Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174245 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufiq Hakim
Yogyakarta: INDeS, 2016
297.636 TAU k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lisyawati Nurcahyani
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
381.598 3 LIS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Berliana Windy Arlintya
"Ketandan merupakan kawasan permukiman masyarakat Etnis Tionghoa (pecinan) yang terletak di Kota Yogyakarta. Adanya kependudukan Belanda di tanah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ternyata memiliki pengaruh terhadap pembentukan identitas budaya masyarakat Etnis Tionghoa. Hal tersebut dapat terlihat pada
gaya bangunan yang dijadikan sebagai tempat aktivitas sehari-hari. Bangunan yang dijadikan data penelitian berjumlah 13 bangunan yang berupa bangunan hunian, rumah toko, dan toko. Dengan demikian penelitian ini akan membahas mengenai identitas budaya masyarakat Tionghoa di Pecinan Ketandan dengan menggunakan
tiga metode penelitian Sharer&Ashmore, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Analisis yang digunakan menggunakan analisis deskriptif yang didasarkan pada konsep identitas budaya Stuart Hall (identity of becoming dan identity of being). Setelah dilakukan analisis akan ditarik kesimpulan yang
menjelaskan bahwa masyarakat Tionghoa di Pecinan Ketandan memiliki tiga identitas budaya yang berbeda, yaitu Tionghoa, Belanda, dan Jawa. Adanya tiga budaya yang berbeda ini dipengaruhi oleh faktor sosial dan religi, yaitu interaksi keseharian, perkawinan, dan tradisi.

Ketandan is a residential area of ​​the Chinese ethnic community (Chinatown) located in the city of Yogyakarta. The existence of the Dutch population in the land of the Ngayogyakarta Hadiningrat Sultanate turned out to
have an influence on the formation of the cultural identity of the Chinese community. This can be seen in the style of the building as a place for daily activities such as residential buildings, shop houses, and shops. This
study will discuss the cultural identity of the Chinese community at Ketandan Chinatown by using three methods of Sharer & Ashmore research, namely data collection, data processing, and data analysis. The analysis used is
descriptive analysis based on Stuart Hall's concept of cultural identity (identity of becoming and identity of being). After the analysis is conducted, conclusions will be drawn explaining that the Chinese community in
Ketandan Chinatown has three different cultural identities, namely Chinese, Dutch, and Javanese. The existence of these three different cultures are influenced by social and religious factors, namely daily interactions, marriage, and tradition
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Anyer is a small port town at the west of Java Island. In the period of Netherland Indie government under governor general H.W. Deandels, the Anyer region received a special attention. The strategic value of this region is shows by some archaeological remains. Based on the research by the description of the remains, there are some buildings that can be grouped into the building that is related to infra- structure of transportation, a semi-sacred building,and a sacred building. Through the archaeological study of the building and the research of the historical explanation,it is discovered that the Anyer region has a strategic value including sailing and trading as well as defense sector."
PURBAWIDYA 2:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Viko Esa Bintang Alfarrel
"Penelitian ini mengkaji dinamika sosial dan ekonomi di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dengan menerapkan perspektif arkeologi industri dan teori Marxisme. Mulai diterapkannya sistem tanam paksa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1836 telah mengubah struktur ekonomi dan sosial di Jawa, khususnya dengan pendirian pabrik gula yang berbasis pada eksploitasi tenaga kerja lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana infrastruktur industri tebu dan pabrik gula berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi regional sekaligus menciptakan ketimpangan sosial antara kaum borjuis Eropa dan kaum proletar lokal. Melalui analisis artefak, dokumentasi historis, dan sisa-sisa material industri, penelitian ini menyelidiki bagaimana relasi antara majikan dan buruh di pabrik mencerminkan kondisi sosial yang lebih luas dan bagaimana prasarana produksi gula serta dokumentasi terkait pekerja mencerminkan dinamika ekonomi dan sosial masa itu. Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya memberikan wawasan baru mengenai sejarah industri gula di Banyumas tetapi juga menyoroti pentingnya teknologi dan produksi material sebagai pendorong perubahan sosial dalam masyarakat.

This study examines the social and economic dynamics at the Kalibagor Sugar Factory in Banyumas by applying industrial archaeology perspectives and Marxist theory. The implementation of the forced cultivation system by the Dutch East Indies Government in 1836 significantly altered the economic and social structure in Java, particularly through the establishment of sugar factories based on the exploitation of local labor. This research aims to uncover how the infrastructure of the sugarcane industry and sugar factories contributed to regional economic growth while also creating social disparities between the European bourgeois and the local proletarians. Through the analysis of artifacts, historical documentation, and remnants of industrial materials, this study investigates how the relationship between employers and workers at the factory reflects broader social conditions and how the infrastructure of sugar production and related worker documentation reflect the economic and social dynamics of the time. The results of this research are expected to not only provide new insights into the history of the sugar industry in Banyumas but also highlight the importance of technology and material production as drivers of social change in society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Nurazizah Lestari
"Dalam menghadapi kompetisi perdagangan dengan warga etnis Tionghoa, warga Belanda (vrijburgers) memang tidak dapat menandingi, sehingga timbul perasaan tidak senang. Hal itu membuat VOC menerapkan pembatasan pembatasan terhadap warga etnis Tionghoa. Sementara itu, kepiawaian etnis Tionghoa dalam berdagang opium menyebabkan etnis Tionghoa di Lasem tumbuh sangat kaya pada abad XIX. Setelah meredupnya bisnis candu, warga Tionghoa Lasem kembali lagi menggeluti bisnis batik yang telah lama ditinggalkan. Sejak abad ke 19, para pengrajin Tionghoa telah berperan penting dalam produksi sejumlah rumah produksi batik di pesisir di Lasem. Akan tetapi hubungan sosial antara pengusaha dan buruh kurang terjalin dengan baik, karena hak hak buruh tersebut kurang terpenuhi dengan baik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan termasuk dalam penelitian sejarah sosial ekonomi, di mana masyarakat Lasem abad XIX hingga XX sebagai objek. Adapun tujuan historiografis yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu mendokumentasikan sejarah sosial ekonomi sebagai dampak perkembangan bisnis opium dan batik di Lasem pada abad XIX sampai dengan abad XX."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zainor Ridho
"Penelitian ini akan menjawab pokok permasalahan mengenai pengaruh politik Kiai Langitan dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat atau santri pada pemilihan presiden langsung 2004 putaran I dan II, pasangan Wiranto-Wahid dan SBY-JK di Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis pokok permasalahan ini adalah kansep kiai, kepemimpinan, patron-klien dan perilaku memilih.
Metode penelitian dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, studi dokumentasi dan kuesioner_ 3 informan untuk wawancara mendalam dan 20 informan untuk wawancara biasa. Studi dokumentasi untuk pengumpulan data sekunder. Di samping dua teknik pengumpulan data tersebut, yaitu kuesioner. Jumlah responden sebanyak 72 dari 150 kuesioner yang disebarkan. Kuesioner bertujuan untuk mengungkap pengaruh politik kiai pada pilpres langsung 2004 di Kecamatan Widang. Teknik analisis data adalah teknik reduksi data, yaitu data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan menajamkan, menggolongkan, mengamhkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data secara selektif.
Temuan dari penelitian ini mengungkap bahwa sebagian masyarakat di tiga desa (Mrutuk, Mlangi dan Widang) menentukan pilihan politiknya didasarkan atas pilihan politik kiai karena yang menjadi prioritas utama adalah faktor kewaro'an, dsamping fakor kharisma dan keilmuan. Sebagian yang tidak mengikuti pilihan kiai, karena tidak didasarkan atas hubungan patron-klien.
Implikasi teoritik terhadap penelitian ini menunjukkan bahwa sifat waro' yang yang dimiliki kiai Langitan menguatkan terhadap pola hubungan patron-client dan sifat kharismatik kepemimpinannya pada pemilihan presiden langsung 2004 di Kecamatan Widang.

This research will answer the research questions about political influence of kiai Langitan to influence political influencing of society or santri on direct election of president 2004 of the first and second around, Wiranto-Wahid and SBY-JK in Widang. The theoritical frameworks used to analyse the research question is kiai concept, leadership, patron-client dan voting behavior.
The approach used in this documentary is qualitative and quantitative approach The technic of collecting data is interview, study literature and questioner. Three inforrnan for indepth interview and twenty for structured interview. Study literature is the secondary of collecting data. Besides two technic, that is questioner_ The respondent is seventy two from one hundred an fivety respondent is propagated. The questioner intend to explore the political influence of kiss on direct election of president 2004 in Widang regency. The technic of data analysis is the technic of reduction data, data found will be analysed by organizing, classifying, grouping, throwing and instructing the data selectively.
The findings explain that some of society in three village (Mrutuk, Mlangi dan Widang) decide their political choesing is based on political choesing of kiai because of waro' factors, besaides charisma and knowledge factors. But some other are not based on patron-client relationship between kiai and society in Widang.
The theoritical implication in this research show that waro'factors and his charismatics leader on leadership type and patron-client relationship have been exist for Widang society on direct election of president 2004.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T17392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athira Khaira Mulyaputri
"Pertengahan abad ke-19 ditandai sebagai inisiasi awal pembangunan fasilitas kesehatan jiwa di Hindia-Belanda. Sensus penduduk tahun 1862 menghasilkan tingginya jumlah penduduk yang menderita gangguan kejiwaan di Pulau Jawa dan Madura sehingga dibutuhkan penanganan khusus. Hal inilah yang menjadi dasar pembangunan rumah sakit jiwa HindiaBelanda pertama dengan penempatan di Buitenzorg. Gambaran kehidupan sosial masyarakat di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg dapat dilihat dari pembagian pasien dan pegawai dalam kelaskelas tertentu. Pasien dibagi menjadi empat tingkatan kelas yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3 untuk orang Eropa dan kelas 4 untuk Pribumi dan Cina. Pada golongan pegawai, kelas sosial dapat terlihat yang membedakan masyarakat berdasarkan ras, jabatan, dan penghasilan. Perbedaan kelas pasien dan pegawai Rumah Sakit Jiwa dapat tercermin pada tinggalan budaya berupa bangunan yang didukung oleh arsip sejarah. Penelitian ini membahas gambaran kehidupan sosial pasien dan pegawai di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg berdasarkan pemikiran Marxisme dengan mengacu pada metode penelitian arkeologi menurut Sharer & Ashmore (2003), yaitu formulasi penelitian, implementasi penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, interpretasi data, dan publikasi hasil penelitian. Penelitian ini mengungkapkan pembagian dua tingkatan kelas sosial masyarakat di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg, yaitu kelas borjuis dan proletar. Pembagian kelas ini didasarkan analisis pada karakteristik bangunan, fasilitas, dan pelayanan yang diperoleh golongan pasien dan pegawai dari masyarakat Eropa, Cina, dan Pribumi.

The middle of the 19th century was marked as the initial initiation of the construction of mental health facilities in the Dutch East Indies. The population census in 1862 resulted in a high number of people suffering from mental disorders in Java and Madura, therefore special treatment was needed. This made the basis for the construction of the first mental hospital in the Dutch East Indies with a placement in Buitenzorg. The social life of people in the Buitenzorg Mental Hospital can be seen from the division of patients and staffs into certain classes. Patients were divided into four classes consisting of class 1, 2, and 3 for Europeans and class 4 for Indigenous and Chinese. For the staffs, social class can be seen which distinguishes people based on race, position, and income. Differences in the class of patients and staffs of the Mental Hospital can be reflected in the cultural remains in the form of buildings that are supported by historical records. This study discusses the description of the social life of patients and employees at the Buitenzorg Psychiatric Hospital based on Marxist thought based on archaeology research method by Sharer & Ashmore (2003), start from research formulation, research implementation, data collection, data processing, data analysis, data interpretation, and publication. This study reveals the division of two levels of social classin the Buitenzorg Mental Hospital, namely the bourgeoisie and proletarian classes. This class division is based on an analysis of the characteristics of the buildings, facilities, and services obtained by the patient and staffs from European, Chinese, and Indigenous communities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sekarningrum
"Sebagai penghubung antara pelabuhan utama, seperti Malaka, Singapura, Ternate, dan Makassar, Gorontalo memainkan peran penting dalam jaringan pelayaran dan perdagangan di wilayah utara Sulawesi. Kondisi ini diperkuat oleh ketersediaan beragam komoditas, terutama emas dan budak. Dua komoditas penting ini telah diekspor, terutama oleh para pedagang Bugis dan Mandar, ke pasar internasional sejak abad XVI. Sayangnya, kajian mengenai perkembangan pelabuhan Gorontalo masih kurang mendapat perhatian dari para sejarawan yang hanya berfokus pada peranan pelabuhan-pelabuhan besar. Tulisan ini melihat arah perkembangan pelabuhan Gorontalo dalam mengekspor emas dan budak pada abad XVIII hingga abad XIX. Dengan menerapkan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, tulisan ini memperlihatkan bahwa perkembangan pelabuhan Gorontalo dalam mengekspor emas dan budak mengalami dinamikanya sendiri. Dinamika itu tercermin dari hilangnya akses para pedagang Bugis dan Mandar terhadap perdagangan komoditas emas dan budak di Gorontalo sejak monopoli perdagangan VOC pada abad XVII. Monopoli perdagangan VOC atas komoditas tersebut berujung pada ketidakamanan aktivitas pelayaran-perdagangan di sekitar Gorontalo akibat maraknya perompakan oleh bajak laut dan penyelundupan.

As a hub between major ports such as Malacca, Singapore, Ternate, and Makassar, Gorontalo plays a crucial role in the shipping and trade networks of the northern region of Sulawesi. This condition was strengthened by the availability of numerous commodities, especially gold, and enslaved people. These two essential commodities had been exported, mainly by Bugis and Mandar traders, to the international market since the 16th century. Studies on the development of the Gorontalo port have received less attention from historians who only focused on the role of large ports. This paper focuses on the development of Gorontalo port in exporting gold and enslaved people in the 18th to 19th centuries. By implementing the historical method, which comprises heuristics, criticism, interpretation, and historiography, this paper points out that the development had its dynamics. Bugis and Mandar traders reflected this dynamic when they lost access to trade in gold and the enslaved people in Gorontalo since the VOC trade monopoly in the seventeenth century. The monopoly led to the vulnerability of shipping-trade activities around Gorontalo to rampant piracy by pirates and smuggling."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2023
900 HAN 6:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
"Disertasi ini 'mutual basil kajian peradaban Jawa Fauna yang tumbuli pada abad ke-8 hingga abaci ke-15. Satuan-satuan yang menjadi pusat kajian meliputi tiga pranata social uta.rnar, yaitu politik, agama dan ekonomi. Sumber data utamanya berupa artefak arkeologi dari berbagai jenis, sumber tertulis berupa. prasasti, karya-karva sastra dan juga berita_berita acing. Terhadap ke.tiga. pranata di Was dilakukan analisis ruitul: melihat dinamikanva, haik secara tersendiri sebagai sistem yang berdiri sendiri, mauprrn secara bersama-sarna, sebagai sebu.rah sistem lebih besar yang saling berhubungan clan saline; tergantung sat(' Santa lain. Dinamika peradaban di atas dilihat dal= keseiuruhan periode Jawa Kum yang dapat dipisahkan menjadi lima periode politik, yaitu rnasa 111atara.rn, (732-92 , Tauuw_lang-Kailuripan (929-1051), Kadiri (1052-1221), Sinshasari (1222-1292) dan Napahit (1293-1486). Sehagai sistem yang berdiri sendiri, tiap-tiap pranata dianalisis sebagai sistem..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
D1552
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>