Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174632 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alda Nur Agustina
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai konflik dalam pengelolaan sumber daya alam yang mengambil studi kasus alih fungsi lahan hutan kawasan lindung menjadi villa di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Tahun 2012. Dalam melakukan analisis, peniliti menggunakan teori konflik sumber daya alam yang dikemukakan oleh Abiodun Alao. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan sekunder. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa konflik terjadi disebabkan oleh empat faktor yaitu karena berkurangnya kuantitas dan kualitas hutan di kawasan lindung, buruknya pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam oleh pemerintah, proses ekstraksi sumber daya alam yang membahayakan lingkungan dan adanya perbedaan kepentingan setiap aktor dalam memanfaatkan sumber daya alam.

ABSTRACT
This thesis discusses the conflict in natural resource management taking the case study over the conversion of protected forest land into villa in Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor in 2012. In conducting the analysis, researcher use the theory which is the conflict of natural resources proposed by Abiodun Alao. This thesis uses qualitative methods based on primary and secondary data. The research finding is that conflicts are caused by four factors, diminished quantity and quality of forest in protected area, a poor management and control of natural resources by the government, process extraction of natural resources, and the interest of the actors in utilizing natural resources. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Isrinayanti
"Luas hutan konservasi di Indonesia hanya 17,13% dari seluruh kawasan hutan, di Jawa Tengah hutan konservasi hanya 0,03%. Hutan konservasi yang ada tidak sebanding dengan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan desakan ekonomi, kebutuhan lahan semakin meningkat, lahan yang menjadi sasaran adalah lahan milik pemerintah. Ancaman terhadap kawasan hutan mengancam pula kawasan konservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi Cagar Alam Telaga Ranjeng (CATR) dan kawasan hutan penyangganya; mengetahui dan menganalisis persepsi masyarakat tentang fungsi CATR dan kawasan hutan penyangganya, menganalisis pengaruh faktor ekonomi masyarakat pada pembukaan lahan di kawasan hutan penyangga CATR, dan merumuskan strategi pengelolaan CATR dan kawasan hutan penyangganya secara tepat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mixed method. Hasil dari penelitian ini adalah kualitas perairan telaga di CATR pada saat ini kurang baik, BOD, padatan tersuspensi, CO2, NH3-N dan kesadahan air cukup tinggi, terdapat bakteri Citrobacter freundii, Aeromonas sobria, Aeromonas Hydrophyla pada ikan penghuni telaga. Kawasan hutan penyangga CATR sebagian besar sudah dibuka untuk pertanian hortikultura dengan jenis tanaman kentang, kubis dan wortel. Persepsi masyarakat desa Pandansari tentang CATR dan kawasan hutan penyangganya sebagai kawasan konservasi dan kawasan lindung sudah cukup baik. Faktor sosial ekonomi masyarakat mempengaruhi luas pembukaan lahan pertanian di kawasan hutan penyangga CATR sebesar 40%, sedangkan 60% lainnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan pertanian, kesempatan memperoleh lahan dan tidak adanya sumber pendapatan selain pertanian. Strategi pengelolaan yang direkomendasikan untuk cagar alam adalah ekowisata, sedangkan strategi pengelolaan kawasan hutan penyangga cagar alam adalah dengan sistem penanaman agroforestry.

Preservation of biodiversity is performed in conservation area nature reserve. Conservation forest area in Indonesia is only 17.13% of the total forest area, whereas in Central Java province forest conservation is only 0.03%. The Conservation forests existing is not comparable with biodiversity in Indonesia. Along with the growth of population and economic pressure, increased land requirements, consequently the land is owned by the government were targeted by community. Threats to forests area also threaten the conservation areas. The purpose of this study was to identify and analyze the condition of nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer; identify and analyze the public perception of the function of nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer, analyze the influence of community?s social economic factors on land clearing forest area buffer of nature reserve Ranjeng lake; and formulate the nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer to management strategy appropriately. This research was conducted with mixed method approach. The results of this study are, water quality in the nature reserve Ranjeng lake at this time is unfavorable, physically BOD, suspended solids, CO2, NH3-N and the water hardness is quite high, there is a bacterium Citrobacter freundii, Aeromonas sobria, Aeromonas Hydrophyla in dwellers fish pond. Forest buffer of nature reserve Ranjeng lake was largely cleared for agriculture horticulture potatoes, cabbages and carrots. Pandansari rural community's perceptions of the nature reserve Ranjeng lake and their buffer forest areas for conservation and protected areas was sufficient. Socio-economic factors influencing land clearing in the forest buffer of nature reserve Ranjeng lake 40%, while 60% are influenced by the needs of agricultural land, the opportunity to acquire the land and there is no source of income other than agricultural. Recommended strategic management for nature reverse Ranjeng lake is ecotourism, while strategic management for forest buffer of nature reverse is agroforestry."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Veronika
"Salah satu desa di Kawasan Puncak yang mengalami degradasi lingkungan akibat alih fungsi lahan adalah Desa Tugu Utara. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, Desa Tugu Utara termasuk dalam kawasan hutan lindung, pertanian, dan pariwisata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipologi pengelolaan sumber daya alam, mengevaluasi tata guna lahan, mengetahui tingkat keberlanjutan lingkungan dari perspektif masyarakat, dan menemukan model pengembangan masyarakat berbasis sumber daya alam. Pengumpulan informasi dilakukan melalui kuesioner, diskusi kelompok terarah, wawancara semi terstuktur, dan data sekunder. Terdapat empat tipologi pengelolaan sumber daya alam yakni hutan, pertanian, perternakan, dan pariwisata. Atas lima peruntukkan lahan di Desa Tugu Utara yakni kawasan hutan lindung, hutan konservasi, perkebunan, permukiman, dan pertanian lahan kering, hutan lindung menempati urutan tertinggi yang mengalami alih fungsi lahan ke bentuk-bentuk lain yakni seluas 528,52 ha dengan pengalihan terbesar ke bentuk kebun teh mencapai 395,51 ha. Keberlanjutan lingkungan berada pada kategori cukup berkelanjutan yang dihasilkan dari aspek keberlanjutan lingkungan 65,36 , keberlanjutan sosial 62,25 , dan keberlanjutan ekonomi 68,25 . Agroforestri yang mengombinasikan tanaman pertanian di lahan hutan adalah potensi pengembangan yang paling tepat untuk menjawab kebutuhan ekonomi, ketahanan pangan wilayah, pendukung sektor pariwisata, dan keberlanjutan lingkungan.

Tugu Utara is one of villages in Puncak area which experiences to environmental degradation arising from population growth and land conversion. In spatial planning for 2005 2025 Bogor regency, Tugu Utara village is allocatted as protected forest area, agriculture, and tourism area. This study aim to i identify the typology of natural resource managed by communities, ii to evaluate the land use, iii to identify the level of environmental sustainability from community perspective iv and to find appropriate model for natural reources based community development. The information are collected from primary and secondary data through questionnaires, focus group discussions, semi structured interviews and desk analysis. The study shows four typologies of natural resources management which are forests, agriculture, livestock, and tourism. From five 5 the designation of land in Desa Tugu Utara i.e protected forest, conservation forest, plantation area, residential areas, and agricultural land, protected forest occupies the highest rank that experienced land conversion into other forms that is an area of 528.52 ha and the largest shift into the form of tea garden reached to 395.51 ha. Desa Tugu Utara in the category of sustainable enough. Percentage of environmental, social, and economic sustainability, based on community perception, is successively 65.36 , 62.25 , and 68.25 . Rehabilitation of forests need to be pursued as part of the protection of ecosystems and the cessation of the tendency of land conversion. Development of agroforestry combines agriculture need to be forest pursued as a source of food and economic activities. The use of sustainable forest can support other sectors including tourism.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Giyanto
"Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Temanggung adalah salah satu bagian dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, yang luas kawasan hutannya mencapai 5.410,50 hektar. Luas tersebut tersebar di antara Gunung Tierep (RPH Jumprit) 1.569,00 hektar, Gunung Sindoro (RPH Kwadungan) L761,30 hektar, dan Gunung Sumbing (RPH Kecepit dan RPH Kemloko), yang masingmasing mempunyai 1.213,90 hektar dan 866,20 hektar. Kerusakan hutan yang terjadi di BKPH Temanggung semuanya terjadi di kawasan hutan lindung yang digunakan sebagai lahan pertanian khususnya untuk tanaman semusim seperti tembakau. Data dari BKPH Temanggung memperlihatkan, bahwa Iuas kawasan hutan lindung terbesar yang dibuka untuk pertanian sampai tahun 2004 terdapat pada kawasan Gunung 'Sindoro (RPH Kwadungan). Dad 1.761,30 hektar yang digunakan untuk hutan lindung, 1.353.50 hektar (76,00%) dari hutan lindung telah digunakan untuk lahan pertanian, khususnya untuk tanaman semusim seperti tembakau.
Penelitian ini bertujuan untuk niengetahui dan menganalisis: (1) Pengaruh dari variabel sosial ekonomi masyarakat pada setiap desa yang sudah dibina dan belum dibina terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi terhadap terjadinya pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, dan (3) Upaya penanggulangan dan pencegahan pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Variabel sosial ekonomi masyarakat pada setiap desa yang sudah dibina dan belum dibina mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, (2) Pembukaan hutan lindung dilatarbelakangi oleh adanya masyarakat mengetahui aturan-aturan yang berlaku dalam hutan lindung namun terdesak olah kebutuhan ekonomi, sehingga terpaksa membuka hutan untuk meningkatkan pendapatan, sebagai akibat harga tembakau yang rendah, dan (3) Penanggulangan dan pencegahan pembukaan lahan hutan lindung di kawasan IIutan Lindung Gunung Sindoro dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kerjasama yang sinergis antara Pemerintah Daerah, perusahaan rokok (gudang garam dan jarum), dan masyarakat setempat.
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Gunung Sindoro (KPH Kwadungan). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dianalisis dengan regresi berganda, yaitu untuk melihat hubungan antara faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap luas hutan lindung yang dibuka.
Metode kualitatif dianalisis dengan tabulasi terhadap data yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan penegakan hukum. Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam.dan dokumenter.
Hasil analisis memperlihatkan, bahwa pada desa yang sudah dibina variabel sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap luas hutan lindung yang dibuka di Desa Bansari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun (P-value = 0,004* dan P-value = 0,025*), Desa Mranggen Tengah adalah luas lahan yang dimiliki dan pendidikan formal (P-value = 0,041* dan P-value = 0,037*), dan Desa Mojosari adalah umur kepala keluarga (P-value = 0,044*). Pada desa yang belum dibina variabel sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap luas hutan lindung yang dibuka di Desa Candisari adalah jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan per kapita per tahun (P-value = 0,046* dan P-value = 0,029*), Desa Mranggen kidul adalah umur kepala keluarga dan jumlah tanggungan keluarga (P-value = 0,007* dan P-value = 0,002*), dan Desa Tlogowero adalah jumlah tanggungan kepala keluarga (P-value = 0,022*). Pada desa yang sudah dibina dan belum dibina sebanyak 95,56% responden dan 86,67% responden mengetahui keberadaan kawasan hutan lindung, serta 97,78% responden dan 95,56% responden pada desa yang sudah dibina dan belum dibina menyatakan, bahwa merambah hutan lindung adalah perbuatan yang dilarang_ Sebanyak 95,56% responden dari desa yang dibina dan 88,89% responden dari desa yang belum dibina menyatakan, bahwa merambah hutan lindung bermanfaat untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Upaya penanggulangan dan pencegahan yang telah dilakukan adalah reboisasi, penyuluhan dan penegakan hukum.
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Faktor-faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kelestarian .fungsi hutan lindung Gunung Sindoro: (a) pada desa yang sudah dibina faktor sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung gunung sindoro di Desa Bansari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun, Desa Mranggen Tengah adalah luas lahan yang dimiliki dan pendidikan formal, dan Desa Mojosari adalah umur kepala keluarga. (b) pada desa yang belum dibina faktor sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro di Desa Candisari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun, Desa Mranggen KiduI adalah umur kepala keluarga dan jumlah tanggungan kepala keluarga, dan Desa Tlogowero adalah jumlah tanggungan kepala keluarga. (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro karena masyarakat terdesak oleh kebutuhan ekonomi (harga tembakau yang rendah) sehingga untuk meningkatkan pendapatan, masyarakat. terpaksa melakukan pembukaan lahan, walaupun melanggar aturan-aturan yang berlaku di kawasan hutan lindung. (3) Upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya pembukaan lahan di areal hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung Gunung Sindoro, melalui kerjasama yang sinergis antara Pemerintah Daerah, perusahaan rokok (gudang gamin dart jarum), dan masyarakat, serta adanya penegakan hukum yang konsekuen.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Perlu adanya kerjasama yang sinergis antara petani, Pemerintah Daerah dan perusahaan rokok (Gudang Garam dan Jarum), sehingga diharapkan harga tembakau akan mengalami peningkatan, dan (2) Perlu dibuat adanya pembatasan pemanfaatan lahan, agar tidak terjadi kerusakan lahan di wilayah hutan lindung.

The Unit of Temanggung `s Forest Administration (BKPH) is the one part of The North Kedu Forest Administration Unit (KPH) which is under The Central Java Unit I Perum Perhutani, in charge of 5,410.50 hectares covered by forest_ That area consists of 1,569.00 hectares of Tlerep Mount (RPH Jumprit), 1,761.30 hectares of Sindoro Mount (RPH Kwadungan), 1,213.90 hectares of RPH Kecepit and 866.20 hectares of RPH Kernloko. The RPH Kecepit and RPH Kemloko are located in Sumbing Mount. The forest degradation of Temanggung BKPH's happened in almost the whole area of the protected forest which is used by the agriculture, especially by the annual crop plantation such as tobacco. BKPH Temanggung states that the biggest opened protected forest area until 2004 for, the apiculture is happpened in Sindoro Mount area (RPH Kwadungan). That area is especially used as_lobacco's plantation which includes 76.00% (1,353.50 hectares) of 1,761.30 hectares protected forest.
This research aims to study: (1) The impact of the community's socio-economic variables on the preservation of protected forest in Sindoro Mount, Bansari District of Temanggung Regency; (2) The driving factors of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest of Bansari District of Temanggung Regency; (3) The solutions and preventions of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest of Bansari District of Temanggung Regency.
The hypothesis of this study are: (1) The community's socio-economic influence the preservation of the protected forest of Sindoro Mount; (2) The opening of protected forest in Sindoro Mount is being done by the community who have to increase their income as the impact of the decreasing of tobacco's price to fulfil their economic needs, eventhough they know the rules of protected forest; (3) The solutions and prevention of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest can be done by sinergisting the cooperation between the Local Goverment and the Cigarette Company (Gudang Garam and Jarum) with the local community to increase the community's income.
This research was conducted at the Sindoro Mount Protected Forest (RPH Kwadungan) using the quantitative and qualitative method. The quantitative method were analyzed by using the multiple regression to study the relation between the community's socio-economic factors and the use of lands within the protected forest and its use as plantation. This research also used the qualitative method to analyze the relation of local community and law enforcement by using the tabulation of data. The primary and secondary data were collected by depth interviewing and documenting.
The analysis states that: (1) The community's socio-economic factors of the constructed village which impacts significantly to the forestry opening area are the number of family members and annual personal income (P-value-0.004' and P-value-0.025') for Bansari Village, the area of land owning and formal education (P-value-0.041' and P-value-0.037') for Central Mranggen Village and the age of the head of the family (P-value=0.044') for Mojosari Village. The community's socio-economic factors of the non-constructed village which impacts significantly to the forestry opening area are the number of family members and annual personal income (P-value-0.046' and P-value-0.029') for Candisari Village, the age of the head of the family and the number of family members (P-value-0.007* and P-value ).002*) for Mranggen Village and the number of family members (P-value--0.022*) for Tlogowero Village; (2) There are 95.56% respondents of constructed village and 86.67% respondents of non-constructed village knows the protected forest area, there are 97.78% respondents of constructed village and 95.56% respondents of non-constructed village slates the forestry opening is illegally action, there are 95.56% respondents of constructed village and 88.89% respondents of non-constructed village states that the forestry opening increase the income; and (3) The solutions and preventions that have been doing consists of replantation, information giving and law enforcing.
The conclusions of this study are: (1) The community's socio-economic factors of the constructed village which impacts significantly to the forestry opening area consists of the number of family members and annual personal income for Bansari Village, the area of land owning and formal education for Central Mranggen Village and the age of the head of the family for Mojosari Village. The community's socio-economic factors of the non-constructed village which impacts significantly to. the forestry opening area consists of the number of family members and annual personal income for Candisari Village, the age of the head of the family and the number of family members for Mranggen Village and the number of family members for Tlogowero Village; (2) The opening of protected forest in Sindoro Mount is being done by the community who have to increase their income as the impact of the decreasing of tobacco's price to fulfil their economic needs, eventhough they know the rules of protected forest; (3) The solutions and preventions of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest can be done by sinergisting the cooperation between_the Local Goverment and the Cigarette Company (Gudang Garam and Jarum) with the local community to increase the community's income and forming the consequen law enforcement
The suggestions of this study ere: (1) There should be a synergistic cooperation between The Local Government and The Tobacco Company (Gudang Garam and Jarum) with The Local Farmers to maintains the good balance of tobacco supply-demand and price; (2) There should be a local regulation to protect the forest and effort to build people's legal awareness.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalang, Ferdy
"Penelitan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan program pembentukan kader konservasi di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puling Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sumber data dari observasi, dokumentasi dan infomian. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara terhadap informan yang terkait, dokumentasi terhadap laporan tertulis dan observasi lapangan. Pemeriksaan terhadap data didasarkan kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan dan kriteria kepastian. Kegiatan analisis data berupa mereduksi, menyajikan dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masukan program berupa aspek Manusia (Human) ketentuan persyaratan untuk masyarakat sasaran program dapat dipenuhi, penyelenggaraan kegiatan program lebih berkesan sebagai kepentingan administratif, kesadaran dan partisipasi masyarakat sekitar sangat menentukan efektifitas program ini. Aspek Sumberdaya (Material) secara ekonomis program ini diharapkan memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat, program ini adalah (bentuk dan cakupan) kegiatan menyesuaikan pada dana/biaya yang tersedia, panitia mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dan mobilisasi perlengkapan cukup efektif. Aspek Gagasan (Ideational) pemetaan terhadap harapan melakukan perubahan dalam jangka pendek, menengah .dan panjang belum cukup jelas, rancangan program disusun dengan komposisi materi mencakup hal-hal yang menurut persepsi penyelenggara dibutuhkan dan dianggap penting, model pengajaran andragogik dirasakan tepat dalam mendukung tujuan untuk melakukan perubahan, kegiatan yang dilakukan bersifat memberi contoh dan disertai dengan sistem insentif yang memadai bagi tindakan yang mendukung, untuk mencapai tujuan konservasi, harus dipikirkan kompensasi yang seharusnya diterima masyarakat. Proses pelaksanaan mencakup aspek rencana intervensi yang dipersiapkan terlalu berat dan sulit untuk dapat dikerjakan secara optimal. Aspek program sebagaimana adanya berupa mekanisme penetapan kader mengingkari prinsip partisipatoris.
Kesimpulan menunjukkan bahwa proses kegiatan program sudah sesuai dengan kondisi normatif, pembentukan kader konservasi dilakukan dalam jenjang atau tingkatan, Panitia kader konservasi selalu berasal dari tenaga struktural dan fungsional, masyarakat yang tinggal disekitar kawasan merupakan pihak paling berkepentingan dengan kegiatan program. Dana program bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kegiatan pendidikan tidak mengakomodasikan kebutuhan dan persoalan lapangan, fasilitas sudah tercakup dalam pembiayaan, pertengkapan disiapkan sebelumnya bekerjasama dengan mils kerja Balai Taman Nasional Tanjung Puling. Filosofi yang dianut adalah melakukan perubahan terhadap cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku ke arah positif. Kurikulum dirancang dengan mengacu pada kebutuhan normatif, kegiatan didominasi oleh model paedagogi, kompetensi dan onentasi administratif yang terlalu kuat menjadi kendala upaya mefakukan perubahan, keterikatan masyarakat secara ekonomis, kultural maupun spritual harus menjadi fokus tindakan konservasi, upaya intervensi terlalu banyak yang dibebankan pada kader konservasi.
Faktor yang mempengaruhi berhasilnya program antara lain adanya permainan yang bertemakan konservasi, adanya keseriusan Balai Taman Nasional Tanjung Puling memberikan pemahaman kepada masyarakat, praktek lapangan yang selalu dilaksanakan dalam kawasan konservasi, pembinaan kader melalui Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia, adanya dukungan masyarakat menyediakan fasilitas dan mendampingi peserta dalam kegiatan di lapangan.
Sedangkan untuk saran, penulis merekomendasikan beberapa butir, diantaranya perlu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban kader konservasi, tingkatan kader konservasi yang jelas, kebutuhan pendidikan yang compentence based. Waktu pelaksanaan pendidikan sesuai dengan rencana dan menyesuaikan waktu libur untuk peserta dari kalangan pelajar dan mahasiswa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egayudha Gustav Maulana
"Salah satu pencerminan dari hutan untuk konservasi adalah hutan kota. Dewasa ini, hutan kota di DKI Jakarta telah banyak berkurang karena dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana bagi kepentingan di luar fungsi konservasi. Hutan kota UI sebagai bagian dari hutan kota DKI Jakarta pun tidak luput dari pemanfaatan untuk kegiatan pemanfaatan tersebut, salah satu kegiatan pemanfaatan yang terjadi di wilayah hutan kota UI adalah pembangunan Integrated Faculty Club Universitas Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi terkini dan praktek pengelolaan hutan kota, khususnya di wilayah DKI Jakarta yang memiliki laju pembangunan yang sangat pesat, serta mengetahui kemungkinan dampak yang terjadi atas pembangunan Integrated Faculty Club Universitas Indonesia yang memanfaatkan hutan kota. Tipe penelitian yang digunakan menurut jenisnya adalah penelitian yuridis normatif, menurut metode analisa yang digunakan adalah analisa data kualitatif, menurut penerapannya adalah penelitian berfokus masalah, dan menurut sifatnya adalah kombinasi antara penelitian deskriptif dan evaluatif.
Kesimpulan dari penelitian ini ialah pemanfaatan hutan kota bagi kepentingan di luar fungsi konservasi diperbolehkan dengan syarat pemanfaatan tersebut ditujukan bagi kepentingan-kepentingan yang diperbolehkan oleh peraturan-peraturan yang ada dan terjaganya tujuan serta fungsi hutan kota. Di lain sisi, meskipun telah disetujui oleh berbagai pihak yang berwenang memberikan izin, pembangunan Integrated Faculty Club Universitas Indonesia tidak sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bahkan justru sebagian besar peraturan perundangan-undangan yang terkait pemanfaatan hutan kota untuk kepentingan di luar fungsi konservasi telah terlanggar.

One of the implementations of forest for conservational function is reflected by the existence of urban forests. Nowadays, urban forests in DKI Jakarta have been depressively decreased by the high number of various developments for non-conservational purpose. It does also happen with UI urban forest, as parts of Jakarta urban forests. UI Integrated Faculty Club is known for being progressively established in the UI urban forest area.
This study aims to figure out the recent condition and management of urban forests, especially in DKI Jakarta as a rapidly developing city. Another purpose of this study is to identify the possible impacts that might arise from the establishment of UI Integrated Faculty Club in the urban forest area. By the research type, analytical method, application and research-nature; this study categorized as normative juridical, qualitative, problem-focused, and descriptive-evaluative study.
The result shows that the urban forest utilizations in non-conservational function area are allowed provided that the utilization is performed in purposes that are allowed by the prevailing laws and regulations and the function and purpose of urban forest are still maintained. However, aside from the fact that the establishment of UI Integrated Faculty Club has obtained approvals from relevant authorities, yet this study found there are some misappropriations of such establishment to most law and regulations regarding the utilization of urban forest in non-conservational function area.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grahat Nagara
"ABSTRAK
Praktik penegakan hukum tindak pidana sumber daya alam saat ini menggambarkan
terjadinya overkriminalisasi. Hal ini ditandai dengan berkembang pesatnya pasal-pasal
pidana terkait sumber daya alam. Overkriminalisasi tersebut tidak hanya menyebabkan
penegakan hukum di sektor sumber daya alam tidak berjalan dengan efektif, tetapi juga tidak
memiliki dasar atau bahkan cenderung arbiter. Situasi tersebut dan Putusan Mahkamah
Konstitusi yang mendekriminalisasi pasal pidana di UU 18/2004 menegaskan audit terhadap
pasal-pasal pidana tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak. Tesis ini mengajukan
bahwa evaluasi terhadap pasal pidana perlu menggali perkembangan dalam hukum pidana
kontemporer yang melihat prinsip yang menjadi batasan dalam hukum pidana secara
normatif. Dengan pendekatan doktrinal, tesis ini akan menjabarkan prinsip-prinsip yang
dikembangkan tersebut dalam konteks kebijakan hukum pidana di Indonesia khususnya
terhadap UU 18/2013. UU 4/2009 dan UU 18/2004. Beberapa prinsip yang dikembangkan,
yaitu relasi kaidah hukum pidana dengan kaidah lainnya, alasan pemidanaan, termasuk
mengenai kepentingan atau nilai yang dilingdungi oleh hukum (rechtsgüter) secara terbatas
dapat digunakan untuk menguji pasal-pasal pidana sumber daya alam. Diantaranya dengan
menyatakan hukum pidana yang ada tidak berkembang dari kaidah moral yang ada di dalam
masyarakat, oleh karenanya memiliki kelemahan bahwa kepatuhannya sangat bergantung
pada sanksi pidana. Sementara itu, batasan tersebut dapat juga diperoleh dari struktur hukum
pidana, seperti asas legalitas dan ultimum remedium. Ketika diuji dengan asas asas legalitas
ditemukan bahwa tidak seluruh pasal pidana terkait sumber daya alam yang ada memenuhi
kedua asas tersebut dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

ABSTRACT
It is arguable that natural resource criminal law enforcement practice in the state of
overciminalization. The condition indicated with fast and massive development of new laws regarding
natural resources. They not only undermine the law enforcement itself, but also providing incentives
for abitrary law enforcement. This state of overcriminalization and a Constitutional Court in which
decriminalize criminal articles in Act 18/2004 reiterate that audit on the criminal law related to
natural resource is imperative. This thesis propose that evaluation to criminal law should to explore
contemporary development of criminal law theories which try to define the principles and boundaries
of criminal law in normative perspective. With doctrinal research, the thesis describe the principles
whithin the context of criminal law policy in natural resource, especially to Act 18/2013, Act 4/2009
and Act 18/2004. Some of which, include, relation between criminal law and other norms, theories
on punishment and interest and values that protected by the law (rechtsgüter) limitatively is capable
to be used in reviewing the criminal laws. In which by advising that the criminal law in natural
resource was not developed from moral norms in the society, thus has weakness in terms of that its
compliance will have to fully depend on the sanctions. Another research argue that criminal law
should find the boundaries from the structures of the crimina law itself, such as legality principles
and ultimum remedium. The anaylisis found that with legality principles not all of the criminal law
fulfill the principles and thus prone in causing uncertainty of law. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Kurnia Maesa
"Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Perlindungan sumber daya alam hayati pada hakikataya timbul akibat kerusakan-kerusakan yang terjadi pada sumber daya alam hayati itu sendiri. Untuk menghindari akibat-akibat yang merugikan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam hayati secara seksama Untuk itu ada beberapa konvensi nasional yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, baik WHC, WCS, WCN, OCF, UNCLOS adalah sebagai landasan hukum internasional yang terhadap pelaksanaanya didelegasikan kepada negara-negara.
Sejalan dengan itu Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam hal ini berfungsi sebagai landasan hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam hayati, kemudian juga didukung oleh UU No. 5 Tahun 1994 tentang Konvesi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992 (pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity), lalu diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dikeluarkannya UU NO. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan berlakunya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Keseluruh Undang-undang tersebut bersifat horizontal dan yang menjadi legitimasi oleh Pemerintah kota Batam untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan terumbu karang di Batam adalah UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai pembagian kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah memiliki hubungan dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi kewilayahan antar susunan pemerintah.
Pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3), (4), (5), (6), (7), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), (2) dan Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan dernikian Pemerintah Kota Batam juga berwenang untuk melakukan perlindungan terhadap sumber daya alam khususnya terumbu karang yang berada dalam ruang lingkup wilayah kewenangannya. Bentuk yang mungkin dapat digunakan sebagai landasan hukum pengelolaan dan perlindungan terumbu karang di Batam yakni antara lain : pengaturan administratif; penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; yang mungkin dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah sehingga dapat lebih mengatur, mengawasi, sekaligus melakukan penegakan hukum sehingga diharapkan dapat melestarikan keanekaragaman sumber daya alam hayati khususnya terumbu karang di wilayah Batam yang secara ekonomis menjadi tumpuan hidup masyarakat nelayan di Batam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Andre Abrianto
"Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan diakomodir berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebagai penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai tumpang tindih kawasan yang terjadi antara usaha pertambangan dan kegiatan budidaya kehutanan yang berdampak pada terhambatnya kegiatan usaha pertambangan di kawasan tersebut. Izin merupakan salah satu bentuk dari pengendalian oleh Pemerintah, sehingga dengan diperolehnya izin, maka penerima izin seharusnya dapat melakukan kegiatan pertambangan. Tertundanya kegiatan pertambangan PT. Mitra Bara Jaya di kawasan tersebut diakibatkan karena pemerintah tidak campur tangan dalam penghitungan biaya ganti investasi dan justru menyerahkan penyelesaian tersebut melalui skema business to business. Hal ini menunjukkan kelemahan manajemen pemerintah untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Ombudsman Republik Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI cq Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari karena telah melakukan pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut terkait penyelesaian permasalahan ganti biaya investasi antara PT. Mitra Bara Jaya dengan PT. Adindo Hutani Lestari.
....The usage of forest area for development purpose besides forestry activity is accommodated based on Article 38 of Law Number 41 of 1999 concerning Forestry. As a normative juridical study, this article discusses the overlapping areas that occur between mining businesses and forestry cultivation activities that have an impact on the obstruction of mining business activities in these areas. Permit is one form of control by the Government, so that by obtaining license, the permit recipient should be able to carry out mining activities. PT. Mitra Bara Jaya's mining activity is delayed because instead of interfere in calculating the cost of investment, the Government hands over the settlement through a Business-to-Business scheme. This shows the weakness of government management to provide legal certainty for business. Ombudsman of the Republic of Indonesia argues that there has been a maladministration by the Indonesian Minister of Environment and Forestry cq the Director General of Sustainable Production Forest Management due to the neglection of legal obligation and prolonged delay related to the resolution of the compensation on cost of investment issue between PT. Mitra Bara Jaya and PT. Adindo Hutani Lestari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Satria
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019
320 ARI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>