Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reinaldo Gozali
"Program Pengampunan Pajak untuk jangka pendek maupun jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan perpajakan yang digunakan untuk membiayai anggaran pembelanjaan negara. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada pasal 15 tidak hanya mengenai pemungutan uang tebusan atas harta yang diungkap dalam program Pengampunan Pajak, tetapi juga mengharuskan Wajib Pajak yang telah mengakui dan menebus tebusan atas harta tidak bergerak dalam program Pengampunan Pajak untuk melakukan baliknama atas harta tersebut menjadi atas nama Wajib Pajak. Namun belum terdapat pengaturan konkrit terhadap prosedur penerapan, termasuk biaya perpajakan dan biaya lainnya, lembaga hukum pengalihan hak atas tanah nominee yang pajaknya telah ditebus dalam program Pengampunan Pajak tersebut beserta peran Notaris dan/atau PPAT dalam proses pengalihan haknya.Penelitian inidilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian kepustakaan (library research) terhadap data sekunder di bidang hukum. Dalam pengolahan, analisa, dan konstruksi datanya dilakukan secara kualitatif. Tipologi penelitian yang dilakukan ialah deskriptif-analitis untuk mencapai solusi.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prosedur pengalihan hak atas tanah yang telah diakui dan ditebus pajaknya dalam program Pengampunan Pajak ini harus diklasifikasi dahulu menjadi dua kategori, yaitu pertama yang kepemilikkan tanah secara nominee-nya terjadi karena suatu perjanjian pendahuluan pemindahan hak antara pihak pemilik lama dan pemilik baru, dan kedua yang terjadi karena pemakaian nama seorang nominee dalam pendaftaran pengalihan hak atas tanah sebelumnya. Untuk kategori pertama, Akta PPAT yang dibuat disesuaikan dengan perjanjian pendahuluan antara para pihak, sedangkan untuk kategori kedua dibuatkan Akta Hibah.

Tax Amnesty programs in both the short and long term can increase tax revenues that is used to finance the state expenditure budget. Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty in Article 15 is not only about the collection of taxes on the property admitted in the Tax Amnesty program, but also requires the Taxpayer who has admitted and redeemed the ransom of immovable property in the Tax Amnesty program to transfer the rights on such property on behalf of the Taxpayer. However, there are no concrete arrangements to implement procedures, including taxes and other costs, on transferring nominee land rights whose taxes have been redeemed in the program along with the role of Notary and / or PPAT in the process of transferring their rights. Research related to the problem has been done using normative juridical research method that is through library research of secondary data in field of law. In the processing, analysis, and construction data is done qualitatively. Typology of the research conducted is descriptive-analytical to achieve solution problem. From the results of the authors' research, it was concluded that the procedure for transferring land rights that have been admitted and redeemed in this Tax Amnesty program should be classified into two categories, first of which is nominee land ownership due to a preliminary agreement of transfer of rights between the old owner And the new owner, and the second of which occurred due to the usage of the name of a nominee in the registration of the previous transfer of land rights. For the first category, the PPAT Deed is made in accordance with the preliminary agreement between the parties, while for the second category a Grant Deed is made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Paulina
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana tinjauan hukum pengalihan hak atas saham atas nama nominee yang dilakukan oleh para pemegang hak atas saham yang terdaftar saat ini untuk dialihkan kepada pemegang saham yang seharusnya. Hal ini dilakukan mengingat diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan program Pengampunan Pajak Tax Amnesty . Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai pengaturan jual beli saham yang belum pernah dilaporkan di laporan pajak sebelumnya sehubungan dengan adanya tax amnesty dalam kepemilikan saham atas nama nominee di dalam Perseroan Terbatas dan cara pengalihan kepemilikan saham atas nama nominee dalam pengampunan pajak. Hasil penelitian ini adalah wajib pajak diharuskan menjalankan prosedur pengampunan pajak baik berupa pengakuan dan pembayaran denda sehubungan dengan pengampunan pajak. Sehingga sebelum pengalihan saham dilakukan, wajib pajak dapat terlebih dahulu melakukan permohonan pembebasan pajak agar diterbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak SKB untuk menghindari adanya pengenaan pajak berganda pada saat pengalihan hak atas saham berlaku efektif.

This thesis discusses how the legal review of the transfer of rights to shares in the name nominee conducted by the holders of the rights to the shares listed at this time to be transferred to the shareholders should be. This is done considering the enactment of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty or better known as Tax Amnesty Program Tax Amnesty . This research was conducted qualitatively with normative research method due to using secondary data as data collection tool. The issues discussed are the stock trading arrangements that have not been reported in the previous tax report in connection with the existence of tax amnesty in the ownership of shares in the name nominee within the Limited Liability Company and the transfer of ownership of shares in the name of nominee in the tax pardon. The results of this study are taxpayers are required to perform tax amnesty procedures in the form of recognition and payment of fines in connection with tax pardons. Therefore, prior to the transfer of shares, the taxpayer may first apply for tax exemption to be issued a Tax Registration Letter SKB in order to avoid the imposition of double taxation when the transfer of rights to shares is effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.A. Yunita Triwardani Winarto
"Dalam rangka peningkatan pendapatan negara dan kepatuhan Wajib Pajak, Kebijakan Pengampunan Pajak diberlakukan lewat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016. Namun, masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan kebijakan ini khususnya terkait pengelakan pajak dan pelaksanaan terhadap sanksinya. Skirpsi ini akan menganalisis sanksi dalam hukum pajak dan hukum perdata terhadap suatu perjanjian utang piutang yang di mark up nominal utangnya untuk memperkecil uang tebusan dalam kebijakan Pengampunan Pajak serta mencari pengaturan yang ideal untuk meminimalisir celah hukum yang dapat terjadi dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Metode Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan menelaah buku, peraturan perundang-undangan serta wawancara. Dari analisa yang dilakukan dalam skripsi ini, disimpulkan bahwa belum ada pengaturan sanksi dalam Undang-Undang Amnesti Pajak mengenai mark up nominal utang sebagai dokumen yang tidak benar yang sengaja dilampirkan. Sehingga sebelum kebijaan ini berakhir hendaknya perlu diatur mengenai hal tersebut untuk memberikan kepastian hukum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Due to increasing compliance of the tax payer and the state income, Tax Amnesty policy was implemented with Act. No 11 Year 2016. Therefore there is still obstacle and difficulty to implement this policy, such as tax evasion and the law enforcement for the tax sanctions. This thesis will analyze the sanctions in tax law and private law due to a marking up debt rsquo s nominal in Loan Agreement to minimize the real transaction in Tax Amnesty policy, also to find the ideal regulation regarding the loopholes that can happened in Act. No 11 Year 2016 on Tax Amnesty.
This research using juridical normative method by analyze the issue based on the books, regulations, and depth interview with the expert interviewees. The conclusion from this research is that there is no specific sanctions from Tax Amnesty policy for Debt Nominal rsquo s Mark Up as an invalid Loan Agreement document. So before this policy all over, it is necessary to regulate the sanction that could provide legal certainty in Tax Amnesty policy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammed Hafez A
"ABSTRAK
Pengampunan Pajak merupakan instrument kebijakan Indonesia untuk menaikan pendapatan Negara dalam waktu singkat. Indonesia setidaknya telah melaksanakan program pengampunan pajak selama 5 lima kali, mulai dari tahun 1964,1984,2008 sunset policy , 2015 Tahun Pembinaan Wajib Pajak dan yang terakhir tahun 2016. Tesis ini membahas pengampunan pajak di Indonesia, tinjauan yuridis terhadap Undang-Undang No.11 Tahun 2016. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah perkembangan pengampunan pajak di Indonesia dari tahun ke tahun dan manfaat serta kelemahan Undang-Undang No.11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak dalam implementasinya sehingga tercipta kepastian hukum di Indonesia. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengampunan pajak di Indonesia dari tahun ke tahun mempunyai berbagai macam tujuan, pengampunan pajak Tahun 1964 bertujuan untuk mengatasi kebutuhan keuangan Negara dan membiayai pembangunan nasional, Tahun 1984 bertujuan untuk mendukung sistem perpajakan baru dimana terdapat perubahan dari official assessment menjadi self assessment, pada Tahun 2008 bertujuan agar wajib pajak melaporkan semua asetnya sehingga Pemerintah memiliki database dan administrasi perpajakan yang lebih baik sebagai fundamental penerimaan pajak pada masa depan. Tahun 2015 pengampunan pajak bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat dan terakhir pengampunan pajak Tahun 2016 bertujuan untuk sebagai sumber pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi asset, perluasan basis data perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak.

ABSTRACT
Tax Amnesty is an Instrument of Indonesia policy which can stimulate an immediate increase in tax revenue. Indonesia has granted Tax Amnesty Program at least five times. Started from 1946,1984, 2008 Sunset Policy , 2015 Years of development Tax Payers and the last tax amnesty policy in 2016. This thesis discusses about the implementation of tax amnesty in Indonesia Juridicial Review Toward Law Number 11 of 2016 Concerning Tax Amnesty. As the issues discussed in this thesis are the development of tax amnesty in Indonesia over the years and the usefulness and weaknesses of Implementation law number 11 of 2016 concerning Tax amnesty thereby Legal Certainty in Indonesia. This juridical ndash normative research concludes that implementation of tax amnesty in Indonesia over the years has various objective. Tax amnesty in 1964 is aimed to overcome nation financial needs and finance national development. In 1984 is aimed to support new taxation systems which there was a change from official assessment become self assessment. In 2008 is aimed to make taxpayers reported all their assets so government had a database and better tax administration as fundamental tax revenue in the future. In 2015 is aimed to increase nation revenues and develop a tenacious tax base and last tax amnesty in 2016 is aimed to source of economic growth through repatriation assets, expansion of taxation data bases and increase tax revenue. "
2017
T47002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juang Gibran
"Pemerintah Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 15, diatur bahwa dalam rangka pelaksanaan pengampunan pajak hak atas tanah dan/atau bangun yang masih terdaftar atas nama nominee harus dilakukan balik nama menjadi atas nama Wajib Pajak.
Proses balik nama tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Pernyataan Notariil. Hal demikian jelas bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya khususnya terkait pendaftaran tanah, dimana diatur bahwa segala bentuk perbuatan hukun untuk peralihan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu, kepemilikan tanah secara nominee juga bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Pokok Agraria.
Tulisan ini memberikan penjelasan terkait proses balik nama dari nominee kepada Wajib Pajak dilakukan pada Kantor Pertanahan dalam rangka pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Pengampunan Pajak dan kekuatan hukum Surat Pernyataan Notariil atas kepemilikan benda tidak bergerak secara nominee berdasarkan dengan ketentuan dalam Pasal 15 UndangUndang Pengampunan Pajak terkait dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka.
Hasil dari penulisan tesis ini adalah Kantor Pertanahan akan menggunakan Surat Pernyataan Notariil sebagai dasar balik nama kepemilikan tanah tetapi Surat Pernyataan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.

The Government of the Republic of Indonesia ratified the Tax Amnesty Law. In Article 15 of said law, it is stipulated that the implementation of tax amnesty for the rights to land and/or building that are still registered under a nominee must be transferred to the Taxpayer.
This transfer is conducted using a Notariil Statement. Such regulation is contrary to the Agrarian Law and its supporting regulations, specifically regarding land registration, where it is stated that all forms of legal acts for the land transfer is based on a Deed made before a Land Officer. Furthermore, land ownership by a nominee is prohibited by the Agrarian Law.
This thesis provide answer regarding process of transfer of ownership from a nominee to a Taxpayer at the Land Office in relation to the implementation of Article 15 of Tax Amnesty Law and the legal force of Notariial Statement of nominee ownership.
This thesis uses a juridical-normative research method while the data analysis method used by the author is a qualitative method, using data collection tools in the form of study documents or library materials.
The results of this thesis is that the Land Office will use Statement Letter to transfer ownership but the statement Letter does not ave legal binding power in connection with the prohibition of nominee ownership of land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vadhia Nabilla Yosril
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Nominee dikaitkan dengan kebijakan tax amnesty. Dengan adanya praktek nominee yang semakin marak di Indonesia, hal tersebut tidak dipungkiri dapat mempengaruhi bidang perpajakan. Dengan adanya praktek nominee dapat merugikan salah satu pihak yaitu Wajib Pajak yang tidak menikmati hartanya namun harus tetap menanggung beban pajak dari harta tersebut. Bagaimana pengaturan dokumen hukum yang menjadi dasar peralihan hak atas tanah tarkait keabsahan perjanjian nominee atas objek hak atas tanah dalam kebijakan tax amnesty? Serta Bagaimana keabsahan perjanjian nominee dengan klausa terlarang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3403/Pdt/2016 dikaitkan dengan kebijakan tax amnesty? Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah segala bentuk peralihan atau penyerahan status Hak Milik atas tanah yang dituangkan dalam bentuk perjanjian nominee khususnya antara WNI dengan WNA tidak dapat dilaksanakan. Perjanjian nominee tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori penyerahan apapun baik dalam bentuk titel umum maupun titel khusus karena perjanjian nominee dapat dikatakan tidak sah atau batal demi hukum. Salah satu syarat mengikuti tax amnesty adalah melaporkan seluruh harta kekayaan Wajib Pajak. UU Tax Amnesty tidak mengatur tentang nominee, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam program Tax Amnesty tidak diakui adanya perjanjian nominee khususnya antara WNA dan WNI. Secara prakteknya, nominee masih diperbolehkan dalam tax amnesty, namun nominee yang dimaksud tersebut adalah nominee antara WNI dengan WNI.

ABSTRACT
This thesis discusses the nominee treaty linked to tax amnesty policy. There is a nominee practice in Indonesia affect the field of taxation. It is detrimental to the taxpayer. The taxpayer who does not enjoy his property but must bear the tax of the property. How the legal document regulation becomes base transition of land right linked to nominee treaty in tax amnesty policy. And then, how is the validity of the nominee treaty in the Suprem Court Ruling Number 3403 Pdt 2016 linked to tax amnesty policy. The method used is normative juridical research. This method is used to answer the problem in research based on the principle of law and positive law which regulates the problem in this research and other theories. The result of this research is all forms of distribution or submission status of proprietary of land pured in nominee treaty between Indonesian and Foreigner can not be implemented. The Nominee Treaty does not fall into any category of submission because nominee treatey is invalid or void ab initio. One of the conditions to follow tax amnesty policy is reporting the entire property. Regulation of Tax Amnesty not regulate about nominee, so in tax amnesty policy not acknowledged nominee treaty between Indonesian and Foreigner about proprietary of land. In fact, nominee are still allowed in tax amnesty, but nominee in question is nominee between Indonesian and Indonesian. "
2018
T51102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati Wisnu Wardani
"Undang-Undang Dasar 1945, mengatur Hak Menguasai Negara atas sumber daya alam mineral dan batubara, di mana kewenangan Pemerintah untuk mengatur diwujudkan dengan aturan tentang pengalihan IUP. Pasal 93 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur bahwa pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain; pengalihan kepemilikan dan/atau saham harus diberitahukan kepada pemberi izin. Berbeda dengan undang-undang, Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, justru mengisyaratkan bahwa IUP boleh dialihkan, dengan mengatur pihak lain. Yang menjadi pertanyaan yuridis adalah: bagaimana pengaturan pengalihan IUP dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya dalam perspektif Hak Menguasai Negara berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945; mengapa dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 IUP tidak boleh dipindahkan; dan mengapa dalam Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 IUP boleh dipindahkan? Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian Yuridis Normatif. Jadi data yang dikumpulkan adalah data sekunder (terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier).
Kesimpulan, dalam perspektif Hak Menguasai Negara, di mana Pemerintah melakukan sendiri atau campur tangan melalui kepemilikan saham pada BUMN/BUMD, idealnya IUP tidak boleh dialihkan. Dalam konsep tersebut yang dapat dialihkan adalah perjanjian kerjasama BUMN/BUMD dengan pihak lain dengan persetujuan Pemerintah. Rumusan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa IUP tidak boleh dialihkan sudah tepat, untuk mempertahankan Hak Menguasai Negara. Namun rumusan ayat (2) dan ayat (3)-nya bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Rumusan Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Aturan tentang pengalihan IUP dibutuhkan, karena Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 mengatur bahwa pemegang IUP hanya dapat diberikan satu IUP dan apabila mereka memiliki lebih dari satu IUP, berarti IUP yang lain harus dialihkan.

Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, regulates State's Authority Rights in natural resources, especially mineral and coal, where Government's Authority to regulate, is realized with regulate about transfer of IUP. Article 93 of Law No. 4 of 2009 Concerning Mineral and Coal, regulates that IUP holders should not be transferred their IUP to other parties; transfer of ownership and/or shares must be notified to the licensor. There is differentiation between Law No. 4 of 2009 and Government Regulation No. 24 of 2012 on Revision of Government Regulation No. 23 of 2010 on Implementation of Mineral and Coal Mining, especially Article 7A and Article 7B. Those articles regulate that IUP should be transferred to other parties and there are further explanation for definition of other parties. The questions are: how to regulate transfer of IUP in Law No. 4 of 2009 and its implementation regulations in the State's Authority Rights perspective based on Article 33 paragraph (3) Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, why Article 93 of Law Number 4 on 2009 regulates that IUP should not be transferred, and why Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012 regulates that IUP should be transferred? Research will be done by using the research methodology of normative juridical. So the data collected is mainly secondary data (consisting of primary legal materials, secondary and tertiary).
The conclusions, in the State’s Authority Rights perspective, where the government do mining activities by themselves or intervene through shares ownership in state's-owned companies/regional's-owned company, ideally IUP should not be transferred. In this concept, that should be transferred is cooperation agreement between state'sowned companies/regional’s-owned company and other parties, with terms of Government approval. Article 93 paragraph (1) Law No. 4 of 2009, which regulates IUP should not be transferred, is already correct, to maintain of State's Authority Rights. However, paragraph (2) and paragraph (3) are contradicted to State's Authority Rights. Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012, which regulate IUP should be transferred to other parties, besides they are contradicted to Law No. 4 of 2009, but also are contradicted to State's Authority Rights. Regulation about transferred IUP has to be regulated, because content of Government Regulation No. 23 of 2010 indirectly regulates that IUP holders shall have one IUP and if they have more than one, the others should be transferred.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustaqim Almond
"Syarat Diversi terhadap sistem peradilan anak merupakan hal yang penting dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang kemudian menimbulkan perdebatan baik dikalangan akademisi maupun dalam lingkup penerapannya oleh aparat penegak hukum, akibatnya anak yang berkonflik dengan hukum tidak diperbolehkan diversi, apabila tidak memenuhi syarat yang terdapat pada Pasal 7 angka 2, urgensi dari diskursus ini selain secara normatif juga berkaitan dengan pelaksanaannya dilapangan, banyak dari kalangan akademisi yang masih membahas parameter pembuat Undang-Undang dalam menentukan syarat diversi. Diversi dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice tidak mudah diberikan terutama oleh anak yang tidak memenuhi syarat. Teori yang digunakan untuk mendukung tesis ini ialah teori keadilan yang dikemukakan oleh aristoteles menurutnya keadilan adalah kesamaan numerik yang dimiliki oleh manusia yang selanjutnya disamakan dalam satu unit (didalam hukum semua orang itu sama),
Dari hasil Penelitian, dengan menggunakan Metode hukum normatif yang didukung oleh beberapa hasil dari wawancara yang menunjukkan bahwa perumusan syarat diversi dirumuskan berdasarkan perbuatan pidana yang mengandung unsur kekerasan yang berat, disamping itu kepolisian polres Pekanbaru mengambil langkah penerapan mediasi penal untuk menyelesaikan perkara anak yang tidak memenuhi syarat diversi. Dengan demikian Institusi Polri diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam mengawali keberhasilan kasus tindak pidana anak dalam penerapan diversi ini, mengingat personel dalam keanggotaan polri diketahui lebih banyak dari pada institusi penegak hukum lainnya dengan begitu diharapkan dapat dimaksimalkan seluas-luasnya.

Diversion requirements in the justice system for children are important under the Law Number 11 of 2012 on Justice System for Children and these give rise to a debate not only in academic circle but also in the scope of application by the law enforcement officers. As a result, children who have a legal conflict are not allowed to get diversion if they fail to meet the requirements set out in Article 7 point 2. The urgency of this discourse is not only normative but also related to the application in the field. Many academicians still talk over the parameters by which the Law makers determine the diversion requirements. Diversion using a Restorative Justice approach is not easy to grant particularly for a child who does not qualify. The theory adopted to support this thesis is the theory of justice put forth by Aristotle who views justice as a numerical equality owned by human beings which is then equated into one unit (in law, all are equal).
Based on the research result, using normative legal methods which are supported by several results from interviews which show that the formulation of diversion requirements is formulated based on criminal acts that contain elements of serious violence. The Pekanbaru Sub-Regional Police also takes a penal mediation measure in dealing with cases of the children who do not meet the diversion requirements. Therefore, the Indonesian Police Institution is expected to be in the front line to make the application of diversion a success in child criminal cases, given the fact that the Indonesian police personnel has more members than the other law enforcement institutions have which can be maximized to the fullest extent possible.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Suwandi Natio
"Perubahan ketiga pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengalami memperluas objek yang dapat dikenakan pajak dalam praktiknya menimbulkan beberapa permasalahan baru di masyarakat, khususnya rasa ketidakadilan dan ketidakpastian hukum terhadap ketentuan tersebut, dalam hal ini dikaitkan dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada transaksi jual beli tanah. Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Data sekunder diperoleh melalui Surat Penegasan Direktorat Peraturan Perpajakan I Nomor S-1300/PJ.02/2014. Bahan hukum primer yaitu pasal 4 ayat (1); dan pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transaksi jual beli tanah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Ketidakpastian hukum dirasakan oleh Pengusaha Kena Pajak karena memori penjelasan pasal 16D yang tidak menjelaskan tanah harus dikenakan pajak pertambahan nilai. Sebenarnya, pengenaan pasal 16D untuk memungut pajak pertambahan nilai atas barang bekas (aktiva) milik pengusaha kena pajak, termasuk salah satunya adalah tanah.

The third amendment of article 16d the law number 42 the year 2009 on tax increase in value of goods and services and sales tax on luxury goods experience the meaning of the expansion of special provisions in practice give rise to some new problems in the community, especially a sense of injustice and legal uncertainty of these stipulations, in this associated with the imposition of tax increase in value on the transaction of purchase land .Legal research method used for writing this is the thesis research juridical normative with a method of qualitative approach .Secondary data obtained through a letter of affirmation of the directorate of the regulation of taxation i number s-1300 / pj.02 / 2014. The primary law is article 4 paragraph 1 ); and article 16d the law number 42 the year 2009 .The results of research shows that the transaction of purchase land worn tax increase in value if the business done by taxable. Legal uncertainty felt by entrepreneurs taxable memory explanation because article 16d who did not explain the ground should be taxed increase in value .Actually , the imposition of article 16d to levy a tax increase in value of second-hand goods belonging to entrepreneurs taxable , including one of them is the land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa
"Metode penelitan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Dalam hal notaris berwenang dalam membuat akta pertanahan sebagaimana pasal 15 ayat 2 huruf F Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut, yaitu akta pertanahan juga merupakan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah seharusnya tidaklah menjadi masalah, karena selain yang disebutkan dalam pasal 15 ayat 2 huruf F tersebut bahwa notaris berwenang membuat akta pertanahan, dalam prakteknya sekarang ini, Jabatan notaris sekarang ini merangkap jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jadi, notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah sama-sama berwenang dalam membuat akta pertanahan. Pasal 15 ayat 2 F tersebut belumlah dapat dilaksanakan sepenuhnya tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah secara bersama-sama memilki kewenangan yang sama dalam membuat akta terkait di bidang pertanahan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Akta-akta yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Jadi, akta pertanahan tersebut dapat dibuat oleh pejabat lain termasuk notaris itu sendiri.

Research methods used in this paper is a normative juridical research. in the case of the notary in charge of a deed of land as well as Article 15 paragraph 2 letter F Law Notary, namely the deed of the land is also an authority Deed Official Land should not be a problem, because other than those mentioned in article 15 paragraph 2 letter F such that notaries authorized to make the land deed, in practice today, Position notary present concurrent positions Land Deed Officer. Thus, the notary and the Land Deed Official equally competent in making the land deed. Article 15, paragraph 2 F are not yet fully implemented without involving the Land Deed Officer. Notary and Land Deed Officer jointly have the same authority to make the relevant deed in the land sector in accordance with their respective capacities. Acts of Notary and Land Deed Official is authentic act which has binding legal force. Thus, the land deed can be made by other officials including the notary itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>