Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121368 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mafirah Halima Abdurrachman
"Bank sebagai institusi keuangan mempunyai peran penting dan dampak terhadap kestabilan sistem keuangan. Untuk itu, pengawasan terhadap sektor perbankan dan kesehatan suatu bank merupakan hal yang krusial. Ketika suatu bank mengalami permasalahan yang membahayakan keberlangsungan usahanya dan tidak dapat diselesaikan, hal ini menyebabkan bank tersebut menjadi bank gagal. Skripsi ini membahas mengenai penanganan Bank Gagal, terutama pada proses penjualan saham bank sebagai langkah akhir penanganan yang dilakukan oleh LPS. Pembahasan dilakukan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XIII/2015 terkait penjualan saham Bank Mutiara, dimana LPS mempertanyakan kekuasaannya untuk menjual saham milik masyarakat yang terdapat dalam Bank Mutiara mengingat bank berbentuk Perusahaan Terbuka. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif yang berbasis pada analisis norma hukum dengan metode pengambilan data berdasarkan peraturan perundang-undangan dan literatur hukum terkait.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa LPS tidak berwenang untuk menjual saham milik masyarakat, karena meskipun jumlah sahamnya telah terdilusi sebagai akibat diambil alihnya bank oleh LPS, keberadaan saham masyarakat tetap diakui dan dilindungi oleh hukum. Sebagai saran, penulis mengajukan diperbaruinya peraturan terkait penjualan saham bank gagal yang lebih terinci dengan memperhatikan hak pemegang saham masyarakat pada suatu bank yang berbentuk Perusahaan Terbuka.

Banks as financial institutions have an important role and impact on the stability of the financial system. For this reason, supervision of the banking and health sector of a bank is crucial. When a bank experiences problems that endanger the sustainability of its business and cannot be resolved, this causes the bank to become a failed bank. This thesis discusses the handling of Bank Fails, especially in the process of selling bank shares as the final step in handling the LPS. The discussion was conducted on the decision of the Constitutional Court No. 53 / PUU-XIII / 2015 related to the sale of Bank Mutiara shares, which are LPS to question its power to sell shares in the community contained in the Pearl Bank considering the bank in the form of a public company. The method used is legal research with a normative juridical approach based on the analysis of legal norms with data collection methods based on legislation and related legal literature.
The conclusion of this thesis is that LPS is not authorized to sell shares owned by the public, because even though the number of shares has been diluted as a result of the taking over of banks by LPS, the existence of public shares is stillrecognized and protected by law. As a suggestion, the authors propose an update of regulations relating to the sale of failed bank shares in more detail by paying attention to the rights of community shareholders in a bank that in the form of a public company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S70066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Lazuardi Suwana
"Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya permasalahan dengan timbulnya perbedaan interpretasi berkaitan dengan syarat pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Sebagian pihak berpendapat bahwa pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan di muka umum adalah persayaratan mutlak yang harus dilaksanakan dan oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata, penjualan dengan cara lain (termasuk dengan cara penjualan secara tertutup atau bawah tangan) hanya dapat dilaksanakan setelah ditentukan oleh Hakim. Sedangkan sebagian pihak lainnya beranggapan bahwa pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan dapat langsung dilaksanakan sepanjang memang telah diperjanjikan oleh para pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam perkara ekskusi gadai saham PT Ongko Multicorpora yang dilakukan secara tertutup atau bawah tangan, Majelis Hakim pada tingkat Peninjauan Kembali telah memutuskan bahwa eksekusi gadai saham tersebut adalah sah meskipun dilakukan melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan berdasarkan persetujuan yang telah diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Dengan demikian, keberadaan putusan tersebut dapat menjadi suatu preseden bahwa eksekusi gadai saham melalalui penjualan di muka umum tidak lagi menjadi suatu hal yang mutlak karena dapat dikesampingkan berdasarkan persetujuan dari para pihak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Data yang akan digunakan adalah data sekunder dengan didukung oleh bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dihimpun melalui studi dokumentasi. Tesis ini akan berusaha untuk membahas dan menganalisa secara terperinci mengenai penerapan dari ketentuan Pasal 1155 dan 1156 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam perkara tersebut, sehingga diharapkan kesimpulan dari Tesis ini dapat menjawab permasalahan ketidapastian hukum terkait dengan pelaksanaan ekeskusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan yang terjadi dewasa ini, dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan hukum baik bagi kreditur maupun debitur.

The Indonesian Civil Code doesn't explicitly stipulate the provisions of execution of pledge of shares. This fact has caused different interpretations of the legal requirements for the execution of pledge of shares through private selling. Some parties are in the opinion that the execution of pledge of shares through public selling is an absolute requirement that shall be fulfilled and therefore, in accordance with the provision of Article 1156 of the Indonesian Civil Code, another form of selling (including private selling) could only be performed after being determined by the Judges. Meanwhile, the other parties are in the opinion that the execution of pledge of shares through private selling could be performed based on the consent of the parties, in accordance with the provision of Article 1155 of the Indonesian Civil Code.
In PT Ongko Multicorpora? case, the Panel of Judges at the Civil Request (Peninjauan Kembali) level have decided that the execution of pledge of shares is lawful, even was performed through private selling based on the consent of the parties. This decision could be a legal precedent that the execution of pledge of shares throgh public selling is no longer an absolute requirement, since it could be waived based on the consent of the parties.
Research methodology used is descriptive methodology with library research. The data used is secondary data and supported by premier, secondary and tertiary source. This thesis will analyze the implementation of the provision of Article 1155 and Article 1156 of the Indonesian Civil Code in such case, in order to answer the legal uncertainty issue regarding the execution of pledge of shares through private selling, by considering the legal protection aspect both from creditor or debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25156
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rahmat Gunadi
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S26362
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alan Andhika
"Konsep nominee pada kepemilikan saham telah lama berkembang di Indonesia, dimana pada konsep ini didasarkan kepada asas kebebasan berkontrak dan adanya hukum terbuka pada hukum perjanjian di Indonesia. Namun setelah diundangkannya Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal telah ditegaskan mengenai pelarangan terjadinya praktek nominee tersebut pada pasal 33 angka (1) dan (2). Kemudian dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata diatur mengenai syarat sah perjanjian dimana salah satunya adalah ‘sebab yang halal’. Dengan adanya ketentuan tersebut maka perjanjian nominee adalah perjanjian yang batal demi hukum. Dalam prakteknya tersebut, berlakunya nominee sering dilakukan sebagai penyelundupan hukum. Hal ini disebabkan karena tidak dicantumkan secara tegas larangan terhadap saham nominee di dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas serta pengawasan yang kurang oleh institusi penegak hukum di Indonesia.
Nominee concept in shareholding practice has been known and adapt for a long time in Indonesia. This concept is based on the principle of freedom of contract as well as the open systems in the Indonesian law of treaties. After the enactment of ‘Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal’ the prohibition of nominee practice in Indonesia was emphasized in article 33 paragraph 1 and 2.‘KUHPerdata’ regulates the conditions for valid agreement where one of the conditions is ‘legal cause’. With these provisions nominee agreements are null and void. The causes of these problems are there are no explicit regulation on nominee agreements and shares in the Indonesian Corporate Law as well as lack of supervision by the law enforcers of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Kusumajati
"Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh indikator atau ukuran risiko berdasarkan akuntansi terhadap risiko sistematis saham sektor industri barang konsumsi periode 2003-2007. Penelitian ini mengguna kan metode OLS dengan jenis data cross section. Pengurangan variabel dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinieritas antar variabel bebas dalam penelitian ini untuk mendapatkan model pene litian yang optimal, dengan model yang lebih sederhana namun memiliki kemampuan prediksi yang terbilang lebih efektif.
Hasil penelitian me nunjukkan bahwa terdapat indikator atau ukuran risiko akuntansi yang memiliki pengaruh terhadap beta, yang digunakan untuk meng gambarkan risiko sistematis dari saham. Total aset signifikan ber pengaruh positif terhadap risiko sistematis saham. Likuiditas, yang direfleksikan oleh current ratio memiliki pengaruh negatif yang signi fikan terhadap risiko sistematis. Earnings variability yang diperoleh dari standar deviasi earnings to price ratio secara signifikan berpe ngaruh positif terhadap risiko sistematis saham.

The purpose of this research is to investigate the effect of accounting determined risk measures on systematic risk of consumer goods sec tor for the period 2003-2007. This research uses OLS method with cross section data. Omission of variabels is used to alleviate the problem of multicollinearity in this research to find an optimal model which is more simple but with more effective prediction ability.
This research shows that accounting determined risk measures have effect on beta, which is used to reflect systematic risk on stocks. Total assets has significant positive effect on systematic risk. Liqu idity, which is reflected by current ratio, is negatively associated with systematic risk and has significant effect also on systematic risk. Earnings variability that is derived from standard deviation of earning to price ratio has significant positive effect on systematic risk.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6624
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Ganda Sari Adil
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pembahasan pertanggungjawaban pengurus lembaga penjamin simpanan dalam penyelamatan bank gagal yang menyebabkan terjadinya kerugian negara.Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pengurus lembaga penjamin simpanan (LPS) terhadap kerugian negara pada saat penyelamatan bank gagal berdampak sistemik dan bagaimana bentuk kerugian negara yang terjadi pada upaya penyelamatan bank gagal terhadap bank gagal berdampak sistemik.Metode penelitian yang digunakan adalah secara normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah secara kualitatif.

Keuangan Negara merupakan hal yang penting atau fundamental bagi penyelenggaraan negara karena berperan penting dalam usaha untuk mencapai terwujudnya tujuan negara. Kekayaan LPS yang digunakan untuk memberikan dana bailout merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara beserta dengan pengelolaannya.Kemudian dijelaskan pula bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara telah memberikan kewenangan dalam bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan kepada Menteri Keuangan. Sehingga yang bertanggung jawab atas pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalalah Menteri Keuangan karena pemberian wewenang dari Presiden adalah secara delegasi.

Mengenai status hukum apakah terjadi kerugian negara dalam penyelamatan bank gagal sistemik dalam kasus Bank Century ini disebabkan perumusan undang-undang sangat membingukan bagi para pelaku yang terlibat. Sehingga dengan hal ini dapat menyebabkan pejabat sebagai pelaku pembuat kebijakan akan sangat bersikap hati-hati dalam menjalankan kewenangannya. Sehingga diharapkan kedepannya pemerintah dengan jelas membuat suatu perubahan terhadap Undang-Undang Keuangan Negara agar tidak terjadi perbedaan tafsiran.


ABSTRACT
This thesis is describing about the accountability of the board of Deposit Insurance Corporation in rescuing the failed bank which the state losses. The main issues discussed in this thesis is how the accountability board of the board of Deposit Insurance Corporation against the state loss at the time of rescuing the failed banks with systematic impact and how the form of state loss which occurred in the efforts to rescue the failed bank with systematic impact. The thesis used a normative approach as research method, while the methods of data analysis is qualitative.

State Finance is essential or fundamental to the administration of the state since it has an important role to achieve the realization of the state's objective. LPS' assets used to provide bailout funds are separated from the state assets. Law No. 17 Year 2003 on State Finance stated that separated state assets is part of the state financial along with financial management. Furthermore, it also explained that the President as the holder of power over the financial management of the state has given the authority over the separated state assets management to the Minister of Finance. Therefore, the responsible party over the management of the separated state assets is the Minister of Finance due to the authorization from President by way of delegation.

Regarding the legal status if there is a state loss in the state in the rescue of systemic failed bank in the Bank Century case is due to the formulation of the legislation which very confusing for the parties involved. Therefore, this can lead to officers as perpetrators of policy makers will be very cautious in carrying out its authority. It is expected that in the future government to clearly make amendment Law of State Finance in order to avoid differences in interpretation.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Anggita
"ABSTRAK
Tesis ini membahas apakah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011
yang menyatakan bahwa Piutang Bank BUMN bukan Piutang Negara, telah
memberikan kepastian atas status hukum kekayaan negara pada Bank BUMN dan
apakah dengan terbitnya putusan Mahkamah Kontitusi tersebut, konsep keuangan
negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara masih berlaku pada BUMN Persero. Penelitian yang menggunakan
metode yuridis normative ini mengungkapkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 77/PUU-IX/2011 telah memberikan kepastian atas status hukum kekayaan
negara yang dipisahkan pada Bank BUMN dan dengan adanya Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut, maka konsep keuangan negara berdasarkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara tidak berlaku pada BUMN
Persero.

ABSTRACT
The thesis examines wheter the Constitutional Court Ruling No. 77/PUU-IX/2011
which states that the state-owned bank receivables is not the state-receivables
provides certainty on the legal status of state assets in state owned bank; and wheter
the concept of state finances as set out in the Law Number 17 Year 2003 regarding
State Finance still applies to state owned enterprise limited. By applying the
normative legal research approach, this thesis reveals that the Constitutional Court
Ruling No. 77/PUU-IX/2011 provides certainty on the legal status of state assets in
state-owned banks because the assets has been separated from the state finances; and
that state finances concept as set out in Law No. 17 Year 2003 regarding State
Finance does not apply to state owned enterprise limited."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Roni
"Salah satu cara penyelesaian kepailitan adalah melalui perdamaian yang mengkonversikan utang menjadi saham, penyelesaian dengan model tersebut menimbulkan masalah terhadap bank, karena bank tidak dapat menjalankan perdamaian tersebut akibat keterikatan bank dengan Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Menteri Keuangan yang melarang bank melakukan penyertaan saham dalam perusahaan bukan di bidang keuangan.
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui Memberikan penjelasan yuridis tentang kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, mengetahui Penyelesaian hak Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam hal teijadi penyelesaian Kepailitan secara damai dengan mengkonversikan hutang kepada saham, mengetahui secara empiris akibat kepailitan terhadap Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor: 033/K/N/2006.
Untuk megkaji permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) dengan kajian normatif mengambil sikap kritis normatif yang melancarkan kritik terhadap dogmatik hukum (peraturan per Undang-Undangan) dan praktek. Pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah Bagaimana kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan terhadap Kepailitan Debitur yang diselesaikan dengan Perdamaian yang mengkonversikan hutang menjadi saham Perusahaan pailit, Bagaimana Putusan Mahkamah Agung mengenai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam Perkara Nomor: 033/K/N/2006,
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum dan jaminan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ternyata belum cukup untuk menjamin kepentingan Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan
One of the methods for the settlement of bankruptcy is through reconciliation which converts loan into shares, such model of settlement causes problems towards the bank, because bank cannot carry out such reconciliation due to the commitment of the bank towards the Regulations o f Bank Indonesia and the Regulations of the Minister of Finance which prohibit bank to engage in share participation in companies other than in the financial sector.
The purpose of this essay is to find out how to provide juridical elucidation regarding the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and the Suspension of Debt Payment Obligation and Law Number 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, to find out how is the Settlement of rights of HT Holder Separatist Creditor in the case there is an amicable Bankruptcy settlement by converting debt into shares, to find out empirically what are the consequences of bankruptcy towards HT Holder Separatist Creditor by analyzing the Decision of Supreme Court on Case Number: 033/K/N/2006.
To study such issues will be used normative law research method (juridical normative) with normative study that which taking the normative critical stance that criticizes dogmatic law (statutory regulations) and practices. The subject matters in composing this Thesis are: How is the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation and Law No. 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, How is the Legal Protection towards Bank as HT Holder Separatist Creditor against the Bankruptcy of Debtor settled by Reconciliation which converts debt into shares in the bankrupt Company, How is the Decision of the Supreme Court regarding HT Holder Separatist Creditor in the Case Number: 033/K/N/2006.
From the result of this research can be concluded that legal protection and warranty contained in Law No. 37 of the Year 2007 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation is not yet sufficient to secure the interest o f Bank as HT Holder Separatist Creditor
"
Jakarta: Fakultas Hukum, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Damar Bungsadewo
"Bank garansi merupakan bagian dari perjanjian penjaminan yang bersifat tambahan dan memerlukan suatu perjanjian pokok yang sah. Namun, dalam praktiknya, kasus-kasus yang melibatkan bank garansi yang diterbitkan sebelum perjanjian
pokoknya dapat terjadi. Salah satunya dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan
Nomor 115K/PDT/2017 antara ACG South Bengara II dan Bank Sumsel Babel.
Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan
penerbitan bank garansi menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia,
bagaimana tanggung jawab hukum bank terhadap klaim pencairan Bank Garansi
yang telah diterbitkan mendahului perjanjian pokok, dan bagaimana kesesuaian
Putusan No. 115K/PDT/2017 dengan peraturan perundang-undangan. Bentuk
penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian berupa
penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini diteliti kesesuaian norma-norma hukum
yang berlaku dengan putusan hakim terkait dengan permasalahan tanggung jawab
bank pemberi bank garansi terhadap klaim bank garansi yang mendahului
perjanjian pokok pada Putusan MA No. 115K/PDT/2017. Simpulan penelitian ini
penerbitan bank garansi harus memenuhi persyaratan penerbitan dalam Buku XVI
KUHPerdata dan SEDir BI 23/7/UKU/1991. Tanggung jawab hukum bank
terhadap klaim pencairan bank garansi ialah bank wajib untuk membayar bila telah
terjadi wanprestasi dan bank garansi telah sesuai dengan persyaratan yang meliputi
adanya perjanjian pokok yang sah. Oleh karenanya, putusan hakim yang
menyatakan keabsahan bank garansi dan menyatakan Bank Sumsel Babel
wanprestasi adalah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan karena
perjanjian yang mendasari bank garansi belum ditandatangani oleh para pihak dan
belum diserahkan ke Bank Sumsel Babel. Saran penelitian ini adalah bank patut
memastikan perjanjian pokok dari bank garansi yang diterbitkan sah dan berlaku.

Bank guarantee is a part of a guarantee agreement with an ancillary nature and requires a valid underlying agreement. However, in practice, cases involving bank
guarantees which are issued prior to the underlying agreement are uncommon. One
of which can be found in Court Decision No. 115K/PDT/2017 between ACG South
Bengara II and Bank Sumsel Babel. The issues that will be analyzed in this paper
are the regulation of the issuance of bank guarantees according to the laws in
Indonesia, the legal responsibility of banks against claims for disbursement of Bank
Guarantees issued prior to the underlying agreement, and the conformity of
Decision No. 115K/PDT/2017 to the laws. The form of this research is normative
juridical research with a typology of research in the form of descriptive research.
This research analyzes the conformity of the applicable legal norms to the court
decision relating to the issuing bank’s responsibility against the disbursement
claim of the bank guarantee issued prior to the underlying agreement. It concludes that the issuance of bank guarantees must satisfy the issuance requirements stipulated in Book XVI of the Indonesian Civil Code and SE Dir BI 23/7/UKU/1991. The legal responsibility of banks against a claim of bank
guarantee disbursements is that banks are obliged to pay so long as there has been
a default and the bank guarantee is issued pursuant to the requirements which
include the existence of a valid underlying agreement. Therefore, the decision of
the judges stating the validity of the bank guarantee and declaring Bank Sumsel
Babel to be in default is not in accordance with the laws because the underlying
agreement that forms the basis of the bank guarantee has not been signed by the
parties and has not been submitted to Bank Sumsel Babel.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>