Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140939 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oddy Hasbul Warits
"ABSTRAK
Terdapat beberapa cara untuk melakukan pemindahan hak milik atas tanah, salah satunya ialah melaui jual beli tanah. Jual beli tanah sendiri merupakan cara yang paling sering digunakan oleh masyarakat dalam hal pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Lahirnya UUPA merupakan sebuah perwujudan dalam unifikasi hukum tanah nasional. Sebelumnya, hukum tanah di Indonesia memiliki beberapa pengaturan, diantaranya adalah menurut hukum adat dan hukum barat. Semenjak diundangkannya UUPA, maka hukum tanah barat menjadi tidak berlaku lagi sepanjang terkait bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek. Keberlakuan UUPA sendiri berlandaskan hukum adat, termasuk jual beli tanah dimana dalam hukum adat menganut asas terang dan tunai. Asas terang dan tunai ini merupakan suatu syarat sah dalam jual beli tanah yang diadopsi dalam sistem hukum tanah nasional saat ini. Asas terang berfungsi untuk pembuktian terhadap pihak ketiga, sedangkan asas tunai ialah untuk pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Namun, terjadi ketidaksesuaian pemaknaan asas terang maupun tunai dalam sengketa tanah yang diputus melalui pengadilan. Ketidaksesuaian dalam pemaknaan kedua asas ini dikhawatirkan berujung pada ketidakpastian hukum. Oleh karena ketidaksesuaian pemaknaan itu pula menjadi timbul pertanyaan tentang bagaimana terjadinya suatu pemindahan hak atas tanah baik menurut hukum adat maupun menurut putusan-putusan pengadilan.

ABSTRACT
There are several ways to transfer property rights to the land, one of which is through the sale and purchase of land. Sale and purchase of land itself is the most commonly used by the community in terms of transfer of property rights to the land earlier. The birth of UUPA is an embodiment in the unification of national land law. Previously, the land law in Indonesia has several arrangements, among others are according to customary law and western law. Since the enactment of UUPA, the law of the western lands shall become invalid as long as the earth, water and natural resources contained in, except the provisions concerning hypotheek. UUPA 39 s own enforcement is based on customary law, including the sale and purchase of land which in customary law adheres to the principle of cash and carry. This cash and carry principle is a legitimate requirement in the sale and purchase of land adopted in the current national legal system of land. The principle of carry serves for proof against a third party, while the cash principle is for the transfer of property rights to that land. However, there is a discrepancy in the interpretation of the cash and carry principle in land disputes that are passed through the courts. Non conformity in the interpretation of these two principles is feared to lead to legal uncertainty. Because of the inconsistency of meaning, it also arises the question of how a transfer of land rights applies both according to customary law and according to court decisions. "
2017
S70027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Reinaldo Marlin
"Proses peralihan hak kepemilikan dari penjual kepada pembeli menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) mewajibkan diadakannya pendaftaran tanah/pencatatan peralihan hak seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh pemerintah untuk menjamin kepastian hukum untuk para pemegang hak. Namun dalam praktiknya terdapat beberapa hal yang menyebabkan peralihan hak atas tanah tidak dapat dijalankan. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah prosedur pencatatan peralihan hak atas tanah sertipikat hak milik yang dilakukan oleh pembeli secara sepihak dalam jual beli tanah berdasarkan putusan nomor 799/Pdt.G/2020/PN. Sby serta bagaimana kekuatan hukum atas kuitansi jual beli kepemilikan hak atas tanah sebagai alat bukti di pengadilan berdasarkan putusan nomor 799/Pdt.G/2020/PN. Sby. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif analitif. Pengumpulan data juga dilakukan secara studi kepustakaan. Kesimpulan yang didapatkan ialah prosedur pencatatan kepemilikan atas Sertipikat Hak Milik Nomor 278/Ampel yang dilakukan di bawah tangan, yaitu setelah adanya Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 799/Pdt.G/2020/Pn Sby bersifat Inkracht/ berkekuatan hukum tetap, Pengurusan Akta Jual Beli di PPAT harus segera dilakukan dimana PPAT wajib melakukan pengecekan PBB, validasi BPHTB. Selain itu dengan adanya Putusan Pengadilan pembeli dapat meminta Berita Acara Eksekusi kepada Pengadilan guna mendaftarkan sendiri peralihan haknya di Kantor Badan Pertanahan tanpa melalui PPAT. Kuitansi dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan telah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dalam pelaksanaan jual beli tersebut telah memenuhi unsur hukum adat dimana jual beli dilangsungkan secara terang, tunai, dan rill. Terjadinya kesepakatan antara para pihak yang lahir dari jual beli dengan bukti kuitansi tersebut merupakan implementasi dari syarat sah perjanjian sebagaimana tertuang pada Pasal 1320 KUHPerdata. Kuitansi bermaterai yang merupakan surat di bawah tangan dan menjadi kunci utama dari Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 799/Pdt.G/2020/Pn Sby memiliki kekuatan pembuktian yang sah, karena tidak ada pihak yang menyangkalnya walaupun tidak sesempurna bukti autentik.

The process of transferring ownership rights from the seller to the buyer according to Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations (Law No. 5 of 1960) requires the government to hold land registration/registration of transfer of rights throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia to ensure certainty. law for rights holders. However, in practice there are several things that cause the transfer of land rights cannot be carried out. The formulation of the problem in this study is the procedure for recording the transfer of land rights to a certificate of ownership that is carried out by the buyer unilaterally in the sale and purchase of land based on decision number 799/Pdt.G/2020/PN. Sby and how the legal force of the sale and purchase receipt of land rights as evidence in court based on decision number 799/Pdt.G/2020/PN. Sby. The research method used in this research is descriptive analytical method. Data collection was also carried out by means of a literature study. The conclusion obtained is the procedure for recording ownership of the Certificate of Ownership Number 278/Ampel which is carried out under the hands, namely after the Surabaya District Court Decision Number 799/Pdt.G/2020/Pn Sby is Inkracht / has permanent legal force, Management of the Sale and Purchase Deed in PPAT must be carried out immediately where PPAT is obliged to check PBB, validate BPHTB. In addition, with the Court's Decision, the buyer can request the Minutes of Execution to the Court to register the transfer of his rights at the Land Agency Office without going through PPAT. Receipts in the sale and purchase of land and buildings are in accordance with the Civil Code which in the implementation of the sale and purchase has fulfilled the elements of customary law where the sale and purchase is carried out in an open, cash, and real manner. The occurrence of an agreement between the parties born from the sale and purchase with the receipt is an implementation of the legal terms of the agreement as stated in Article 1320 of the Civil Code. A stamped receipt which is an underhand letter and is the main key to the Surabaya District Court Decision Number 799/Pdt.G/2020/Pn Sby has valid evidentiary power, because no party denies it even though it is not as perfect as authentic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikari Kepartono
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan pemilik tanah yang tidak lagi menguasai tanahnya secara fisik dan juga terkait perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak melakukan pengecekan secara fisik atas objek yang dibelinya dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020. Adapun penelitian ini menggunakan bentuk penelitian dengan pendekatan doktinal terhadap hukum. Dalam hal ini, pemegang hak milik atas tanah yang secara sengaja tidak menguasai secara fisik, tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah yang ia miliki dapat menyebabkan tanah miliknya tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar dan mengakibatkan pemutusan hubungan hukum antara subjek pemilik hak atas tanah dengan objek tanah sehingga pihak pemilik di sini tidak lagi memiliki hak milik atas tanah yang berkaitan. Dengan demikian, maka pihak pemilik di dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidaklah berhak untuk melakukan jual beli atas tanah tersebut karena ia bukanlah pemilik yang sah atas tanah tersebut dan mengakibatkan jual beli tersebut menjadi batal demi hukum. Berkaitan dengan batal demi hukumnya jual beli tersebut, pihak pembeli yang berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kerugian yang diderita akibat batalnya jual beli tersebut pembeli yang beritikad baik. Adapun pihak JJ selaku pembeli dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidak melakukan pengecekan fisik secara aktif dan cermat mengenai ada atau tidaknya pihak yang menguasai secara fisik obyek tanah yang akan dibelinya dan juga tidak menguasai objek tanah tersebut secara fisik. Dengan demikian, maka pihak JJ di sini tidak dapat dikategorikan sebagai Pembeli Beritikad Baik dan tidaklah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas batal demi hukumnya perjanjian jual beli.

This research discuss the position of land owners who no longer physically control their land and also regarding legal protection for buyers who do not physically inspect the objects they buy in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020. This research uses a form of research with a doctinal approach to law. In this case, the holder of property rights to land who deliberately does not physically control, does not cultivate, does not use, does not exploit, and/or does not maintain the land he owns can cause his land to be categorized as abandoned land and result in the termination of the legal relationship between the subject who owns the land rights and the land object so that the owner here no longer has ownership rights to the land in question. Thus, the owner in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 does not have the right to sell the land because she is not the legal owner of the land and this results in the sale and purchase being null and void. In connection with the nullity of the sale and purchase, the buyer is entitled to legal protection for losses suffered as a result of the cancellation of the sale and purchase, is the buyer who acted with good faith. Meanwhile, JJ as the buyer in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 did not carry out an active and careful physical check regarding whether or not there was a party who physically controlled the land object he was going to buy and also did not physically control the land object. Thus, JJ here cannot be categorized as a Buyer in Good Faith and is not entitled to legal protection against the nullity of the sale and purchase agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Febiani
"ABSTRAK
Daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Daluwarsa diatur dalam KUHPerdata, namun dengan dikeluarkannya UUPA, terdapat beberapa pasal dalam KUHPerdata yang dinyatakan tidak berlaku. Oleh karena itu dalam skripsi ini akan membahas mengenai keberlakuan konsep daluwarsa setelah adanya UUPA dan Peraturan Pelaksanaannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deksriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun UUPA tidak mengenal istilah daluwarsa, namun pada putusan-putusan pengadilan membuktikan bahwa Majelis Hakim menggunakan istilah rechtsverwerking yang berarti pelepasan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997. Jika dikaitkan dengan konsep daluwarsa, maka pengaturan dalam pasal tersebut kurang lebih sama dengan daluwarsa membebaskan yang diatur dalam Pasal 1967 KUHPerdata, karena keduanya sama-sama mengatur mengenai hilangnya hak untuk menuntut dikarenakan adanya batas waktu tertentu. Penelitian ini menyarankan supaya para pemilik tanah untuk selalu memanfaatkan dan mengusahakan tanah yang dimilikinya agar tanah tersebut tidak dikuasai ataupun digunakan oleh orang lain secara tidak sah, selain itu demi kepastian hukum pemiliknya juga, sebaiknya para pemilik tanah harus memiliki tanda bukti kepemilikan tanah yang sah.

ABSTRACT
Expiration or overdue is an effort to gain something or absolve from any alliance with a certain overdue and requirements by the Constitution. Expiry arranges in Civil Code but when UUPA has been issued, there are some articles on Civil Code that become unvalid. Therefore, this research will talk about the enforceability of expiration concept after UUPA has been issued and the regulation has been implemented. This research is a normative juridicial Law research with a descriptive characteristics. The result of this research shows that even though UUPA doesn rsquo t acquainted about expiry, but Court Judgement prove that Court Council use rechtsverwerking which means right extrication as written on article No. 32 subsection 2 PP No. 24 year 1997. If it relates to expire concept, that the regulation on the article more and less similar with expiry absolve which is arranged on Civil Code article 1967 because both of them arrange demanded right loss due to the time limit. This research suggest the land owner to always utilize and manage the land that they owned, so that the land doesn rsquo t illegally used by other. In addition to get law certainity, the land owner should have legal land ownership."
2017
S68146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyne Julian Halim
"Tesis ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibenarkan oleh Pengadilan sebagaimana dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 dan kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehubungan dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975 yang melarang WNI Tionghoa (kelompok Tionghoa) untuk memperoleh hak milik atas tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian dogmatik. Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Pasal 21 UUPA merupakan pasal yang mengandung asas nasionalitas dan asas persamaan hak dalam kepemilikan hak atas tanah di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Kelompok Tionghoa tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah di DIY dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975. Majelis Hakim dalam pertimbangannya dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 cenderung berfokus pada klasifikasi Instruksi No. K.898/I/A/1975 dalam tatanan hukum Indonesia dibandingkan substansi objek gugatan yakni Pasal 21 UUPA. Kontradiksi antara Instruksi No. K.898/I/A/1975 dengan Pasal 21 UUPA menunjukkan terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di lain sisi, kedudukan PPAT di Yogyakarta berada dalam situasi dilematis karena dihadapkan pada dua sistem hukum yang saling bertentangan. Sehubungan dengan adanya Rekomendasi Komnas HAM, PPAT seharusnya tetap memiliki kedudukan untuk membuat akta peralihan hak milik atas tanah bagi Kelompok Tionghoa di DIY.

This thesis discusses unlawful acts committed by the Yogyakarta Special Region Government, which were confirmed by the Court as in Decision No. 825 PK/PDT/2020 and the position of Land Deed Official (PPAT) in connection with Instruction No. K.898/I/A/1975 which prohibits Chinese citizens (Chinese groups) from obtaining ownership rights to land in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This article was prepared using dogmatic research methods. Article 21 of the Basic Agrarian Law (UUPA) applies to all Indonesian citizens. Article 21 UUPA is an article that contains the principle of nationality and the principle of equal rights in the ownership of land rights in Indonesia. However, in practice, the Chinese Group cannot obtain ownership rights to land in DIY due to Instruction No. K.898/I/A/1975. The Panel of Judges in their considerations in Decision No. 825 PK/PDT/2020 tends to focus on the classification of Instruction No. K.898/I/A/1975 in the Indonesian legal order compared to the substance of the object of the lawsuit, namely Article 21 UUPA. Contradiction between Instruction No. K.898/I/A/1975 with Article 21 UUPA shows that the elements of unlawful acts are fulfilled by the Yogyakarta Special Region Government. On the other hand, the position of PPAT in Yogyakarta is in a dilemma because it is faced with two conflicting legal systems. In connection with the Komnas HAM recommendation, PPAT should still have the position to make deeds of transfer of land ownership rights for Chinese groups in DIY."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafiqa Humaira Bawarith
"Penerapan prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah sangat penting diterapkan, salah satunya dengan mengadakan jaminan terhadap setiap pembiayaan yang diberikan. Guna menjamin pelunasan utang debitur seringkali tanah menjadi objek jaminan melalui pemberian Hak Tanggungan. Namun kenyataannya, masih terdapat Akta Jual Beli (AJB) yang belum dilakukan pelunasan tetapi telah dilakukan peralihan Hak Milik atau balik nama kepemilikan tanpa sepengetahuan pihak penjual tanah, yang kemudian oleh pembeli tanah tersebut dijadikan jaminan utang ke bank melalui pemberian Hak Tanggungan sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1787 K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan mitigasi risiko bank terhadap pembatalan pemasangan Hak Tanggungan akibat peralihan Hak Milik atas tanah yang tidak sah. Untuk dapat memberikan penjelasan terkait permasalahan utama tersebut maka dianalis pula mengenai penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank dalam pemberian pembiayaan. Selain itu dianalisis pula terkait pengaturan dan sanksi terhadap debitur yang tidak beritikad baik. Data sekunder pada penelitian dokrinal ini diperoleh melalui studi dokumen berupa bahan-bahan hukum serta diperkuat dengan wawancara narasumber terkait untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan hasil penelitian menjelaskan bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu bentuk upaya preventif dalam mencegah tidak dilunasinya utang debitur dikemudian hari. akan tetapi Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan harus terlebih dahulu dilakukan pengecekan fisik tanah oleh bank. Untuk menghindari timbulnya masalah atau risiko bank sebagai upaya penerapan prinsip kehati-hatian bank. Mitigasi risiko bank terhadap pembatalan pemasangan Hak Tanggungan dilakukan dengan mengadakan agunan pengganti yang sah milik debitur. Upaya hukum yang dilakukan bank terhadap debitur yang beritikad tidak baik dengan menuntut ganti rugi sebesar APHT yang telah disepakati.

The application of cautious banking principles in providing financing to customers is crucial, including securing collateral for every loan granted. To ensure debtor repayment, land often serves as collateral through Mortgage Rights. However, in practice, there are instances where a Deed of Sale. has not been settled but ownership has been transferred or renamed without the knowledge of the land seller. Subsequently, the land buyer uses it as loan collateral through Mortgage Rights to the bank, as found in the case of Supreme Court Decision Number 1787K/PDT/2022. The primary issue addressed in this study concerns the bank's risk mitigation against the cancellation of Mortgage Rights due to unauthorized land ownership transfers. To provide an explanation regarding this issue, the study also analyzes the application of cautious banking principles in financing. Furthermore, it examines the regulations and penalties for debtors acting in bad faith. Secondary data for this doctrinal study were obtained through document studies of legal materials, supported by qualitative analysis from interviews with relevant sources. The research findings conclude that Mortgage Rights represent a preventive measure against future debtor default. However, banks must physically inspect the collateral land before accepting it as security, thereby applying cautious banking principles to mitigate risks. Banks mitigate the risk of Mortgage Rights cancellation by establishing valid substitute collateral owned by the debtor. In cases where debtors act in bad faith, banks pursue legal action to claim damages equivalent to the agreed Property Sale and Purchase Deed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Patumona Febriyanty
"Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi status tanah sebagai objek jaminan utang piutang dan dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 94/Pdt.G/2022/PN PTK yang mengabulkan gugatan kreditur terkait peralihan hak atas tanah tanpa kehadiran debitur. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis status hukum tanah sebagai jaminan utang piutang serta mengevaluasi dasar pertimbangan hakim dalam putusan tersebut. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan eksplanatoris, yang berfokus pada analisis putusan hakim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah sebagai objek jaminan utang piutang dalam perkara ini bukan merupakan Hak Tanggungan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu tidak dilanjutkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dengan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan dan pendaftaran ke Kantor Pertanahan. Dengan demikian, status tanah hanya sebagai jaminan umum sesuai Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Kesimpulannya, pertimbangan hakim dalam putusan ini keliru karena menggunakan Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai dasar pertimbangan, padahal Hak Tanggungan belum lahir pada objek tersebut.

The issues addressed in this study include the legal status of land as an object of debt security and the judicial considerations in Pontianak District Court Decision No. 94/Pdt.G/2022/PN PTK, which granted the creditor's claim regarding the transfer of land rights in the absence of the debtor. The purpose of the research is to analyze the legal status of land as a security for debt and to evaluate the judicial considerations in the said decision. The method used is doctrinal legal research with an explanatory approach, focusing on the analysis of judicial decisions. The findings reveal that the land as an object of debt security in this case does not constitute a mortgage (Hak Tanggungan) because it fails to meet the requirements of Article 15 of the Mortgage Law, specifically the absence of a follow-up to the Power of Attorney to Create a Mortgage (SKMHT) with the execution of a Deed of Mortgage (APHT) and its registration at the Land Office. Consequently, the land is classified only as general security under Articles 1131 and 1132 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata). In conclusion, the court's judicial considerations in this decision were flawed, as the Mortgage Law was applied as the basis of consideration, despite the fact that no valid mortgage had been established on the object."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Agnes
"Dalam pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Bank memerlukan agunan berupa hak atas tanah yang diikat dengan Hak Tanggungan. Bank selaku pemegang Hak Tanggungan atas fasilitas KPR seharusnya mempunyai hak preferen terhadap hak atas tanah tersebut, namun kepentingan Bank sering tidak terlindungi dengan adanya putusan pengadilan yang antara lain menyatakan hak atas tanah yang sedang diagunkan di Bank batal demi hukum. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian KPR dalam hal peralihan hak atas tanah dinyatakan tidak sah menurut hukum dan bagaimana penerapan ketentuan hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1606 K/Pdt/2013 tanggal 1 Oktober 2013. Melalui penelitian ini diketahui bahwa kepentingan Bank selaku kreditur sekaligus pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik belum sepenuhnya terlindungi secara hukum dan hakim juga belum menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk mempertimbangkan menerapkan yurisprudensi yang menyatakan bahwa terhadap jaminan utang tidak dapat dikenakan sita jaminan, guna memberikan perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian fasilitas KPR kepada debiturnya.

In the granting of House Ownership Credit (House Loan), the Bank requires land right as collateral which is bound by Encumbrance Right. Bank as the holder of Encumbrance Right should have preferential rights, but the interests of the Bank are often unprotected by any court ruling that among other states the right to land that is being pledged to the Bank is null and void. This study was conducted in normative, aims to determine how the legal protection for Bank as the holder of Encumbrance Right which has good faith in the case of transfer of land right is decided unlawful regarding to the laws and how the implementation of sentence of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1606 K/Pdt/2013 dated October 1, 2013. Through this research is known that the interests of creditors as well as the holder of Encumbrance Right are acting in good faith is not yet fully protected by the law and the judge also has not used its freedom to consider applying the jurisprudence which states that the guarantee of the debt can not be subject to sequestration, in order to provide legal protection for the Bank as holder of the Encumbrance Right which has a good faith in the provision of House Ownership Credit to debtors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Evangelista
"Penelitian ini adalah mengenai peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah secara adat berdasarkan ketentuan hukum tanah nasional dan peraturan-peraturan terkait. Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah secara adat yang dilakukan secara lisan dan perlindungan hukum bagi penerima hibah berdasarkan hibah secara adat. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hibah atas tanah secara adat adalah sah namun hanya mengikat kepada para pihak dalam hibah tersebut. Berdasarkan Pembahasan dalam tesis ini dalam hal pemberian hibah, suatu peralihan hak atas tanah dibuktikan dengan dibuatnya Akta pejabat pembuat akta tanah karena tanpa akta tersebut, hibah tersebut hanya akan mengikat pihak para pihak dan pihak penerima hibah akan mengalami kesulitan dalam pendaftaran peralihan haknya di Kantor Pertanahan dan mengingat sifat tanah sebagai benda tetap yang harus didaftarkan untuk memenuhi asas publisitas dan guna melakukan suatu balik nama sertipikat tanah, Kantor Pertanahan tetap melakukan prosedur secara formil

This thesis discusses the transfer of land rights based on customary grants based on the provisions of national land law and related regulations. The transfer of land rights is a legal act that aims to transfer rights from one party to another. The main problem in writing this thesis is regarding the legal force of the transfer of land rights based on traditional grants that are carried out orally and legal protection for grantees based on traditional grants. The writing of this thesis uses a normative juridical research method with a descriptive analytical research typology. From the research results, it can be seen that traditional land grants are valid but only binding on the parties to the grant. Based on the discussion in this thesis, there are still many people in Blora Regency who make grants without a deed of the official making the land deed and only witnessed by the head of the hamlet without any written evidence. In the case of grants, a transfer of land rights is evidenced by the making of an official deed of land deed because without the deed, the grant will only bind the parties and the recipient of the grant will experience difficulties in registering the transfer of rights at the Land Office and considering the nature of the land as fixed objects that must be registered to fulfill the principle of publicity and to carry out a transfer of title to a land certificate, the Land Office continues to carry out formal procedures"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Agustyna Rahmaesa
"Hibah mengenai benda tidak bergerak seperti tanah harus dinyatakan dalam bentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pemindahan haknya. PPAT bewenang dalam pembuatan akta hibah sebagai alat bukti yang secara sah menyatakan telah dilakukannya perbuatan hukum hibah mengenai suatu hak atas tanah. Hibah merupakan pemberian secara sukarela yang dilakukan dengan cuma-cuma dan tidak memuat syarat maka tidak dapat dicabut atau ditarik kembali. Akan tetapi, hibah dapat diberlakukan suatu kebatalan jika ada cacat yuridis yang mengakibatkan perbuatan hukumnya menjadi tidak berlaku. Permasalahan dalam tesis ini adalah status hukum akta hibah yang memuat syarat dan tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dan preskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu status hukum akta hibah yang memuat syarat adalah batal demi hukum sehingga kembali pada keadaan semula atau berlaku surut (ex tunc). Hal ini karena hibah yang dilakukan bertentangan dengan undang-undang maka tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal. PPAT yang membuat Akta Hibah harus bertanggungjawab karena secara materiil akta tersebut bertentangan dengan undang-undang.

Grants regarding immovable objects such as land must be stated in the form of a deed made by an authorized official and registered for the transfer of rights. PPAT has the authority to make a grant deed as evidence that legally states that a legal grant act has been carried out regarding a land right. A grant is a voluntary gift made free of charge and does not contain conditions, so it cannot be revoked or withdrawn. However, a grant can be canceled if a juridical defect causes the legal action to become invalid. The problem with this thesis is the legal status of the grant deed, which contains the terms and responsibilities PPAT had to the deed he had made. This study uses a normative juridical research method with explanatory and prescriptive research types. The type of data used in this research is secondary data, which is analyzed qualitatively. The results obtained are the legal status of the grant deed, which contains the condition that it is null and void so that it returns to its original state or applies retroactively (ex tunc). This is because the grant made is contrary to the law, so it does not meet the objective requirements of the agreement's validity according to Article 1320 of the Civil Code, which is a legal cause. The PPAT who made the Deed of Grant must be responsible because materially, the deed is contrary to the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>