Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tulus Setiyadi
Lamongan: Lentera Ilmu, 2015
306 TUL m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Firdaus
"Gelombang moderisasi secara langsung atau tdak akan berpengaruh pada hilangnya nilai-nilai tradisional suatu masyarakat. Soal kecepatan penggerusan tersebut tentu saja bergantung pada kemampuan berahan masyarakat atau pelaku budaya. Ketika masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai trdisi maka modernitas tidak perlu dikwatirkan. Sementara itu, berkebanganya teknologi mendorong ekspansi modernisasi tanpa batas dan di sisi lain tanggung jawab atau keingan menjaga nilai-nilai tradisional semakin menepis. Bukan saja karena pelakunya semakin sedikit yang paham tapi karena tidak adanya wadah untuk menjaga hal tersebut. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana modernisasi dan lokalotas saling berhdapan dalam membangun satu budaya. Obyek yang dipilih penelitian ini adalah pakaian penghulu pada masyarakat Kotogadang. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa modernitas dan lokalitas bisa saling beradaptasi dalam menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sementara masyarakat pelaku budaya mempunyai kemampuan untuk menjaga atau menyaring nilai-nilai luar yang masuk ke dalam demi menjaga nilai-nilai yang dimiliki masyarakat."
Bali: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, NTB dan NTT , 2017
902 JNANA 22:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Romi
"Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Suku Baduy yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini mengambil tema tentang ritus kematian, salah satu ritual khusus yang dianggap sakral bagi masyarakat Suku Baduy. Ritus kematian yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy adalah bentuk ketaatan masyarakat dalam menjalankan aturan adat yang mengharuskan mereka menjalankan prosesi ritual ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia. Ritual ini dilakukan bukan hanya sebatas aturan adat yang menjadi acuan masyarakat dalam melakukannya, melainkan sebagai bentuk penghormatan terakhir keluarga terhadap si mayit. Selain itu, ritual kematian dianggap penting karena masyarakat Baduy percaya bahwa ritual kematian diyakini mampu mengantarkan roh si mayit ke tempat suci (Mandala Hiyang), dan tidak tersesat ke tempat larangan (Buana Larang). Ritus kematian masyarakat Suku Baduy dilakukan karena masyarakat percaya bahwa kematian adalah awal dari perjalanan roh si mayit menjalankan kehidupan barunya di tempat lain bersama para leluhur mereka terdahulu. Oleh karena itu, masyarakat Suku Baduy percaya bahwa dengan mentaati semua aturan adat dan mampu menjaga alam semesta titipan leluhur mereka, berharap setelah kematian bisa bersama-sama dengan para leluhur. Interaksi yang dibangun oleh masyarakat Baduy dengan para leluhur adalah dengan cara menjaga alam semesta. Dengan demikian, makna kematian bagi masyarakat Baduy sangat mendalam karena menyangkut keberlangsungan orang hidup dan keberlangsungan roh si mayit dengan para leluhurnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan antropologis. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Ritus kematian masayarakat Suku Baduy diwarnai berbagai macam simbol yang menunjukan adanya relasi antara orang hidup, orang mati dan alam semesta. Masyarakat Suku Baduy juga memahami bahwa kematian merupakan bagian dari siklus hidup manusia dan sekaligus menunjukan adanya keberlangsungan roh si mayit dengan roh para leluhurnya di tempat suci. Oleh karena itu, relasi yang dibangun masyarakat Suku Baduy antara orang mati dan orang hidup melalui ritus yang dilakukan sebagai bentuk keterjalinan dan memastikan roh si mayit dapat menghadap yang suci dan bisa bertemu dengan para leluhurnya di tempat suci (Mandala Hiyang).

This research was conducted on the Baduy Tribe community located in Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. This research takes the theme of the death rite, the special ritual that is considered sacred to the Baduy tribe. The death rite performed by the Baduy people is a form of community obedience in carrying out customary rules that require them to carry out a ritual procession when one of them dies. This ritual is carried out not only to the extent of the customary rules that are the reference for the community in doing so, but as a form of the family's last respect for the dead. In addition, the death ritual is considered important because the Baduy people believe that the death ritual is considered to be able to deliver the spirit of the dead to the holy place (Mandala Hiyang), and not stray to the place of prohibition (Buana Larang). The death rite of the Baduy people was carried out because the people believed that death was the beginning of the mayit living his new life elsewhere with their previous ancestors. Therefore, the people of the Baduy Tribe believe that by obeying all customary rules and being able to maintain the universe entrusted by their ancestors, hope that after death they can be together with the ancestors. The interaction built by the Baduy people with the ancestors was by taking care of the universe. Thus, the meaning of death for the Baduy people is very deep because it concerns on the continuity of the living and the continuity of the spirit of the dead with his ancestors. This research used qualitative methods with anthropological approach. Observation, interviews and literature studies were used in collection data. The death rites of the Baduy people are colored by various simbols that indicate the relationship between the living, the dead and the universe. The Baduy people also understand that death is part of the human life cycle and at the same time shows the continuity of the spirit of the dead with the spirit of his ancestors in the holy place. Therefore, the relationship built by the Baduy tribe between the dead and the living through rites is carried out as a form of intertwining and ensuring that the spirit of the dead can face the holy and can meet his ancestors in the holy place (Mandala Hiyang)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Hermawan
"Kekalahan Jepang pada perang dunia II membawa sebuah dampak besar kepada negara Jepang. Kekalahan Jepang pada saat itu membawa sebuah perubahan pada memori kolektif bangsa Jepang yang kelak akan bertahan selama puluhan tahun. Hal ini dapat terlihat dengan kebijakan pertahanan bangsa Jepang. Bangsa Jepang merasa bertanggung jawab terhadap kekejaman yang telah mereka lakukan selama perang dunia II, sehingga mereka membuat sebuah undang-undang yang menyatakan mereka selamanya akan meninggalkan perang dan tidak akan mengakui keberadaan angkatan bersenjata. Sebuah Konstitusi yang kemudian dijuluki Konstitusi Pasifis. Tapi seiring berkembangnya dinamika hubungan internasional, keberadaan pasal ini menjadi sebuah hal yang bersifat paradoks. Pada saat ini Jepang memiliki angkatan bersenjata yang memiliki anggaran terbesar ketiga di dunia. Sementara interpretasi konstitusi hanya menyebutkan Jepang boleh memiliki angkatan bersenjata untuk keperluan pertahanan. Kehadiran Shinzo Abe sebagai perdana menteri Jepang membawa Jepang kepada sebuah langkah baru, menuju perubahan Konstitusi. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menangkap bagaimana perubahan ini kemudian tercermin melalui sebuah fenomena budaya populer Jepang, yaitu serial animasi Gundam.

Japan's defeat at World War II gives a huge impact to the Japanese people. The defeat is causing the Japanese people collective memory to be changed, and it was unchanged for decades after it. The Japanese people feel the responsibility for the cruelty that they came up with, which is causing them to create a constitution that state the renunciation of war and will never admitting any military power. This Constitution is called the Pacifist constitution. But at present, Japan have a third largest defense budget, yet their constitution interpretation still insist that this "Self Defense Force" is for defense purposes only. Through this research, I would like to analyze three Gundam movies from three different era, which will show us how Japanese have changed their collective memory of a traumatic one in World War II. Also, I am analyzing and find out how the Japanese have change from the traumatic past to the current society which is shown by the popular culture phenomenon, Gundam.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bra Baskoro
"Skripsi ini membahas masalah pemaknaan makam Imogiri bagi masyarakat Jawa. Penafsiran makna makam Imogiri akan dilakukan melalui penelitian terhadap mitos-mitos yang ada seputar makam Imogiri. Mitos-mitos tersebut merupakan petanda dari penanda konsep tertentu, yakni konsep kekuasaan, kesaktian dan kepercayaan. Berdasarkan pemahaman relasi antara mitos dan makam tersebut akan didapatkan makna makam dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya. Permasalahan yang diangkat pada skripsi ini ada 3 hal. Pertama, Apakah makna makam Imogiri bagi masyarakat Jawa? Kedua, mengapa terjadi penambahan makna? Ketiga, faktor apakah yang menyebabkan terjadinya penambahan makna? Skripsi ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian kedua adalah Gambaran Umum Makam Imogiri, ditinjau dari segi geografis, sejarah dan sosial-budaya. Bagian ketiga, merupakan analisa data penelitian. Bagian keempat adalah penutup atau kesimpulan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angki W. Perdana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 14 (1-4) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Simbol atau lambang adalah suatu tanda untuk menunjuk sesuatu berdasarkan kesepakatan bersama. Penelitian ini membahas penggunaan simbol yng berupa emotikon untuk menjelaskan hal-hal yang tidak terwakili karena keterbatasan nada, suara, dan ekspresi yang belum terwakili. Penelitian ini menggunakan semiotika Pierce yang menganalisis emotikon yang ada pada komunitas Kaskus. Penelitian ini menunjukkan emotikon Kaskus memiliki makna untuk menekankan ekspresi, mempertegas emosi, bentuk apresiasi positif, reputasi, sindiran, metafora, serta stereotip. Selain itu, emotikon yang terdapat pada Komunitas Kaskus sangat bervariatif dan menampilkan semangat anak muda yang diwakili dengan warna yang mencolok serta gambar yang kreatif.
"
JSIO 13:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kaluara, Feby Hendola
"Sebagai mahasiswi arsitektur, pertanyaan mengenai pentingnya bentuk fisik kota di tengah deru informasi, perkembangan teknologi, dan segala sesuatu yang mampu didapat secara instan sering kali menghampiri pikiran saya. Tulisan ini merupakan sebuah usaha untuk menjawab sesuatu yang sangat mendasar di antara dinamika kehidupan urban tersebut: makna kematian pada sebuah pemakaman ketika media sosial online mendominasi. Kurang lebih di sini saya mencoba menilik bentuk material dan virtual Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata? sebuah pemakaman yang sangat simbolis dan menyimpan banyak cerita perjuangan?dan interpretasi masyarakat Jakarta yang asik dengan rutinitas dunia mayanya terhadap pemakaman tersebut. Sebagian dari penilikan ini adalah hasil refleksi dari teori dasein Heidegger, konsepsi ruang yang diperkasai oleh Tarthang Tulku dan sekilas mengenai konsepsi virtual-aktual yang diusung oleh Deleuze. Topik kematian sendiri saya ambil karena berhubungan erat dengan eksistensi manusia. Saya pikir meskipun perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia terus terjadi, selalu ada titik henti yang begitu mendasar hingga mampu menjadi titik balik manusia untuk merefleksikan dirinya. Kematian adalah salah satunya. Hal ini tentu berkaitan dengan bagaimana arsitektur membentuk ruang untuk pengalaman kematian. Dapat dikatakan tulisan ini merupakan upaya menilik kembali fungsi arsitektur, khususnya arsitektur kematian, pada kota Jakarta di tengah deru perubahan dan perkembangan zaman.

As an architecture student, questions about how important physics of a city in the era of information and technology development?when everything can be received instantly?often come through my head. This writing is an attempt to answer a very basic thing in the dynamic life of urban: the interpretation of death on a cemetery while online social media dominating. I try to observe carefully the material and virtual form of Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata? a heroes cemetery which is very symbolic and has many stories about fighting for independence?and interpretation of Jakarta society who has been busied by ?virtual reality? about that cemetery. A part of this observation is also a reflection of some theories: Heidegger?s dasein, Tulku?s conception of space, and Deleuze?s interpretation about virtual-actual. I choose death as the topic because it is much related to human existence. I think there must be some very basic point among all of the changes which makes everyone can stop or turn around to reflect their selves. Death is one of those points. This is, of course, also related to how architecture creates space to experience the death. This writing can be said as an exertion to rethink the function of architecture, especially architecture of death, while changes and developments continuously coming in the city of Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42442
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Rahardjanti
"ABSTRAK
Masyarakat Cina penganut Khonghucu masih mempertahankan tradisi Cina, antara lain masih dapat dijumpai pelaksanaan upacara kematian secara Khonghucu, meskipun demikian sudah mengalami perubahan di masa lalu.Upacara kematian dalam lingkungan masyarakat Cina penganut Khonghucu sangat berkaitan erat dengan ajaran Konfusius yang menekankan sernangat bakti (xiao . ). Maksud diadakan upacara kematian adalah untuk menunjukkan tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya. Sedangkan tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat kepada almarhum, agar almarhum memperoleh kehidupan yang damai, rasa aman dan ketentraman bagi keluarga yang ditinggalkan.Dalam penyelenggaran upacara kematian di kalangan masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta ini ternyata sudah mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat (Jawa), misalnya adanya kepercayaan masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta tentang hari Sabtu, yang dipercayai sebagai hari yang tidak bagus untuk menguburkan jenazah; adanya pelaksanaan Upacara Selamatan yang diadakan menurut tradisi Jawa .Masyarakat Cina penganut Khonghucu di Surakarta meyakini Khonghucu sebagai agama. Mereka tetap melakukan peribadatan menurut ajaran Khonghucu. Termasuk salah satunya adalah melaksanakan upacara kematian secara Khonghucu. Penulis merasa tertarik untuk menggambarkan upacara kematian selain karena hal - hal tersebut di atas, juga karena adanya pengaruh tradisi Jawa yang mereka terapkan.

"
1996
S13099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>