Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182521 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rajulur Rakhman
"ABSTRAK
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Negara Indonesia akhirnya mempunyai dasar hukum tentang pelindungan merek Suara. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam terkait aturan tentang pelindungan merek suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan berdasarkan kepada penelitian yuridis normatif. Dari permasalahan yang ada, kesimpulannya antara lain suara dapat dijadikan sebagai merek, tanda suara memiliki kelebihan-kelebihan khusus dan masih terdapatnya kekurangan dalam aturan yang berlaku saat ini terkait dengan pelindungan merek suara di Indonesia. Penelitian menyarankan agar segera dibuat pedoman standar teknis dari merek suara.

ABSTRACT
Following the enactment of the Regulation Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications, the Republic of Indonesia finally has a legal basis on the protection of sound mark. Therefore, more in depth research on the regulation is needed. The research method is based on normative juridical research. From the existing problems, the conclusions are sound can be used as a trademark, sound marks as a trademark have special advantages among others and there are still deficiencies in the current rules related to the protection of sound marks in the Republic of Indonesia. Research suggests that a technical standard guidance of the sound marks to be created immediately."
2018
T49744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Gita Johana
"Dalam iklim usaha penting untuk menciptakan kepastian hukum, termasuk dalam perihal perlindungan terhadap Hak Merek. Praktik trademark squatting terjadi ketika terjadi pendaftaran merek oleh seorang individu atas merek yang bukan miliknya dengan maksud dijual kembali kepada pemilik merek yang sah tersebut. Terkait hal tersebut terdapat dua pokok permasalah yaitu mengenai bagaimana perlindungan hukum bagi Hak Merek dari praktik trademark squatting dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografi dan bagaimana perbandingannya dengan pengaturan secara internasional dan di Rusia, Republik Rakyat Cina dan Amerika Serikat dengan metode penelitian yuridis-normatif. Walaupun istilah trademark squatting tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, namun pada dasarnya suatu merek dapat memperoleh perlindungan dari praktik trademark squatting dengan adanya konsep merek terkenal,
In business it is important to create legal certainty, including regarding the protection of trademark rights. The practice of trademark squatting occurs when an individual register and obtain the trademark rights of other parties with the intention of reselling the registered trademark rights to the actual owner of the trademark. Regarding this matter, there are two main issues in this researc, about the legal protection for trademark rights from the practice of trademark squatting in Law Number 20 of 2016 concerning Trademark and Geographical Indications and how it compares to international regulations and regulations in Russia, People’s Republic of China and United States of America. This research is concucted using judicial-normative research methods. Although the term trademark squatting is not known in Law Number 20 Year 2016, basically a trademark can get protection from the practice of trademark squatting by using the concept of well-known marks, bad faith, and non-use marks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faranita Ratih L.
"Indikasi geografis adalah salah satu Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan bagi produk dengan kualitas, karakteristik atau reputasi yang berkaitan dengan wilayah asal produk tersebut. Kopi arabika yang berasal dari Toraja memiliki kualitas yang berbeda dari kopi jenis lainnya sehingga memiliki reputasi sebagai salah satu kopi terbaik dunia. Merek kopi "TORAJA" menimbulkan kebingungan bagi konsumen terhadap asal kopinya. Reputasi kopi arabika Toraja terancam apabila kopi tersebut tidak berasal dari Toraja serta kualitas berbeda dari kopi arabika Toraja. Untuk melindungi reputasi dan masyarakat penghasil kopi arabika Toraja serta maka perlu pendaftaran indikasi geografis atas kopi arabika Toraja.

Geographical Indication is one of the Intellectual Property Rights that offers protection for products with qualities, characteristics, or reputation dealing with the region where they are originally from. Arabica coffee, which is native to Toraja, possesses different qualities compared to other kinds of coffee so that it gains a reputation as one of the best coffees in the world. "TORAJA" brand, however, confuses consumers towards its originality. The reputation of arabica coffee will be threatened if such coffee are not originally from and its quality is different from Toraja coffee. To protect Torajan arabica reputation and coffee producers, there is a necessity for geographical indication registration upon this Torajan arabica coffee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
"Undang-Undang Merek Indonesia baik yang saat ini maupun yang sebelumnya menganut asas first to file dan asas merek terkenal sekaligus. Sementara itu ada kasus-kasus dimana kedua asas ini berbenturan satu sama lain. Ini terjadi ketika merek senior berbenturan dengan merek junior yang menyandang status merek terkenal. Dalam kasus-kasus ini kedua merek sama-sama tidak didasari itikad buruk. Yang satu telah terdaftar berdasar asas first to file dan yang lain terlahir dari adanya asas merek terkenal. Tidak adil untuk menghilangkan salah satu merek tersebut, keduanya memilik hak yang sama untuk tetap ada. Bagaimana semestinya pengaturan dalam suatu undang-undang merek agar benturan semacam ini dapat diatasi? Penelitian ini akan melihat lebih dalam hukum merek nasional dan penerapannya di pengadilan serta melihat lebih jauh kepada hukum merek asing dan penerapannya guna menemukan formula yang tepat yang dapat ditawarkan untuk disisipkan dalam hukum merek di masa yang akan datang agar hukum merek Indonesi akan memiliki kemampuan untuk menghadapi benturan antar asas dimaksud.

The current trademark law of Indonesia as well as the previous one follows the first to file doctrine and well-known mark doctrine at the same time. Meanwhile, there have been cases where those two doctrines are conflicting one another. This happens when a senior mark is in conflict with a junior mark which hold the title of well-known mark. In these cases, both conflicting trademarks do not contain bad faith. One was already there, registered under the first to file doctrine, while the later born under the auspices of the well-known mark doctrine. It is not fair to allow any of those mark vanished. Both has equal right to exist.
How should a regulation in a trademark law be like in order to address such conflict? This research will seek deeper into the national trademark law as well as its enforcement in the court of law of Indonesia and seek further into foreign laws and its enforcement in order to find the correct formula which can be proposed to be inserted into future Indonesian trademark law so that it will have the capability to address the abovementioned conflict of doctrines.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesalonika Arinta Diasty
"Perlindungan terhadap hak ekslusif merek dapat digunakan ketika merek tersebut sudah berhasil terdaftar. Keberhasilan terdaftarnya suatu merek dipengaruhi oleh berbagai persyaratan yakni salah satunya berkaitan dengan uraian kelas merek dan barang dan/atau jasa yang dimohonkan serta berbagai larangan pendaftaran merek sebagaimana diatur di dalam Pasal 20 UU Merek dan Indikasi Geografis. Akan tetapi sampai saat ini masih terdapat beberapa merek yang sejatinya melanggar ketentuan tersebut seperti penggunaan nama dan/atau lambang umum pada merek yang dimohonkan. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji legalitas pendaftaran suatu kata umum pada nama merek serta faktor-faktor seperti uraian barang dan/atau jasa ketika merek tersebut dimohonkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normative-yuridis yakni dengan melakukan penelaahan data sekunder yang menerangkan mengenai Merek, khususnya mengenai pendaftaran merek, hak ekslusif merek, penggunaan kata umum pada merek serta kaitanya pada kelas merek dan jenis barang atau jasa. Studi kasus yang akan dikaji adalah merek Es Teh Susu Nusantara milik PT Es Teh Indonesia, yang berhasil terdaftar meskipun menggunakan kata umum dan menjelaskan secara eksplisit kelas barang/jasa yang dimohonkan.

Protection of exclusive trademark rights can be used when the mark has been successfully registered. The success of registering a mark is influenced by various requirements, one of which relates to the description of the class of mark and goods and/or services being applied for as well as various prohibitions on mark registration as stipulated in Article 20 of the Law on Marks and Geographical Indications. However, until now there are still several brands that violate these provisions, such as the use of names and/or general symbols on the marks being applied for. Therefore, this study aims to examine the legality of registering a common word in a brand name and factors such as the description of goods and/or services when the mark is requested. The method used in this research is a normative-juridical research method, namely by examining secondary data that explains about the mark, especially regarding mark registration, brand exclusive rights, the use of common words for the mark and its relation to the brand class and the type of goods or services. The case study to be reviewed is the Es Teh Susu Nusantara brand owned by PT Es Teh Indonesia, which was successfully registered despite using a general word and explicitly explaining the class of goods/services being applied for."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Dewi Kartika
"ABSTRAK
Pasal 41 Ayat (8) Undang-undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur pengalihan hak atas merek yang dapat dilakukan pada saat proses permohonan pendaftaran merek. Kebijakan ini ditujukan sebagai bentuk penyesuaian terhadap Trademark Law Treaty. Akan tetapi, di dalam proses pelaksanaannya terjadi banyak kerancuan dan pertentangan, khususnya dengan Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2016. Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 20 Tahun 2016, mengatur mengenai hak eksklusif atas merek, dimana hak atas merek baru muncul atau terbit ketika suatu merek terdaftar, bukan pada saat proses permohonan pendaftaran merek. Terhadap hal ini, perlu dilakukan amandemen terhadap Pasal 41 ayat (8) Undang-undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geogafis.

ABSTRACT
Article 41 Paragraph 8 of Law No. 20 Year 2016 Regarding Trademark and Geographical Indications regulates the transfer of trademark right at the application of trademark registration process. This rule is intended as a form of adjustment to the Trademark Law Treaty. However, in the process of implementation there has been a lot of confusion and conflict, especially with Article 1 paragraph 5 jo. Article 3 of Law No. 20 of 2016. Article 1 paragraph 5 of Law No. 20 of 2016, regulates the exclusive rights of the brand, where the rights to a new brand appear or are issued when a brand is registered, not when the process of applying for a trademark registration. Regarding this, amendments to Article 41 paragraph (8) of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications
"
2019
T54956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Saka
"Skripsi ini membahas mengenai prinsip hukum “Genuine Use” dan “Pemakaian merek dalam perdagangan” sebagai dasar penghapusan Merek terdaftar yang tidak dipakai dalam perdagangan, menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, tidak ditentukan definisi dan kriteria sebagai penggunaan Merek dalam perdagangan. Prinsip “Genuine Use” adalah terminology dari Hukum Merek Uni Eropa yang memberikan kriteria, serta syarat penentuan sebuah Merek digunakan dalam perdagangan dengan prinsip “Genuine Use”. Merek dilindungi untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan badan hukum, dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa. Sehingga, atas ketidakpakaian Merek terdaftar tersebut, menghalangi pihak lain, yang dengan itikad baik untuk mendaftarkan dan menggunakan Mereknya dalam perdagangan. Ketentuan dari peraturan perundang-undangan Merek yang sudah ada, tidak memberikan definisi dan kriteria yang jelas mengenai pemakaian merek dalam perdagangan terhadap barang dan/atau jasa. Sehingga, hal tersebut membuat banyak interpretasi hukum dan menghasilkan ketidakpastian hukum.

This thesis discusses the legal principles of "Genuine Use" and "Use of trademarks in trade" as the basis for the deletion of registered trademarks that are not used in trade, according to Law no. 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, provides no definitions and criteria for the use of Marks in trade. The principle of "Genuine Use" is a terminology from the European Union Trademark Law which provides the criteria, as well as the conditions for determining a Mark to be used in trade with the principle of "Genuine Use". Marks are protected to distinguish goods and/or services produced by individuals or legal entities, in the activities of trading goods and/or services. Thus, for the non-use of the registered Mark, it prevents other parties, who in good faith, from registering and using their Mark in trade. The provisions of the existing Mark laws and regulations do not provide clear definitions and criteria regarding the use of marks in the trade of goods and/or services. Thus, it creates many legal interpretations and results in legal uncertainty"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patar Kristiono
"Istilah Parodi banyak dikenal dalam Hak Cipta namun seiring perkembangan zaman tidak hanya Hak Cipta yang menjadi target Parodi melainkan juga Merek. Saat ini semakin banyak pelaku usaha yang menggunakan Parodi Merek dalam produknya dan sebagian besar Parodi Merek tersebut dengan sengaja menirukan Merek pihak lain. Penggunaan Parodi Merek seperti itu berpotensi merugikan pihak pemilik merek. Saat ini Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UUMIG) belum mengatur secara eksplisit tentang Parodi Merek. Penulisan Tesis ini mengkaji mengenai bagaimana suatu Parodi Merek dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan Undang-Undang Merek Indonesia dan Undang-Undang Merek di Amerika Serikat beserta putusan-putusan pengadilannya serta perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas tindakan Parodi Merek. Metode penerapan penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Metode yuridis normative digunakan untuk melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah hukum yang berlaku terutama yang berkaitan dengan permasalahan Parodi Merek. Parodi Merek yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan UUMIG adalah Parodi Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar/merek terkenal dan digunakan sebagai merek dalam barang/jasa sejenis. Berbeda dengan Indonesia, di Negara Amerika tetap dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek meskipun tidak digunakan pada kelas barang/ jasa yang sama. Berdasarkan UUMIG, pemilik merek yang dirugikan karena tindakan Parodi Merek dapat menempuh upaya hukum perdata, upaya hukum pidana, dan/atau upaya hukum melalui alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan di Negara Amerika terdapat upaya hukum tambahan bagi pemilik merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek ini yaitu gugatan perusakan merek (tarnishment). Para Regulator sebaiknya menambahkan ketentuan tentang pelanggaran merek untuk barang/jasa tidak sejenis dan juga untuk merek/elemen merek yang penggunaannya bukan sebagai merek dan gugatan pelanggaran merek terkenal untuk barang/jasa tidak sejenis dalam UUMIG mendatang. Hal ini bertujuan agar UUMIG mendatang dapat mengakomodasi permasalahan Parodi Merek yang sebagian besar penggunaannya bukan sebagai merek. Perlu juga diatur konsep dilusi merek terutama tentang gugatan perusakan merek (tarnishment) sebagai tambahan upaya hukum untuk merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek.

The term parodi is widely known in copyright, but over time it is not only copyright that is the target of parodi but also trademarks. Currently, more and more business actors are using Brand Parodies in their products and most of these Brand Parodies are deliberately imitating other parties' trademarks. The use of such Brand Parodi has the potential to harm the brand owner. Currently, Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (UUMIG) does not explicitly regulate Trademark Parodi.

This thesis examines how a trademark parodi can be categorized as a trademark infringement based on the Indonesian trademark law and United States trademark law and its court decisions as well as legal protection for trademark owners for trademark parodi actions. The application method of writing this thesis is normative juridical with a statutory approach. The normative juridical method is used to conduct an assessment of the applicable legal rules, especially those relating to the issue of Trademark Parodi. Trademark Parodi which can be categorized as a trademark infringement under UUMIG is a Trademark Parodi which has similarities in principle with a registered mark/famous mark and is used as a mark in similar goods/services. In contrast to Indonesia, in America it can still be categorized as a trademark infringement even though it is not used in the same class of goods/services. Based on UUMIG, brand owners who are harmed by Trademark Parodi's actions can take civil legal action, criminal law efforts, and/or legal remedies through alternative dispute resolution. Meanwhile, in America, there are additional legal remedies for well-known brand owners against this trademark parodi problem, namely a trademark tarnishment lawsuit. Regulators should add provisions regarding trademark infringement for dissimilar goods/services and also for brands/brand elements whose use is not as a mark and lawsuits for infringement of well-known marks for dissimilar goods/services in the upcoming UUMIG. This is intended so that the upcoming UUMIG can accommodate the problem of Trademark Parodi, most of which are not used as brands. It is also necessary to regulate the concept of trademark dilution, especially regarding a trademark tarnishment lawsuit as an additional legal remedy for well-known brands against the issue of Trademark Parodi."

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Iman Faiz Pratama
"Merek merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang penggunaannya umum ditemukan di bidang perdagangan dan berbagai industri lainnya. Sebagai salah satu cabang dari cakupan kekayaan intelektual, merek mendapatkan hak perlindungan hukum.  Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis  menjelaskan bahwa merek tidak dapat didaftar jika mengandung nama umum dan/atau lambang umum, namun pada praktiknya terdapat beberapa kasus penggunaan nama umum untuk digunakan sebagai merek. Disisi lain DJKI sebagai otoritas yang berwenang atas pendaftaran merek juga menyetujui  merek yang mengandung unsur nama dan/atau lambang umum yang diajukan oleh pemohon merek. Salah satu kasus yang cukup terkenal dan muncul menjadi pemberitaan adalah sengketa kasus merek Open Mic Indonesia antara Perkumpulan Stand Up Indonesia dengan Ramon Pratomo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan doktrin generic term/istilah umum terhadap peraturan perundang-undangan terkait merek di Indonesia dan istilah umum terhadap merek Open Mic Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mana penelitian ini memperoleh data dari bahan hukum primer antara lain asas-asas hukum, filsafat hukum, norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan didukung oleh bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, artikel, makalah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian dan juga bahan hukum tersier berupa kamus, dan ensiklopedi.

Brand or trademark is one type of intellectual property rights whose use is commonly found in trade and various other industries. As one of the branches of intellectual property coverage, brands get legal protection rights.  Article 20 letter f of Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications explains that a mark cannot be registered if it contains a common name and/or common emblem, but in practice there are several cases of using a common name to be used as a mark. On the other hand, DJKI as the competent authority for trademark registration also approves marks containing elements of common names and/or symbols submitted by trademark applicants. One case that is quite famous and appears in the news is the dispute over the Open Mic Indonesia brand case between the Indonesian Stand Up Association and Ramon Pratomo. This study aims to determine the application of generic term doctrine to laws and regulations related to brands in Indonesia and general terms to the Open Mic Indonesia brand. This research is a normative legal research where this research obtains data from primary legal materials including legal principles, legal philosophy, legal norms, contained in laws and regulations supported by secondary legal materials in the form of books, journals, articles, papers, previous research related to research problems and also tertiary legal materials in the form of dictionaries, and encyclopedias."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Saka
"Skripsi ini membahas mengenai prinsip hukum “Genuine Use” dan “Pemakaian merek dalam perdagangan” sebagai dasar penghapusan Merek terdaftar yang tidak dipakai dalam perdagangan, menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, tidak ditentukan definisi dan kriteria sebagai penggunaan Merek dalam perdagangan. Prinsip “Genuine Use” adalah terminology dari Hukum Merek Uni Eropa yang memberikan kriteria, serta syarat penentuan sebuah Merek digunakan dalam perdagangan dengan prinsip “Genuine Use”. Merek dilindungi untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan badan hukum, dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa. Sehingga, atas ketidakpakaian Merek terdaftar tersebut, menghalangi pihak lain, yang dengan itikad baik untuk mendaftarkan dan menggunakan Mereknya dalam perdagangan. Ketentuan dari peraturan perundang-undangan Merek yang sudah ada, tidak memberikan definisi dan kriteria yang jelas mengenai pemakaian merek dalam perdagangan terhadap barang dan/atau jasa. Sehingga, hal tersebut membuat banyak interpretasi hukum dan menghasilkan ketidakpastian hukum.

This thesis discusses the legal principles of "Genuine Use" and "Use of trademarks in trade" as the basis for the deletion of registered trademarks that are not used in trade, according to Law no. 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, provides no definitions and criteria for the use of Marks in trade. The principle of "Genuine Use" is a terminology from the European Union Trademark Law which provides the criteria, as well as the conditions for determining a Mark to be used in trade with the principle of "Genuine Use". Marks are protected to distinguish goods and/or services produced by individuals or legal entities, in the activities of trading goods and/or services. Thus, for the non-use of the registered Mark, it prevents other parties, who in good faith, from registering and using their Mark in trade. The provisions of the existing Mark laws and regulations do not provide clear definitions and criteria regarding the use of marks in the trade of goods and/or services. Thus, it creates many legal interpretations and results in legal uncertainty"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>