Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219840 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Risesa Djufri
"Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan derajat hidronefrosis dan leukosit urin dengan kejadian komplikasi demam dan retropulsi pada pasien batu non-opaque yang menjalani URS. Penelitian ini bersifat prospektif, deskriptif analitik di RSUD dr. Fauziah Bireun Aceh selama Oktober-Desember 2016. Terdapat 42 pasien dengan didominasi laki-laki 73,8 , rata-rata berusia 47 tahun, 61,9 dengan batu di ureter proksimal, dan 76,2 diantaranya mengalami hidronefrosis sedang serta 28,5 mengalami leukosit urin ge;15/LPB. Komplikasi demam terjadi pada 11,9 pasien dan retropulsi batu sebanyak 7,1 . Derajat hidronefrosis dan leukosit urin merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya demam paska operasi. Kadar leukosit urin tidak mempengaruhi kejadian retropulsi.

The purpose of this research is to know the relationship between degree of hydronephrosis, urinary leukocytes with incidence of fever and retropulsion as complication of non opaque stone patients underwent URS. This was prospective, analytical descriptive research in dr.Fauziah Bireun Hospital Aceh during October December 2016. From 42 patients, 73.8 were male with mean age 47y.o, 61.9 had proximal ureter stone, 76.2 had moderate hydronephrosis, 28.5 had urinary leucocytes ge 15 HPF. Fever occurred in 11.9 and retropulsion in 7.1 patients. Degree of hydronephrosis and urine leukocyte affect the incidence of post operative fever significantly. Urine leukocyte levels do not affect the incidence of retropulsion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Risesa Djufri
"Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan derajat hidronefrosis dan leukosit urin dengan kejadian komplikasi demam dan retropulsi pada pasien batu non-opaque yang menjalani URS. Penelitian ini bersifat prospektif, deskriptif analitik di RSUD dr. Fauziah Bireun Aceh selama Oktober-Desember 2016. Terdapat 42 pasien dengan didominasi laki-laki 73,8 , rata-rata berusia 47 tahun, 61,9 dengan batu di ureter proksimal, dan 76,2 diantaranya mengalami hidronefrosis sedang serta 28,5 mengalami leukosit urin ge;15/LPB. Komplikasi demam terjadi pada 11,9 pasien dan retropulsi batu sebanyak 7,1 . Derajat hidronefrosis dan leukosit urin merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya demam paska operasi. Kadar leukosit urin tidak mempengaruhi kejadian retropulsi.

The purpose of this research is to know the relationship between degree of hydronephrosis, urinary leukocytes with incidence of fever and retropulsion as complication of non opaque stone patients underwent URS. This was prospective, analytical descriptive research in dr.Fauziah Bireun Hospital Aceh during October December 2016. From 42 patients, 73.8 were male with mean age 47y.o, 61.9 had proximal ureter stone, 76.2 had moderate hydronephrosis, 28.5 had urinary leucocytes ge 15 HPF. Fever occurred in 11.9 and retropulsion in 7.1 patients. Degree of hydronephrosis and urine leukocyte affect the incidence of post operative fever significantly. Urine leukocyte levels do not affect the incidence of retropulsion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Baskoro
"Hidronefrosis adalah perubahan anatomis ginjal berupa dilatasi pada bagian pelvikokaliks ginjal akibat penumpukan urin. Faktor penyebab hidronefrosis salah satunya adalah obstruksi saluran ureter oleh batu saluran kemih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ukuran batu ureter dengan derajat hidronefrosis pada pasien batu ureter unilateral. Analisis dilakukan pada 520 data rekam medik Departemen Urologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo tahun 2009-2011. Data ukuran batu dibagi sesuai diameter, yaitu ukuran batu ureter 1 = <5mm, 2= 5-<10mm, dan 3= ≥10mm, dan derajat hidronefrosis berdasarkan pelebaran pelvikokaliks ginjal (rendah dan tinggi) yang dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan ukuran batu ureter 2, paling banyak terjadi pada derajat hidronefrosis ringan. Juga pada hidronefrosis derajat berat paling banyak terjadi pada pasien dengan batu ureter ukuran 2. Sedangkan pasien dengan batu ureter ukuran 1 memiliki angka kejadian hidronefrosis paling kecil (p=0.000). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ukuran batu ureter terhadap derajat hidronefrosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hotasi, Stevano Lucianto
"Pendahuluan dan tujuan: Batu saluran kemih atau urolitiasis merupakan salah satu masalah yang dianggap sebagai masalah kesehatan yang umum ditemui. Beberapa faktor risiko penyebab terbentuknya batu di saluran kemih, salah satunya adalah pH dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, pH urin, dan kejadian batu saluran kemih di RSUD Kardinah Tegal.
Metode: Ini adalah studi potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien usia dewasa (18 tahun) penderita urolitiasis di RSUD Kardinah Tegal yang belum pernah menjalani pengobatan urolitiasis sebelumnya. Total ada 235 subjek yang terbagi menjadi 120 subjek kelompok kasus dan 115 subjek kelompok kontrol. Untuk menilai hubungan antara setiap kategori usia dan pH urin, kami menggunakan uji Chi-square. Kami selanjutnya melakukan analisis multivariat menggunakan metode regresi logistik.
Hasil: Perbedaan rata-rata usia antara kelompok urolitiasis dan kelompok non-urolitiasis ditemukan signifikan (p < 0,001) dengan MD dari 7,81 (4.26-11.37). Perbedaan kejadian batu menurut pH urin pada kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p = 0,266). Insiden batu ditemukan tertinggi pada kelompok usia 50-59 tahun pada pH urin asam. Namun, tidak ada kelompok usia dan pH urin yang dikaitkan dengan kejadian batu. Lebih lanjut, kami juga mengamati bahwa dengan peningkatan pH urin, kemungkinan terjadinya batu kemih akan menjadi 0,689 kali lebih mungkin terjadi (p = 0,018).
Kesimpulan: Ada perbedaan usia yang bermakna antara kelompok urolitiasis dan non urolitiasis. Tidak ada kelompok usia dan pH urin yang ditemukan terkait dengan kejadian batu, namun peningkatan usia dan pH urin meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih.
.....Introduction and objectives: Urinary stones or urolithiasis is one issue that is considered as a health problem in life. Some risk factors lead to stone formation in the urinary tract, one of which is pH and age. This study aim to determine the association between age, urine pH, and urinary stones incidence in Kardinah Tegal General Hospital.
Methods: This was a cross-sectional study. Populations for this study were all adult patients (≥18 years old) with urolithiasis in Kardinah Tegal General Hospital who never received any previous treatment for urolithiasis. In total there were 235 subjects, divided into 120 subjects in case group and 115 subjects in control group. To assess association between each age category and urinary pH, we used Chi-square test. We further performed multivariate analysis using logistic regression method.
Results: Mean difference of age between urolithiasis group and non-urolithiasis group was found to be significant (p<0.001) with MD of 7.81 (4.26-11.37). Differences in stone incidence according to urinary pH in both groups were not statistically significant (p=0.266). Stone incidence was found to be highest in age group of 50-59 years old in acidic urinary pH. However, no age group and urinary pH were associated with stone incidence. Furthermore, we also observed that with the increase of urinary pH, the odds of urinary stones occurrence would be 0.689 times more likely to happen (p=0.018).
Conclusion: There was significant difference of age between urolithiasis and non-urolithiasis group. No age group and urinary pH were found associated with stone incidence, however the increase of age and urinary pH, increase the odds of developing urinary stones."
2021
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Toreh, Christof
"ESWL telah berkembang menjadi pilihan pertama untuk terapi batu pielum ginjal dan kaliks superior atau media dengan ukuran le; 20 mm, dan pada batu ureter proksimal dengan ukuran < 10 mm. Meskipun begitu, terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengguanaan ESWL, dimana salah satu parameter pentingnya adalah frekuensi gelombang kejut permenit. Peneilitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan pendekatan metoda cross-sectional. Sampel untuk diambil dengan total sampling, yaitu seluruh pasien yang dilakukan tindakan ESWL pada 1 Januari 2012- 31 Desember 2014 yang tidak memiliki batu multiple, tidak ada batu radiolsen, tidak ada kelainan anatomi traktus urinarius, dan usia diatas 17 tahun. Pasien dilakukan tindakan ESWL dengan menggunakan kombinasi gelombang kejut 60 gk.menit dan 120 gk/menit. Dari total 60 pasien, rata-rata usia adalah 45.61 14.54 tahun. Sebanyak 30 pasien 50 menderita batu ginjal non-kalik inferior, 26 pasien 43.4 menderita batu kalik inferior, dan 4 pasien 6.7 menderita batu ureter. Dari 60 pasien, 52 pasien 86.7 menderita batu dengan ukuran 10 ndash; 20 mm, empat pasien 6.7 dengan ukuran < 10 mm, dan empat pasien 6.7 dengan ukuran > 20 mm. Kejadian bebas batu 2 minggu post ESWL terjadi pada 46 pasien 76.7 , lalu 15 orang 25 mengeluhkan nyeri intensitas ringan VAS 1-3 , 5 orang 8.3 intensitas sedang 8.3 , dan 40 orang bebas nyeri 66.7 . Penggunaan DJ stent terjadi pada 7 pasien 11.7 dan hematuria terjadi pada 1 pasien 1.7 . Penelitian ini menunjukkan bahwa tata laksana batu saluran kemih menggunakan ESWL dengan kombinasi 60 gelombang kejut/menit dan 120 gelombang kejut/menit memiliki tingkat kejadian bebas batu yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian serupa dengan menggunakan satu frekuensi gelombang kejut saja.

ESWL has emerged as the main treatment option for kidney stone located in pyelum and superior calyces or middle calyses with size of le 20 mm, and in proximal ureter stone with size of 17 years old. Pasien underwent ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minute. From total 60 patients, the mean age was 45.61 14.54 years old. 30 patients 50 diagnosed with non inferior calyces stone, 26 patients 43.4 with inferior calyses stone, and 4 patients 6.7 have ureteral stones. From 60 patients, 52 86.7 patients had stone with size of 10 20 mm, 4 6.7 patients had stone sized 10 mm. Stone free after 2 weeks happened in 46 patients 76.7 . 15 patients complained low intensity pain, 5 patients 8.3 complained mid intensity pain, and 40 patients 66.7 were pain free. The use of DJ stent happened in 7 patients 11.7 . This study showed that ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minutes have a higher stone free rate and lower complication compared with single shockwave prcedure"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Rizky Teguh Ryanto
"Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non-invasif yang menjadi tatalaksana lini pertama batu ureter. Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL, diantaranya lokasi batu dan ukuran batu ureter. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara lokasi batu dan ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien batu ureter. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 106 data rekam medis pasien laki-laki tahun 2009-2011 dengan batu ureter unilateral yang sudah dilakukan ESWL. Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori ukuran batu (diameter <10 mm atau ≥10 mm) dan lokasi batu (proksimal atau distal ureter), lalu dihitung persentase keberhasilan ESWL dan dianalisis dengan uji regresi logistik untuk melihat kemaknaannya.
Didapatkan bahwa sampel memiliki rentang usia 27-74 tahun (mean 43,5 tahun). Persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ukuran <10 mm (92,4%) dibanding batu ukuran ≥10 mm (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). Didapatkan juga persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ureter proksimal (92,2%) dibandingkan ureter distal (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dengan tingkat keberhasilan ESWL tetapi tidak terdapat hubungan lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) is a non-invasive, first-line treatment for ureteral stone. There are multiple factors thought to be influencing its success rate, including stone location and size in the ureter. This study's objective was to prove the relationship between stone location and size with ESWL success rate in male unilateral ureteral stone patients. This study was done at Urology Departement Cipto Mangunkusumo Hospital. 106 patients met the inclusion criteria. The collected data were then grouped according to their categorizations for stone size (<10 mm or ≥10 mm) or location (proximal or distal), then their ESWL successs percentage were counted and analyzed using regression logistic test.
It was found that from samples with age ranging from 27-74 years old (mean 43,5 years old), the ESWL success rate in <10 mm stone size patients was higher (92,4%) than in ≥10 mm size (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). It was also found that ESWL success rate in proximal stones is higher (92,2%) than in distal stones (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). In conclusion, there was a relationship only between ureteral stone size with ESWL success rate in ureteral stone patients, but there was no relationship ureteral stone location and ESWL success rate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakti Oktaria Batubara
"CAPD merupakan suatu tehnik dialisis dengan menggunakan membran peritoneum sebagai membran dialisis yang memisahkan dialisat dalam rongga peritoneum dan plasma darah dalam pembuluh darah peritoneum. Berbagai komplikasi dapat timbul pada penanganan CAPD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko terjadinya komplikasi CAPD.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 130 pasien CAPD di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang dipilih dengan cara purposive sampling.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap prosedur standar ( p = 0,019) dan higienitas saat penggantian cairan dialisat (p = 0,013) memiliki hubungan yang bermakna dengan komplikasi CAPD. Pasien dengan higienitas kurang baik saat mengganti cairan dialisat berisiko untuk mengalami komplikasi CAPD 3,82 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang higienitasnya baik setelah dikontrol oleh variabel kepatuhan terhadap prosedur standar CAPD.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan evaluasi berkala terhadap kemampuan perawatan CAPD dirumah.

CAPD is a dialysis technique using peritoneal membran as a dialysis membrane that separate the dialysate in the peritoneal cavity and blood plasma in the blood peritonium vessels. This study aimed to identify the risk factors of complications on CAPD.
The study used a descriptive design with cross sectional analytic. The population in this study was 130 CAPD patients in hospitals RSUD Dr. Moewardi Surakarda and RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, selected by using purposive sampling.
The results of the study indicated that adherence to standard procedures (p = 0.019) and hygiene during the dialysate fluid replacement (p = 0.013) had a significant association with complications of CAPD. The patients with poor hygiene during dialysat replacement had a risk for experiencing complication of CAPD at about 3.82 times greater than patients who had good hygiene when controlled by variable of adherence to standard procedures CAPD.
The recommendation of this study was the necessity of conducting periodic evaluation of the patient?s ability of CAPD treatment at home.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Sari Purbandini
"ABSTRAK
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pilihan terapi demam tifoid yang bisa digunakan antara lain adalah antibiotik seftriakson, siprofloksasin, dan sefoperazon. Evaluasi penggunaan obat tersebut tidak hanya dilihat secara klinis, tapi juga secara farmakoekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas-biaya seftriakson dan non-seftriakson dalam pengobatan demam tifoid. Metode penelitian ini menggunakan metode analisis efektivitas-biaya AEB . Data diambil secara retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan melihat catatan rekam medik dan sistem informasi rumah sakit. Pasien yang menjadi sampel penelitian adalah pasien murni demam tifoid dan menggunakan antibiotik seftriakson atau non-seftriakson pada tahun 2016 di RSUD Cengkareng. Sampel yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 15 pasien, yaitu 10 pasien kelompok seftriakson dan 5 pasien kelompok non-seftriakson. Efektivitas pengobatan diukur dalam efektivitas persentase pasien dengan lama hari rawat kurang dari sama dengan 5 hari . Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat, biaya alat kesehatan, biaya obat lain, biaya cek laboratorium, biaya tindakan, biaya jasa dokter, serta biaya kamar rawat. Berdasarkan hasil penelitian, efektivitas seftriakson 66,67 lebih besar dibandingkan efektivitas non-seftriakson 33,33 . Total biaya pengobatan seftriakson lebih rendah Rp 1.929.355,00 dibandingkan non-seftriakson Rp 2.787.003,00 . Nilai rasio efektivitas-biaya REB seftriakson lebih rendah Rp 28.938,88/ efektivitas dibandingkan non-seftriakson Rp 83.618,45/ efektivitas . Hasil akhir menunjukkan bahwa seftriakson lebih cost-effective dibandingkan non-seftriakson.

ABSTRAK
Typhoid fever is caused by bacterial infection Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. Typhoid fever treatment which can be used such as ceftriaxone, ciprofloxacin, and cefoperazone. The evaluation of drugs not only seen by clinical aspect but also from economic aspect. The study aimed to evaluate the cost effectiveness of ceftriaxone and non ceftriaxone for typhoid fever patients. Cost effectiveness analysis CEA was chosen to be the method of this study. Data were taken retrospectively and sampling was done using total sampling based on medical records and hospital information systems. Patients who become the samples are patients diagnosed typhoid fever only and use ceftriaxone or non ceftriaxone as the antibiotics. The number of samples were 15 patients, which included 10 patients used ceftriaxone and 5 patients used non ceftriaxone. The effectiveness is measured by effectiveness percentage of LOS less than or equal to 5 days . The cost is median of total cost, summed from the cost of drug, other drugs, medical devices, laboratory tests, physician, healthcare services, and hospitalization. Based on result study, the effectiveness of ceftriaxone 66.67 is greater than non ceftriaxone 33.33 . Total cost of ceftriaxone Rp 1,929,355.00 is less expensive than non ceftriaxone Rp 2,787,003.00 . Average cost effectiveness ratio ACER of ceftriaxone Rp 28,938.88 effectiveness is lower than non ceftriaxone Rp 83,618.45 effectiveness . The final result showed that ceftriaxone is more cost effective than non ceftriaxone. "
2017
S69258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindarsih Notowidjojo
"Riskesdas 2007 dan 2013 menyebutkan penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun mengonsumsi garam harian cukup tinggi. Riskesdas 2013 dan 2018. menunjukkan prevalensi hipertensi meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%. Indonesia merupakan salah satu penghasil rumput laut merah, Euchema cottonii terbesar di dunia, tapi belum ada penelitian potensi rumput laut ini sebagai pengganti garam. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek mengganti garam biasa dengan garam rumput laut Euchema cottonii dengan kandungan Na lebih rendah dari garam biasa dalam usaha menurunkan tekanan darah pada subyek hipertensi esensial derajat 1. Tahap pertama penelitian ini adalah pembuatan garam rumput laut (GRL) yang aman dan memiliki rasa asin garam biasa (GB), dilakukan di unit produksi makanan di rumah sakit, dari Desember 2016 sampai Maret 2017.
Hasil uji sensori oleh 9 panelis digunakan untuk menentukan konsentrasi garam rumput laut yang dipakai pada penelitian tahap dua. Penelitian tahap kedua adalah uji klinis dengan pembanding secara acak tersamar ganda. Subyek diwawancara dengan food frequency questionnaire, dilakukan uji cita rasa GRL dengan konsentrasi yang telah ditetapkan tahap pertama dibandingkan dengan GB. Subyek diukur antropometri, tekanan darah, angiotensin II plasma, CRP serum, gula darah puasa, serum kreatinin, urin lengkap, serta kadar Na, K dan kreatinin dalam urin 24 jam. Subyek dievaluasi keluhan, dan diukur tekanan darahnya setiap minggu selama empat minggu. Rumput laut dari Saumlaki, Maluku dipilih berdasarkan analisis keamanan dari cemaran logam, kapang dan bakteri. Uji cita rasa asin oleh panelis mendapatkan garam rumput laut (GRL), yaitu komposisi bubuk garam rumput laut dan bubuk garam biasa dengan rasio 1:1, mempunyai rasa asin yang tidak berbeda bermakna dengan garam biasa (GB) (p=0.332).
Analisis mineral menunjukkan GRL mengandung kadar Na lebih rendah dan kadar K lebih besar daripada GB. Uji klinis pada 62 subyek dilakukan di rumah sakit dan tiga puskesmas di Jakarta dari Desember 2017 hingga Desember 2019. Setelah empat minggu perlakuan, ditemukan perbedaan penurunan secara bermakna tekanan darah sistolik (p=0.004) dari subyek kelompok GRL (Δ-15,3±9,7) dibandingkan kelompok GB (Δ-8,0±9,2). Demikian pula perbedaan penurunan tekanan darah diastolik terjadi secara bermakna (p=0.005) pada kelompok GRL (median Δ-8,0; 20-(-24)) dibandingkan kelompok GB (Δ-2,2±6,8). Tidak ada perbedaan bermakna perubahan kadar angiotensin II plasma, Na dan K urin 24 jam pada kedua kelompok GRL dan GB. Kesimpulan: GRL yang rendah Na dan tinggi K aman digunakan dan bermanfaat sebagai pengganti garam biasa bagi penderita hipertensi esensial derajat 1 usia 25-59 tahun tanpa memengaruhi kadar angiotensin II plasma, Natrium dan Kalium urin.

Basic Health Research 2007 and 2013, Indonesian population aged over 10 years consume high daily salt. Basic Health Research 2013 and 2018 showed hypertension' prevalence in Indonesian adults increased from 25.8% to 34.1%. Indonesia is one of the biggest producers of red seaweed, Euchema cottonii in the world, but there is no research about the potential of this seaweed as a substitute for salt. Aim of this study to evaluate the effect of replacing ordinary salt with seaweed salt of Euchema cottonii with lower Na content than ordinary salt in an effort to lower blood pressure in subjects with grade 1 essential hypertension. The first phase of the study was to produce seaweed salt (GRL) which is safe and has a salty taste of ordinary salt (GB), it was carried out in the food production unit at the hospital, from December 2016 to March 2017.
The sensory test results by 9 panelists were used to determine concentration of GRL used in phase two. The second stage of the study was a double blind randomized comparison clinical trial. Subjects were interviewed with a food frequency questionnaire, and a salty sensory test of GRL compared to GB was conducted. Anthropometry, blood pressure, plasma angiotensin II, serum CRP, fasting blood sugar, serum creatinine, complete urine examination and levels of Na, K and creatinine in 24 hours urine were measured. Subjects were evaluated for complaints, and their blood pressure were measured every week for four weeks. Seaweed from Saumlaki, Maluku was selected based on a safety analysis: metal, mold and bacterial contamination. The salty taste test by the panelists obtained GRL, composition of seaweed powder and ordinary salt powder with a ratio of 1:1, and has a salty taste that was not significantly different from GB (p=0.332).
Mineral analysis found that GRL contains lower Na levels with higher K levels than GB. Clinical trials on 62 subjects were conducted at one hospital and three health centers in Jakarta from December 2017 to December 2019. After four weeks of treatment, it was found that there was a significant difference in the decrease of systolic blood pressure (p=0.004) from GRL group's subjects ((Δ-15,3±9,7) compared to GB group's subjects (Δ-8,0±9,2). There was also a significant difference in the decrease of diastolic blood pressure (p=0.005) from GRL group's subjects (median Δ-8,0; 20-(-24)) compared to GB group's subjects (Δ-2,2±6,8). There was significant difference in changes in plasma angiotensin II levels, Na and K from 24 hours urine in both GRL and GB groups. Conclusion: GRL which is low in Na and high in K is safe to use and is useful as a substitute for GB for patients with grade 1 essential hypertension aged 25-59 years without affecting plasma angiotensin II, urinary Na and K.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Erika Jahja
"Kapasitas kerja fisik merupakan hasil jarak tempuh yang dilakukan oleh pasien dalam pemeriksaan 6MWT. Pasien dengan pekerjaan tertentu memiliki estimasi kebutuhan METs minimum untuk melakukan pekerjaan. Pasien dengan infeksi COVID-19 derajat berat diduga dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kesesuaian kapasitas kerja fisik. Tujuan dari studi ini mengetahui hubungan antara derajat keparahan infeksi COVID-19 terhadap kesesuaian kapasitas kerja fisik pada tenaga kesehatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian menggunakan desain studi potong lintang pada tenaga kesehatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Populasi penelitian merupakan data pegawai yang terinfeksi COVID-19 pada bulan Juni-Juli 2021 dan melakukan pemeriksaan kapasitas kerja fisik pada periode September-November 2021. Pengolahan data dilakukan dengan menghimpun data secara bertahap dari rekam medis, dikelompokkan dan dilakukan uji analisis bivariat. Penentuan kesesuaian kapasitas fisik dilakukan dengan membandingkan antara hasil pemeriksaan kapasitas kerja fisik dengan estimasi kebutuhan METs minimum pekerja. Dari 102 pegawai terdapat 81 pegawai yang mengalami ketidaksesuaian kapasitas kerja fisik. Sebagian besar pegawai yang memiliki ketidaksesuaian kapasitas kerja fisik berasal dari kelompok infeksi derajat ringan (83,9%). Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna (p>0,05) antara usia, jenis kelamin, IMT, gejala sisa, penyakit penyerta dan derajat keparahan terjadap kapasitas kerja fisik pada tenaga kesehatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Functional capacity is the result of 6MWT distance examination. Patients with a particular job have an estimated minimum functional capacity. Patients with severe covid-19 infection are thought to be one of the factors affecting the suitability of physical activity fitness. Purpose of this study to know the relationship between severity of COVID-19 infection and physical activity fitness among healthcare worker in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.A cross-sectional study obtained data among healthcare personnel who has COVID-19 infection from June to July 2021, and undergone physical activity test between September to November 2021. Data processing is carried out by collecting data from medical records and then grouped, then bivariate analysis test is carried out. Determination of the suitability of physical activity fitness is carried out by comparing the results of the functional capacity examination with the estimated minimum METs needs of workers. A total of 102 employees, there were 81 employees who unsuitable for physical activity fitness. Most of the employees who had unsuitability of physical activity fitness came from the mild infection group (83.9%). There is no significant relationship (p>0.05) between age, gender, BMI, sequelae, comorbidities and degree of severity of COVID-19 infection and activity fitness among healthcare workers at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>