Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97816 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subhan Rumoning
"ABSTRAK
Nama : Subhan RumoningProgram Studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Durasi Operasi sebagai Prediktor Komplikasi Paru Pasca Operasi Non Kardiak di RSCM Latar belakang : Di Indonesia, sebanyak 18,4 pasien yang menjalani operasi non-kardiak di RSUPN Cipto Mangunkusumo Indonesia mengalami Komplikasi Paru Pasca Operasi Post-operative Pulmonary Complication/PPC . Beberapa penelitian menunjukkan durasi operasi memiliki hubungan dengan PPC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan durasi operasi sebagai prediktor kejadian komplikasi gagal napas dan pneumonia dalam 30 hari pasca operasi. Metode : Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif pada November 2016-Juli 2017 dengan data rekam medis pasien yang menjalani operasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2012-2016. Sampel penelitian diambil dengan metode consecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi, dilihat luarannya selama 30 hari pasca operasi. Hasil : Dari 102 pasien diketahui 58,8 perempuan, 35,5 41-50 tahun, 25,5 berpendidikan SMA, 34,3 tidak bekerja, 77,5 tidak mengalami penurunan berat badan, 80,4 tidak merokok, tidak ada yang memiliki riwayat PPOK, 61,8 anestesi umum, 64,7 operasi elektif dan 51,96 lokasi operasi di abdomen. Didapatkan 10,8 mengalami gagal napas dan 6,9 mengalami pneumonia. Dari analisis bivariat, durasi operasi tidak dapat digunakan sebagai prediktor kejadian gagal napas p 0,106; RR 3,56; CI 95 0,885 -14,280 maupun pneumonia p 0,701; RR 1,61; CI 95 0,342-7,601 . Kesimpulan : Durasi operasi tidak dapat digunakan sebagai prediktor tunggal dalam memprediksi kejadian komplikasi gagal napas maupun pneumonia pasca operasi.

ABSTRACT
ABSTRACT Name Subhan Rumoning Study Program Internal MedicineTitle Duration of Surgery as a Predictor of Post operative Pulmonary Complications in Non cardiac Surgeries at RSCM Background In Indonesia, 18.4 patient done non cardiac surgery at RSUPN Cipto Mangunkusumo Indonesia had Post operative Pulmonary Complications PPC . Studies shown that duration of surgery associated with PPC. This study aims to know the role of duration of surgery as a predictor of respiratory failure and pneumonia in post operative patient during 30 days after surgery. Method This cohort retrospective study were conducted from November 2016 until July 2017 using medical records of patients who underwent surgery at RSUPN Cipto Mangunkusumo from 2012 until 2016. Samples were taken by consecutive sampling which fulfilled inclusion and exclusion criteria, and being followed up until 30 days after surgery. Result From 102 patients, 58.8 were females, 35.5 were 41 50 years old, 25.5 were high school graduated, 34.3 were not employed, 77.5 weren rsquo t having any weight reduction, 80.4 not smoking, none had COPD, 61.8 underwent general anesthesia, 64.7 underwent elective surgery and 51,96 operation site in abdomen. From all samples, 10.8 had respiratory failure and 6.9 had pneumonia. From bivariate analysis, duration of surgery can rsquo t be a predictor of either with respiratory failure p 0,106 RR 3,56 CI 95 0,885 14,280 or pneumonia p 0,701 RR 1,61 CI 95 0,342 7,601 . Conclusion . Duration of surgery can rsquo t be a single predictor to predict respiratory failure and pneumonia as PPC"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofian Kurnia Marsa Widjaya
"ABSTRAK
Latar Belakang : Komplikasi paru pasca operasi memiliki kontribusi penting dalam peningkatan angka morbiditas, mortalitas, dan lamanya perawatan. Terdapat beberapa faktor risiko diantaranya: status kesehatan pasien, jenis operasi, dan jenis anestesi yang digunakan. Model skor indeks risiko yang dikembangkan Arozullah dapat digunakan untuk memprediksi komplikasi gagal napas dan pneumonia pasca operasi. Oleh karena terdapat perbedaan karakteristik populasi pasien, maka perlu dilakukan validasi untuk mengetahui performa model skor tersebut. Tujuan : Menilai performa kalibrasi dan diskriminasi model skor indeks risiko komplikasi paru Arozullah dalam memprediksi komplikasi gagal napas dan pneumonia pasca operasi pada pasien yang menjalani operasi non kardiak di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode :Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada populasi pasien yang menjalani operasi nonkardiak di RSCM dari bulan Januari sampai Desember 2015. Variabel yang dinilai adalah jenis operasi, usia, operasi darurat, riwayat Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), albumin darah, ureum darah, status fungsional, penurunan berat badan, perokok, penggunaan alkohol, transfusi darah pre operasi, anestesi umum, riwayat cerebrovascular disease, gangguan sensorium akut, penggunaan steroid kronis. Luaran yang dinilai adalah komplikasi gagal napas dan pneumonia 30 hari pasca operasi. Performa kalibrasi dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow. Performa diskriminasi dinilai dengan area under the curve (AUC). Hasil : Didapatkan 403 subyek memenuhi kriteria penerimaan dengan 74 subyek mengalami kejadian komplikasi paru (18,4%). Terdapat 52 subyek mengalami gagal napas dan 34 subyek komplikasi pneumonia, serta terdapat 12 subyek mengalami komplikasi keduanya. Uji Hosmer-Lemeshow pada komplikasi gagal napas menunjukkan p=0,333, sedangkan nilai AUC 0,911. Pada komplikasi pneumonia didapatkan hasil kalibrasi dengan nilai p=0,617 dan nilai diskriminasi AUC 0,789. Simpulan : Model skor perioperatif paru Arozullah mempunyai performa yang baik dalam memprediksi komplikasi gagal napas dan pneumonia 30 hari pasca operasi pasien di RSCM Kata Kunci : Gagal napas, pneumonia, operasi non kardiak, validasi, indeks risiko Arozullah.

ABSTRACT
Risk Index Score Perioperative Arozullah of Surgical Patients in Cipto Mangunkusumo General Hospital 2015 Background: Post operative pulmonary complication had important effect in increasing morbidity, mortality as well as length of stay. Several factor contributing those such as patient?s health status, type of operation and type anaesthesia used. There were risk score develop by Arozullah that can be used to predict the possibility of respiratory failure and post operative pneumonia. Due to the differences of the characteristic population, the study needed internal validation to discover the performance of the Arozullah score. Objectives: To assess the performance of calibration and discrimination of Arozullah?s model risk score in predicting complications of respiratory failure and pneumonia postoperative in patients under going non-cardiac surgery in Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM) Methods: A cohort retrospective study in patients undergoing non-cardiac surgery in RSCM from January to December 2015.Considered variable were type of surgery, age, emergency surgery, history of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), serum albumin, ureum, functionalstatus, weight loss, history of smoking, alcohol use, blood transfusions pre surgery, general anaesthesia , history of cerebrovascular disease, acute impaired sensorium, chronic steroid use. Outcomes assessed were complications of respiratory failure and pneumonia 30 days post-operative. Performance calibration were assess with Hosmer-Lemeshow test and performance discrimination were assess with area under the curve ( AUC ) . Result: 403 subjects were meet the inclusion criteria with 74 of subjects had pulmonary complications (18.4 %), 52 subjects had respiratory failure, 34 subjects had pneumonia post operative, and 12 subjects had both complication. Hosmer-Lemeshow test on the complications of respiratory failure showed p = 0.333 and the AUC value is 0.911. While pneumonia complications showed p = 0.617 and AUC value is 0.789. Conclusion: Arozullah score perioperative had good performance in predicting respiratory failure and pneumonia 30-days post operative in RSCM. Key Word: respiratory failure, pneumonia, non cardiac surgery, validation, risk index score perioperative Arozullah;"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Kurniati
"Particulate matter merupakan salah satu kontaminan udara yang dihasilkan oleh industri semen. Pajanan jangka panjang ataupun jangka pendek PM2,5 mengakibatkan efek kesehatan, salah satunya gangguan fungsi pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konsentrasi pajanan personal PM2,5 dan efek akut pernapasan subyektif pada pekerja patrol bagian produksi di industri semen PT X, tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif . Pengukuran konsentrasi PM2,5 menggunakan Leland Legacy Pump dan Sioutas Cascade Impactor selama 8 jam kerja pada patroler area reklamer, raw mill, firing, finish mill, dan packhouse. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi pajanan personal PM2,5 pada patroler industri semen PT X adalah 1495,651 µg/m3 dan konsentrasi pajanan PM2,5 tertinggi terdapat pada area packhouse. Seluruh patroler mengalami efek akut pernapasan subyektif, dengan keluhan tertinggi sakit tenggorokan dan bersin (64,7%).

Particulate matter is one of the air contaminant produced by cement industry. Health effect that caused by long term or short term of PM2,5 exposure lead to respiratory diseases. This study purposes to describe personal exposure concentrations of particulate matter (PM2,5) and percentage subjective acute respiratory effects on production patrol workers at PT X cement industry 2016. This research is a quantitative descriptive study by measuring the concentration of PM2,5 using personal sampling equipment such as Leland Legacy Pump and Sioutas Cascade Impactor during work hours on patrol reklamer, raw mill, firing, finish mill, and pack house work area. The result shown that the average personal exposure concentration of PM2,5 on patrol workers in PT X cement industry amounted to 1495,651 µg/m3 with the highest area of exposure in the pack house work area. All of patrol workers experienced the subjective acute respiratory effects with the highest effect are sore throat and sneezing (64,7%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Amalia
"Tatalaksana tindakan invasif berupa pemasangan ETT dan ventilator dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pasien secara tidak langsung akan berdampak pada keamanan dan kenyamanan fisiologis pasien. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan reflek faring dan laring serta penurunan reflek batuk pasien yang berakibat adanya akumulasi sekret berlebih sebagai penyebab terjadinya iritasi/trauma mekanis dan peningkatan resiko VAP pada pasien. Tindakan clapping dan suction yang dilakukan merupakan beberapa upaya rehabilitative dalam meminimalisir dampak negatif yang muncul.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh clapping + suction dan suction terhadap saturasi oksigen dan kenyamanan pada pasien yang terpasang ventilator di ruang intensive. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 responden yang dibagi menjadi 18 responden kelompok intervensi 1 (clapping dan suction) dan 18 responden kelompok intervensi 2 (suction). Metode  penelitan ini adalah quasy eksperiment dengan desain Pre test and post test pada kedua kelompok intervensi. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna  terhadap parameter SpO2 pasien pada kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 (p value 0, 029 ) dimana pada pada kelompok intervensi 1 memiliki perubahan skor rerata lebih tinggi dibanding pada kelompok intervensi 2, sedangkan pada parameter kenyamanan pasien tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 ( p value 0, 078 ). Dengan tindakan clapping dan suction akan memaksimalkan airway pasien dalam meningkatkan status oksigenasi dan fungsi fisiologis paru pasien. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi suatu gold standar baru berupa pemberian intervensi clapping dan suction khususnya pada pasien dengan penggunaan ventilator diruang intensive.

Management of invasive measures in the form of ETT and ventilator installation in meeting the patient's oxygenation needs will indirectly have an impact on the safety and physiological comfort of the patient. This is due to an increase in pharyngeal and laryngeal reflex pressure and a decrease in the patient's cough reflex which results in the accumulation of excess secretions as a cause of mechanical irritation/trauma and an increased risk of VAP in patients. The clapping and suction actions taken are some of the rehabilitative efforts in minimizing the negative impacts that arise. The purpose of this study was to determine the difference in the effect of clapping + suction and suction on oxygen saturation and comfort in patients who are on a ventilator in the intensive care unit. The sample in this study amounted to 36 respondents who were divided into 18 respondents in the intervention group 1 (clapping and suction) and 18 respondents in the intervention group 2 (suction). This research method is a quasi-experimental design with pre-test and post-test in both intervention groups. The results of this study indicate that there is a significant difference in the SpO2 parameter of patients in the intervention group 1 and intervention group 2 (p value 0.029) where the intervention group 1 has a higher mean score change than in the intervention group 2, while the patient comfort parameter there was no significant difference between intervention group 1 and intervention group 2 (p value 0.078). Clapping and suctioning will maximize the patient's airway in improving the oxygenation status and physiological function of the patient's lungs. The results of this study are expected to become a new gold standard in the form of providing clapping and suction interventions, especially in patients using ventilators in the intensive room."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Fidiaji Hiltono Santoso
"Latar Belakang: Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan salah satu komplikasi progresivitas pneumonia, dengan risiko mortalitas dan kebutuhan ventilasi mekanik yang sangat tinggi. Identifikasi risiko tinggi kejadian ARDS sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan tenaga medis dan upaya pencegahan yang optimal.
Tujuan: Mengetahui insidens ARDS pada pasien pneumonia dan mengetahui apakah hipoalbuminemia dapat memprediksi kejadian ARDS dalam 14 hari perawatan.
Metode: Studi kohort prospektif pasien pneumonia yang dirawat ruang rawat inap RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo dalam periode 1 Agustus-31 Desember 2015. Hipoalbuminemia didefinisikan sebagai kadar albumin admisi < 2,5 g/dL. Kejadian ARDS dinilai berdasarkan pemenuhan kriteria Berlin dalam 14 hari perawatan.
Hasil: Subjek pada penelitian ini sebanyak 120 pasien. Insidens kumulatif ARDS sebesar 17,5% (IK95% 10,7%-24,3%). Analisis bivariat menunjukkan hipoalbuminemia dapat memprediksi peningkatan risiko ARDS dalam 14 hari perawatan (RR 3,455; IK 95% 1,658-7,200). Terdapat hubungan bermakna antara sepsis saat admisi dan keseimbangan cairan dengan kejadian ARDS dalam 14 hari perawatan. Analisis multivariat menunjukkan RR hipoalbuminemia setelah penyesuaian adalah 3,274 (IK 95% 1,495-5,528), dengan variabel perancu sepsis saat admisi.
Simpulan: Insidens ARDS pasien pneumonia dalam 14 hari perawatan adalah 17,5%. Hipoalbuminemia dapat memprediksi peningkatan risiko kejadian ARDS dalam 14 hari perawatan pasien pneumonia.

Background: Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) is one of complication for pneumonia progression, it is associated with higher risk of mortality and increased need for mechanical ventilation. Identification of patients with high risk of developing ARDS is essential to increase physician alertness and ensure optimal prevention.
Purpose: To obtained information about incidence of ARDS in pneumonia diagnosed patients, and if hypoalbuminemia can predict occurrence of ARDS in 14 days after diagnosed pneumonia.
Method: Prospective cohort study in pneumonia diagnosed patients admitted in August until 31 December 2015, with 14 days of observation, all patient is being treated in medical ward unit of Cipto Mangunkusumo Hospital. Hypoalbuminemia is defined as albumin level below 2,5 g/dL and ARDS is defined by Berlin criteria.
Result: The study has enrolled 120 patient. Cumulative incidence of ARDS is 17,5% (IK95% 10,7%-24,3%). Bivariate analysis showed hypoalbuminemia could predict increased risk of ARDS in 14 days after diagnosed pneumonia (RR 3,455; IK 95% 1,658-7,200). There is significant relationship between sepsis at time of admission and mean fluid balance. Multivariate analysis shows adjusted RR 3,274 (IK 95% 1,495-5,528), with sepsis at time of admission as a confounder.
Conclusion: Cumulative incidence of ARDS in pneumonia diagnosed patient after 14 days is 17,5%. Hypoalbuminemia could predict increased risk of ARDS in 14 days of treatment in pneumonia diagnosed patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Medya Aprilia Astuti
"Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pernapasan yang masih tinggi kejadiannya pada usia balita. Banyak faktor yang dapat memengaruhi pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 237 balita. Berdasarkan uji regresi logistik prediktif didapatkan ada 5 variabel yang berhubungan  dengan kejadian pneumonia yaitu usia, durasi pemberian ASI, riwayat imunisasi, kepadatan hunian dan status ekonomi. Adapun faktor yang paling berhubungan dengan kejadian pneumonia pada penelitian ini adalah riwayat imunisasi (OR 20,372). Program promosi kesehatan pada pelayanan kesehatan lebih ditingkatkan mengenai faktor risiko tersebut sebagai upaya preventif terjadinya pneumonia pada balita. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan metode case control.

Pneumonia is one of the respiratory infections that is still high at the age of five. Many factors can affect pneumonia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of pneumonia in infants. The research design used was cross sectional with a total sample of 237 toddlers. Based on the predictive logistic regression test, there were 5 variables related to the incidence of pneumonia, namely age, duration of breastfeeding, immunization history, occupancy density and economic status. The factors most associated with the incidence of pneumonia in this study were immunization history (OR 20,372). Health promotion programs on health services are more improved regarding these risk factors as a preventive effort for the occurrence of pneumonia in children under five years. Future studies are expected to be able to conduct research using the case control method."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T54338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alkaf
"Latar Belakang: Terdapat beberapa instrumen model skor preoperatif yang dapat membantu menilai risiko komplikasi paru pasca operasi dan diperkirakan ARISCAT merupakan instrumen yang sederhana, memiliki performa yang baik, namun penggunaannya belum luas. Model skor ini belum divalidasi di Indonesia.
Tujuan: Menilai kemampuan diskriminasi dan kalibrasi skor ARISCAT dalam memprediksi komplikasi paru pasca operasi pada pasien di RSCM.
Metode: Penelitian ini adalah kohort retrospektif yang bertujuan untuk menilai kemampuan prediksi skor ARISCAT pada populasi Indonesia. Penelitian ini melibatkan 428 subjek yang menjalani operasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2017. Variabel yang diteliti meliputi usia, saturasi oksigen, riwayat infeksi paru, anemia, jenis pembedahan, durasi operasi, pembedahan darurat, dan  kejadian PPC yang terjadi dalam 30 hari pasca operasi. Validasi eksternal skor ARISCAT dilakukan dengan menilai kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan area under the curve dan kalibrasi dinilai dengan uji Hosmer Lemeshow dan plot kalibrasi.
Hasil: Kami dapatkan insidensi PPC sebesar 32%. Kemampuan diskriminasi menunjukkan nilai AUC sebesar 88,2% (IK 95%; 84,1-92,2%). Kemampuan kalibrasi pada uji Hosmer Lemeshow menunjukkan nilai  p=0,052 dan plot kalibrasi menunjukkan koefisien r=0,968.
Simpulan: Skor ARISCAT memiliki kemampuan diskriminasi dan kalibrasi yang baik pada pasien yang menjalani operasi di RSCM.

Background: There are several prediction model score instruments that can help assessing pulmonary preoperative evaluation  and it is believed that ARISCAT model score is very simple to do and have good performance, but not widely used. This score has not been yet validated in Indonesia.
Objective: To assess the performance of discrimination and calibration of ARISCAT score in  predicting postoperative pulmonary complication who underwent surgery in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: This was a retrospective cohort  aim to assess the external validation of ARISCAT scores in Indonesian population. This study involved 428 patients underwent surgery at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2017. Several variables were collected such as age, oxygen saturation, history of pulmonary infection, anemia, type of surgery, duration of operation, emergency surgery, and PPC that observed within 30 days after surgery. Discrimination was assessed by the area under the curve (AUC). Calibration was assessed by the Hosmer Lemeshow test and calibration plot.
Results: We found that PPC was observed in 32% of patients. Discrimination of ARISCAT score was shown by AUC value of 88.2% (CI 95%; 84.1-92.2%). Hosmer Lemeshow test showed p=0.052 and calibration plot revealed coefficient r=0.968.
Conclusion: ARISCAT score has good discrimination and calibration performance in patient undergo surgery in Cipto Mangunkusumo Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Eni Lestari
"Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada bayi dan balita. Pneumonia berdampak terhadap status pernapasan karena terjadi obstruksi jalan napas akibat peningkatan produksi sekret. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas nebulisasi dan fisioterapi dada terhadap status pernapasan pada balita dengan pneumonia. Rancangan penelitian ini menggunakan quasi eksperiment pre and post test non equivalent control group design dengan 34 responden yang diambil secara consecutive sampling. Analisis data menggunakan independent t test. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan selisih rata-rata HR, RR, dan SpO2 antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p=0.000). Karakteristik responden (status gizi, status ASI eksklusif, status imunisasi, lama sakit, dan jenis obat nebulisasi) tidak berpengaruh terhadap HR, RR, dan SpO2 namun usia memberikan pengaruh terhadap HR. Tindakan nebulisasi yang dilanjutkan fisioterapi dada lebih efektif dibandingkan dengan tindakan nebulisasi saja. Tindakan ini juga dapat dijadikan kebijakan yang perlu dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak pneumonia.

Pneumonia is the second leading cause of death in children under age five in Indonesia. It affects respiratory status due to airway obstruction caused by increased secretions. This study aimed to determine effectiveness of nebulization and chest physiotherapy on respiratory status of children under age five with pneumonia. This study was quasi-experimental with pre and post test nonequivalent control group design with 34 respondents choosen by consecutive sampling. Analysis result using independent t test showed differences in the average gaps in HR, RR and SpO2 of control group and intervention group (p=0.000). The characteristics of respondents (nutritional status, breastfeeding, vaccination history, length of illness and type of nebulization medication) had no effect on HR, RR and SpO2. However, age affects the HR. Nebulization followed by chest physiotherapy is more effective than nebulization. It can be used as a policy in providing nursing care for children with pneumonia."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Taqiyya Edwar
"Bedah ambulatori merupakan prosedur bedah yang memiliki banyak keuntungan bagi pasien, seperti mencegah infeksi nosokomial, lebih time-effective, dan cost-effective. Penelitian ini bertujuan untuk melihat insidensi pasien rawat inap yang memenuhi kriteria bedah ambulatori dan karakteristik yang berhubungan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Departemen Bedah RSCM pada tahun 2022. Peneliti menggunakan metode total sampling untuk menghitung insidensi pasien rawat inap yang memenuhi kriteria bedah ambulatori berdasarkan durasi operasi dan jenis operasi, usia, BMI, dan skor ASA melalui rekam medis pasien di Departemen Bedah RSCM pada tahun 2022 yang diambil dari laporan tahunan Instalasi Pelayanan Bedah Terpadu (IPBT) 2022 dan rekam medis RSCM. Pasien Departemen Bedah menyumbang angka paling besar yaitu sebanyak 2117 (31,19%). Insidensi pasien operasi rawat inap yang memenuhi kriteria bedah ambulatori di Departemen Bedah pada tahun 2022 adalah 91 (4,30%) dengan proporsi terbesar yaitu berusia 0-19 tahun (47,25%), BMI normoweight (27,47%), mean durasi operasi 105,5 menit, dan skor ASA II (90,1%). Insidensi pasien yang memenuhi kriteria bedah ambulatori di Departemen Bedah RSCM pada tahun 2022 sangat rendah. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi terhadap praktik bedah ambulatori yang dilakukan di RSCM untuk meningkatkan jumlah pasien yang dapat menjalani prosedur bedah ambulatori.

Ambulatory surgery procedure has many advantages, such as preventing nosocomial infections, time-effective, and cost-effective. Therefore, this study aims to look at the incidence of inpatients who meet the criteria for ambulatory surgery and related characteristics.The research is a descriptive study conducted with a total sampling method to calculate the incidence of surgery inpatients who met the criteria based on duration and type of surgery, age, BMI, and ASA score for surgery at the RSCM Surgery Department in 2022, taken from the 2022 Instalasi Pelayanan Bedah Terpadu (IPBT) annual report and RSCM medical records. Surgery Department patients contributed the largest number, namely 2117 (31.19%). The incidence of inpatients who meet the criteria for ambulatory surgery in the Surgery Departemen in 2022 is 91 (4.30%) with characteristics such as age ≤ 19 years (47.25%), BMI normoweight (27.47%), mean duration of operation 105,5 minutes, and ASA score II (90.1%). The incidence of patients who meet the criteria for ambulatory surgery at the RSCM Surgery Department in 2022 is very low. Therefore, it is necessary to evaluate the ambulatory surgical practices carried out at RSCM to increase the number of patients who can undergo ambulatory surgical procedures. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qudsiddik Unggul Putranto
"Latar Belakang : Pasien yang menjalani operasi koreksi skoliosis pascaoperasi di RSCMmendapatkan lama ventilasi mekanik pascaoperasi yang beragam. Pemakaian ventilasimekanik pascaoperasi koreksi skoliosis memengaruhi biaya perawatan dan waktu kontakpasien dengan keluarga. Identifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi lama ventilasimekanik diharapkan dapat memprediksi lama ventilasi mekanik pascaoperasi sehinggalebih efektif dalam penggunaan ventilasi mekanik. Penelitian ini dilakukan dengan harapanmengetahui faktor risiko lama ventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatanposterior di RSCM.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat memengaruhi lama penggunaanventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatan posterior.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif menggunakan data dari rekammedis. Lima puluh dua pasien yang menjalani operasi koreksi skoliosis pendekatanposterior antara januari 2011 hingga Juni 2016 dianalisis secara retrospektif. Dicatat lamapemakaian ventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatan posterior. Faktorpreoperasi dan intraoperasi yang dianalisis merupakan data yang biasa dicatat dalam rekammedis antara lain nilai kapasitas vital paksa preoperasi, hipertensi pulmonal, jumlahperdarahan, jumlah cairan intraoperasi, transfusi darah dan lokasi segmen vertebra. Dataakan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji korelasi dan analisismultivariat regresi linier.
Hasil : Mayoritas sampel adalah wanita 86,5 . Analisis korelasi didapatkan jumlahperdarahan r=0,431."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>