cefepim contribute to the higher cost during hospitalization and 34 patients used restricted antibiotic died during treatment have non concurrent of sensitivity to restricted antibiotic used.
Conclusion
The quantity of restricted antibiotic and prevalence of inappropriate restricted antibiotic use in this emergency department of Cipto Mangunkusumo hospital was generally high. Some bacterias have been resistance to several restricted antibiotic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Jefry Ka`arayeno
"ABSTRAK
Nama : Arie Jefry Ka rsquo;arayenoProgram Studi : Ners Spesialis Departemen Medikal Bedah Peminatan OnkologiJudul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Leukimia Limfositik Kronik dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo JakartaPada Karya Ilmiah Akhir KIA ini akan dibahas rangkaian praktek residensi peminatan onkologi. Kegiatan praktek residensi program pendidikan ners spesialis kekhususan onkologi dilaksanakan selama dua 2 semester di Rumah Sakit Kanker Dharmais RSKD dan di Rumah sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo RSCM Jakarta. Ruangan yang digunakan praktik disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai yaitu diruang rawat inap teratai, rawat inap ruang cempaka, poli radioterapi, poli deteksi dini, poli rawat luka, dan instalasi gawat darurat IGD di RSKD. Sedangkan di Rumah sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ruangan yang digunakan sebagai lahan praktek residensi adalah di Gedung A lantai 8 dan lantai 4 rawat inap unit bedah onkologi, hematologi kemoterapi dan juga di unit poli radioterapi. Kasus terbanyak yang dikelola adalah kanker payudara mengikuti ca sinonasal, adenoma carsinoma, KNF, KSS lidah, leukimia dan kanker rekti. Sebagian besar pasien yang dikelola adalah perempuan sebanyak 17 orang 56,7 sedangkan laki-laki terdapat 13 orang 43,3 dari 30 kasus yang dikelola. Untuk Evidence Based Nursing yaitu pengkajian nyeri khusus kanker menggunakan Brief pain Inventory BPI ditemuikan bahwa BPI merupakan pengkajian yang lebih luas dan dapat menilai nyeri pasien secara lengkap dan lebih dalam. Sedangkan hasil pelaksanaan proyek Inovasi yang dilakukan adalah berupa tindakan keperawatan guided imagery diketahui bahwa dapat menunrunkan skor nyeri pada pasien kanker. Kata kunci: brief pain inventory, guided imagery, karya ilmiah akhir, teori adaptasi Roy ABSTRACT
Name Arie Jefry Ka rsquo arayenoStudy program Ners Spesialis Departemen Medikal Bedah Peminatan OnkologiTitle Medical Practice Analysis of Medical Surgical Nursing Surgery In Chronic Lymphocytic Leukemia Patients with Roy Adaptation Theory Approach at National General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo JakartaAsthma as obstructive airway disease with airway narrowing, tends to be followed by an increase in respiratory rate. The basic concept of Buteyko 39 s theory is to teach the correct way of breathing in asthma patients. The purpose of this study is to identify the effect of Buteyko breathing exercises on peripheral oxygen saturation value and expiratory peak currents in asthma patients. The research design used was quasi experiment, pretest and posttest with control group. The study respondents numbered 24 people, consisting of 12 people doing Buteyko breathing exercises in the intervention group and 12 people in the control group. The results showed that there was a significant effect on the peak expiratory currents in the intervention group p value 0.001 . However, there was no significant effect on peripheral oxygen saturation p value 0.082 . The results of this study indicate that Buteyko breathing exercises can be given as complementary therapy, part of the treatment in asthma patients. Kata kunci brief pain inventory, final scientific work, guided imagery, Roy 39 s adaptation theory"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Indriyani Dida
"Praktek Spesialis Keperawatan Medikal Bedah merupakan proses penting dari pendidikan profesi dalam rangka mengaplikasikan ilmu dan peran perawat spesialis dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional kepada pasien. Dalam menjalankan praktek Praktek Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, residen juga menerapkan  Evidence Based Nursing. Evidence Based Nursing yang dilakukan adalah dengan menerapkan intervensi Jacobson Progressive Muscle Relaxation, serta  menjalankan peran sebagai inovator di lahan praktek. Residen telah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS, dengan 1 kasus kelolaan utama yang menggunakan pendekatan Teori Roy dan 30 kasus resume kelolaan menggunakan pendekatan  Teori Bandura untuk ruang rawat jalan pada kasus HIV. Dari hasil kelolaan kasus utama, pasien HIV yang dirawat di ruang rawat memiliki diagnosa keperawatan utama gangguan perfusi jaringan serebral sehingga intervensi utama keperawatan fokus pada manajemen tekanan intrakranial. Dari kasus resume rawat jalan, masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah ketidakpatuhan akan pengobatan, sehingga Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah dengan melakukan proyek inovasi Counseling Minum Obat ARV yang berisikan konseling secara terstruktur pengobatan ART dalam upaya meningkatkan self confidence perawat serta meningkatkan kepatuhan pasien.

Kata kunci: HIV, teori Roy, teori Bandura, ketidakpatuhan, konseling, Jacobson Progressive Muscle Relaxation.

 


Practice of Medical Surgical Nursing Specialist is an important process of professional education in order to apply the knowledge and role of specialist nurses in providing professional nursing care to patients. In carrying out the practice of Medical Surgical Nursing Specialist, the resident also applies Evidence Based Nursing. Evidence Based Nursing is carried out by applying the Jacobson Progressive Muscle Relaxation intervention, and playing the role of an innovator in the practical field. Resident has provided nursing care to patients with HIV / AIDS, with 1 main case managed using the Roy Theory approach and 30 cases managed resumes using the Bandura Theory approach for outpatient rooms in HIV cases. From the results of the main case management, HIV patients who were treated in the ward had a major nursing diagnosis of cerebral tissue perfusion disorders so that the main nursing interventions focused on the management of intracranial pressure. From outpatient resume cases, the most common nursing problem found was non-adherence to treatment, so that the nursing intervention was carried out by conducting the innovative ARV Medication Counseling project which contained structured counseling on ART treatment in an effort to increase nurses' self-confidence and increase patient compliance.

 

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ishak G. M Lahunduitan
"Sejak ditemukmmya obat-obatan antibiotika, telah terbukti bahwa antibiotika efektif mengendalikan infeksi bakterial. Namun dengan penggunaan yang irasional tampak pula kerugiannya yang tidak sedikit antara lain; resistensi kuman, penyebaran kuman non patogen menjadi patogen, reaksi anafilaktik dan masalah biaya yang tinggi. Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotika mula-mula ditanggulangi dengan penemuan ohat-obatan golongan baru dan juga dengan mengupayakan modifikasi kimiawi terhadap obat-obat yang sudah ada. Sayangnya tidak ada yang dapat mengimbangi kemampuan bakteri patogen untuk membentuk resistensi.

Since the discovery of antibiotic drugs, it has been proven that antibiotics are effective in controlling bacterial infections. But with the use of irational It also appears that the disadvantages are not small, including; germ resistance, the spread of non-pathogenic germs into pathogens. anaphylactic reactions and cost problems tall. The problem of bacterial resistance to antibiotics was first overcome by the discovery of new classes of drugs and also by seeking modifications chemicals against existing drugs. Unfortunately, nothing can compensate for the ability of pathogenic bacteria to form resistance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gestana Andru
"Latar Belakang. Gangguan tidur sering dijumpai pada penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik (LES). Tidur yang buruk berdampak pada kualitas hidup yang rendah serta eksaserbasi akut dari inflamasi akibat LES. Penelitian mengenai kualitas tidur yang buruk pada pasien LES serta faktor - faktor yang berhubungan di Indonesia masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui proporsi kualitas tidur yang buruk pada pasien LES di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Metode yang digunakan adalah studi potong lintang, melibatkan 166 subjek LES berusia minimal 18 tahun yang berobat ke poliklinik Alergi Imunologi RSCM sejak Januari 2019. Subjek mengisi secara mandiri kuesioner kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI) dan kuesioner gejala depresi dan ansietas menggunakan Hospital Anxiety Depression Scale(HADS). Skala nyeri dinilai mengggunakan Visual Analogue Scale(VAS), aktivitas penyakit LES dinilai menggunakan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000(SLEDAI-2K). Subjek menjalani pemeriksaan imbalans otonom yang dinilai menggunakan rasio Low Frequency/High Frequency (LF/HF) dari Heart Rate Variability(HRV), dan pemeriksaan kadar high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP).Analisis bivariat menggunakan uji Chi Squaredan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil. Rerata untuk skor PSQI global pada 166 subjek sebesar 9,36 (3,61) dengan proporsi kualitas tidur buruk sebanyak 82,5%. Pada analisis bivariat didapatkan dua variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk yaitu gejala depresi (OR: 5,95; p: 0,03) dan gejala ansietas (OR: 2,44; p: 0,05). Regresi logistik tidak menunjukkan variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk.
Simpulan.Proporsi kualitas tidur buruk pada pasien LES sebesar 82,5%. Tidak terdapat faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur buruk pada LES.

Background. Sleep disturbances are often seen in systemic lupus erythematosus (SLE). Poor sleep will lead to poor quality of life and frequent exacerbations of SLE. However, studies about poor sleep quality in SLE patients as well as the contributing factors are limited.
Objectives. The aim of this study is to determine the proportion of poor sleep quality in SLE patients in Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM) and to assess its contributing factors.
Methods. This study used a cross sectional design involving 166 subjects of SLE patients from Immunology clinic since January 2019. The Pittsburgh Sleep Quality Index was used to assess sleep quality of subjects. Depression and anxiety symptoms was assesed using the Hospital Anxiety Depression Scale (HADS). Pain scale was assesed using Visual Analogue Scale (VAS) and SLE activity was assessed using Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000 (SLEDAI-2K). Autonomic imbalance was assesed using Low Frequency/High Frequency(LF/HF) ratio from Heart Rate Variability(HRV), and subjects went through high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP) test. Bivariate analysis using Chi Square test and multivariate analysis using logistic regression.
Result.The mean global score for the PSQI among 166 subjects was 9,36 (3,61). The proportion of poor sleep quality was 82.5%. There were two variables with significant association including depressive symptoms (OR 5.95; p 0.03) and anxiety symptoms (OR 2.44; p 0.05). There were no variable with significant association through logistic regression.
Conclusion. The proportion of poor sleep quality from SLE patients in RSCM was 82.5%. This study did not find any factors associated with poor sleep quality in SLE patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Shidqul Azmi
"Latar belakang: COVID-19 telah menyebabkan pandemi dengan angka mortalitas yang signifikan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian tertinggi akibat COVID-19. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan kematian pada pasien COVID-19 memiliki kesamaan dengan faktor risiko pada infeksi SARS-CoV dan MERS- CoV, seperti usia, komorbiditas, kadar neutrofil dan limfosit, d-dimer, serta jumlah lobus paru yang terlibat berdasarkan temuan rontgen toraks.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proporsi kematian dan faktor- faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari, dengan pendekatan komprehensif yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dasar, dan pemeriksaan penunjang sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium darah dan rontgen toraks.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain retrospektif observasional dengan menganalisis rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari Januari 2021 hingga Januari 2024. Data dianalisis menggunakan program STATA versi 17.0 melalui metode analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 142 subjek direkrut dan dianalisis, dengan angka mortalitas selama perawatan mencapai 29,57%. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (58,5%) dan berusia >60 tahun (52,8%), serta sebagian besar mengalami ketergantungan total (85,7%). Sebagian besar subjek memiliki status nutrisi obesitas (43%). Komorbiditas terbanyak adalah diabetes melitus (42,3%), hipertensi (39,4%), dan gangguan ginjal kronis (37,3%), sedangkan mortalitas tertinggi ditemukan pada pasien dengan gangguan ginjal kronis (34%), penyakit jantung koroner (33,3%), dan stroke (29,2%). Faktor signifikan yang memengaruhi mortalitas dalam ≤14 hari meliputi usia (OR 3,17, p = 0,016), D-dimer (OR 3,07, p = 0,015), CRP (OR 5,16, p < 0,001), dan SpO2 (OR 8,64, p < 0,001).
Kesimpulan: Proporsi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari adalah 29,57%. Mortalitas sebagian besar terjadi pada pasien berusia ≥60 tahun dengan ketergantungan total. Faktor usia, D-dimer, CRP, dan SpO2 terbukti sebagai faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 selama perawatan.

Background: COVID-19 has caused a pandemic with a significant mortality rate. Indonesia is among the countries with the highest death toll from COVID-19. Several risk factors contributing to mortality in COVID-19 patients are similar to those observed in SARS-CoV and MERS-CoV infections, such as age, comorbidities, neutrophil-to- lymphocyte ratio, D-dimer levels, and the number of lung lobes affected as identified through chest X-ray findings.
Aim: This study aims to identify the proportion of mortality and the factors influencing the mortality of COVID-19 patients within ≤ 14 days of care, using a comprehensive approach that includes medical history, basic physical examination, and simple supporting tests, namely blood laboratory tests and chest X-rays
Methods: This study employs a retrospective observational design by analyzing the medical records of COVID-19 patients treated at RSUPN Cipto Mangunkusumo from January 2021 to January 2024. The data were analyzed using STATA version 17.0 software through univariate, bivariate, and logistic regression analysis methods.
Results: A total of 142 subjects were recruited and analyzed, with a mortality rate of 29.57% during ≤14 days of treatment. Most patients were male (58.5%) and aged over 60 years (52.8%), with the majority experiencing total dependence (85.7%). Obesity was the predominant nutritional status among the subjects (43%). The most prevalent comorbidities included diabetes mellitus (42.3%), hypertension (39.4%), and chronic kidney disease (37.3%). The highest mortality rates were found in patients with chronic kidney disease (34%), coronary artery disease (33.3%), and stroke (29.2%). Significant factors affecting mortality within ≤14 days included age (OR 3.17, p = 0.016), D-dimer (OR 3.07, p = 0.015), CRP (OR 5.16, p < 0.001), and SpO2 (OR 8.64, p < 0.001).
Conclusion: The mortality proportion of COVID-19 patients during ≤14 days of treatment is 29.57%. The majority of mortality occurred in patients over 60 years old with total dependence. Age, D-dimer, CRP, and SpO2 were found to be significant factors influencing mortality in COVID-19 patients during treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>