Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Holong Mangasah
"Latar Belakang: Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan penyakit keganasan pada sel-sel prekursor limfoid yang sering terjadi anak-anak. Pengobatan terhadap LLA terdiri dari tiga fase, fase induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Terapi fase induksi merupakan tahap pemusnahan sel-sel kanker dan fase ini bertujuan untuk mencapai remisi. Obat yang digunakan dalam fase ini adalah obat kortikosteroid karena sifat sitotoksiknya. Obat kortikosteroid memiliki efek samping peningkatan lipogenesis yang dapat meningkatkan trigliserida plasma. Deksametason dan prednison saat ini sering dipakai dalam pengobatan fase induksi sebagai obat kortikosteroid pilihan. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai tingkat efek samping kedua obat diukur dari kadar trigliserida.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat peningkatan kadar trigliserida dari kedua obat.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Sampel yang diambil sebanyak 21 sampel dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
Hasil: Persebaran data dari kadar trigliserida yang diperoleh tidak normal. Perbandingan kadar trigliserida dari deksametason dan prednison disajikan dalam bentuk median yaitu 108 mg/dL untuk deksametason dan 146 mg/dL untuk prednison. Analisis dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dan menunjukkan hasil yang tidak bermakna.
Kesimpulan: Nilai median pada kadar trigliserida dari penggunaan deksametason dan prednison tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

Background: Acute lymphoblastic leukemia ALL is a malignant disease that affect lymphoid precursors cell and often happen in children. Therapy for ALL consists of three phases, induction phase, consolidation phase, and maintenance phase. During induction phase, malignant cells are destroyed and therefore, this phase is important to achieve remission. Corticosteroid drug is used in induction therapy because of its cytotoxic effect. Meanwhile, one of corticosteroids adverse effect is increasing lipogenesis which may elevate plasma triglycerides level. Dexamethasone and prednisone currently served as the drug of choice for induction phase. There has been no research comparing dexamethasone and prednisone in elevating plasma triglycerides level in ALL patients.
Objective: The purpose of this study is to know the level of elevated triglycerides after dexamethasone and prednisone usage in ALL patients
Method: The design of this study is cross sectional. This study uses 21 samples which are obtained from medical records in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo by consecutive sampling.
Results: The obtained data of triglycerides level shows an uneven distribution. Dexamethasone group has a median of 106 mg dL and prednisone group has a median of 146 mg dL. Comparison between both groups shows an insignificant result.
Conclusion: The difference in median value of dexamethasone group and prednisone group is not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Ardito
"Latar Belakang: Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang terjadi pada sel-sel prekursor limfoid yang sering terjadi pada anak-anak. Pengobatan LLA terdiri dari tiga fase, fase induksi, konsolidasi, dan maintenance. Terapi fase induksi merupakan tahap pembersihan sel-sel kanker dan fase ini mempunyai tujuan untuk mencapai masa remisi. Fase ini menggunakan obat kortikosteroid akibat sifat sitotoksik yang dimilikinya. Obat kortikosteroid memiliki salah satu efek samping berupa peningkatan kenaikan glukosa plasma yang dapat meningkatkan gula darah sewaktu. Deksametason dan prednison merupakan kortikosteroid yang digunakan dalam pengobatan fase induksi. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai tingkatan efek samping dari kedua obat yang diukur berdasarkan nilai glukosa plasma.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat peningkatan nilai gula darah sewaktu dari kedua obat.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Sampel yang digunakan sebanyak 57 sampel dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
Hasil: Persebaran data dari nilai glukosa plasma yang diperoleh tidak normal. Perbandingan nilai gula darah sewaktu dari deksametason dan prednison disajikan dalam bentuk median yaitu 107 mg/dL untuk prednison dan 98 mg/dL untuk deksametason. Analisis dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dan menunjukkan hasil yang tidak bermakna.
Kesimpulan: Nilai median pada nilai gula darah sewaktu dari penggunaan deksametason dan prednison tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

Background: Acute lymphoblastic leukemia (LLA) is a malignant disease occurs in lymphoid precursor cells which often occur in children. Treatment LLA consists of three phases, the induction, consolidation and maintenance phases. Phase therapy induction is the stage of cleansing cancer cells and this phase has a purpose to reach a period of remission. This phase uses corticosteroid drugs due to its properties cytotoxic it has. Corticosteroid drugs have one side effect in the form of an increase in plasma glucose which can increase blood sugar when. Dexamethasone and prednisone are the corticosteroids used in the treatment of the induction phase. Until now, there has been no research on the degree of side effects of both drugs measured by glucose values plasma.
Objective: The purpose of this study is to determine the level of improvement Current blood sugar values ​​of both drugs.
Method: This research uses design cross-sectional research. The sample used was 57 samples from the record Cipto Mangunkusumo Hospital. The sampling technique used is consecutive sampling.
Results: Data distribution of glucose values plasma obtained is not normal. Comparison of blood sugar values ​​when from dexamethasone and prednisone are presented in the median form of 107 mg / dL for prednisone and 98 mg / dL for dexamethasone. Analyzes were performed using Test Mann-Whitney and show results that are not meaningful.
Conclusion: Value median in blood sugar values ​​when using dexamethasone and prednisone did not show meaningful results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Obesitas adalah salah satu masalah kesehatan kronik yang dialami oleh sebagian besar survivor LLA. Deksametason digunakan dalam terapi LLA dan memiliki efek samping peningkatan berat badan sehingga diduga memiliki hubungan terdahap risiko obesitas pada anak dengan ALL yang mendapatkan terapi. Data penelitian diambil dari 149 subjek, 43 kasus dan 106 kontrol. Analisis Odds Ratio menunjukkan bahwa dosis kumulatif deksametason berhubungan dengan angka kejadian obesitas pada setiap kelompok dosis dengan nilai paling besar pada dosis 100-200 mg (OR = 4,961 CI = 1,812-13,536). Analisis multivariat menujukan bahwa stratifikasi risiko merupakan faktor risiko obesitas (OR = 7,839 CI = 2,559-24,009), sedangkan usia merupakan faktor protektif (OR = 0,041 CI = 0,008 0,220).

Obesity is one of chronic health conditions that affect a majority of ALL survivors. Corticosteroid is used in the treatment of ALL and has the side effect of weight gain. Hence, the usage of corticosteroid in the treatment of ALL is suspected to be the cause of obesity in ALL survivors. The study was done on 149 subjects, consisted of 43 cases and 106 controls. Odds ratio analysis shows correlation between high corticosteroid dose and obesity in all dose ranges with highest value at 100-200 mg range (OR = 4,961 CI = 1,812-13,536). Multivariate analysis shows that risk stratification is a risk factor for obesity (OR = 7,839 CI = 2,559-24,009) whereas age is protective for obesity (OR = 0,041 CI = 0,008-0,220).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraeni
"Latar belakang: Penderita leukemia limfoblastik akut (LLA) akan mengalami perubahan status oksidan dan antioksidan sejak awal diagnosis dan selama kemoterapi. Vitamin E merupakan antikarsinogenik kuat dan berperan besar mencegah kerusakan oksidatif pada struktur sel dan jaringan lewat reaksi pemecahan radikal bebas.
Tujuan: Mengetahui pengaruh vitamin E terhadap kadar oksidan, kadar enzim transaminase, dan insiden demam neutropenia pada LLA saat awal dan selesai kemoterapi fase induksi.
Metode: Uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan kelompok vitamin E dengan kelompok plasebo pada penderita LLA saat awal dan selesai kemoterapi fase induksi pada bulan Juni-November 2019 di poliklinik Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Kiara.
Hasil: Terdapat peningkatan kadar median MDA saat awal fase induksi dan terjadi penurunan MDA secara bermakna saat selesai fase induksi pada kelompok plasebo. Terdapat peningkatan median enzim transaminase (AST dan ALT) saat awal fase induksi dan terjadi penurunan delta median AST secara bermakna saat selesai fase induksi pada kelompok plasebo. Insiden demam neutropenia (episode) ditemukan hampir sama pada kelompok vitamin E dan kelompok plasebo.
Simpulan: Vitamin E tidak terbukti secara bermakna memperbaiki kadar MDA, enzim transaminase, dan insiden demam neutropenia pada penderita LLA fase induksi.

Background: Children undergoing treatment for acute lymphoblastic leukemia receive multiagent chemotherapy are associated with free radical production may affect the antioxidant status at diagnosis and during treatment. Vitamin E as an anticarcinogenenic agent play important role to prevent oxidative damage in cell by quenching free radicals.
Aim: To identify effects of vitamin E in oxidant level, serum levels of liver enzymes, and incidence of febrile neutropenia before and after induction phase chemotherapy of ALL.
Methods: A randomized double-blind controlled trial of vitamin E compared with placebo in ALL during induction phase chemotherapy between June-November 2019 at Hematology Oncology clinic, Department of Child Health, Faculty of Medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital, Kiara.
Results: The median of MDA level was increase at early induction phase and significantly decrease after induction phase in placebo group. The median of serum levels of liver enzymes (AST and ALT) were increase at early induction phase and the delta median of AST level was significantly decrease after induction phase in placebo group. Incidence of febrile neutropenia (episode) was not much different in vitamin E and placebo group.
Conclusions: Vitamin E not significantly can improve MDA level, serum levels of liver enzymes, and incidence of febrile neutropenia in induction phase of ALL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Jonathan Adhimulia
"Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan penyakit keganasan yang banyak terjadi pada anak-anak. Walaupun demikian, LLA memiliki prognosis yang baik jika ditangani dengan dini dan sesuai protokol yang ada. Cytarabine merupakan salah satu obat yang dipakai di dalam menangani LLA risiko tinggi pada fase reinduksi. Salah satu efek samping cytarabine adalah terjadinya kerusakan jaringan hati yang akan menghambat terapi LLA. Hingga saat ini, belum ada penyesuaian dosis pemberian cytarabine kepada anak dengan usia yang lebih muda dimana kerusakan jaringan hati lebih rentan kepada anak dengan usia muda.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai enzim transaminase pada kelompok usia yang berbeda.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada 58 pasien yang sesuai kriteria. Data didapatkan dari rekam medis RS Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM.
Hasil: Data ALT dan AST pada kelompok usia yang berbeda menunjukan persebaran yang tidak normal dengan nilai median AST 46.5?/L dan ALT 48.5?/L. Perbandingan median dua kelompok dilakukan dengan uji Mann Whitney menunjukan hasil yang tidak signifikan AST p=0.374; ALT p=0.773 . Pada kelompok usia 1-12 tahun, jumlah subjek dengan peningkatan ALT dan AST diatas dua kali batas atas normal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia 13-18 tahun.
Kesimpulan: Perbedaan median antara kelompok usia 1-12 tahun dan 13-18 tahun pada pengukuran ALT dan AST tidak menunjukan kebermaknaan secara statistik maupun secara klinis.

Acute lymphoblastic leukemia ALL in a malignant disease which often occurs in children. Different from the other malignancy, ALL has a good prognosis if treated properly. Cytarabine is one of the medication that is recommended for treating high risk ALL in the reinduction phase. Despite the effectiveness of the drug, the adverse effect of cytarabine can cause liver damage that will disrupt the therapy protocol. Until now, there are no protocol that apply dose reduction in cytarabine treatment for young childrent despite the higher risk of developing liver disease.
Objective: This study aims to establish the difference of aminotransferase level in different pediatric age group.
Method: The design of the study is cross sectional with consecutive sampling in 58 patient that match the criteria. Data is obtained from Cipto Mangunkusumo national hospital medical record and laboratory results from Cipto Mangunkusumo department of clinical pathology.
Results: The AST and ALT level from both groups shows an uneven distribution with median of 46.5 and 48.5. Comparison of median from those groups is using Mann Whitney test that shows non significant results. The pediatric group of 1 12 years old has more subject with AST and ALT level rise more than two times upper normal limit.
Conclusion: The median between pediatric group aged 1 12 and 13 18 does no have a significant difference both stylistically and clinically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevanus Samudra
"Leukemia Limfoblastik Akut LLA merupakan penyakit keganasan sel darah yang ditandai dengan akumulasi sellimfoblas dan sering terjadi pada anak-anak.. Pemberian cytarabine dapat secara klinis mengeradikasi sisa-sisa selkeganasan, namun memiliki efek samping salah satunya dapat merusak jaringan ginjal. Sampai saat ini, protokolbelum memiliki pedoman tentang penyesuaian dosis rejimen cytarabine kepada berbagai kelompok usia anak.Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan nilai kreatinin darah di kelompok usia yang berbeda. Desainpenelitian adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada 50 pasien yang sesuai dengan kriteria. Datadidapatkan dari Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM berdasarkan rekam medis yang didapatkan dariRS Ciptomangun Kusumo. Data nilai kreatinin pada kelompok usia yang berbeda memperlihatkan persebaranyang tidak normal dengan nilai median kreatinin darah 0.4mg/dL p=0.00. Perbandingan median kedua kelompokdilakukan dengan uji Mann ndash; Whitney dan menunjukkan hasil signifikan dengan nilai median kelompok usia 1-12 tahun sebesar 0.3mg/dL dan kelompok usia 13-18 tahun sebesar 0.5mg/dL dengan selisih nilai median0.2mg/dL p=0.001. Terjadi peningkatan nilai kreatinin lebih banyak pada subjek kelompok usia 13-18 tahun 23.5 dibandingkan dengan kelompok usia 1-12 tahun 6.1. Perbedaan median nilai kreatinin darah antarakelompok usia 1-12 tahun dan 13-18 tahun tidak menunjukan peningkatan melebihi batas ambang, namunbermakna secara statistik.

Acute Lymphoblastic Leukemia ALL is a blood neoplastic disease which characterized by accumulation oflymphoblastic cells and occurs frequently in children. The medication protocol has many regiments withCytarabine among all of the drugs which being used for the reinduction phase therapy. It has some adverse effectslike damaging kidneys by certain mechanisms. This study aims to see the difference of the level of serum creatininein different pediatric age groups. This study is using cross sectional as the design of the study with 50 samplesaccording to the criteria using consecutive sampling technique. Datas gathered from Laboratory of ClinicalPathology Department according to medical record from Cipto Mangunkusumo National Hospital. The serumcreatinine level from both pediatric age groups shows an uneven distribution with 0.4mg dL p 0.00 as the medianof the serum creatinine level from both groups. The comparison of both median tested by Mann Whitney methodand shows a significant result with 0.3mg dL as the median of pediatric aged 1 12 group and 0.5mg dL as themedian of pediatric aged 13 18 group with 0.2mg dL as the difference between both median p 0.001. Pediatricaged 13 18 group shows more subject with increased serum creatinine level 23.5 than the pediatric aged 1 12group 6.1. The median difference of serum creatinine level between pediatric group aged 1 12 and 13 18 showsan increasing serum creatinine value below the cut off but statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dina Maritha
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Angka kesembuhan yang besar terjadi akibat terapi kanker saat ini, namun respon toksik yang terkait dan pembentukan radikal bebas meningkatkan angka kematian akibat pengobatan daripada kematian akibat penyakitnya itu sendiri. Komplikasi kemoterapi meningkatkan rasa ingin tahu dokter untuk mempelajari penggunaan antioksidan sebagai pengobatan tambahan pada kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran N-asetilsistein ​​(NAS) sebagai terapi antioksidan pada anak-anak dengan LLA SR (standard risk) selama fase induksi kemoterapi, dan kemungkinan peran mereka dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi hati terkait dengan penggunaan agen kemoterapi. Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal NAS dibandingkan dengan plasebo yang dilakukan pada pasien anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada 11 pasien anak-anak usia mereka berkisar antara 2 dan 10 tahun dengan LLA SR yang menjalani kemoterapi fase induksi dan memenuhi kriteria inklusi. Pasien secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok, NAS atau kelompok plasebo. Mereka dievaluasi secara klinis untuk terjadinya komplikasi dan sampel darah dikumpulkan sebagai parameter laboratorium (plasma malondialdehid (MDA), enzim transaminase, dan bilirubin). Sebanyak 11 subjek dilakukan analisis yang terdiri dari 6 pada kelompok n-asetilsistein dan 5 pada kelompok plasebo. Karakteristik subjek didominasi oleh anak laki-laki dengan status gizi kurang. Kadar rerata MDA cenderung mengalami penurunan, sebanyak tiga subjek dari enam subjek pada kelompok perlakuan dan tiga subjek dari lima subjek pada kelompok plasebo. Insidens peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 25%. Tidak terjadi kejadian kolestasis pada subjek penelitian. Pengobatan NAS ​​berdasarkan dosis antioksidan cenderung menurunkan kadar MDA, dan mencegah peningkatan enzim transaminase, dan bilirubin.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most commonly malignancy in children. Cancer therapies have experienced great success nowadays, yet the associated toxic response and free radicals formation have resulted in significant number of treatment-induced deaths rather than disease-induced fatalities. Complications of chemotherapy increases physicians curiosity to study antioxidant use as adjunctive treatment in cancer. This study aims to evaluate the role of N-acetylcysteine (NAC) as antioxidant therapy in children with ALL during the induction phases of chemotherapy, and their possible role in prevention and control of hepatic complications associated with the use of chemotherapic agents. A randomized single-blind clinical trial of NAC in comparison with placebo conducted in hematology and oncology pediatric patient of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study was performed in 11 pediatric patients with ALL with their ages ranging between 2 and 10 years, undergoing induction phase chemotherapy that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Patient were randomly allocated into of two groups, NAC or placebo group. They were evaluated clinically for the occurance of complications and blood samples were collected as the laboratory parameters (plasma malondyaldehide (MDA), transaminase enzyme, and bilirubin). A total 11 participants were included in analysis consisted of 6 in n-acetylcysteine group and 5 in placebo group. Characteristics of subject were predominated by boys and moderate malnourished. Mean MDA levels tended to decrease, as many as three subjects from six subjects in the NAC group and three subjects from five subjects in the placebo group. Incidence of increased levels of the transaminase enzyme by 25%. There was no cholestasis events in the study subjects. NAS treatment based on antioxidant doses tends to reduce MDA levels, and prevent the increase in the transaminase enzyme and bilirubin."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dina Maritha
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Angka kesembuhan yang besar terjadi akibat terapi kanker saat ini, namun respon toksik yang terkait dan pembentukan radikal bebas meningkatkan angka kematian akibat pengobatan daripada kematian akibat penyakitnya itu sendiri. Komplikasi kemoterapi meningkatkan rasa ingin tahu dokter untuk mempelajari penggunaan antioksidan sebagai pengobatan tambahan pada kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran N-asetilsistein ​​(NAS) sebagai terapi antioksidan pada anak-anak dengan LLA SR (standard risk) selama fase induksi kemoterapi, dan kemungkinan peran mereka dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi hati terkait dengan penggunaan agen kemoterapi. Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal NAS dibandingkan dengan plasebo yang dilakukan pada pasien anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada 11 pasien anak-anak usia mereka berkisar antara 2 dan 10 tahun dengan LLA SR yang menjalani kemoterapi fase induksi dan memenuhi kriteria inklusi. Pasien secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok, NAS atau kelompok plasebo. Mereka dievaluasi secara klinis untuk terjadinya komplikasi dan sampel darah dikumpulkan sebagai parameter laboratorium (plasma malondialdehid (MDA), enzim transaminase, dan bilirubin). Sebanyak 11 subjek dilakukan analisis yang terdiri dari 6 pada kelompok n-asetilsistein dan 5 pada kelompok plasebo. Karakteristik subjek didominasi oleh anak laki-laki dengan status gizi kurang. Kadar rerata MDA cenderung mengalami penurunan, sebanyak tiga subjek dari enam subjek pada kelompok perlakuan dan tiga subjek dari lima subjek pada kelompok plasebo. Insidens peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 25%. Tidak terjadi kejadian kolestasis pada subjek penelitian. Pengobatan NAS ​​berdasarkan dosis antioksidan cenderung menurunkan kadar MDA, dan mencegah peningkatan enzim transaminase, dan bilirubin.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most commonly malignancy in children. Cancer therapies have experienced great success nowadays, yet the associated toxic response and free radicals formation have resulted in significant number of treatment-induced deaths rather than disease-induced fatalities. Complications of chemotherapy increases physicians curiosity to study antioxidant use as adjunctive treatment in cancer. This study aims to evaluate the role of N-acetylcysteine (NAC) as antioxidant therapy in children with ALL during the induction phases of chemotherapy, and their possible role in prevention and control of hepatic complications associated with the use of chemotherapic agents. A randomized single-blind clinical trial of NAC in comparison with placebo conducted in hematology and oncology pediatric patient of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study was performed in 11 pediatric patients with ALL with their ages ranging between 2 and 10 years, undergoing induction phase chemotherapy that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Patient were randomly allocated into of two groups, NAC or placebo group. They were evaluated clinically for the occurance of complications and blood samples were collected as the laboratory parameters (plasma malondyaldehide (MDA), transaminase enzyme, and bilirubin). A total 11 participants were included in analysis consisted of 6 in n-acetylcysteine group and 5 in placebo group. Characteristics of subject were predominated by boys and moderate malnourished. Mean MDA levels tended to decrease, as many as three subjects from six subjects in the NAC group and three subjects from five subjects in the placebo group. Incidence of increased levels of the transaminase enzyme by 25%. There was no cholestasis events in the study subjects. NAS treatment based on antioxidant doses tends to reduce MDA levels, and prevent the increase in the transaminase enzyme and bilirubin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Widyapuri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Glukokortikoid berperan penting dalam pengobatan leukemia limfoblastik akut (LLA), namun dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HHA). Penekanan aksis HHA menyebabkan respons kortisol terhadap stres berkurang sehingga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas LLA pada anak.
Tujuan: Mengetahui fungsi kelenjar adrenal pada anak dengan LLA setelah kemoterapi fase induksi dengan glukokortikoid dosis tinggi.
Metode: Penelitian bersifat before and after dengan menilai fungsi kelenjar adrenal pada pasien LLA baru sebelum kemoterapi fase induksi yang mendapatkan prednison atau deksametason oral selama 6 minggu dan setelah tapering off glukokortikoid selama 1 minggu. Sebanyak 20 subjek dari 4 rumah sakit di Jakarta direkrut dan dianalisis. Penilaian fungsi kelenjar adrenal dilakukan dengan uji stimulasi ACTH dosis standar (250 μg).
Hasil: Dari 20 subjek, terdapat 14 subjek yang mengalami insufisiensi adrenal pasca-kemoterapi fase induksi berdasarkan kriteria peningkatan kortisol pasca-uji <18 μg/dL. Nilai median kadar kortisol pra-uji dan pasca-uji sebelum kemoterapi berturut-turut adalah 14,72 μg/dL (2,01 – 46,1 μg/dL) dan 29,29 μg/dL (21,65 – 55,15 μg/dL), dan kadar kortisol pra-uji dan pasca-uji sesudah kemoterapi berturut-turut adalah 5,87 μg/dL (0,2 – 20,53 μg/dL) dan 10,49 μg/dL (0,33 – 28,69 μg/dL). Gejala klinis tidak berbeda bermakna antara subjek yang mengalami insufisiensi adrenal dengan yang mereka tidak mengalami insufisiensi adrenal.
Simpulan: Sebanyak 14 dari 20 subjek mengalami insufisiensi adrenal setelah mendapatkan glukokortikoid dosis tinggi selama kemoterapi fase induksi walaupun telah tapering off selama 1 minggu. Tidak ada gejala klinis yang spesifik ditemukan berkaitan dengan insufisiensi adrenal.

ABSTRACT
Background: Glucocorticoids play an important role in the treatment of acute lymphoblastic leukemia (ALL), but can cause side effects such as suppression of the hypothalamic-pituitary-adrenal (HHA) axis. Suppression of the HHA axis causes adrenal insufficiency and disturb cortisol response to stress and may be a cause of morbidity and mortality in children ALL.
Objective: To evaluate adrenal function in children with ALL after induction chemotherapy with high dose glucocorticoids.
Methods: Twenty children with ALL were evaluated using standard dose (250 μg) adrenocorticotropin hormone (ACTH) test before and after their treatment with prednisone or dexamethasone for 6 weeks of induction phase followed by 1 week tapering off.
Results: Adrenal insufficiency was found in 14 of 20 subjects after induction phase followed by 1-week tapering off based on cortisol post-stimulation <18 μg/dL. The median of cortisol pre- and post-stimulation before induction phase are 14,72 μg/dL (2,01 – 46,1 μg/dL) and 29,29 μg/dL (21,65 – 55,15 μg/dL), dan cortisol pre- and post-stimulation after induction phase are 5,87 μg/dL (0,2 – 20,53 μg/dL) dan 10,49 μg/dL (0,33 – 28,69 μg/dL). Clinical signs and symptoms did not differ between those who had adrenal insufficiency with those who did not have adrenal insufficiency.
Conclusions: Fourteen out of 20 children with ALL developed adrenal insufficiency after a 6-week induction therapy with glucocorticoids and 1-week tapering off. No specific clinical signs and symptoms were related to adrenal insufficiency."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Pradipta Rani
"Latar belakang: Anak yang menderita Leukemia Limfoblastik Akut LLA menunjukkan peningkatan sistem imun pada akhir perawatan kemoterapi. sIgA merupakan hasil dari sistem imun yang ada pada saliva.
Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar sIgA saliva antara anak LLA fase pemeliharaan dengan gingivitis dan anak sehat dengan gingivitis.
Metode Penelitian: Saliva diambil dari anak LLA dan anak sehat. selanjutnya kadar sIgA saliva diukur dengan metode ELISA.
Hasil: Signifikansi Mann-Whitney menunjukkan besar 0.157 p>0.05 .
Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar sIgA saliva antara anak LLA fase pemeliharaan dengan gingivitis dan anak sehat dengan gingivitis, namun tidak signifikan.

Background: Acute Lymphoblastic Leukemia ALL children shows an increasing of immune system in the late phase of chemotherapy. sIgA is a product of immune system in saliva.
Aim: To analyze salivary sIgA difference between ALL children in maintenance phase and healthy children with gingivitis.
Method: Saliva was collected from ALL and healthy children. The salivary sIgA level was then measured with ELISA method.
Results: Mann Whitney significance shows the number 0.157 p 0.05 .
Conclusion There is a difference in salivary sIgA levels among ALL children in the maintenance phase and healthy children with gingivitis, but the difference is not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>