Kenaikan harga properti menyebabkan milenial sulit memiliki tempat tinggal. Milenial yang saat ini mendominasi struktur demografi Indonesia, diprediksikan akan tidak sanggup membeli rumah. Dalam menanggulangi isu tersebut, pemerintah akan membangun 14,500 unit hunian susun sederhana sebagi bagian dari program rumah susun 1000 tower yang diperuntukan untuk Milenial. Disisi lain, semakin banyaknya hunian susun di perkotaan akan menyebabkan distribusi yang tidak merata antar kelompok masyarakat sehingga menciptakan segregasi urban dari gated community. Penulisan ini melihat kebutuhan dan keefektifan hunian susun terhadap Milenial, dan segregasi yang terlihat pada lingkungan hunian susun berdasarkan studi kasus pada Kalibata City dan Menteng Square di Jakarta. Terlihat bahwa segregasi sangat terlihat pada hunian susun sederhana terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, namun bagi Milenial segregasi ditentukan oleh adanya visual separation yang menyebabkan terbentuknya personal space dan kurangnya interaksi pada ruang publik. Untuk mencapai dwelling yang tepat dan mengurangi segregasi spasial bagi Milenial, hunian susun sederhana perlu membentuk social space dengan memberikan ruang untuk berkolaborasi dan bersosialisasi
"
This study reveals the existence of urban village public facilities which are seen as common pool resources. The residents of the urban village have very close social relations between residents, especially the existence of public facilities that are owned further strengthen their social relations. Public facilities as elements of urban architecture are a necessity for every citizen of the urban village, but their provision and maintenance requires quite expensive costs. It takes the involvement of formal leaders and the assistance of informal leaders as a liaison between formal leaders and villagers to meet the needs of these public facilities. The purpose of this study was to understand and prove the influence of formal leaders and informal leaders on the planning, construction, and management of public facilities and their implications for the quality of the urban village environment. The research was conducted in Kampung Gabus Bekasi which is known as the village of champions or the village of thugs based on the experiences of residents and the media. The research method uses case studies and reputable techniques on 419 respondents from a total of 34 RTs in Kampung Gabus.