Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121001 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Eka NAM
"ABSTRACT
Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal
251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah terkait dengan kewenangan
pembatalan peraturan daerah kabupaten/kota tidak lagi
bisa dibatalkan Menteri Dalam Negeri atau gubernur.
Melengkapi putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi
melalui Putusan Nomor 56/PUU-XIV/2016 menyatakan
pemerintah pusat juga tidak lagi memiliki kewenangan
untuk melakukan pembatalan peraturan daerah provinsi.
Putusan tersebut tidak serta merta menyelesaikan
persoalan terkait dengan kewenangan pembatalan
peraturan daerah, hal ini dikarenakan putusan Mahkamah
Konstitusi hanya berlaku bagi peraturan daerah provinsi
dan peraturan daerah kabupaten/kota. Rumusan masalah
yang akan diurai dalam tulisan ini adalah bagaimana
kewenangan pembatalan peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah oleh Menteri dan gubernur pasca Putusan
Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUUXIV/2016.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam negara dengan
bentuk kesatuan memang sudah sepatutnya pemerintah
yang tingkatannya lebih tinggi diberikan kewenangan
untuk melakukan pengawasan terhadap regulasi yang
lahir di daerah. Implementasi dari pengawasan tersebut
dapat dilakukan dengan melakukan pembinaan kepada
daerah melalui penguatan executive preview atau
pengujian terhadap suatu norma hukum sebelum sah
mengikat secara umum, hal ini sejalan dengan ruh
ketentuan Pasal 24A UUD NRI 1945."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Soejito
Jakarta: Bima Aksara, 1983
340 IRA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Most of bylaws consist of penal sanction whether fine or imprisonment. It is very rarely the endeorcement of bylaws proposes administrative sanction. Although most of bylaws relate to administrative matters. Arebylaws not allowed to impose other sanctions, such as administration function."
JHUII 13:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JY 6:1 (2013) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Currently even though regional regulations contravvene certain provisions or aspects of existing laws and the presidential governmental system, they remain valid unless canccelled by the Supreme Court pursuant to the preasumptio iustae causa principle thereby allowing the ex nunc validity of such regultios. this acticle addresses the legal issues concerning the annulment of regionals and finds that the process may indeed be inconsistent with existing laws and the presidential goverment system. thus there is a nee to clarify (a) the scope of Article 145, paragraph (3) of law No. 32vyear of 2004 upon regional goverment, particularly since regional regulations are a form of "delegated legislation," (b) the standartd or threshold of " contravention of law" by which they may be annulled, and (c) the legal effects of annulment in order to crete legal certainty."
LRUPH 12:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nabhan Amin
"Menurut Pasal 1 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Penegasan oleh Pasal 1 UUD ini membawa berbagai macam konskuensi dalam bernegara. Salah satu nya adalah pembagian kekuasaan dalam negara kepada tiga fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Walaupun terdapat pembagian kekuasaan tersebut, UUD 1945 memberikan kekuasaan legislasi kepada Presiden sebagai eksekutif untuk mengeluarkan peraturan pemerintah yang dapat mengikat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui mengenai konsep pemisahan kekuasaan di Indonesia, dan (2) mengetahui mengenai kedudukan, fungsi, dan karakteristik peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden berdasarkan kewenangan atribusi UUD 1945 pada keadaan normal dengan peraturan yang dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif, termasuk juga studi kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam keadaan normal berlaku untuk menjalankan undang-undang, sehingga berkedudukan di bawah undang-undang serta memiliki karakteristik sebagaimana peraturan di bawah undang-undang. Sedangkan peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berfungsi untuk menggantikan undang-undang secara sementara sehingga disejajarkan dengan undang-undang. Selain itu, peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa memiliki dua alasan pembentukan yang tidak saling terikat, yaitu karena adanya kegentingan internal atau adanya kegentingan yang berasal dari luar pemerintahan. Dengan ditemukannya dua alasan pembentukan tersebut dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai peraturan pemerintah jenis kedua, yaitu yang dibentuk dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

According to article 1 of the 1945 Constitution, the Unitary State of the Republic of Indonesia is a democratic rule of law. This clear statement brings various kinds of consequences in the state. One of which is to distribute power within the state into the legislative, executive, and judiciary. Although there is a distribution of powers, the 1945 Constitution provides legislation power for the President to issue government regulation that can bind legal subjects in the country. This study aims to find out (1) about the concept of distribution of power in Indonesia, (2) knowing about the position, function and characteristics of the regulations that is formed based on President's attribution authority within normal conditions and in a matter of coercive emergency. To achieve this goal, this study uses normative juridical methods, namely research that aims to examine the application of the rules in positive law, including literature studies related to the object of research. The results of this study indicate that government regulations which issued in a normal circumstances are applied to carry out the law, so it is placed under the law and has characteristics as it should be under the law. Whereas, the government regulation which issued in the case of coercive emergency is forced to function to replace the law on a temporary basis so that it is aligned with the law. In addition, government regulations which issued regarding the issue of coercive emergency have two reasons for its establishment that are not bound to one another, it is because of an internal concern or it is because a concern originating from outside the government. With the discovery of the two reasons for this establishment in this research, it is necessary to do a more in-depth study of the second type of government regulation, which is formed in the case of a matter of emergency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Rina Apriani
"Perdebatan mengenai kedudukan Desa Adat di Bali kembali mencuat pasca lahirnya UU Desa 2014. Bali menilai penormaan Pasal 6 sebagai pertanyaan retoris bagi mereka dan berbalik memperkuat eksistensi Desa Adar melalui Perda Desa Adat, 2019. Perda tersebut kembali menekan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali dengan karakternya yang khas dan dikelola berdasarkan filosofi Hindu, Tri Hita Karana yang bersumber dari Sad Kerti. Penelitian ini akan melihat tata hubungan antara Desa Adat Ubud yang memiliki otonomi saat bertemu dengan Kelurahan Ubud yang berposisi sebagai fungsinya. Observasi serta wawancara mendalam membuktikan bangwa Desa Adat Ubud dan Kelurahan Ubud membangun pola hubungan yang sinergis melalui asa Desa Mawacara dan Bali Mawacara dalam pemahaman bahwa manusia harus menjalin hubungan yang baik dengan Penccipta, sesama dan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang sinergis ini tentunya perlu dipertahankan dan dapat menjadi model hubungan antara Desa Adat lain di Bali dalam rangka menciptakan relasi yang baik antara sesama Desa Adat dan pemerintah.

The debate about position of Desa Adat in Bali resurfaced after the birth of 2014 Village in Law. Bali considers the norm of Article 6 as a rhetorical question and turn to strengthen the existence of Desa Adat as a unity of customary law communities in Bali with its distinctive character and is managed based on Hindu Philosophy, Tri Hita Karana which comes from Sad Kerthi. This research will look at the relationship between Desa Adat Ubud which has autonomy when meeting with Kelurahan Ubud which is positioned as a sub-district apparatus and no longer has autonomy in carrying out its functions. In-depth observations and interviews prove that Desa Adat and Kelurahan Ubud build a synergistic relationship pattern through the principles of Desa Mawacara and Bali Mawacara in the understanding that humans must establish a good relationship with the Creator, others and the surrounding environment. This synergistic relationship certainly needs to be maintained and can be a model of relations between other Desa Adat in Bali in order to create good relations between Desa Adat and the government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Devita Apriyanti
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi yang melimpahkan kewenangan pada kepala daerah untuk melakukan mutasi jabatan Aparatur Sipil Negara ASN berpeluang pada penyalahgunaan wewenang. Hal yang menjadi tantangan adalah peran strategis dan kekuasaan kepala daerah seringkali berorientasi pada tindakan-tindakan untuk menerapkan kewenangan diskresi sebesar-besarnya. Dalam penelitian terhadap kasus yang sama, hal tersebut mencerminkan apa yang disebut sebagai discretionary corruption. Hal ini ditegaskan oleh Lord Acton yang menyebutkan bahwa ldquo;all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely rdquo;. Penulisan ini mencoba untuk menjelaskan tentang kerentanan penyalahgunaan kewenangan diskresi oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN yang berpotensi pada kejahatan. Penulis menggunakan bad apple and bad barrel theory untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN.

ABSTRACT
The decentralization policy through which the authority is being delegated to the head of district to conduct the Civil Servant mutation could potentially trigger the abuse of authority. The challenging thing is that the strategic role and power of the head of district become increasingly focus on the implementation in which the power is manifested excessively. In a study of the same case, it reflects what is called discretionary corruption. This is confirmed by Lord Acton who mentions that all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely . This paper attempts to explain the vulnerability of abuse of discretion authority by the district head in the case of civil servant mutation which could potentially become crime. The author uses bad apple and bad barrel theory to analyze the factors causing vulnerability of abuse of authority by the head of district in civil servant mutation case. "
2017
TA-Pdf;
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muntoha
"Lahirnya dua undang-undang di bidang pemerintahan daerah yailu UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004, merupakan respons pemerintah terhadap tuntutan demokratisasi pada era reformasi, dengan memberikan kebijakan desentralisasi yang Iebih luas kepada daerah Implikasi dari kebijakan desentralisasi itu telah berdampak pada beberapa daerah di Indonesia yang berbasis Islam lcuat, mulai menuntut diberlakukannya syari?at Islam secara formal untuk diimplementasikan di masing-masing daerah itu. Lahirlah kemudian beberapa peraturan daerah (Perda) yang mengatur beberapa aspek dari ajaran Islam sehingga perda-perda tersebut lazim dipersepsikan sebagai ?Perda-perda Bernuansa Syari?ah?.
Perda-perda bernuansa syari?ah? itu, telah menimbulkan pro clan kontra di kalangan umat Islam sendiri sehingga dalam penelitian ini diaiukan satu rnasalah pokok: Bagaimana merespons aspirasi masyarakat terhadap tuntutan pemberlakuan syari?at Islam scara formal ? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif sedangkan kerangka teoritis yang dibangun untuk pemecahan masalah pokok tersebut adalah mengacu pada teori reoeptio a contrario, teori hirarki nonna hukum, dan teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan: Perrama, teori recepixb a contrario harus dipahami bahwa berlakunya syari?at Islam adalah sebuah keniscayaan; Kedua, teori hirarki norma hukum dimaksudkan untuk mengkaji aspek kepastian hukum dalam kaitannya dengan keberlakuan hukum secara yuridis, yang ditentukan oleh validitas atau kesesuaian hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan; dan Ketiga, teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan harus diposisikan dalam konteks pelimpahan kewenangan penmdangan dari pemerintah kepada daerah-daerah otonom.
Dalam penlitian yang dilakukan terhadap beberapa produk ?Perda dan Qanun bernuansa Syari?ah?, baik pada daerah otonomi khusus maupun daerah lain yang berstatus ownomi biasa ditemukan adanya berbagai hal sebagai berikut: Perramag formalisasi pemberlakuan syari?at Islam di Indonesia memiliki landasan historis-yuridis yang sangat kuat sesuai dengan Pasal 29 ayat (2) UU`D 1945; Kedua, kebijakan otonomi daerah di Indonesia pasoa reformasi berimplikasi pada adanya peluang bagi daerah-daerah untuk memberlakukan corak hukumnya masing-masing, termasuk pemberlakuan syari?at Islam; Ketiga, jenis-jenis ?Perda dan Qanun bemuansa syari?ah? yang telah diproduk beberapa pemerintahan daerah di Indonesia terdiri dari empat klasifikasi: (1) jenis perda yang terkait dengan isu moralitas masyarakat secara umum (Perda anti pelacuran dan perzinaan), (2) jenis perda yang terkait dengan fashion (keharusan mernakai jilbab dan jenis pakaian laixmya di tempat-tempat tertentu), (3) jenis perda yang terkait dengan ?keterampilan beragama (keharusan pandai baca-tulis A1-Qur?an), dan (4) jenis perda yang terkait dengan pemungutan dana sosial dari masyarakat (zakat, infaq, dan shadaqah). Hal ini pada dasarnya tidak ada yang perlu dipersoalkan karena merupakan produk bersama antara eksekutif dan legislatif, tetapi dari aspek materi-muatan yang diatur di dalamnya banyak yang overlap dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada tingkat atasnya.
Atas dasar uraian di atas, maka perlu ditinjau kembali atas beberapa produk perda dan qanun tersebut, baik melalui judicial review maupun executive review.
The establishment of two legislations on local government, namely Act No. 22 Year 1999 and Act No. 32 Year 2004, highlights government?s response toward demand of democratization during Reformation era by issuing more decentralization policy for local govemment. The policy of decentralization has also shown robust implication particularly on several regions which possess strong Islamic character. They inquired to enforce legal Islamic syari?ah formally to be implemented locally. Accordingly, local regulation or laws were issued to lay down some aspects of Islamic teaching which is otten labeled as ?syari?ah based local laws".
The ?syari?ah based local laws? has attracted public attention specially among Muslim communities which is focused on this research by presenting a basic question; I-low to respond communities aspiration toward formally Shari 'a-isation of PERDA (Process of Making Regional Regulations based on Islamic Syari ?ah) ? This research adopts a normative judicial approach, while theoretical framework is based on the theory of reception a contrario, theory of hierarchy of legislation, and theory of decentralization in the context of unitary state system. First, theory of reception a contrario must be tmderstood in the context of basic value which obviously requires the formalization of syari?ah Secondly, that of hierarchy of legislation aims to examine aspect of rule of law in terms of legal enforcement which is determined by validity of legislation hierarchy. Finally, that of decentralization in the context of unitary state system must be positioned in the context of distribution of authority from central to local governments.
Based on this research, either in selected local governments with normal autonomy or in special autonomy, some basic Endings that can he described are as follow; first, forrnalization of syari?ah law enforcement in Indonesia has got it strong historical-judicial principle according to Article 29 (2) of the 1945 Constitution; Secondly, decentralization or autonomy policy in Indonesia after the Reformation era has brought to condition where some local government might produce their local laws in accordance with their characteristics including Islamic syari?ah. Thirdly, types of Perda and Qonun with Syari?ah basis issued by local govemments in Indonesia could be classified into four segments; (1) Type of Perda which deals with morality of communities in general (Perda of Anti-Prostitution and Adultery), (2) that of Perda which deals modesty and fashion (obligation to wear scarf or modesty in public places), (3) that of Perda which deals with religious skills (ability to read and write Al-Qur?an), and (4) that of Perda which deals with social charity funds raising (zakat, infaq and shadaqah). Those Perda must not be seen as problematic matters since those are joint products between local legislative and executive bodies. However, the matters stipulated in those Perda have overlapped with other higher legislations.
Based on that proposition, it needs to be considered that all Perda and Qonun should be reviewed, either through judicial review or executive review.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1062
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hannan Abdallah
"[Rule of Reason adalah suatu pendekatan untuk mengevaluasi akibat perjanjian
atau kegiatan usaha tertentu guna menentukan apakah bersifat menghambat atau
mendukung persaingan. Terkait dengan pembuktian kartel, kelebihan pendekatan
ini adalah menggunakan analisis ekonomi dalam membuktikan eksistensi dari
perjanjian kartel antar pelaku usaha. Namun di sisi lain, penggunaan analisis
ekonomi (yang merupakan bukti tidak langsung) masih merupakan kontrovensi,
tidak hanya karena sifatnya yang memiliki ambiguitas, namun karena metode-nya
yang belum diatur secara tegas dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis metode yang digunakan oleh KPPU dalam
membuktikan kartel dengan mengacu pada Peraturan KPPU mengenai Pedoman
Pelaksanaan Pasal 11 UU No.5/99 sebagai acuan minimum bagi KPPU dalam
pembuktian kartel. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa validitas
penggunaan analisa ekonomi berdasarkan hukum di Indonesia., Rule of reason is a legal approach by competition authorities or the courts where
an attempt is made to evaluate the pro-competitive features of a restrictive
business practices against its anti-competitive effects in order to decide whether or
not the practices should be prohibited. In term of cartel detection, one of many
advantages of rule of reason approach is the use of an economic analysis to prove
the existence of a gentlemen‟s agreement among the alleged cartel members.
However, on the other hand, the use of economic analysis (which is an indirect
evidence), still remains controversy, not only because its ambiguity, but also its
method has not yet clearly been regulated under Indonesian Law. This research is
to analyze the method employed by Commission (KPPU) in proving alleged case
of cartels according to Commission Guidelines on Article 11 of Act No. 5 / 1999
as minimum reference of the Commission in proving cartels. This research is also
to examine the validity of economic analysis according to national law system.]"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>