Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayesa
"Secara umum, idiom didefinisikan sebagai ekspresi kompleks. Definisi tersebut diperoleh dari karakteristik maknanya yang nonkomposisional. Idiom yang bermakna nonkomposisional adalah idiom yang konstituennya tidak menyumbangkan makna untuk makna idiom, atau dengan kata lain makna idiom berbeda dengan makna harfiahnya. Wood 1986 menjelaskan bahwa makna idiom yang nonkomposisional ini berkaitan dengan kelegapan sintaktisnya. Sifat idiom yang nonkomposisional tersebut membiarkan kekaburan sintaktisnya. Sifat idiom yang maknanya nonkomposisional dan struktur sintaktisnya legap membuat idiom sulit dipahami. Selain itu, idiom bahasa Mandarin juga terbagi berdasarkan keberadaan metafora di dalamnya. Meski demikian, idiom tetap digunakan dalam tindak tutur. Penggunaan tersebut juga berkaitan dengan nilai budaya pengguna bahasa tersebut. Idiom yang digunakan dalam penelitian ini seratus empat belas idiom empat karakter yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi pada "Chinese Internet Corpus";. Idiom-idiom tersebut diverifikasi ke "Kamus Idiom Xinhua".

In general, idiom is defined as a complex expression. The definition is derived from its noncompositional meaning characteristics. Idioms that are noncompositional is an idiom whose the constituents do not contribute meaning to the meaning of idiom as a whole, or in other words the meaning of idiom is different from its literal meaning. Wood 1986 explains that the meaning of this noncompositional idiom is related to its syntactic opacity. The noncompositionality in idiom allows its syntactic opacity. The nature of idioms whose meaning is noncompositional and its syntactic structure makes idiom difficult to understand. In addition, the Chinese idiom is also subdivided based on the existence of the metaphor in it. However, idioms are still used in speech acts. Idiom usage is also related to the language user 39 s cultural values. The idioms used in this study are one hundred and fourteen, and four character idioms that have the highest frequency of occurrence on "Chinese Internet Corpus". The idioms are verified to "Xinhua Idiom Dictionary".
"
2017
T48074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Fathia Pramesti
"Film The Falls 《瀑布》 (Pùbù) adalah film dengan tema drama keluarga yang disutradarai oleh Zhong Menghong. Film ini berlatar belakang pandemi COVID-19 yang mengisahkan kehidupan seorang janda bernama Pin Wen bersama putrinya, Xiao Jing. Suasana menegangkan terlihat ketika Pin Wen menderita gangguan mental. Misteri dalam film akhirnya terungkap ketika Pin Wen mengaku bahwa selama ini ia mendengar ilusi suara gemuruh air terjun yang membuatnya gelisah. Penelitian-penelitian terdahulu tentang film ini lebih menyoroti segi psikologi dan hubungan antar ibu-anak. Sementara itu, penelitian ini akan menganalisis apa makna dari air terjun dalam film ini sebab visualisasi air terjun sama sekali tidak dihadirkan hingga akhir film. Hasil penelitian menemukan bahwa air terjun merepresentasikan perjalanan hidup Pin Wen dan Xiao Jing. Layaknya air terjun besar yang menghantam ke permukaan beberapa air terjun kecil di bawahnya hingga membentuk suara gemuruh, lalu mengalir dengan tenang ke sungai. Pin Wen dan Xiao Jing telah melalui berbagai permasalahan, namun akhirnya sampai pada tahap keikhlasan.

The Falls 《瀑布》 (Pùbù) is a family drama film directed by Zhong Menghong. Set against the background of the COVID-19 pandemic, the movie follows the life of a widow named Pin Wen and her daughter, Xiao Jing. The tense scene is seen when Pin Wen suffers from mental illness. The mystery in the movie is finally revealed when Pin Wen confesses that she has been hearing the illusion of the roaring sound of a waterfall that makes her anxious. Previous studies of this film have focused more on psychology and mother-daughter relationships. Meanwhile, this research will analyze the meaning of the waterfall in the film since the visualization of the waterfall is not presented at all until the end of the film. This research found that the waterfall represents the life journey of Pin Wen and Xiao Jing. Like a large waterfall slams into the surface of several smaller waterfalls below to form a roaring sound, then flows calmly into the river. Pin Wen and Xiao Jing have gone through complicated problems, but finally come to the stage of sincerity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Berliany Putri
"Penelitian ini membahas pengaruh pergeseran makna dalam lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang diterjemahkan ke bahasa Jerman pada pesan dalam lagu sumber dengan menggunakan dua jenis metode, yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif untuk menjelaskan pergeseran makna dan metode penelitian kuantitatif dengan survei menggunakan GoogleForm yang berisi penggalan lirik dalam bahasa Jerman dan jawaban iya/tidak untuk melihat kenaturalan terjemahan. Analisis ini menggunakan teori pergeseran makna Leuven-Zwart (1989) dan teori Skopos Vermeer (1978), serta strategi penerjemahan lagu Low (2003), dikenal dengan pentathlon principle, sebagai pendukung teori Skopos. Hasilnya menunjukkan bahwa 83% lirik mengalami pergeseran. Meskipun begitu, pergeseran tersebut tidak mengubah pesan, hanya mengubah kesan dari lagu sumber. Lalu, hanya ditemukan enam kata dan frasa yang tidak natural bagi penutur jati sehingga tidak memberikan pengaruh besar terhadap pergeseran makna. Setelah dianalisis lebih lanjut, ditemukan juga tujuan lain dari penerjemahan ini, yaitu agar dapat dinyanyikan kembali.

This study discusses the effect of shifts in translation of the national anthem "Indonesia Raya" translated into German to the message in the source song by using two types of methods, there are descriptive qualitative method to explain shifts in translation and quantitative method with survey using GoogleForm, which contains German lyrics and yes/no answers to see the naturalness of the translation. The analysis use the theory of shifts in translation by Leuven-Zwart (1989) and Skopos theory by Vermeer (1978), as well as Low's (2003) song translation strategy known as the pentathlon principle to support Skopos theory. The results show 83% lyrics are shifting. However, the shifts do not change the message, only change the impression of the source song. Then, there are only six words and phrases are not natural for native speakers so that they do not have big effect on the shifts. Furthermore, it is also found another purpose of this translation was to be sing it again."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Fat Hu Rahman Amin
"Skripsi ini membahas pembentukan dan pemaknaan pada pola أفعل dengan menganalisis proses pembentukan akar kata yang dimasukkan ke dalam pola أفعل dan macam-macam makna yang terdapat pada pola tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu merujuk kepada karya tulis para peneliti terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam makna yang terdapat pada pola أفعل. Empat makna telah dikenal sebelumnya yaitu taʻdiyat, shayrūrat, wijdān, dan izālat. Adapun dua makna lainnya adalah inti dari penelitian ini, yaitu haynūnat, dan dukhūl.

This thesis discusses about forming and meaning of the fourth pattern لعفأ by analyzing the root put in the pattern لعفأ and variety of meanings contained in the pattern. This study uses a quantitative method that is referred to earlier work the researchers wrote. The results show that there are six meanings contained in the pattern لعفأ. Four meanings are be known which is taʻdiyat, shayrūrat, wijdān and izālat. Two meanings are essences from this study, which is haynūnat, and dukhūl.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Vernanda Riviere
"Peningkatan dukungan terhadap partai sayap kanan di Eropa, salah satunya Alternative für Deutschland (AfD) di Jerman, telah memicu berbagai respons masyarakat. Pada Januari 2024 terungkap rencana AfD untuk melakukan deportasi massal imigran di Jerman yang memicu penolakan dari masyarakat Jerman dalam bentuk demonstrasi #gegenrechts hingga dalam bentuk lagu. Penelitian ini menganalisis lagu "Für immer Frühling" karya Soffie, yang viral di media sosial sehingga dianggap sebagai himne perlawanan terhadap AfD. Metode penelitian kualitatif deskriptif diterapkan untuk menerjemahkan dan menganalisis lirik lagu. Lirik lagu dianalisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes (1957 dan 1977) dengan fokus pada denotasi, konotasi, dan mitos. Hasil analisis menunjukkan bahwa lagu ini menggambarkan utopia negeri dengan inklusivitas, kemakmuran, keamanan, dan optimisme. Selain itu, lagu ini ditemukan mengkritisi eksklusivitas dan diskriminasi serta refleksi kondisi sosial dan politik di Jerman saat ini. Penelitian ini juga menemukan bahwa lagu ini menciptakan gambaran ideal akan negeri yang inklusif, aman, dan makmur.
The rise in support for right-wing parties in Europe, including Alternative für Deutschland (AfD) in Germany, has led to various responses from the public. In January 2024, AfD's plan to deport many immigrants in Germany was revealed, causing public protests like #gegenrechts and even song. This study analyzed the song "Für immer Frühling" by Soffie, which went viral on social media and is seen as a protest anthem against AfD. A qualitative descriptive method was used to translate and analyze the song's lyrics. The lyrics were studied using Roland Barthes' semiotic theory (1957 and 1977), focusing on denotation, connotation, and myth. The analysis shows that the song describes a utopian land with inclusivity, prosperity, security, and optimism. It also finds that the song criticizes the exclusivity and discrimination happening in Germany today, reflecting current social and political conditions. This study also shows that the song creates an ideal image of an inclusive, safe, and prosperous land."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ajatrohaedi, 1939-2006
"Awal tahun enam puluhan merupakan masa awal saya berkenalan dengan ilmu yang bernama epigrafi. Dalam salah satu prasasti yang ketika itu dijadikan bahan kuliah, ditemukan dua kata yang cukup menarik bagi saya, yaitu runwas (prasasti Polengan 4) dan wangkyul (prasasti Polengan 2). Saya mencoba mengajukan pendapat akan adanya kemungkinan bahwa kedua kata tersebut sekarang dikenal dalam bentuknya yang "baru", yaitu rimbas dan cangkul. Kata rimbas dikenal dalam bahasa Sunda, sedangkan cangkul dalam bahasa Indonesia (Melayu). Namun, segera saya diperingatkan agar jangan terlalu berani mengambil simpulan, mengingat datanya masih sangat kurang. Saya segera menyadari kedudukan saya sebagai mahasiswa yang barn belajar epigrafi, dan boleh dikatakan tanpa pengetahuan linguistik sedikit pun. Apa yang saya petik dari peringatan itu adalah, agar kita tidak terlalu tergesa-gesa menyimpulkan apa yang kita temukan, terutama jika bahannya tidak mencukupi.
Ketika kamus Jawa Kuna yang paling lengkap terbit, kata rimbas dan rimwas tercatat sebagai jejar 'entri'; rimbas ditemukan dalam naskah Udyogaparwa. 6.25: "tang wenang ikang patuk rimbas ri sarira nikang daityd"; 6.29: "aster bajropama iku rimbas pin.akasar`rjatanyu"; dan -Kidung Harsawijaya 4.65a: "(ni.babad) antau'a wadung timbers garut"; sedangkan kata rimwas ditemukan dalam prasasti Polengan 4 (877 N1) 1111: "rintu'as I rradung I patuk-pattrk. I lukai 1". Kata itu sering ditemukan dalam prasasti (Zoetmulder 1982:1551). Demikian juga halnya dengan kata wangkyul, tercantum sebagai jejar, terdapat dalam prasasti Polengan 2 (875 M) 1A9: "Haggis .1 wangkyut I gulumi I". Kata itu pun sering ditemukan dalam prasasti (kys.:2197)."
PGB 0070
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Siti Salamah
"Penelitian ini menerapkan wawancara mendalam dan observasi terhadap dua belas orang partisipan laki-laki dewasa dengan pendekatan desain studi kasus. Mereka adalah residivis yang pernah menjalani hukuman penjara, bebas untuk jangka waktu tertentu dan selanjutnya ditahan kembali akibat melakukan tindak kriminal. Partisipan yang berproses menemukan makna hidup dapat bertahan menjalani kehidupan di masyarakat dan tidak kembali di penjara; menjaga perilaku yang tidak menularkan HIV kepada istri dan anakanak mereka; serta terlibat dalam pekerjaan membantu sesama mantan pecandu dan orang dengan HIV/AIDS. Makna hidup ditemukan dalam berbagai bentuk, di antaranya menentukan tujuan hidup, memperbaiki kesalahan, membangun keluarga dan relasi personal yang positif serta keterlibatan dalam aktivitas sosial. Proses pemutusan perilaku berisiko ditunjukkan dengan cara menghindari lingkungan sebelumnya dan melakukan kegiatan yang membuat partisipan merasa hidupnya bermanfaat untuk dirinya, keluarga dan masyarakat. Sementara mereka yang tidak menemukan makna hidup ternyata kembali di penjara akibat perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkotika; menjadi perantara penjualan narkotika; melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan uang pembeli narkotika, serta melakukan perilaku seks berisiko tinggi yang memungkinkan penularan HIV. Mereka mungkin memiliki keinginan untuk mengubah keadaan namun tidak melakukan tindakan nyata untuk mewujudkannya. Dalam penelitian ini ditemukan berbagai kebiasaan di antara narapidana, seperti tindak kekerasan, penyalahgunaan narkotika, penyewaan jarum suntik kotor, perilaku seks tidak aman dan pemasangan ‘tasbih’ (manik-manik) pada penis yang juga berisiko terhadap penularan HIV.

This study was conducted by using depth interview and observation towards twelve male subjects using the case study design. They are recidivists who have been imprisoned, being released for certain period of time and later on being re-arrested of the criminal cases. Participants whose found meaning in their life could remain staying in society and did not come back into the jail; preventing the HIV transmission to their wives and children; and being involved helping other drug addicts and people living with HIV/AIDS. Victor Frankl (1969) in logotherapy divided meaning in three stages, freedom of will, the will to meaning and the meaning of life. Those who did not find the meaning of life were getting back in prison due to drug abuse; mediating narcotics sales; commit criminal acts to get money for drugs, and engage in high-risk sexual behavior that enables the transmission of HIV. They may have a desire to change things but do not take any real action to make it happen. Meaning in life were found in various forms, such as setting goals in life; correcting the mistakes they have been doing; building a family and positive personal relation; and being involved in social activities. The termination of high risk behavior indicated by subject’s avoidance toward previous vulnerable environment and by doing some valuable works for family and community. This study also found common behavior among inmates inside the prison, such as violence, drug abuse, renting dirty needles, unsafe sexual behavior and inserting penile implant which also increasing the risk of HIV transmission.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitra Atensi
"Kemiskinan yang terjadi di suatu negara menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, kriminalitas, meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, serta kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Keinginan untuk dapat menolong orang lain dalam hal ini kaum fakir miskin berkaitan dengan kerelaan seseorang untuk dapat meluangkan dan mengorbankan apa-apa yang dia miliki, baik berupa waktu, tenaga, pikiran, serta materi untuk diberikan kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan atau imbalan atas pertolongan yang diberikan (Myers, 1988).
Setiap orang yang (normal) senantiasa menginginkan dirinya menjadi orang yang berguna dan berharga bagi keluarganya, lingkungan dan masyarakatnya, serta bagi dirinya sendiri (Bastaman, 1996). Dalam pandangan logoterapi hasrat untuk hidup bermakna akan memotivasi setiap orang untuk bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya- dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dorongan yang membuat seseorang memilih menjadi relawan pemberdayaan masyarakat miskin, makna hidup yang dihayati oleh para relawan, serta alasan yang membuat mereka bertahan dengan berbagai tantangan serta konsekuensi yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para partisipan menghayati hidupnya untuk menjadi seseorang yang bermanfaat bagi lingkungan dan orang lain. Terdapat beberapa faktor yang mendorong partisipan memutuskan untuk menjadi relawan antara lain adanya perasaan empati, minat & kecintaan terhadap sesuatu, dan dorongan untuk berbuat kebaikan dalam hidup. Alasan bertahan dipengaruhi oleh faktor adanya dukungan dari significant others, penghayatan kebahagiaan, serta keinginan untuk tetap memberikan manfaat dan kebaikan.

Poverty has caused the arousing of many other social problems namely high crime rate, malnutrition, schooling and health. The will to help the other - in this case the poor - is related to one's voluntarily to be willing to sacrifice everything one's has, whether it is time, body, or mind as well as to be willing to give materials to others without ever expecting any rewards based on what has given (Myers, 1988).
Every normal person has a desire to be meaningful and precious to his/her family, surroundings, society, and to him/herself (Bastaman, 1996). Based on Logotherapy point of view, to have a meaningful life is indeed every human being's main motivation. This is the very desire that has motivated every person to work, to dedicate and to do many other important activities so that his/her life is deeply regarded to be meaningful.
This research has a goal to see what particular motivation that stimulates a person to choose to become a volunteer, what kind of meaning of life that is being deeply regarded by them, and the reason what makes them cling to this kind of life with its challenges as well as consequences faced.
The result has shown that the participants are having a deep understanding that in life, they have to maximize their usability to their surroundings and to the others. There are several factors that encourage the participants to have chosen to become a volunteer which are the feeling of empathy, the feel of affection, and the desire to make good deeds in life. The reason why they keep clinging to this kind of life is the existence of significant others' support, a deep understanding upon happiness, and the desire to keep being able to give self-usability and good deeds."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alda Ekanael Lamba
"Ma’badong merupakan ritual adat masyarakat Toraja berupa nyanyian dalam rangkaian upacara Rambu Solo'. Syair Ma’badong mengandung beberapa unsur pokok, yaitu pernyataan duka cita, riwayat hidup (mulai terciptanya manusia dalam kandungan), dan pujaan kepada “Si Mati” atau yang meninggal. Syair tersebut bergantung pada siapa yang meninggal. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan (i) bagaimana pemaknaan jenis syair Ma'badong? dan (ii) bagaimana struktur syair Ma’badong berdasarkan jenis syairnya? Dalam penelitian ini, syair dibedah untuk melihat makna dan struktur syair Ma'badong berdasarkan pemahaman tentang formula dan struktur serta memori kolektif dan fungsi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang meneliti suatu fenomena antarkegiatan yang didasarkan pada fakta yang ada. Syair Ma’badong merupakan sumber primer dari penelitian ini yang diambil dari buku Badong Sebagai Lirik Kematian Masyarakat Toraja ditulis oleh J.S. Sande. Selain itu, sumber sekunder berasal dari hasil wawancara dengan beberapa budayawan Toraja dan masyarakat umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa syair Ma’badong mengandung makna yang berbeda sesuai dengan jenis syairnya. Sementara itu, struktur syair Ma’badong membentuk sebuah struktur yang dikelompokkan menjadi pendahuluan, isi, dan penutup.

Ma’badong is a traditional ritual of the Toraja people in the form of singing in a series of Rambu Solo’ ceremonies. Ma’badong poems contain several main elements: expressions of grief, one’s life history (starting from the creation of humans in the womb), and praise to “Si Mati” or the deceased. The poem itself depends on who the deceased is. This research aims to explain (i) how is the meaning of Ma’badong poems types are seen? and (ii) how is the structure of Ma’badong poems based on its types? In this research, the poems are analyzed to see the meaning and structure of Ma’badong poems based on the concept of formula and structure as well as collective memory and its function. The method used is a descriptive qualitative method to examine a phenomenon based on existing facts. Ma’badong poem is the primary source of this research is taken from the book Badong Sebagai Lirik Kematian Masyarakat Toraja written by J. S. Sande. In addition, secondary sources come from interviews with several Toraja culturalists and the general citizen. The results showed that Ma’badong poems contain different meanings according to the type of poem. Meanwhile, the structure of Ma’badong poems forms a structure that is classified into prelude, contents, and closure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>