Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ericolas Chandra
"ABSTRAK
Kurangnya pertanggungjawaban etis pada aksi robot disebabkan oleh ketidakseimbangan antara perkembangan otonomi robot dengan kemampuannya dalam membuat putusan moral. Menanggapi isu ini, skripsi ini berupaya menyediakan justifikasi pada posibilitas Agen Moral Artifisial melalui diskursus filsafat akal budi dan metaetika. Posibilitas ini tersusun atas teori komputasional sebagai pandangan ontologis, naturalisme kognitif sebagai pandangan metaetis dan Moral Turing Test sebagai pandangan epistemologis terhadap akal budi lain. Skripsi ini mengusulkan bahwa posibilitas Agen Moral Artifisial dapat tercapai bukan melalui regulasi tingkah laku, melainkan melalui radikalisasi otonomi."
2016
S67944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ericolas Chandra
"Kurangnya pertanggungjawaban etis pada aksi robot disebabkan oleh ketidakseimbangan antara perkembangan otonomi robot dengan kemampuannya dalam membuat putusan moral. Menanggapi isu ini, skripsi ini berupaya menyediakan justifikasi pada posibilitas Agen Moral Artifisial melalui diskursus filsafat akal budi dan metaetika. Posibilitas ini tersusun atas teori komputasional sebagai pandangan ontologis, naturalisme kognitif sebagai pandangan metaetis dan Moral Turing Test sebagai pandangan epistemologis terhadap akal budi lain. Skripsi ini mengusulkan bahwa posibilitas Agen Moral Artifisial dapat tercapai bukan melalui regulasi tingkah laku, melainkan melalui radikalisasi otonomi.

Lackness of ethical responsibility upon robot’s action was caused by unbalanced developments between robot’s autonomy and its ability to generate moral judgement. Concerning to this issue, this thesis would provide a justification of the posibility of Artificial Moral Agents through the discourse of philosophy of mind and metaethics. This possibility is constituted by computational theory of mind as ontological view, cognitive naturalism as metaethical view and Moral Turing Test as epistemological view of other minds. This thesis suggests that the possibility of Artificial Moral Agents would not occur by behavioral regulation, yet by radicalization of its autonomy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Zahid Abiduloh
"ABSTRAK
Penulis akan mendiskusikan kritik dari John Searle dan Hilary Putnam terhadap fungsionalisme komputasional, dan mencoba untuk mempertahankan akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind di hadapan eksperimen pikiran Chinese Room dan Twin Earth. Kritik Searle dan Putnam sama-sama menyasar akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind dalam kasus propositional attitude. Penulis akan mengajak para pembaca untuk sampai pada permasalahan mental content, beserta dua nosi konten yang ada didalamnya: narrow content dan wide content. Secara konten, penelitian ini dibagi menjadi dua: mendiskusikan kecukupan sistem komputasional dalam menghasilkan intensionalitas, serta mendiskusikan keabsahan penjelasan holistik-internal terhadap propositional attitude. Dengan perhatian pada input dan output, fungsionalisme komputasional membuka diri atas pembacaan non-individualistik tentang konten yang mana kesebandingan konten bahasa-natural dan computational content dilandaskan pada penyelidikan empiris tentang ketepatan perilaku suatu sistem komputasional dengan lingkungan normalnya. Dalam hal ini, semantik kausal mengindikasikan semantik denotasional.

ABSTRACT
The author will discuss the criticisms of John Searle and Hilary Putnam on computational functionalism, and try to maintain accountability of computational functionalism about the intentional features of mind before the 39 Chinese Room 39 and 39 Twin Earth 39 thought experiments. Searle and Putnam criticisms both target the accountability of computational functionalism about the intentional features of the mind in the case of propositional attitudes. The author will invite readers to arrive at mental content issues, along with two content noses inside narrow content and wide content. By content, this study is divided into two discussing the adequacy of computational systems in generating intentionality, as well as discussing the validity of the holistic internal explanation of the propositional attitudes. With attention to input and output, computational functionalism opens up to non individualistic readings of content in which the compatibility of natural language contents and computational contents are based on empirical investigations of the precise behavior of a computational system with its normal environment. In this case, causal semantics denotes denotational semantics."
2017
S69953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishaq Mahmudil Hakim
"Kecurangan merupakan fenomena negatif yang terjadi di berbagai konteks. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah kecurangan dapat dipengaruhi oleh moral disengagement dan pengaruh tersebut dapat dimoderasi oleh identitas moral. Sebanyak 213 orang mahasiswa dari 7 universitas di Indonesia mengikuti penelitian ini. Peneliti mengukur kecurangan dengan Tugas Matriks Angka yang pernah digunakan oleh banyak peneliti-peneliti lain.
Moral disengagement diukur menggunakan adaptasi dari Moral Disengagement Scale yang dirancang oleh Detert, Treviño, dan Sweitzer (2008). Identitas moral diukur dengan hasil adaptasi dari Moral Identity Questionnaire yang dikembangkan Black dan Reynolds (2016).
Penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = 1,111; n = 213; p > 0,05; two-tailed). Lebih lanjut, identitas moral tidak memoderasi pengaruh moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = -1,140; p > 0,05; two-tailed). Elaborasi dari hasil penelitian ini dibahas di dalam diskusi.

Dishonest behavior is a negative phenomenon that occurs in various contexts. This study aims to find out whether dishonest behavior can be influenced by moral disengagement and whether that influence can be moderated by moral identity. 213 students from 7 universities in Indonesia participated in this study. Dishonest behavior was measured by the Number Matrix Task that had been used by many other researchers.
Moral disengagement was measured using adaptations from the Moral Disengagement Scale designed by Detert, Treviño, and Sweitzer (2008). Moral identity was measured by the adaptated Moral Identity Questionnaire developed by Black and Reynolds (2016).
This study found no significant effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = 1.111; n = 213; p> 0.05; two-tailed). Furthermore, moral identity did not moderate the effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = -1,140; p> 0.05; two-tailed). The elaboration of these results was discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabirah Rahmah
"ABSTRAK
Orang Jepang dikenal sebagai bangsa yang menghargai dan mencintai alam. Salah satu bentuk penghargaan orang Jepang terhadap alam adalah dengan adanya tradisi dan kebiasaan yang berkaitan dengan alam, salah satunya ialah kebiasaan menikmati mekarnya bunga sakura atau yang dikenal dengan hanami yang dilakukan setiap musim semi. Dalam kebiasaan ini bunga sakura dijadikan sebagai objek karena memiliki arti yang khusus bagi orang Jepang yang didukung dengan adanya sakura zensen atau ramalan mengenai mekarnya sakura di seluruh negeri. Oleh karena itu, tugas akhir ini membahas mengenai kebiasaan hanami yang merupakan wujud dari naturalisme Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan tinjauan pustaka dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini digunakan teori naturalisme oleh Nakamura Hajime untuk dapat menganalisis sumber-sumber yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Jepang sangat memperhatikan secara detil segala sesuatu yang berhubungan dengan alam, salah satunya adalah dengan adanya sakura zensen yang secara tidak langsung sebagai daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan hanami.

ABSTRACT
Japanese people are known as their respects and loves towards nature. One form of Japanese peoples appreciation for nature is the existence of tradition and custom related to nature, one of which is the custom of enjoying the blooming of cherry blossoms or known as hanami, which is done every spring. In this custom, cherry blossoms is used as an objects because they have special meanings for Japanese people who are supported by the presence of sakura zensen or known as predictions about the blooming of cherry blossoms throughout the country. Therefore, this paper discusses the hanami custom which is a form of Japanese naturalism. This paper uses descriptive analytical methods with literature reviews from various sources. In this paper Nakamura Hajimes naturalism theory was used to analyze the sources used. The results of the study showed that Japanese people were very concerned about everything related to nature, one of which was the presence of sakura zensen which indirectly served as an attraction for the people to do hanami."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridho Anugrah
"Penggunaan dan perkembangan pesat teknologi informasi digital memunculkan perubahan signifikan di dalam
struktur masyarakat. Luciano Floridi dengan teori re-ontologisasi mengatakan informasi dapat mengubah struktur
masyarakat secara radikal. Re-ontologisasi ini dibentuk dari interaksi antara inforgs dan infosphere. Kemudian
teori tersebut menjadi dasar etika yang disebut etika informasi (IE). Etika informasi menekankan idealitas, tanpa adanya entropi di dalam infosphere untuk menjelaskan apa itu `baik`. Dari pemahaman bahwa etika adalah konstruksi idealitas, Floridi menganggap manusia sebagai homo poieticus. Homo poieticus berarti manusia yang memiliki sifat pembentuk dan penjaga. Artikel ini berpendapat sebelum menjadi homo poieticus, manusia harus
kembali melihat keterbatasan kapasitas kognitifnya. Terutama di dalam pesat dan masifnya perkembangan
informasi. Melalui etika behavioral, menjelaskan permasalahan kognitif manusia sebagai agen moral terbatas oleh
rasio dan kebiasaannya. Etika behavioral menggunakan konsep dasar seperti keterbatasan rasionalitas, etikalitas
terbatas, dan heuristik di dalamnya. Dengan memahami dan menyadari keterbatasan tersebut, manusia dapat
memaksimalkan penilaian etis. Keterbatasan ini tidak memungkinkan adanya pemahaman holistik dari etika
maupun infosphere. Namun, dari keterbatasan tersebut untuk menjaga infosphere usaha yang dilakukan adalah
memaksimalkan penilaian etis. Dari usaha maksimalisasi ini, menurut penulis homo poieticus dapat menjadi lebih
bijak.
Usage and progress of digital information technology sparks significant shift in the structure of society. Luciano Floridi with his re-ontologization, explaining information could change the society`s structure in radical way. Reontologization is made by interactions of inforgs and infosphere. The theory become a foundation towards a system of ethics named information ethics (IE). Information ethics emphasises on infosphere state with ideality, without entropy to explain what is `good`. Ethics is a construct ons of ideality of infosphere, the role of human being in Floridi`s sense is to become homo poieticus. Homo poieticus is a demiurgic attitude of the informational and moral agent. This article argues that before becoming homo poieticus, moral agents should take a look back into our own limitations of cognitive capacities. Especially in this abundance and fast growing information condition. Through behavioral ethics, I shall explain the problem of limitations of moral agent. Behavioral ethics using concepts like bounded rationality concept, bounded ethicality, and heuristics to explain it. With understanding and realising the limitations, moral agents could maximising ethical decision making. The limitations shows the impossibilities of holistic
understanding of ethics nor infosphere. From maximising the limitations, I think homo poieticus could become
more virtuous or wise demiurgic agent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chazan, Pauline, 1948-
London: Routledge, 1998
171 CHA m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Goldman, Alan H.
London: Routledge, 1990
170 GOL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
370.114 HAN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Johanis Putratama Kamuri
"Agen moral otonom ndash;yang bebas dari pengaruh ekstenal dan secara a priori merumuskan prinsip-prinsip oyektif-universal yang menjadi kewajibannya ndash;dikonstruksi Kant dalam pengaruh Pencerahan, yang cenderung bersandar pada rasio dan menolak tradisi atau otoritas eksternal. Di sisi lain agen moral historis ndash;yang berakar dalam komunitas dan dideterminasi historisitasnya ndash;dirumuskan MacIntyre di bawah pengaruh Postmodernisme yang asumsi-asumsi Pencerahan seperti otonomi. Dengan menggunakan hermeneutika Gadamer sebagai conceptual framework dan didukung oleh konsep refleksi kritis Habermas, ditemukan bahwa operasi akal dan hati nurani untuk menginternalisasi dan mengkritisi norma-norma komunitas memungkinkan agen moral historis tetap memiliki otonomi karena tidak dideterminasi oleh historisitasnya.

Autonomy moral agent ndash free of external influence and in a priori formulates objective and universal principles that become his obligation ndash constucted by Kant in the effects of enlightenment, which inclined towards rationality and rejected traditional or external authority. On the other hand, historical moral agent ndash grounded in community and determined by his historicity ndash defined by MacIntyre in light of Postmodernism with its anti enlightenment assumtions like authonomy. Using Gadamer rsquo s hermeneutics as conceptual framework, supported by a critical theory of Habermas, it was found that operation of reason and conscience to internalized and critized the norms of community enable autonomy of historical moral agent because he is not determined by his historicity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>