Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raja Hanif Fuady
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang kemenangan Partai Adalet Ve Kalkinma pada `Erken Secim` Pemilu Dini Turki Tahun 2015. Kemenangan ini merupakan yang paling dramatis Partai Adalet Ve Kalkinma sejak didirikannya pada tahun 2001. Adanya isu keamanan nasional mempengaruhi mayoritas pemilih di Turki sehingga menyebabkan kemenangan yang signifikan bagi AKP untuk kembali membentuk pemerintahan satu partai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan data yang diperoleh dari studi pustaka. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep perilaku pemilih. Hasil temuan dari penelitian ini adalah mayoritas pemilih Turki memilih berdasarkan isu besar keamanan nasional yang mempengaruhi pemilih secara Psikologis, Sosiologis, dan Rasional.

ABSTRACT
This research aims to explain the victory of Adalet Ve Kalkinma Party during the 2015 Early Election in Turkey. It is the dramatic victory by Adalet Ve Kalkinma party they have ever won since its existence in 2001. With this change of the preference over the majority voters, it causes the significant influence for the victory of the Adalet Ve Kalkinma Party to form a one-party government. The concept used for this such research is namely The Voting Behavior of the Constituent. The result of this research reveals that the most Turkish majority voters have preference based on National Security big issue which influence voters on Psychological, Sociological and Rational Choice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Ayu Agustin
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pengaruh revivalisme Islam yang muncul di Turki dengan kemenangan AKP dalam pemilu 2002. Dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika politik di Turki semenjak periode kekhalifahan Turki Usmani hingga era pasca Mustafa Kemal menunjukkan bahwa sekularisme gagal menggeser ideologi dan tradisi Islam yang telah lama mengakar dalam masyarakat Turki, sehingga revivalisme Islam akhirnya muncul sebagai alternatif perubahan . Salah satu indikasi terjadinya revivalisme Islam adalah diterimanya Islam dalam dunia perpolitikan Turki dengan menangnya partai-partai Islam dalam pemilihan umum di Turki, seperti Partai Refah di pemilu 1995 dan AKP di pemilihan umum 2002. Revivalisme Islam yang terjadi ini juga menyebabkan mayoritas masyarakat Turki menginginkan pemimpin yang berkarakter relijius namun juga moderat, yang pada akhirnya hal ini menjelaskan alasan kemenangan AKP di pemilu 2002 karena AKP memiliki citra sebagai sebuah partai Islam yang moderat.

The objective of this research is to analyze relations between Islam revivalism emerged in Turkey and AKP victory in 2002 elections. With analytic-descriptive qualitative method, this research found that in the Post Mustafa-Kemal period, secularism failed to shift ideology and Islamic tradition rooted in Turkey society, so that Islamic revivalism emerged again as an alternative change. One of the indicator or Islamic revivalism is its prominent existence in domestic politics, shown by triumph of Islamic parties in Turkey elections like Refah Party in 1995 and AKP in 2002. The current Islamic revivalism lead majority of Turkey people to vote for leader with religious character but also moderate, which explained the reasons of AKP in elections 2002 because AKP has the image of moderate Islamic party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S44455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilvia Difa Nawi
"Skripsi ini membahas mengenai faktor keuntungan yang didapatkan oleh Rahmat Effendi sebagai petahana dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018. Rahmat Effendi mendapatkan faktor keuntungan sebagai petahan, diantaranya adalah pro incumbent endorser bias, lalu campaign discount, dan district partisan bias. Dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018, terdapat dua pasang calon yang maju. Diantaranya adalah Rahmat Effendi-Tri Ardhianto dan Nur Supriyanto-Adhy Firdaus. Rahmat Effendi sebagai petahana mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari penantangnya dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018, sehingga Rahmat Effendi dapat memenangkan Pilkada Kota Bekasi tahun 2018. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam.

This thesis discusses the profit factors obtained by Rahmat Effendi as incumbents in the Bekasi City Election in 2018. Rahmat Effendi gets a profit factor as a defense, including the pro incumbent endorser bias, then a discount campaign, and a biased district partisan. In the Bekasi City Election in 2018, there are two pairs of candidates who advance. Among them are Rahmat Effendi-Tri Ardhianto and Nur Supriyanto-Adhy Firdaus. Rahmat Effendi as a incumbent benefits far more than the challenger in the Bekasi City Election in 2018, so Rahmat Effendi can win the Bekasi City Election in 2018. The method used in this thesis is a qualitative method carried out by in-depth interviews.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fhadilah Eka Pratiwi
"Dalam penelitian ini terdapat tiga pokok permasalahan: Pertama, terkait dengan hak konstitusional dalam pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum, Kedua, mengenai perkembangan pengaturan mengenai pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum dari zaman orde baru sampai dengan sekarang, dan Ketiga, mengenai penyelesaian sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu tahun 2014 dihubungkan dengan keikutsertaan dalam pemilu. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum dijamin oleh UUD Tahun 1945 setelah perubahan. Pengaturan mengenai pendirian partai dan keikutsertaan dalam pemilu di zaman orde baru sangat dibatasi oleh penguasa. Menuju pemilu tahun 2014 pengaturan mengenai pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum menunjukkan arah ke penyederhanaan partai politik terlihat dengan persyaratan yang harus dipenuhi. Penyelesaian sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu di Bawaslu dan PTTUN telah menjamin hak konstitusional partai politik untuk ikut serta dalam pemilihan umum.

This research will focus on three main problems. First, constitutional right to established political parties and participation in election. Secondly, the development of regulation on establishment political parties and participation in election from orde baru era until now. Thirdly, the settlement of verification dispute of political parties participants in election 2014 associated with the right to participation in election. The method used in this research is judicial-normative which has its bearing on secondary data, this research will also be presented in the form of descriptive-analytical.
The result of this research shows that established of political parties and participation in election was guarantee in UUD 1945 after change. The regulation of establishment political parties and participation in election was limited by the authorities in orde baru. Towards 2014 election, regulation of establishment political parties and participation in election shows the direction to simplification political parties based on requirement that must be fulfilled. The settlement of verification dispute in Bawaslu and PTTUN shows guaranteed of constitutional right to participate in election.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46445
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Adi Putri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keunikan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Tingginya posisi perempuan Minang darin aspek sosial dan budaya tidak berbanding lurus dengan kedudukan dalam politik, yang terlihat dari masih sedikitnya perempuan yang memiliki powsisi menentukan dalam politik dan pemerintahan. Juga tercermin dari jumlah keterwakilan di DPRD yang masih jauh dari kuota 30 yang dinyatakan dalam undang-undang.Fokus penelitian ini adalah pada bagaimana perempuan caleg yang ada di Sumatera Barat menggunakan modal sosial yang sudah ada, untuk mendapatkan posisi politik di DPRD. Penelitian ini dilakukan terhadap tiga orang perempuan caleg yang berhasil mendapatkan kursi di DPRD Sumatera Barat dalam Pemilu 2014. Teori utama yang digunakan adalah teori modal sosial Putnam, didukung oleh teori dari ahli lain seperti Uphoff, Grootaert, Coleman dan Lawang.Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus, dimana data-data didapatkan dari wawancara terhadap tiga perempuan caleg yang menang, kepada anggota jaringan yang dimiliki oleh perempuan caleg yang berasal dari organisai sosial dan tokoh adat dan kepada pengurus partai Golkar dan Nasdem yang merupakan partai yang mencalonkan perempuan caleg.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perempuan caleg yang menang dalam Pemilu 2014 untuk DPRD SUmatera Barat, memiliki modal sosial yang terdiri dari jaringan, norma dan kepercayaan. Pola jaringan merupakan personal berbentuk duaan ganda berlapis. Norma sebagai modal sosial dikaitkan dengan peran Ninik Mamak dan bundokanduang dalam mendukung keterpilihan perempuan caleg. Kepercayaan dari anggota jaringan dan norma yang berlaku di masyarakat terhadap posisi perempuan di Minangkabau adalah modal sosial kognitif.Temuan penelitian adalah bahwa dengan cara-cara yang tepat, seperti pendekatan silaturahim dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat, kampanye door to door maka modal sosial dapat memengaruhi kemenangan caleg perempuan di Sumatera Barat. Filosofi penggunaan modal sosial oleh perempuan caleg di Minangkabau adalah cancang aia ndak kaputuih, yang artinya bahwa hubungan yang terbangun dari kedekatan karena satu kaum, satu alumni organisasi dan satu kampung 3H: sadarah, sabagarah, sadaerah diibaratkan seperti mencincang air, yang tak akan pernah putus.

ABSTRACT
The background behind this dissertation is the unique culture of the Minangkabau people in West Sumatera. Viewed from a social and cultural aspect, women 39;s high social standing in the Minangkabau Society is incongruent to their position in politics, as women only hold a smal number of seats in the government. The number of female representatives in the Regional People 39;s Representatives Council DPRD is also far from the thirty percent quota that is written in the law.The main focus of this study is how women, as representatives in council, are able to gain gain their seats using pre-existing social capital. This study is centered around three female candidates that has managed to secure the seats in council.The main theory used in this study is Putnam 39;s social capital theory, and it is supported by theories from experts such Uphoff, Grootaert, Coleman and Lawang. This research uses qualitative method and executes it through interviews with three femal candidates who come from social organization, traditional leaders, and party officials from Golkar and Nasdem the parties which nominated these women .The principal findings of this study reveal that femal candidates who secured their seats in the 2014 regional election have one common similarity-all of these women have social capital consisting of network, norms, and trust. The network a person has is personal in nature and considered double-layared. a person 39;s belief and the norms a person upholds, if consistent with those of society 39;s, is considered as cognitive social capital.the theoretical implication of this study shows that, using the correct methods, such as personally approaching traditional leaders adn doing door to door campaign, could increase a person 39;s social capital. social capital can influence the victory of women candidates in West Sumatera. The philosophy behind the use of social capital is cancang aia dak kaputuih, which means mincing water that will never break "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D2463
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernad Dermawan Sutrisno
"Setidaknya ada 4 (Empat) pemasalahan perwakilan politik yang diciptakan oleh sistem pemilu 1999, yakni kesenjangan harga kursi yang mencolok antar daerah Pemilihan, rendahnya mandat yang dimiliki oleh para wakil rakyat, terjadinya pengingkaran daerah perwakilan oleh beberapa wakil rakyat, dan kurang mengakomodasi perwakilan politik lokal dan perempuan. Dan keempat permasalahan tersebut, maka penelitian ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan penelitian yakni : Bagaimanakah proses pelaksanaan sistem pemilu 1999 dilihat dad dimensi - dimensi secara teoritis perancangan sebuah sistem pemilu, dan Bagaimanakah pengaruh sistem pemilu 1999 terhadap perwakilan politik anggota DPR dilihat dari sisi mandat suara, representasi wilayah dan representasi kelompok masyarakat.
Adapun teori yang digunakan untuk membahas permasalahan tersebut adalah teori tentang sistem pemilu yang menyangkut Besaran Distrik (District Magnitude), Formula Pemilihan (Electoral Formula), dan Batas Dukungan Pemilihan (Electoral Threshold), serta teori Perwakilan Politik yang menyangkut dua hal yakni : perwakilan politik dalam artian statistik merupakan sampel (wakil) dari suatu populasi (masyarakat), dan perwakilan politik yang dianggap meliputi proporsi yang sama untuk setiap kelompok datam masyarakat yang relevan seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain - lainnya dalam suatu populasi masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pemilu 1999 telah menciptakan diskriminasi terhadap daerah yang berpenduduk padat, adanya ketidakseimbangan bobot mandate, tidak memberikan ruang akomadasi yang seimbang terhadap kelompok masyarakat, meniadakan peluang munculnya Partai lokal, tidak melibatkan rakyat pada pencalonan Keanggotaan DPR, terjadinya sentralisasi calon Anggota DPR, banyaknya suara yang tidak sah, adanya kesenjangan perolehan suara Partai dengan kursi yang diraih Partai, sistem mendorong konflik internal Partai, dan pengingkaran Daerah Pemilihan. Akibatnya, sistem pemilu 1999 sangat berpengaruh terhadap perwakilan politik anggota DPR, yakni bentuk perwakilan politik yang mencerminkan ketidakseimbangan perwakilan antar wilayah, serta kurangnya perwakilan politik kelompok masyarakat khususnya orang lokal dan perempuan.
Implikasi teoritis adalah analisis perwakilan politik dengan menggunakan teori sistem pemilu cenderung menghasilkan perwakilan politik angka kuantitatif atau data -data statistik. Perwakilan politik yang terekam baru sebatas pada konfigurasi tabel angka, dan data kuantitatif. Padahal perwakilan politik menyangkut berbagai aspek kualitatif seperti representasi kepentingan. Aspirasi kelompok fungsional tidak terdeteksi dengan menggunkan angka statistik. Oleh karena itu, dalam penelitian perwakilan politik tidak cukup hanya menggunakan analisis teori sistem pemilu, tetapi jugs teori lain yang menyangkut hubungan perilaku dan interkasi kepentingan dan aspirasi antara wakil rakyat dengan rakyat yang diwakili.

At least there is 4 (four) of Problems of politics delegation created by system general election 1999, namely difference of chair price striking interregional election, its low is mandate owned by all people proxy, the happening of denial of delegation area by some people proxy, and less accommodate the local political delegation and woman. And fourth the problems, hence this research is out for reply two research question namely: What will be process of execution of system general election 1999 seen from dimension theoretically scheme a general election system, and What will be influence of system general election 1999 to political delegation member Parliament seen and side of voice mandate, regional represents and representative of society group.
As for theory used to study the problems is theory about system general election which is concerning its Big Canton (District Magnitude), Formula Election (Electoral Formula), end Boundary of Election Support (Electoral Threshold), and also theory of Politics Delegation which is concerning two matter namely: political delegation in statistical means represent the sample (proxy) and a population (society), and politics delegation assumed cover the same proportion to each; every group in relevant society like age, gender, work and others in a society population.
Result of research show that system of general election 1999 have created the discrimination to overpopulated area, existence of imbalance of Wight mandate, don't give the well-balanced space accommodate. to society group, negating local Party appearance opportunity, don't entangle the people at nomination of Membership Parliament, the happening of centralizes of candidate of Member Parliament, to the number of illegal voice, existence of acquirement difference voice the Party with the chair which is reached for by a Party, system push the internal conflict Party, and denial Election Area. As a result, system of general election 1999 very having an effect on to political delegation of member Parliament, namely form politics delegation mirroring delegation imbalance usher the region, and also the lack of delegation is political of society group specially local people and woman.
Theoretical implication is political delegation analysis by using theory system of general election tend to yield the political delegation quantitative number or statistical. Politics delegation which new record limited at configuration is tables of number, and quantitative date. Though political delegation concerning various aspect qualitative like representation importance. functional Group aspiration is not detected by using statistical number. Therefore, in insufficient political delegation research only use the analysis of theory of general election system, but also other theory which is concerning behavioral relation and interaction of importance and aspiration between people proxy with the people deputized.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindya Esti Sumiwi
"ABSTRAK
Isu etnisitas dan agama (SARA), yang muncul di media sosial Twitter, dilekatkan pada Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat selama Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung. Perihal konten atau pesan politik, hingga mereka yang disebut sebagai influencer telah menjadi variabel-variabel penting dalam upaya penanganan isu tersebut. Pertanyaan penelitian dalam penulisan ini adalah, seperti apa bentuk konten yang dihasilkan? Bagaimana peran influencer selama kampanye berlangsung? Dengan metode kualitatif, penulis melakukan berbagai kajian literatur, seperti buku, jurnal ilmiah, data monitoring media sosial, dan pemberitaan media daring, hingga wawancara mendalam dengan sejumlah tim pemenangan Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konten atau pesan politik, serta influencer telah membentuk persona pasangan petahana sebagai sosok "bineka". Dengan key message seputar keberagaman, sosok Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat dibangun dalam citra sebagai pelayan rakyat yang bekerja untuk semua kalangan. Hal ini dibentuk dalam rangka diferensiasi dengan pasangan calon lainnya. Namun demikian, pesan politik akan keberagaman ini sendiri telat disampaikan secara eksplisit, dan baru lebih gencar ketika memasuki kampanye putaran kedua. Walaupun sejak putaran pertama telah ada upaya netralisasi terhadap isu SARA, kampanye yang dilakukan pun masih bersifat parsial. Pada akhirnya, tolak ukur keberhasilan suatu strategi kampanye dilihat dari tujuan utama kampanye tersebut dilakukan. Bila dilihat dari persebaran sentimen pada masa akhir, kampanye media sosial yang dilakukan oleh tim pemenangan dapat dikatakan berhasil. Namun demikian, hal ini tentunya tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan hasil akhir pemilu.

ABSTRACT
The ethnicity and religion issue, which appeared on Twitter, was attached to Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat during the 2017 Regional Election of DKI Jakarta underway. The content or political message, and those called as influencers had become important variables in handling the issue. The research questions in this writing are, What was the form of the contents? How was the role of influencers during the campaign? By using the qualitative method, the researcher did literature studies, to the in-depth interviews with some members of the campaign team of Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat. The result of this research shows that the content or political message and the influencer had formed the image of this candidate as the "bineka" persons. In the key message of diversity, the image of Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat was built as the servant of the people that work for all circles in DKI Jakarta. It was formed in order of differentiation with the other candidate. Nevertheless, this political message of diversity was too late to be delivered explicity, and getting more intensified when the campaign was entering its second round. Although there were efforts to neutralize the ethnicity and religion issue on the first round, the campaign was done partially. In the end, the benchmark of success of a campaign strategy can be seen from the main purpose of the campaign itself. As it is seen from the sentiment deployment in the last moment, the social media campaign which was done by the winning team, could be deemed successful. But however, it can't be automatically linked to the final result of the election."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfikri Suleman
"Pemilu (pemilihan umum) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan politik negara-negara modern dewasa ini. Mulai diperkenalkan pertama kali di negara-negara demokrasi Barat, pemilu dewasa ini juga merupakan bagian yang penting dari perjalanan kehidupan politik di negara-negara berkembang. Untuk Indonesia sendiri, sejak masa pemerintahan Orde Baru yang sudah berusia seperempat abad ini, telah diadakan empat kali pemilu. Dalam pemilu 1987 yang lalu, yang merupakan pemilu ke-4, Golkar bukan saja berhasil mempertahankan keunggulannya dari PPP dan PDI, tetapi juga berhasil menambah persentase perolehan suaranya, yaitu dari 64,3% dalam pemilu 1982 menjadi 74,5% dalam pemilu 1987. PPP sebagai saingan terdekat Golkar justru mengalami penurunan dalam perolehan suaranya, yaitu dari 27,8% (pemilu 1982) menjadi 15,25% (pemilu 1987). Tidak itu saja, Golkar juga berhasil menggusur PPP dari daerah-daerah pemilihan yang sebelumnya merupakan basis partai Islam ini.
Penelitian ini mencoba mengungkapkan hal-hal di sekitar kemenangan Golkar untuk pertama kalinya terhadap PPP di Desa Moto Panjang, Kecamatan Kato VII, Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat. Pertanyaan pokok yang diajukan adalah: apakah ada pengaruh faktor-faktor tertentu terhadap kemenangan Golkar tersebut? Yang dimaksud dengan faktor-faktor tertentu adalah popularitas kontestan, keluarga, isyu/kampanye, pimpinan formal dan pimpinan informal. Untuk menjawab pertanyaan.ini, diadakan penelitian lapangan dalam bentuk pengumpulan data melalui pengisian daftar pertanyaan terhadap 103 responden yang dipilih secara sistematis, yang menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu 1987 di Desa Kato Panjang. Di samping itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara tak terstruktur dengan tokoh-tokoh masyarakat mau pun dengan anggota-anggota masyarakat biasa, serta melalui studi kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisis melalui penyajian tabel-tabel frekuensi dan tabel silang. Analisis bersifat kualitatif.
Temuan penelitian ini menunjukkan, bahwa tidaklah mudah untuk mengetahui aspirasi politik anggota-anggota masyarakat, khususnya masyarakat desa. Apalagi untuk jenis penelitian yang mengandung keterbatasan-keterbatasan tertentu seperti pemilu ini, anggota-anggota masyarakat tidak sepenuhnya bersedia memberikan keterangan-keterangan yang dapat diandalkan. Kedua, sepanjang yang dapat diungkapkan oleh hasil penelitian ini, keberhasilan Golkar mengalahkan PPP untuk pertama kalinya di Desa Koto Panjang disebabkan karena keberhasilan pimpinan formal melakukan pendekatanpendekatan yang bersifat persuasif yang disertai dengan bantuan keuangan yang bermanfaat bagi pembangunan desa. Pendekatan-pendekatan persuasif ini, yang disertai, dengan bantuan keuangan, telah mampu meningkatkan popularitas Golkar di mata masyarakat pemilih di Koto Panjang. Pada waktu yang sama popularitas PPP amat merosot di mata masyarakat, yang salah satu penyebabnya adalah karena terjadinya konflik kepentingan yang berkepanjangan dalam tubuh DPP PPP.
Tapi yang juga penting adalah kenyataan, bahwa kekuatan pengaruh faktor pimpinan formal ini tidak bersifat langsung terhadap masyarakat, melainkan bekerja melalui faktor pimpinan informal. Yang dimaksud adalah, bahwa sebenarnya pimpinan informal inilah - ninik-mamak dan pemuka-pemuka agama - yang mengalami perubahan prilaku memilih, yang kemudian diikuti oleh sebagian besar anggota masyarakat. Pimpinan formal atau pemerintahan tetap belum memiliki "akses" langsung terhadap anggota-anggota masyarakat. Agaknya hasil penelitian ini menegaskan, bahwa sementara pimpinan formal merupakan faktor yang semakin penting dalam mempengaruhi prilaku politik anggota-anggota masyarakat, khususnya masyarakat desa, pimpinan informal tetap merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainur Rofieq
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keterpilihan Neneng Hasanah Yasin-Rohim Mintareja yang mengalahkan incumbent kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada Kabupaten Bekasi tahun 2012. Dugaan yang berkembang mengenai keterpilihan tersebut adalah adanya faktor popularitas orang tua Neneng Hasanah Yasin dengan memanfaatkan jaringan kepala desa untuk mendukung putrinya tersebut. Diduga terjadi praktik klientelisme dalam kemenangan Neneng Hasanah Yasin tersebut.
Fokus penelitian ini adalah dengan melihat dinamika pemilih yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada Kabupaten Bekasi tahun 2012 dibandingkan dengan Pilkada Kabupaten Bekasi tahun 2007 di empat kecamatan, yakni di Kecamatan Bojongmangu, Cikarang Pusat, Sukatani, dan Tarumajaya. Keempat kecamatan tersebut mewakili empat wilayah pengembangan Kabupaten Bekasi yang memiliki karakteristik tertentu. Selain itu digunakan variabel kontrol faktor demografis dan faktor wilayah untuk memperkuat analisa. Sebagai alat analisis digunakan teori klientelisme, teori perilaku pemilih Dennis Kavanagh yang membagi pemilih berdasarkan pilihan rasional dan ekologis.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kuantitatif dengan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Selain itu digunakan wawancara sebagai pendukung analisa data kuantitatif. Teknik analisa data menggunakan tabulasi silang. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 10%.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa klientelisme mempengaruhi terhadap keterpilihan Neneng Hasanah Yasin-Rohim Mintareja dalam bentuk jumlah pemberian kepada pemilih serta ajakan yang dilakukan oleh Tim Sukses. Berkaitan mengenai dugaan keterlibatan kepala desa, ternyata dalam kajian ini tidak terbukti. Implikasi teori terhadap teori menunjukkan bahwa faktor keterpilihan kandidat kepala daerah tidak hanya didasarkan pada faktor popularitas dan identifikasi terhadap kandidat, identifikasi terhadap partai, namun juga didasarkan oleh faktor klientelisme yang berupa pemberian janji dan material.

The thesis background is about the election of Neneng Hasanah Yasin-Rohim Mintareja defeating the incumbent regional leader and its vice at Pilkada of Bekasi in 2012. Assumption to the election is a factor of popularity old fellow of Neneng Hasanah Yasin using network local leader countryside to support her. It is believed that clientelism made Neneng Hasanah Yasin’s victory.
This research focus is about dynamic voter that happened to Pilkada of Bekasi 2012 compared to Pilkada of Bekasi 2007 in four districts, namely District of Bojongmangu, Cikarang Pusat, Sukatani, and Tarumajaya. Those districts represent four of region development of Bekasi which has special characteristic. Besides control variable, demographic and regional factor is used to strengthen analysis. Basis of analies uses theory of clientelism, behavioral theory of voter of Dennis Kavanagh dividing voter to ecological and rational choice.
The research method is quantitative study using questionaire as data collection. Interview is used to support quantitative data analysis. Data analysis technique uses cross tabulation. The sampel in this research is 100 people with trusted level 95% and margin of error 10%.
Obtained result indicates that clientelism influences to the elected of Neneng Hasanah Yasin-Rohim Mintareja in the form of gifts amount to voter and also persuasion conducted by Successful Winning Team. As assumption of involvement of countryside leader, the reality in this study is unprovable. Implication of theory shows that the electability factor of regional leader candidate is not only based on popularity factor and candidate identity, party identity, but is also based by factor of clientelism which is in the form of giving promises and materials.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T38646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibi Kurniawan
"Salah satu aturan main yang harus dirumuskan didalam proses pelaksanaan pemilu yang demokratis adalah perumusan terkait mekanisme sistem pemilu beserta instrument- instrumen kepemiluannya. Sistem pemilu adalah instrument teknis pelaksanaan pemilu yang digunakan untuk menentukan keterpilihan suatu partai politik atau calon anggota legislatif didalam proses transisi kekuasaan. Di Indonesia, dari masa ke-masa terkait mekanisme sistem pemilu menjadi perdebatan didalam proses perumusan Undang- Undang Pemilu. Peristiwa ini-pun terjadi didalam proses pembahasan UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD terkait empat isu krusial yani sistem pemilu, ambang batas parlemen (parliamentary treshold), alokasi kursi ke dapil dan metode konversi suara menjadi kursi. Sikap PDI Perjuangan mengenai pembahasan sistem pemilu merupakan kepentingan dari keberadaan partai politik sebagai peserta pemilu didalam proses perebutan kekuasaan secara konstitusional dan berdasar atas pengalaman dan sejarah kepesertaannya didalam proses pemilu di Indonesia.
Teori yang digunakan didalam penelitian ini adalah teori sistem pemilu Arend Lijphart, teori model kebijakan partai politik Hans Deiter Klingeman, teori ideologi Terrence Ball, teori elit dan teori konsensus dan konflik Maswadi Rauf dan Maurice Duverger. Penelitian in menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini akan menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni data yang diperoleh dari wawancara yang akan digunakan sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan (literature review) yang digunakan sebagai sumber data sekunder.
Kesimpulan penelitian bahwa sebagai sebuah proses politik, Fraksi PDI Perjuangan memiliki alasan atas kepentingan politik terkait empat isu krusial didalam pembahasan UU No 8/2012 Tentang Pemilu. Kepentingan politik yang dioperasionalkan dari pemahaman ideologis partai dalam proses tarik menarik kepentingan politik (political-interplay) didalam proses pembuatan undang-undang Pemilu No 8 Tahun 2012. Akan tetapi, keputusan yang diambil berdasarkan kompromi merupakan keputusan yang moderat untuk diambil diantara banyaknya perbedaan di antara fraksi-fraksi.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pendekatan model kebijakan partai politik didalam prosedur negara demokratis, pendekatan elit dan konsensus politik telah memberikan implikasi positif terhadap proses pengambilan keputusan pembahasan Undang-Undang No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD.

Among the rules that must be formulated in the process of a democratic election is one involving the mechanisms of an electoral system and its associated instruments. The electoral system is implemented as a technical instrument to determine the desirability of a political party or legislative candidate in the process of their transition to power. In the Republic of Indonesia, from time to time there has been considerable debate over the mechanisms of an electoral system during the process of formulating its Election Laws. Such a debate had then ensued during the discussion of Law No. 8 of 2012 on the Election of Members of DPR, DPD and DPRD, involving four crucial issues: the election system, parliamentary threshold, the allocation of seats to the constituencies and conversion methods of votes into seats. On that, the Indonesian Democratic Party of Struggle made a political stance that had been within the interest of political parties in their constitutional struggle for power, based on contesting history and experience in the election process of Indonesia.
The fundamental theories used in this study include Arend Lijphart's theory on the electoral system, Hans Deiter Klingeman's theory on the policy models of political parties, Terrence Ball's theory on ideology and Maswadi Rauf & Maurice Duverger's theories on the elite, consensus and conflicts. This study utilized qualitiative methods of research in its two techniques of data collection. Data obtained from interviews were used as the primary source, while literature references were used as the secondary source.
This study concluded that as a political process, factions in the Indonesian Democratic Party of Struggle had reasons within their political interest involving the four crucial issues in the discusssion of Law No 8/2012 on Elections. In the political process, Indonesia Democratic Party of Struggle implied the ideological platform. Although a decision was ultimately reached based on compromise, it had been moderacy taken from the various differences between factions of the political parties.
Theoretical implications show that in the procedures of a democratic country, the approaches of policy models of political parties, elite and political consensus gave positive implications for the decision making process in the discussion of Law No. 8 of 2012 on DPR, DPD and DPRD Elections.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T38966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>