Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Melfaliona Shandy
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perempuan Minangkabau yang mendefinisikan kembali makna
?kuat? saat kemunculan Orde Baru. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif, sementara teori dan konteks yang digunakan teori struktural, teori gender,
serta konteks Minangkabau saat ini. Dengan tujuan untuk mengungkap proses tokoh
perempuan Minangkabau pada masa Orde Baru dalam mendefinisikan ulang makna
?kuat?, hasil dari penelitian ini menunjukkan konsep perempuan Minangkabau yang
?kuat? adalah yang tidak meninggalkan nilai-nilai kesopanan dan keluhuran, yang
dapat bangkit dari keterpurukan dengan tidak mengerdilkan dirinya sendiri sebagai
manusia bernilai di mata Tuhan dan masyarakat, serta mampu berjuang dengan
mencari jalan keluar dengan memedulikan norma dan etika.

ABSTRACT
This research discusses the Minangkabau women who redefining the meaning of
"strong" in the New Order era. This research uses qualitative descriptive method, the
structural theory, gender theory, and current Minangkabau context. The result
indicates that the concept of "strong" Minangkabau women is those who does not
leave the values of decency and nobility, can rise from adversity with no downgrades
themselves as valuable people in God's eyes and in society, and who are capable of
looking for solutions by considering the norms and ethics"
2017
T47053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Melfaliona Shandy
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perempuan Minangkabau yang mendefinisikan kembali makna ldquo;kuat rdquo; saat kemunculan Orde Baru. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, sementara teori dan konteks yang digunakan teori struktural, teori gender, serta konteks Minangkabau saat ini. Dengan tujuan untuk mengungkap proses tokoh perempuan Minangkabau pada masa Orde Baru dalam mendefinisikan ulang makna ldquo;kuat rdquo;, hasil dari penelitian ini menunjukkan konsep perempuan Minangkabau yang ldquo;kuat rdquo; adalah yang tidak meninggalkan nilai-nilai kesopanan dan keluhuran, yang dapat bangkit dari keterpurukan dengan tidak mengerdilkan dirinya sendiri sebagai manusia bernilai di mata Tuhan dan masyarakat, serta mampu berjuang dengan mencari jalan keluar dengan memedulikan norma dan etika.

ABSTRACT
This research discusses the Minangkabau women who redefining the meaning of strong in the New Order era. This research uses qualitative descriptive method, the structural theory, gender theory, and current Minangkabau context. The result indicates that the concept of strong Minangkabau women is those who does not leave the values of decency and nobility, can rise from adversity with no downgrades themselves as valuable people in God 39 s eyes and in society, and who are capable of looking for solutions by considering the norms and ethics."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Gusti Yanti
"Western education that followed by womenhood gives influence to their life because the contradiction of traditional and modern thought in Minangkabau society, such as contained in Sitti Nurbaya (Marah Rusli), Ka/au Tak Untung (Selasih), and Pertemoen II (A.St. Pamoentjak). The educated women figure in the novels have experience in their life because of education. The purpose of the study is to describe educated Minangkabau women and their conflict in the society. The study uses sociology of literature approach because of relating to the situation of Minangkabau society at the beginning of period Western education coming to Minangkabau.
The result of the study describes educated women whom have thought, view, wishing, attitude, and action which influenced by education. The consequence of the education produces infraction, conflict, or contradiction in their life. It's caused by their thought, view, wishing, attitude, and action don't jibe with norm and custom in the society. The educated women don't have strength to face conflict or contradiction which happened. They surrender to the conflict which happened in their life. The surrendering result suffering to the women figures. Sitti Nurbaya and Muslina are the figures whom don't receive the surrendering fully, so that they do resistance to the conflict. The resistance doesn't give result. On the contrary, they have worse suffering. The educated women have "defeat" in facing the conflict bacause the tradition of the society which's still strong."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Prasetiyo
"Disertasi ini membahas keterkaitan antara kehidupan Suparto Brata dengan hasil karya tulisnya serta membahas pandangan Suparto Brata berkaitan dengan peranan dan kedudukan perempuan Jawa sebagaimana terepresentasikan dalam novel Donyane Wong Culika dan Bekasi Remeng-Remeng. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengaitkan unsur intrinsik (berupa fakta kemanusiaan fiksionalitas) dengan unsur ekstrinsik (fakta kemanusiaan realitas). Temuan atas penelitian ini adalah bahwa latar belakang kehidupan Suparto Brata berupa hadirnya tiga perempuan (ibu, ibu mertua, istri) serta nilai-nilai budaya Jawa yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan bahasa Jawa sangat mempengaruhi isi karya sastranya. Pandangan dan sikap perempuan Jawa berkaitan dengan permasalahan gender dilandasi oleh empat jenis motivasi yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, motif teogenetis, serta motif psikogenetis. Berdasarkan keempat motivasi tersebut, sosok perempuan Jawa dapat dikatakan sebagai sosok perempuan yang humanis dan religius. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa peranan perempuan Jawa sangat dominan. Perempuan Jawa dapat melakukan hal-hal yang berkaitan dengan masalah domestik sekaligus publik. Dikarenakan peranannya yang sangat besar tersebut, kedudukan perempuan Jawa menjadi sangat tinggi dan sangat terhormat.

This dissertation discusses the interrelationship between life of Suparto Brata with the results of his writings and discuss Suparto Brata`s view about the role of and position of Javanese women as represented in the novel Donyane Wong Culika and Bekasi Remeng-Remeng. This study uses sociology of literature approach that linked the intrinsic elements (in the form of humanitarian fact of fiction) with extrinsic elements (humanitarian facts of reality). The findings of this research is that the background of life of Suparto Brata form of the presence of three women (mother, mother-in-law, wife) and Javanese cultural values contained within the Java language expressions greatly influence the content of his literary work. The views and attitudes of Javanese women related to gender issues based on the four types of motivation that biogenetic motive, sosiogenetic motive, theogenetic motive, and the psikogenetic motive. Based on the fourth motivations, Javanese women can be regarded as the humanist and religious figure of women. The conclusion of this study is that the role of Javanese women is very dominant. Javanese women can do things that are related to domestic issues and public at once. Due to the very huge role, the position of Javanese women become very high and very respectable."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2184
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tasya Asiila Ramadhina
"Komunikasi keluarga memberikan dampak dalam meningkatkan pemahaman kesetaraan gender kepada anak-anak. Komunikasi keluarga memiliki corak yang berbeda dalam berbagai masyarakat sesuai dengan adat dan budaya masing-masing. Pada suku Minangkabau yang menganut sistem matriarki, corak tersebut bersifat istimewa. Apalagi jika dibandingkan dengan komunikasi keluarga pada beberapa suku lainnya seperti Batak, Korowai, dan Bugis. Posisi perempuan dan laki-laki dalam beberapa suku tersebut memberikan implikasi yang besar dalam adat kehidupan hingga turun temurun. Peran keluarga sebagai komunitas paling inti menjadi yang sangat berperan dalam pengarusutamaan gender. Peran keluarga tersebut perlu diperkuat agar dapat menjadi gerbang utama sebelum mencapai pengarusutamaan gender pada lapisan lainnya yaitu komunitas, organisasi, institusi, pemerintah, dsb.
Family communication has an impact in increasing gender understanding to children. Family communication has a different pattern in various societies according to their respective customs and cultures. In the Minangkabau tribe that adheres to a matriarchal system, this pattern is special. Particularly, when compared to family communication in several other tribes such as the Batak, Korowai, and Bugis. The position of women and men in some of these tribes has a great impact on traditional life for generations. The role of the family as the most core community has a very important role in gender mainstreaming. The role of the family needs to be achieved to become the main gate before gender mainstreaming in other layers, such as communities, organizations, institutions, government, etc.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rozamon
"
ABSTRAK
Masyarakat Minangkabau merupakan suatu masyarakat etnik matrilineal terbesar di dunia (Zed, 1992), dan jelas merupakan satu-satunya contoh untuk Indonesia. Sistem Matrilineal meletakkan perempuan pada posisi yang menguntungkan. Tanner (1992) dan Naim (1991) mengatakan bahwe pada Masyarakat dengan sistem matrilineal maka kedudukan laki-laki dan perempuan cenderung egaliter, sehingga perempuan tidak terlalu bergantung pada suami. Syarifuddin malah mengatakan (1982) bahwa perempuan Minangkabau lebih mandiri dibandingkan dengan perempuan lainnya di Indonesia.
Saat ini dengan semakin tingginya intensitas interaksi dengan budaya Iain, maka terjadi pergeseran (Naim, 1991). Sairin (1992) mengatakan bahwa arah perubahan tersebut belum diketahui dengan pasti apakah akan berpegang teguh pada prinsip mairilineal ataukah berubah kearah masyarakat patrilineal. Navis (1990) memperkirakan telah terjadi deidentifikasi budaya pada masyarakat Minangkabau.
Reenan (1939) mengatakan perubahan yang paling mendasar pada masyarakat Minangkabau adalah pada kemandirian perempuan Minangkahau terhadap suami dalam menjalankan perannya dalam keluarga. Perubahan ini menurut Keenan akan menimbulkan dampak emosional tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah perbandingan kemandirian perempuan Minangkabau yang ada di pedesaan dan di Jakarta dalam menjalankan peran rumah tangga. Serta bagaimanakah harapan mereka sebetulnya terhadap peran mereka dalam rumah tangga. Apakah mereka mengharapkan akan mempertahankan kemandirian terhadap suami, ataukah mereka mengharapkan suami lebih banyak berperan, seperti kecenderungan masyarakat non-matrilineal.
Para ahli mengemukakan, bahwa untuk setiap peran, melekat harapan terhadap peran. Ketidaksesuain antara harapan dengan kenyataan peran akan menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan (Biddle & Thomas, 1966).
Menurut Burr (dalam Terry dan Scott, 1987), ketidak sesuaian antara harapan dan perilaku peran akan menimbulkan kesenjangan peran. Sédang Brehm (1992) mengatakan bahwa ketidaksepakatan mengenai siapa yang akan mengerjakan pekerjaan tertentu dalam rumah tangga akan menimbulkan role strain atau ketegangan peran.
Banyak peneliti yang meyakini bahwa ketegangan peran merupakan salah satu penyebab utama konflik perkawinan serta perceraian(Frank, Anderson, & Rubinstein, 1979; Jacobson , Follette, & McDonald, 1982, dalam Brehm 1992).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurkesuma (1995) menunjukkan bahwa perempuan Minangkabau akan memiliki nilai kemandirian bila ia memiliki identitas sosial sebagai perempuan Minangkabau. Dengan kondisi peralihan sekarang ini, diperkirakan akan terjadi transisi, antara apakah akan mempertahankan kemandirian, ataukah akan bergantung pada suami. Seperti yang telah dikatakan oleh para ahli di atas hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan, dan ketegangan. Bila kenyataan ternyata tidak sesuai dengan harapan maka akan menimbulkan kekecewaan. Reenan juga memperkirakan bahwa perubahan dalam kemandirian terhadap suami akan menimbulkan dampak emosional tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis selanjutnya ingin mengetahui, perempuan Minangkabau yang memiliki kemandirian bagaimanakah yang akan mengalami ketegangan Peran? Apakah yang memiliki kemandirian tinggi, kemandirian rendah, ataukah kemandirian sedang?
Maka dalam penelitian ini yang ingin diketahui adalah: Bagaimanakah kemandirian perempuan Minangkabau di pedesaan dan di Jakarta 2.Bagaimanakah harapan perempuan Minangkabau terhadap kemandirian dalam menjalankan peran? Serta, 3. Adakah hubungan antara kemandirian dengan ketegangan peran?
Subjek Penelitian adalah 31 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan tinggal di pedesaan Sumatera Barat, 30 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan merantau ke Jakarta, serta 30 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan lahir, besar serta tinggal di Jakarta.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan kemandirian dan perbedaan ketegangan peran pada perempuan Minangkabau yang ada di pedesaan; yang merantau ke Jakarta; serta yang lahir, tinggal dan besar di Jakarta, tetapi perbedaan tersebut tidak cukup berarti sehingga tidak siginifikan. Ketiga kelompok perempuan Minangkabau berada pada tingkat kemandirian Sedang. Selanjutnya diketahui bahwa secara secara umum perempuan Minangkabau mengharapkan kemandirian dalam menjalankan peran yang lebih tinggi dari kemandirian yang dimilikinya saat ini.
Terlihat adanya hubungan yang bermakna antara tingkat kemandirian dengan ketegangan peran. Ketegangan peran yang tinggi ditemukan pada kelompok perempuan Minangkabau yang memiliki kemandirian rendah dan kemandirian tinggi.
Untuk Iebih dapat melihat perbedaan kemandirian perempuan Minangkabau di pedesaan Sumatera Barat dengan di Jakarta, maka disarankan agar subjek pedesaan dibatasi dari desa yang tergolong masih terisolir, sehingga pengaruh budaya luar dapat diminimalkan.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Naim
Jakarta: Hasanah, 2006
326.8 MOC t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nuryasih
"Tesis ini membahas kesetaraan gender dalam novel Suluk Sang Pembaharu (2004) karya Agus Sunyoto dengan mencermati isu gender dan sudut pandang di dalam teks. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Sementara itu, teori yang digunakan adalah teori gender dengan mencermati sudut pandang di dalam teks. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan kesetaraan gender dalam novel Suluk Sang Pembaharu (2004) yang dihadirkan untuk merekonstruksi figur Syaikh Siti Jenar melalui pendekatan gender. Hasil dari penelitian ini menunjukkan teks berhasil menampilkan konstruksi perempuan kuat melalui tokoh Nyi Indang Geulis dan Nyi Mas Gandasari. Narator juga berhasil merekonstruksi sosok Jenar melalui pemikirannya yang menyuarakan nilai kesetaraan, khususnya dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, sesuai nilai-nilai Islam.

This thesis analyses gender equality in a novel by Agus Sunyoto, Suluk Sang Pembaharu (2004), by taking a closer look at the issue of gender and point of view in the text. This study uses descriptive analytics method. Meanwhile, the theory of gender is used in the analysis by looking at the point of view (POV) in the text. This study aims to reveal how gender equality in the novel Suluk Sang Pembaharu (2004) has been given to reconstruct the figure of Syaikh Siti Jenar by gender approach. Results have shown that the text has successfully displayed the construction of powerful women through the characters of Nyi Indang Geulis and Nyi Mas Gandasari. The narrator has also managed to reconstruct the figure of Jenar through his thoughts that voice the value of equality, especially in the relationship between male and female based on Islamic values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Fitrianti
"Tesis ini membahas tentang ketidaksetaraan gender dalam pendidikan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketidaksetaraan gender dalam pendidikan bagi perempuan yang disebabkan oleh pengaruh akses, partisipasi, kontrol, manfaat serta nilai terhadap pendidikan. Faktor penting yang mendorong terciptanya ketidaksetaraan gender dalam pendidikan adalah nilai. Nilai yang ada membentuk stereotip negatif yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi, subordinasi dan beban kerja pada perempuan di Kecamatan Majalaya.

This thesis discusses gender inequality in education in Majalaya district, Karawang, West Java, by using an explanative qualitative approach. The result of the study shows that there is a gender inequality in women education influenced by the access, participation, control, benefits and value in the community. Value plays as an important influencing factor that creates gender inequality in education. The existing value in Majalaya district forms a negative stereotype that causes women marginalization, subordination and over-load work."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29599
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>