Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Rahman
"Indonesia sebagaimana dikenal oleh dunia internasional merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya berasal dari sektor kehutanan. Hal ini dapat dijadikan alasan mengapa berbagai korporasi asing berlomba untuk datang ke Indonesia. Akan tetapi jalan yang ditempuh oleh korporasi kebanyakan melanggar hukum dan undang-undang dan pada akhirnya korporasi asing tersandung masalah hukum yang berlaku di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh korporasi asing dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan antar-negara karena telah terbukti berdasarkan pernyataan pihak kepolisian melakukan pembakaran lahan dan hutan. Fenomena berlanjut serta berimbas dengan terjadinya bencana kabut asap. Berdasarkan fakta yang ada, korporasi asing juga dilibatkan dan memenuhi unsur untuk dikatakan melakukan kejahatan transnasional. Beririsan dengan kejahatan transnasional, perusahaan asing dengan serta merta divonis melakukan kejahatan lingkungan antar-negara. Hasil dalam tulisan karya akhir ini mengungkapkan bahwa korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan merupakan kejahatan transnasional.

Indonesia is internationally known as a country with abundant natural resources, which one of those comes from forestry sector. This is one of the reasons why many foreign corporations compete to take over Indonesia rsquo s forestry. However, most of these works have been done illegally, hence causing those foreign corporations to stumble upon legal issues in Indonesia. These kinds of work are categorized as inter state environmental crimes since it has been proven referring to the statement of Indonesian Constabulary. These illegal works had also caused further effect of forest fires. Based on fact, these foreign corporates are also categorized as transnational criminals. With transnational crimes, foreign companies are immediately convicted of inter state crimes. The results in this final paper reveal that corporations involved in forest and land fires are forms of transnational crimes."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kepemilikan asing terhadap penghindaran perpajakan. Kepemilikan asing diukur dengan tiga cara yaitu persentase kepemilikan saham oleh investor asing, signifikansi persentase kepemilikan asing, dan jumlah anggota dewan direksi yang merupakan warga negara asing. Pengukuran penghindaran perpajakan yang digunakan adalah Accounting Effective Tax Rate (ACCETR), Accrual Cashflow ETR (ACFETR), dan Cashflow ETR (CFETR). Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan indeks Kompas 100 selama periode tahun 2013 ? 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persentase kepemilikan asing memiliki memiliki pengaruh yang signifikan pada ACCETR dan CFETR. Pada kepemilikan asing yang signifikan dengan batas threshold PSAK 15, pengaruh terhadap penghindaran perpajakan adalah signifikan pada ACCETR dan CFETR. Pada keterwakilan Direksi asing, pengaruh yang signifikan terhadap penghindaran perpajakan terjadi pada ACCETR dan ACFETR.

This study aims to assess the effect of foreign ownership on tax avoidance. Foreign ownership is measured in three ways: the percentage of share ownership by foreign investors, the significance of the percentage of foreign ownership, and the number of board members who are foreign nationals. Tax avoidance is measured by Accrual Effective Tax Rate (ACCETR), Accrual Cashflow ETR (ACFETR), and Cashflow ETR (CFETR). The study uses sample of firms listed on Kompas 100 index over the period 2013 - 2015. The results showed that the percentage of foreign ownership variables has a significant influence on ACCETR and CFETR. Significant foreign ownership which is defined using 20% threshold based on PSAK 15 has a significant effect on tax avoidance of taxation which is measured by ACCETR and CFETR. The presence of foreign director in the Board of Directors has a positive significant influence and positive impact on tax avoidance which is measured by ACCETR and ACFETR."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S65824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Aji Panggayuh
"Pada tahun 2013 Pemerintah menerbitkan Peraturan BKPM menerbitkan Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. Peraturan ini mensyaratkan konversi anak perusahaan Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA) menjadi PT PMA. Hal ini membawa reaksi yang cukup keras dari PT PMA di Indonesia oleh karena peraturan tersebut tidak membuat tolak ukur kepemilikan tertentu untuk menentukan status PMA untuk sebuah perusahaan di Indonesia. BKPM akhirnya merubah peraturan tersebut dengan Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2013. Peraturan tersebut menghapus kewajiban konversi dalam waktu tertentu untuk anak perusahaan PT PMA. Akan tetapi, peraturan tersebut tetap tidak megatur khusus mengenai penentuan status PT PMA untuk anak perusahaan PT PMA.
Tulisan ini akan membahas mengenai status PT PMA untuk anak perusahaan di Indonesia setelah berlakunya Perka BKPM No.12 Tahun 2013. Selanjutnya pengaturan ini akan dibandingkan dengan pengaturan di negara India dan Australia, untuk kemudian dianalisis mengenai konsekuensi dari masingmasing aturan. Dalam tulisan ini juga akan dilihat implikasi dari status PMA untuk anak perusahaan di Indonesia dibandingkan dengan India dan Australia. Pokok permasalahan tersebut akan dijawab menggunakan metode penelitian yuridis normatif beserta perbandingan dengan negara lain. Analisa perbandingan tersebut nantinya akan menghasilkan usulan pengaturan dari negara lain yang mungkin dapat diberlakukan di Indonesia.

In 2003 Indonesian Government Issued Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. This regulation requires the conversion for subsidiary of the company limited foreign capital investment (PT PMA) into foreign capital company (PT PMA). It brought a reaction that loud enough from foreign investment company in Indonesia, because this regulation does not make certain benchmark of ownership to determine the status of foreign investment company in Indonesia. Indonesia finally change the regulation with Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. This Regulation remove the obligation of the conversion in a particular time to a subsidiary of foreign investment company (PT PMA). But the regulation is still not spesifically about the determination for subsidiary of foreign investment company (PT PMA).
This paper will talk about the status of foreign investment company for the companies in Indonesia after the enactment of Perka BKPM No. 12 Tahun 2013. Then this arrangement will be compared with the arrangement in the state of India and Australia, to then analyze about the consequences from each of the rules. In this paper will also be seen the implications of the status of foreign investment company (PT PMA) for the subsidiary of companies in Indonesia compared with India and Australia. The main issues is to be answered uses the method of juridical normative research and comparison to other countries. Analysis on the comparison will produce a regulation from another country which could perhaps adopt in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resha Farah Diba
"ABSTRAK
Perubahan Anggaran Dasar Induk Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Penanaman Modal Asing menimbulkan implikasi yuridis karena status induk perusahaan berubah dari perseroan terbatas penanaman modal dalam negeri menjadi perseroan terbatas penanaman modal asing, hal ini berpengaruh terhadap anak perusahaan dan terdapat implikasi perubahan status induk perusahaan terhadap anak perusahaan apabila kegiatan usaha anak perusahaan merupakan sektor yang tertutup untuk asing atau melebihi batas persentase yang diperbolehkan untuk asing. Penulisan tesis ini dikaji berdasarkan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum dengan menganalisa peraturan perundang-undangan terkait tentang penanaman modal dan perusahaan serta peraturan perundang-undangan lain yang mendasarinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh atas berubahnya status induk perusahaan dari Perseroan Terbatas Penanaman Modal Dalam Negeri menjadi Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing yaitu perubahan status anak perusahaan menjadi penanaman modal asing berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal karena terdapat unsur modal asing yang masuk ke dalam perseroan tetapi induk perusahaan tersebut tidak termasuk dalam penanam modal asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6. Implikasi perubahan status induk perusahaan terhadap anak perusahaan apabila kegiatan usaha anak perusahaan merupakan sektor yang tertutup untuk asing atau melebihi batas persentase yang diperbolehkan untuk asing sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyatatan Di Bidang Penanaman Modal yaitu timbul kewajiban untuk melakukan pengalihan saham kepada orang perorangan Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang kepemilikan sahamnya tidak ada unsur modal asing sebagaimana dimaksud dalam berdasarkan Pasal 1 angka 8 UUPM. Hal lain yang dapat dilakukan adalah penyesuaian mengenai bidang usaha, dimana anak perusahaan dapat melakukan perubahan bidang usaha yang sesuai.

ABSTRACT
Amendment of Article of Association Domestic Capital Investment Holding Company Becomes Foreign Capital Investment raised legal implication because of holding company status changed from Article of Association Domestic Capital Investment Holding Company Becomes Foreign Capital Investment, it affects to subsidiary and there is implication because of holding company status has changed to the subsidiary if subsidiary business sector are closed of foreign investor or maximum percentage allowed for foreign investment. Writing method uses is a normative legal research method and data used is primary data. The result show the impact because of holding company status changed from Domestic Capital Investment Holding Company Becomes Foreign Capital Investment is subsidiary company should be change become foreign investment based on Article 1 Point 8 Law Of The Republic Of Indonesia Number 25 Of 2007 Concerning Investments because there is foreign capital as mentioned in Article 1 Point 6. Implication of holding company status has changed to the subsidiary if subsidiary business sector are closed of foreign investor or maximum percentage allowed from foreign investment pursuant to Presidential Regulation No. 44 of 2016 regarding the List of Business Fields That Are Closed and Business Fields That Are Conditionally Open for Investment is should assign their share to Indonesian citizen s or Indonesian legal entity ies which is there is no foreign capital as mentioned in Article 1 Point 8. Another way, the subsidiary should change their business field."
2017
T47170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardi Ryan Andika
"This study aims to explain an association between the imposition of a new CFC regulation (MoF Regulation no. 107/PMK.03/2017) in Indonesia with the corporate behavior that is quantified by the foreign investment behavior and income allocation of the foreign subsidiaries, in particular on the income qualification aspect. By using the pooled least square with clustered standard of error, this study analyses the behavior of publicly listed company in Indonesia Stock Exchange from 2016-2018 and its foreign subsidiary data from Orbis by Bureau van Dijk. Evidently, there is no correlation between the imposition of the tax regulation measured by dummy variable towards the corporate behavior. Therefore, the regulators need to re-evaluate the effectivity of the current CFC regime in Indonesia.

Riset ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara diberlakukannya peraturan terkait CFC yang baru melalui PMK 107/PMMK.03/2017 dengan perilaku perusahaan yang diukur menggunakan perilaku investasi di luar negeri dan pendapatan anak perusahaan di luar negeri, secara khusus dari aspek kualifikasi pendapatan. Dengan menggunakan pooled least square dengan clustered standard of error, riset ini menganalisis perubahan perilaku dari perusahaan publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan anak perusahaan yang termuat dalam Orbis oleh Bureau van Dijk dari tahun 2016-2018. Hasilnya, tidak ada korelasi antara pemberlakukan peraturan pajak tersebut yang diukur dengan variable dummy terhadap perilaku perusahaan. Maka dari itu, pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi terhadap efektivitas dari penerapan peraturan terkait CFC di Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saraswati Aisya
"ABSTRACT
Semakin cepatnya arus globalisasi mempermudah transaksi lintas batas.Transaksi lintas batas merupakan teknik perencanaan pajak yang identik menimbulkan penghindaran pajak.Salah satu penghindaran yang bisa dilakukan adalah melakukan investasi saham melalui pendirian anak perusahaan di Luar Negeri yang tidak terdaftar di bursa atau Controlled Foreign Company CFC .Upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi hal tersebut adalah menerbitkan Kebijakan CFC terbaru yaitu PMK 107/PMK.03/2017.Di dalam kebijakan CFC terbaru memperluasdefinisi entitas dan pengendalian, yaitu skema kepemilikan CFC melalui trust serta menambahkan peraturan terkait pengendalian secara tidak langsung Indirect Control .Kedua perubahan ini merupakan konsep baru dalam peraturan perpajakan Indonesia sehingga kepastiannya perlu diperhatikan.Oleh karena itu, perlu diketahui latar belakang ketentuan terkait kepemilikan CFC melalui trustserta meninjau ketentuan tersebut dan ketentuan indirect controldari sisi asas kepastianPenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan data yang dikumpulkan merupakan hasil studi pustaka dan wawancara mendalam dengan key informant.Penelitian ini menghasilkan dua hasil penelitian. Pertama, terdapat beberapa latar belakang mengenai ketentuan terkait kepemilikan CFC melalui trust. Kedua, Kebijakan CFC belum memperhatikan kepastian hukum dari sisi subjek pajak, sisi prosedur, dan sisi pendefinisian terkait ketentuan kepemilikan CFC melalui trust dan indirect control.

ABSTRACT
The ever quicker globalization current facilitates cross border transactions. A cross border transaction is identical in giving rise to tax avoidance. One of the tax avoidance done was investing stocks through the establishment of a Controlled Foreign Company CFC . The efforts made by Indonesia in overcoming this was to publish the latest CFC Policy, PMK 107 PMK.03 2017.In the latest CFC policy expanded the definition and control of the entity, which is the ownership scheme of CFC through trust and adding regulations about Indirect Control. Both of these changes are new in taxation policy in Indonesia that its certainty needs to be concerned. Therefore, it needs to be noted about the background of the rules in relation to CFC 39 s ownership through trust and review the terms and conditions of indirect control from the principle of certainty.This research uses qualitative approaches and data collected from literature studies and in depth interviews with a key informant.This research produces two results. First, there are some backgrounds regarding the rules related to CFC 39 s ownership through trust. Second, CFC Policy hasn 39 t been paying attention to the legal certainty from the taxes subjects 39 side, procedural side, and the definition side in relation to the CFC 39 s ownership through trust and indirect control. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afianti Fajriyan
"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap key informant.Penelitian ini menghasilkan tiga hasil penelitian. Pertama, terdapat beberapa kelemahan pada CFC rules Indonesia antara lain terbatasnya definisi kontrol, tidak adanya definisi low tax juridiction, tidak terdapat ketentuan penghitungan besar dividen. Kedua, terdapat beberapa perbedaan ketentuan CFC Indonesia dengan Tiongkok antara lain tentang definisi kontrol, definisi low tax juridiction, pengecualian penerapan CFC rules. Ketiga, terdapat beberapa rekomendasi OECD yang dapat dilakukan pertimbangan adopsi antara lain perluasan definisi kontrol, pembuatan ketentuan tentang low tax juridiction dan penghitungan atribusi CFC berdasarkan persentase dan periode kepemilikan.

This research uses qualitative approach. Data were collected through in depth interviews of key informants. This study yields three research results. First, there are some weaknesses in CFC rules of Indonesia such as limited definition of control, there is no definition of low tax juridiction, there is no provision of large dividend calculation. Secondly, there are some differences between CFC rules in Indonesia and Tiongkok such as definition of control, definition of low tax juridiction, exemption of CFC rules implementation. Third, there are some OECD recommendations that can be taken into consideration of adoption such as the expansion of the definition of control, the preparation of low tax juridiction and the calculation of CFC attribution based on the percentage and period of ownership.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
T48729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rizky Saputra
"

Penelitian ini membahas mengenai latar belakang perubahan entity approach menjadi transactional approach dalam CFC rules Indonesia. Penelitian ini menganalisis kelebihan dan juga kelemahan dari masing-masing pendekatan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis CFC rules Indonesia ditinjau dengan six building blocks BEPS Action Plan 3.. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah pertama, perubahan pendekatan dilatar belakangi kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan dan untuk mendorong transparansi, kepastian hukum, dan keadilan bagi wajib pajak. Kedua, terdapat beberapa rekomendasi dari BEPS Action Plan 3 baik yang sudah diterapkan, maupun belum diterapkan untuk dipertimbangkan, diantaranya mengatur lebih lanjut mengenai definsi CFC yang disertai dengan hybrid mismatch rule, mengatur lebih lanjut ketentuan trust, menerapkan tax rate exemption, meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemerintah terkait penerapan transactional approach, memperjelas ketentuan untuk menggunakan ketentuan parent dalam menghitung penghasilan CFC, mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai kerugian CFC, mengatur batas minimal kepemilikan bersama-sama, dan mengatur ketentuan atribusi penghasilan CFC yang berdasarkan periode kepemilikan


This research discusses about the background change of entity approach into transactional approach in CFC rules Indonesia by analyzing the advantages and disadvantages of each approach. In Addition, this research also discusses about the current CFC rules Indonesia reviewed by six building blocks Base Erosion and Profit Shifting Action Plan 3. The research method uses qualitative descrirptive method. This research concludes that first, the background change of entity approach into transactional approach is the advantages and disadvantages of each approach and to stimulate transparency, legal-certainty, and fairness. Second, there are some recommendation from six building blocks BEPS Action Plan 3 that have been or not been adopted that needs to be reconsidered  such as regulating the definition of CFC rules that also includes hybrid mismatch rule, regulating provision about trust, upgrading the capacity of DGT, regulating the provision to use parent provision for calculating CFC income, regulating provision about CFC losses, regulating the minimum threshold of joint ownership, and attributing the CFC income by considering period of ownership

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Vania Saraswati
"Penelitian ini menelusuri faktor – faktor yang mendorong Malaysia-GT berkembang lebih pesat bila dibandingkan dengan Indonesia-GT dan Thailand-GT dalam skema IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle). IMT-GT merupakan skema kerja sama sub-kawasan di ASEAN yang didirikan pada tahun 1993. Sempat mengalami stagnasi pada periode 1997 – 2004, IMT-GT kembali mengalami revitalisasi pada tahun 2005. Hingga berakhirnya periode pengimplementasian cetak biru pertamanya pada tahun 2016, masing-masing wilayah dalam IMT-GT telah menunjukkan perkembangan, khususnya pada bidang ekonomi. Namun, Malaysia-GT memiliki perkembangan yang paling signifikan dari ketiganya. Maka dari itu, penelitian ini menganalisis faktor di balik perkembangan ekonomi wilayah Malaysia-GT yang lebih signifikan melalui empat variabel konsep segitiga pertumbuhan, yakni; (1) Jarak Geografis; (2) Economic Complementarity dan Infrastruktur; (3) Komitmen Politik dan Partisipasi Sektor Swasta; dan (4) Keberadaan Katalis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis komparatif serta menggunakan studi pustaka dan wawancara dalam mencari data. Analisis penelitian ini menemukan adanya empat poin yang mendasari perkembangan ekonomi Malaysia-GT. Pertama, Malaysia-GT memiliki lokasi strategis yang menguntungkan dalam hal kedekatan geografis dengan dua wilayah lainnya dan mampu mengatasi hambatan geografis di antara mereka. Kedua, Malaysia-GT memiliki tingkat economic complementarity yang tinggi dengan kedua wilayah lainnya dan ditunjang oleh pembangunan infrastruktur yang memadai. Ketiga, komitmen politik Malaysia-GT dalam mengembangkan ekonomi wilayah Malaysia-GT lebih kuat dari Indonesia-GT serta Thailand-GT, yang mana hal ini berimplikasi pada partisipasi sektor swasta yang lebih besar pula. Keempat, Pemerintah Federal, ADB, serta pihak swasta dalam Malaysia-GT berhasil menunjukkan perannya yang kuat dalam mendorong perkembangan ekonomi wilayah. Dengan demikian, keunggulan yang dimiliki oleh Malaysia-GT dalam empat variabel tersebut merupakan alasan di balik perkembangan ekonomi Malaysia-GT.

This study explores factors that drive Malaysia-GT to develop more rapidly in comparison to Indonesia-GT and Thailand-GT in the IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) scheme. IMT-GT is a sub-regional cooperation scheme in ASEAN which was established in 1993. Had experienced stagnation in the 1997 – 2004 period, IMT-GT underwent a revitalization in 2005. Until the end of the first implementation blueprint in 2016, each region in the IMT-GT has shown steady progress, particularly in the economic field. However, Malaysia-GT has shown the most significant development of all three. Therefore, this study investigates the reasons behind Malaysia-GT’s rapid development through four growth triangle concepts variables, namely; (1) Geographical Proximity; (2) Economic Complementarity and Infrastructure; (3) Political Commitment and Private Sector Participation; and (4) Catalyst. This study uses qualitative methods with comparative analysis and uses literature and interviews in data accumulation. The analysis of this study found four points that underlie the Malaysia-GT economic development. First, Malaysia-GT has a strategic location that is advantageous in terms of geographical proximity with the other two regions and is able to overcome the geographical barriers between them. Second, Malaysia-GT has a high level of economic complementarity with the two other regions and is supported by adequate infrastructure development. Third, Malaysia-GT has a stronger political commitment in developing the region’s economy rather than Indonesia-GT and Thailand-GT, in which this aspect has implications for greater private sector participation. Fourth, the Federal Government, ADB, and private sector, as the catalysts of Malaysia-GT, has succeeded in displaying its strong role in driving the economic development. Thus, the eminence of Malaysia-GT in these four variables are the reason behind the significant development of the Malaysia-GT economy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ria Nanda
"Penelitian ini berfokus pada kedudukan kreditur korporasi asing sebagai pemegang Hak Tanggungan yang mendapatkan pengalihan piutang atas nama (cessie). Dalam konteks kepailitan, hal tersebut dapat memunculkan sengketa, sebagaimana ditemukan dalam kasus di Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 86/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan subjek Hak Tanggungan karena adanya pengalihan piutang atas nama (cessie) kepada korporasi asing dan peran Notaris/PPAT dalam pembuatan akta cessie dan pencatatan Hak Tanggungan karena adanya cessie. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan serta dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa korporasi asing tidak dapat menjadi subjek Hak Tanggungan yang dibebankan di atas tanah Hak Milik karena berdasarkan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) khususnya Pasal 21 ayat (1), hanya Warga NegaraIndonesia yang dapat mempunyai Hak Milik, sehingga pengalihan piutang atas nama tersebut menjadi batal demi hukum. Adapun akta cessie yang dibuat oleh Notaris menjadi tidak memiliki jaminan kebendaan karena objeknya tidak bisa dikuasai. Selain itu PPAT juga tidak dapat mendaftarkan Hak Tanggungan yang diperoleh dari cessie karena subjek cessie adalah korporasi asing.

The research focused on legal standing of foreign corporate creditor as mortgage holder obtaining the transfer receivables on behalf of cessie. In the context of bankruptcy, this led to disputes, as found in the case of Commercial Court Decision at the Central Jakarta District Court number 86/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. The issues raised in this study were regarding the legal standing of the subject of Mortgage Rights obtained from the transfer of cessie to foreign corporations and the role of a notary/ PPAT in arranging cessie deed and recording the Mortgage due to the cessie. This normative juridical research used secondary data collected through literature study and analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be stated that foreign corporations cannot be the subject of Mortgage that was imposed the proprietary land, as based on the provisions in Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles (UUPA), Article 21 paragraph (1), only Indonesian Citizens can have Ownership Rights, so that the transfer of receivables in that name is null and void. The cessie deed arranged by a notary does not have material guarantees since the object cannot be controlled. In addition, PPAT also cannot register Mortgage obtained from cessie because the subject of cessie is a foreign corporation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>