Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210066 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Khairunnisa
"ABSTRAK
Hubungan romantis menjadi salah satu tugas perkembangan pada individu yang memasuki usia dewasa muda 20-40 tahun . Hubungan romantis sendiri menjadi salah satu hubungan yang paling rentan mengalami konflik yang berakibat pada dirasakannya emosi negatif bagi individu. Salah satu dampak dari emosi negatif yang dirasakan adalah kemunculan perilaku makan sebagai salah satu strategi coping dalam meregulasi emosi negatif tersebut. Salah satu hal yang menyebabkan perilaku makan ini untuk muncul adalah deprivasi tidur yang mana dalam hal ini, deprivasi tidur dapat disebabkan oleh konflik yang dirasakan. Penelitian ini sendiri berupaya untuk mempelajari peran deprivasi tidur sebagai mediator dalam hubungan antara konflik psikologis antar-pasangan dan tingkah laku makan emosional pada populasi dewasa muda yang menjalin hubungan romantis. Data diperoleh dari 474 partisipan berdasarkan respons pada alat ukur CTS2 skala negosiasi dan agresi psikologis, item 4 pada PSQI, dan skala emotional eating dalam alat ukur DEBQ yang diberikan secara online. Berdasarkan perhitungan analisis mediasi, ditemukan adanya pengaruh yang signifikan bahwa konflik psikologis antar-pasangan mempengaruhi tingkah laku makan emosional secara langsung, c rsquo; = 0,03, SE= 0,01, p.

ABSTRACT
Building a romantic relationship has been one of many developmental tasks in a young adult developmental period 20 40 years old . The romantic relationship itself is prone to the conflict that can elicit negative emotions to the people who go through a conflict with their partner. In order to regulate the negative emotions from interpartner conflict, eating behavior is considered as a coping strategy when interpartner conflict arises. Besides the conflict itself, sleep deprivation is considered as a predictor of emotional eating. On the other hand, sleep deprivation is influenced by interpartner conflict. This study aimed to examine the role of sleep deprivation as a mediator between interpartner psychological conflict and emotional eating in young adult population. Data gathered from 474 participants based on their responses in negotiation and psychological aggression scale in CTS2, item number 4 in PSQI, and emotional eating scale in DEBQ via online. Using mediation analysis, result showed that interpartner psychological conflict directly affecting emotional eating with c rsquo 0,03, SE 0,01, p"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Ardalisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemenuhan kebutuhan dasar psikologis berperan sebagai mediator dalam hubungan antara persepsi siswa mengenai iklim emosional kelas dan keterlibatan siswa. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner lapor diri yang diisi oleh 391 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 7 dan kelas 8 dari tiga SMP Negeri di Depok. Hasil analisa mediasi menunjukkan bahwa hubungan antara persepsi siswa mengenai iklim emosional kelas dan keterlibatan siswa dimediasi secara parsial oleh pemenuhan kebutuhan dasar psikologis. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar psikologis siswa di kelas berperan dalam menjelaskan hubungan antara persepsi siswa mengenai iklim emosional kelas dan keterlibatan siswa.

The aim of this study was to explore the role of basic psychological needs satisfaction as a mediator in the relationship between student’s perception of classroom emotional climate and student engagement. Data were collected through self-report questionnaire filled by 391 of 7th-grade and 8th-grade Junior High School students from three Public Junior High Schools in Depok. The result of mediation analyses showed that the relationship between student’s perception of classroom emotional climate and student engagement was partially mediated by basic psychological needs satisfaction. It indicated that student’s basic psychological needs satisfaction in the classroom took part in explaining the relationship between student’s perception of classroom emotional climate and student engagement.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T43396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Kusuma
"Binge eating adalah sebuah fitur gangguan makan dengan prevalensi yang paling tinggi secara global dan terasosiasi dengan berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik. Perilaku ini berfungsi sebagai strategi regulasi diri untuk mengelola afek negatif yang tengah dirasakan. Perempuan dewasa muda merupakan populasi yang rentan untuk melakukan binge eating oleh karena ketidakstabilan dalam berbagai domain kehidupan dan tendensi untuk menginternalisasi emosi. Walau terdapat urgensi untuk mengembangkan penelitian terkait binge eating, masih belum banyak studi mengenai topik ini di Indonesia. Maka dilakukanlah penelitian mengenai binge eating pada populasi perempuan dewasa muda di Indonesia. Diketahui bahwa eating expectancy dan thinness expectancy merupakan faktor yang memprediksi binge eating, namun masih belum ada penelitian yang membahas mengenai proses yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Dihipotesiskan bahwa repetitive negative thinking (RNT) berperan sebagai mediator yang menjembatani hubungan antara kedua jenis expectancy terhadap binge eating. Dari koleksi data melalui kuesioner daring, terkumpul 193 partisipan dewasa muda berusia 18-25 tahun. Data penelitian diolah secara kuantitatif menggunakan analisis Simple Mediation menggunakan PROCESS v4.2 di SPSS. RNT ditemukan sebagai mediator signifikan yang bersifat parsial antara kedua jenis expectancy dan binge eating.

Binge eating is the most prevalent features of eating disorders and is associated with a range of negative health outcomes. Binge eating serves as a self-regulatory strategy to manage negative affect. Female young adults are categorized as a vulnerable population to develop binge eating due to instability in various life domains and the tendency to internalize emotions. Despite the urgency to further research binge eating, the studies on this topic in Indonesia is limited. Indonesia is known to have the highest level of food consumerism compared to other Southeast Asian countries. Therefore, a study on binge eating in young adult female population in Indonesia was conducted. Eating and thinness expectancy were found to be factors predicting binge eating, however there’s not much explanation about the process linking both beliefs towards binge eating. It is hypothesized that repetitive negative thinking (RNT) acts as mediator that bridge the relationship between both expectancies and binge eating. 193 female young adults age 18-25 years were collected through online questionnaire. The research data were processed through Simple Mediation analysis using PROCESS v4.2 in SPSS. RNT was found to be a significant partial moderator that bridges the relation between both expectancies and binge eating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyaa Nabiilah Zuhroh
"Perempuan dalam hubungan heteroseksual lebih sering menjadi pihak yang melakukan aktivitas seksual yang tidak diinginkan secara sukarela atau kepatuhan seksual sebagai upaya untuk mempertahankan hubungannya. Mereka yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap hubungannya memiliki keinginan untuk berkorban dengan tujuan ingin menghindari hal negatif terjadi pada hubungan atau dengan motif berkorban menjauh sehingga dapat mempertahankan hubungan mereka. Mengetahui bahwa banyaknya perilaku seks pra nikah dan kehamilan di luar nikah yang terjadi di Indonesia serta dampak yang dimunculkan oleh perilaku kepatuhan seksual dan motif berkorban menjauh terhadap individu, pasangan, dan hubungan, pada penelitian ini dilihat apakah motif berkorban menjauh memediasi hubungan antara komitmen dan perilaku kepatuhan seksual pada perempuan dewasa muda yang sedang dalam hubungan pacaran.
Dalam proses mendapatkan data peneliti menggunakan alat ukur The Investment Model Scale untuk mengukur tingkat komitmen Rusbult dkk., 1998 , Motive for Sacrifice Scale untuk mengetahui motivasi perilaku berkorban Impett dkk., 2005 , dan Sexual Compliance Scale untuk mengukur kepatuhan seksual individu Impett Peplau, 2002 . Penelitian ini terdiri dari 235 partisipan perempuan berusia dewasa muda dengan rentang usia 20-38 tahun M = 22.22 ; SD = 2.434 yang sedang berada dalam hubungan romantis pacaran selama 1 hingga 104 bulan M = 23.13, SD = 20.53.
Hasil analisis mediasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan PROCESS SPSS versi 3.0 karya Hayes 2013 menunjukkan bahwa motif berkorban menjauh memediasi hubungan antara komitmen dan kepatuhan seksual, di mana komitmen memengaruhi seseorang untuk berkorban dengan motif menjauh, dan motif menjauh membuat individu melakukan kepatuhan seksual.

Women in heterosexual relationships are more often the ones who engage in an unwanted sexual activities or known as sexual compliance as an attempt to maintain their relationship. Those with high commitment with their relationship willing to sacrifice in order to avoid conflict maintain their relationship. Knowing that pre marital sex in Indonesia is getting more common as well as the negative impact of sexual compliance and avoidance motives of sacrifice on not only the ones who did it but also their partners and relationships, this study aim to see the role of avoidance motives of sacrifice as mediator in the relationship between commitment and sexual compliance of young adult women.
In the process of obtaining the data researcher using The Investment Model Scale to measure level of commitment Rusbult et al., 1998, Motive of Sacrifice Scale to measure avoidance motives for sacrifice Impett et al., 2005, and Sexual Compliance Scale to measure sexual compliance behavior Impett Peplau, 2002. Participants in this study included 235 young adult women in romantic relationship, age range of 20 40 years old M 22.22 SD 2.434. The avarage length of their relationship was 23.13 months SD 20.53.
Analysis mediation conducted by researcher using PROCESS SPSS by Hayes version 3.0 revealed that avoidance motive of sacrifice mediated the relationship between commitment and sexual compliance, in which commitment increases the tendency of using avoidance motive of sacrifice, which in turn increases individu perform sexual compliance.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Khairunnisa
"Non-suicidal self-injury (NSSI) saat ini banyak ditemukan pada dewasa muda dengan prevalensi 4-23%. Pada dewasa muda yang memiliki banyak tekanan secara emosional, NSSI sering digunakan untuk mengatasi tekanan tersebut karena adanya kecenderungan untuk tidak menerima tekanan emosional yang tidak diinginkan. Kecenderungan tidak menerima emosi secara kaku disebut juga infleksibilitas psikologis (IP). Penggunaan strategi regulasi emosi diduga dapat menjembatani hubungan kedua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi regulasi emosi cognitive reappraisal (CR) dan strategi regulasi emosi expressive suppression (ES) dapat menjadi mediator dari hubungan IP dan NSSI. Total partisipan berjumlah 231 dan jumlah partisipan NSSI 135 orang dengan rata- rata usia 22 tahun. Perilaku NSSI diukur menggunakan NSSI-FS, IP menggunakan AAQ-II dan strategi regulasi emosi menggunakan ERQ. Melalui analisis mediasi, ditemukan regulasi emosi CR memediasi secara penuh hubungan antara IP dan NSSI, sedangkan ES tidak dapat memediasi. Dengan kata lain ketika individu cenderung kaku dan terus-menerus enggan untuk mengalami pikiran, perasaan, dan sensasi internal yang tidak nyaman (IP), hal tersebut akan menghambat penggunaan CR, yang kemudian meningkatkan kecenderungan perilaku NSSI pada individu dewasa muda.

Non-suicidal self-injury (NSSI) is currently prevalent among emerging adults, with rates ranging from 4-23%. Among young adults who experience significant emotional pressure, NSSI is often used as a way to cope with this pressure due to a tendency to reject unwanted emotional distress. This tendency to rigidly reject emotions is also referred to as psychological inflexibility (PI). The use of emotion regulation strategies is suspected to mediate the relationship between these two variables. This study aims to examine whether the emotion regulation strategy of cognitive reappraisal (CR) and expressive suppression (ES) can mediate the relationship between PI and NSSI. A total of 231 participants were involved, with 135 reporting NSSI, and the average age was 22 years old. NSSI behavior was measured using the NSSI-FS, PI using the AAQ-II, and emotion regulation strategies using the ERQ. Through mediation analysis, it was found that CR fully mediated the relationship between PI and NSSI, while ES could not mediate this relationship. In other words, when individuals are rigid and consistently unwilling to experience uncomfortable thoughts, feelings, and internal sensations (PI), it hinders the use of CR, which in turn increases the tendency for NSSI behavior among young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Tania Amarilis Amry
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah motif berkorban mendekat memediasi hubungan komitmen dan kepatuhan seksual pada perempuan dewasa muda yang sedang dalam hubungan romantis dengan lawan jenis. Penelitian ini menggunakan alat ukur The Investment Model Scale untuk mengukur tingkat komitmen yang dikembangkan oleh Rusbult, Martz, dan Agnew, 1998. Motives of Sacrifice oleh Impett, Gable, dan Peplau 2005 digunakan untuk mengukur motif berkorban mendekat. Pengukuran kepatuhan seksual diukur menggunakan alat ukur Sexual Compliance Scale yang dikembangkan oleh Impett dan Peplau 2002.
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 235 perempuan berusia 20-40 tahun M= 22,22; SD= 2,434 yang sedang berada dalam hubungan romantis heteroseksual. Hasil analisis mediasi yang dilakukan menggunakan PROCESS HAYES versi 21 menunjukkan bahwa motif berkorban mendekat memediasi hubungan antara komitmen dan kepatuhan seksual, di mana komitmen memengaruhi seseorang untuk berkorban dengan motif menjauh, dan motif mendekat membuat individu melakukan kepatuhan seksual.

The purpose of this study is to examine the role of approach motives of sacrifice as mediator in the relationship between commitment and sexual compliance on young adult women in a heterosexual relationship. The Investment Model Scale is used to measure the level of commitment Rusbult, Martz, Agnew, 1998. Approach motives of sacrifice was measured by Motives of Sacrifice Impett, Gable, Peplau, 2005 and for sexual compliance were measured using Sexual Compliance Scale developed by Impett and Peplau 2002.
The partisipant of this study were 235 women in a romantic relationship heterosexual , with a mean age M 22,22 SD 2,434. Analysis mediation conducted using PROCESS HAYES version 21 revealed that approach motive of sacrifice mediated the relationship between commitment and sexual compliance, in which commitment increases the tendency of using approach motive of sacrifice, which in turn increases sexual compliance.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Putri Hapshari
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kedekatan dengan alam dan kecerdasan emosional saling berhubungan dengan kebahagiaan. Hanya saja, belum ada penelitian lanjutan yang meneliti tentang bagaimana sesungguhnya hubungan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk melihat peran kecerdasan emosional sebagai variabel moderator dalam hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain korelasional yang melibatkan 228 responden dewasa muda. Hasil yang di dapat menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dapat memoderatori hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup pada dewasa muda. Secara spesifik penelitian ini membuktikan bahwa individu dengan tingkat kedekatan alam yang tinggi akan memiliki kebahagiaan hidup yang tinggi pula jika memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Previous research has shown that nature relatedness and emotional intelligence are both related with happiness. However, there has been no further research that examines how the relationship really is. Therefore, this study was conducted with the aim of looking at the role of emotional intelligence as a moderating variable in the relationship between nature relatedness and happiness. This research is a correlational research design involving 228 young adult respondents. The results shows that emotional intelligence can moderate the relationship between nature relatedness and happiness in young adults. Specifically this research proves that a person with a high level of natural relatedness will have a high happiness in life if they have a high level of emotional intelligence."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kiranti
"Konflik orangtua yang terjadi dipersepsikan oleh anak sebagai sesuatu yang mengancam bagi dirinya dan juga orangtuanya. Pengalaman dengan konflik orangtua dapat membentuk skema relasional yang maladaptif yang menyebabkan individu secara tidak proporsional lebih peka pada diskusi dan argumen yang negatif dan agresif, lebih mungkin mengharapkan permusuhan dan eskalasi konflik selama bertengkar dengan pasangan romantis, melakukan atribusi negatif terhadap tingkah laku pasangan, dan adanya distorsi kognitif yang membenarkan penggunaan tingkah laku agresif (Nelson, 2004). Kemudian, persepsi anak terhadap konflik orangtua juga mempengaruhi keyakinan dan ekspektasinya terkait dengan hubungan di masa depan, sehingga menurunkan self-efficacy in romantic relationship individu. Self-efficacy in romantic relationship ditemukan berhubungan dengan aspek – aspek yang termasuk ke dalam romantic competence (Fincham & Bradbury, 1987; Riggio et al., 2011, 2013; Weiser & Weigel, 2016). Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi self-efficacy in romantic relationship dalam hubungan antara persepsi anak terhadap konflik orangtua dengan romantic competence. Partisipan pada penelitian ini merupakan 162 laki-laki dan 262 perempuan dewasa awal yang sedang menjalani hubungan romantis dan tinggal bersama dengan kedua orangtua. Hasil analisis statistika regresi menunjukkan bahwa self-efficacy in romantic relationship memediasi secara parsial hubungan antara persepsi anak terhadap konflik orangtua dengan romantic competence dewasa awal (F(2,421) = 114,98, p = <0,01, LLCI= -0,228, ULCI= -0,117 R2 = 0,3533). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh persepsi anak terhadap konflik orangtua pada romantic competence dapat melalui self-efficacy in romantic relationship terlebih dahulu, namun kedua variabel dapat juga berhubungan secara langsung.

The interparental conflict was perceived by children as a threat for them and also parents. Experiences with interparental conflict have been found to shape a maladaptive relational scheme that leads people to be more disproportionately attended to negative and aggressive discussion or argument, more likely to expect hostility and escalation of conflict during a quarrel with a romantic partner, negative attribution toward partner’s behaviours, and cognitive distortion that justify the use of aggressive behaviour (Nelson, 2004). Also, children’s perception of interparental conflict impacts their belief and expectation about their own relationship in the future, so that reduce their self-efficacy in romantic relationship. Self-efficacy in romantic relationship has been proved related to the aspects included in romantic competence (e.g. Fincham & Bradbury, 1987; Riggio et al., 2011, 2013; Weiser & Weigel, 2016). Therefore, this research aims to see the mediating role of self-efficacy in romantic relationship within the association between children’s perception of interparental conflict and romantic competence. Participant of this study consist of 162 men and 262 women who are currently in a romantic relationship and living together with both parents. The result of this study indicates that self-efficacy in romantic relationship mediates partially the relationship between children’s perception of interparental conflict and romantic competence of emerging adulthood (F(2,421) = 114,98, p = <0,01, LLCI= -0,228, ULCI= -0,117. R2 = 0,3533). This result shows that children’s perception of interparental conflict can either affect romantic competence through self-efficacy in romantic relationship or directly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Khalil Ar Rahman
"Kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Indonesia menarik perhatian peneliti untuk meneliti mengenai prediktor dari kekerasan seksual. Beberapa literatur terdahulu mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku objektifikasi seksual dan sikap persetujuan seksual, serta antara perilaku kekerasan seksual dan sikap persetujuan seksual. Melihat adanya hubungan kedua variabel dengan sikap persetujuan seksual, peneliti menduga terdapat variabel yang dapat menjembatani hubungan di antara kedua variabel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sikap persetujuan seksual sebagai mediator dalam hubungan antara perilaku objektifikasi seksual dan perilaku kekerasan seksual. Partisipan pada penelitian ini adalah 372 laki-laki dewasa muda heteroseksual yang tinggal di Indonesia dan pernah atau sedang menjalin hubungan romantis. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan Aggressive Sexual Behavior Inventory milik Mosher dan Anderson (1986) untuk mengukur perilaku kekerasan seksual, Interpersonal Sexual Objectification Scale—Perpetration Version milik Gervais dkk. (2018) untuk mengukur perilaku objektifikasi seksual, dan Sexual Consent Attitude Scale milik Humphreys dan Herold (2007) untuk mengukur sikap persetujuan seksual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dimensi Commitment Reduces Asking for Consent dari sikap persetujuan seksual dapat memediasi hubungan positif antara perilaku objektifikasi seksual dan perilaku kekerasan seksual, namun dimensi Asking for Consent First is Important dari sikap persetujuan seksual tidak dapat memediasi hubungan.

Sexual violence cases that prevalently happened in Indonesia draw researcher’s interest to study sexual violence's predictor. Literature indicates that there is relationship between sexual objectification behavior and sexual consent attitude, also between sexual aggressive sexual behavior and sexual consent attitude. Thus, researcher argues there is a variable that might be able to mediate the relationship between those two variables. This research aims to see the mediation role of sexual consent attitude in the relationship between sexual objectification behavior and aggressive sexual behavior. Participant of this study is 372 heterosexual young adult male that lives in Indonesia and had been or currently involved in a romantic relationship. This research used Mosher and Anderson’s Aggressive Sexual Behavior Inventory (1986) to measure aggressive sexual behavior, Gervais et al.’s Interpersonal Sexual Objectification Scale—Perpetration Version (2018) to measure sexual objectification behavior, and Humphreys and Herold’s Sexual Consent Attitude Scale (2007) to measure sexual consent attitude. The result shows Commitment Reduces Asking for Consent dimension from sexual consent attitude is able to mediate the relationship between sexual objectification behavior and aggressive sexual behavior, meanwhile Asking for Consent First is Important dimension from sexual consent attitude is not able to mediate the relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asaelia Aleeza
"Prevalensi disordered eating symptoms atau gejala gangguan makan semakin meningkat dan terasosiasi dengan berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik termasuk berkembangnya gangguan makan. Salah satu faktor risiko gejala gangguan makan adalah trait anxietyTrait anxiety yang tinggi dapat memunculkan keinginan untuk menghindari kecemasan yang dialami. Perilaku penghindaran dari pengalaman sulit yang dilakukan terus menerus merupakan perilaku maladaptif yang dapat disebut sebagai infleksibilitas psikologis. Infleksibilitas psikologis ditemukan pada individu terlibat dalam perilaku makan maladaptif sebagai fungsi menghindari pengalaman sulit termasuk kecemasan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi hubungan antara trait anxiety dan gejala gangguan makan dengan peran infleksibilitas psikologis sebagai mediator. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain cross-sectional. Terdapat jumlah 150 wanita Indonesia yang berada pada rentang 18-29 tahun (M=22,9; SD=2,19). Partisipan mengisi tiga kuesioner, yakni Acceptance and Action Questionnaire-II, Tes Sikap Makan-13, dan State-Trait Anxiety Inventory-Trait untuk mengukur infleksibilitas psikologis, gejala gangguan makan, dan trait anxiety secara berurutan. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa infleksibilitas psikologis sebagai mediator antara trait anxiety dan gejala gangguan makan signikan [b = 0,108; 95%CI: (0,02 - 0,22)]. Hasil penelitian dapat membantu para klinisi dan edukator mengembangkan inisiasi preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang menargetkan infleksibilitas psikologis di dalam individu rentan terhadap perilaku gangguan makan.

Disordered eating symptoms (ED symptoms) is increasingly prevalent in Indonesia and is commonly related with negative impacts on mental and physical health. One of its risk factor is trait anxiety. An individual with high level of trait anxiety appraise situations as more threatening, leading to more frequent experiences of anxiety. This experience of anxiety may then lead to avoidance behaviours, in which avoiding difficult internal thoughts or emotions can be referred to psychological inflexibility. Psychological inflexibility is seen in individuals who engage in ED symptoms, as a maladaptive approach to reduce anxiety. This quantitative research uses a a cross-sectional design. A total sample of 150 Indonesian emerging adult women aged 18-29 years (M=22,9;SD=2,19) participated in this study. Participants were asked to fill three questionnaires: Acceptance and Action Questionnaire-II, Eating Attitudes Test-13, and State-Trait Anxiety Inventory-Trait to measure psychological inflexibility, disordered eating symptoms, and trait anxiety respectively. Mediation analysis showed that psychological inflexibility fully mediate the relationship between trait anxiety and disordered eating symptoms [b=0.108; 95%CI:(0.02-0.22)]. This result may inform clinicians and educators to involve psychological inflexibility in efforts of developing programs, interventions, or treatments for emerging adult women with high levels of anxiety or those engaged in ED symptoms.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>