Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadek Putri Arindani
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi tentu memberikan pengaruh terhadap kegiatan manusia sehari-hari termasuk pula dalam hal menyediakan jasa layanan gadai untuk masyarakat luas dengan cara yang lebih praktis yaitu dengan layanan jasa gadai online. Salah satu penyedia layanan jasa gadai online ini adalah website www.pinjam.co.id. Adanya layanan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan waktu yang cepat bagi masyarakat yang hendak ingin melakukan transaksi gadai dengan menggunakan perangkat komputer dan internet. Inovasi lain yang disediakan oleh pihak www.pinjam.co.id ialah adanya mitra sebagai pihak ketiga pemegang barang gadai tentunya hal ini berbeda dengan praktik gadai pada umumnya, salah satunya ialah gadai di PT. Pegadaian Persero. Sehubungan dengan adanya pihak ketiga sebagai pemegang barang gadai, perlu untuk diperhatikan terkait kepastian hukum terhadap keselamatan barang jaminan milik debitur yang ada pada pihak ketiga seperti perihal kemampuan penaksiran, sistem keselamatan serta pertanggung jawaban.

ABSTRACT
In this era of development specifically in technology surely gives a significant impact towards the daily activities of every human being. One of them being the provider of pawn services to the whole community in a more practical way by providing the service through an online platform. One of the existing service platform is www.pinjam.co.id. The establishment of this kind of service is to accommodate in a time efficient and convenient manner for the Debtor who is intending to do a pawn transaction through an online platform. Another innovation provided by www.pinjam.co.id is a partner as a third party to hold pawn goods, of course this is different from the practice of pawn in general, for example pawn at PT. Pegadaian Persero. In relation to the existence of a third party as a holder of pawn goods, it is necessary to put attention towards the legal certainty of the security of pawn goods owned by the Debtor as the third party such as capabilities to assess, security system and accountability."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Theresya
"Saat ini seringkali ditemukan banyak kasus konsumen toko online yang mengalami permasalahan pada saat menerima barang, terutama permasalahan kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Selain itu konsumen juga mengeluh bahwa pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang dan pelaku usaha pemilik toko online samasama menolak untuk bertanggung jawab kepada konsumen. Untuk menjawab permasalahan yang sering di alami konsumen tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai pelaku usaha manakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen dan juga akan membahas apakah pelaku usaha pemilik toko online dapat mengalihkan tanggung jawabnya atas kerusakan barang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam hubungan perjanjian jual belinya dengan konsumen, pelaku usaha pemilik toko online seharusnya memberi ganti rugi atas kerusakan barang kepada konsumen. Sedangkan dalam hubungan perjanjian pengiriman barang, pelaku usaha pemilik toko online seharusnya mengajukan klaim ganti rugi kepada pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang. Pelaku usaha pemilik toko online tidak boleh membuat klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab nya atas kerusakan barang yang diterima konsumen karena hanya pelaku usaha pemilik toko online yang merupakan pelaku usaha yang mengadakan perjanjian langsung dengan konsumen.

Currently often found many cases of online shop consumers that experienced problems on receiving goods, especially problems about damaged goods received by the consumer after goods shipping. Besides consumers also complained that service provider of goods shipping businessmen and online store businessmen equally refused to be responsible to consumers.To answer the problems that frequently experienced by consumers, this thesis will discuss about which businessmen should be responsible for the damage of goods received by the consumer and will also discuss whether online store businessmen can divert responsibilities over damaged goods in terms of the Law Number 8 Years 1999 About Consumer Protection.
The results of this research suggesting that in sale and purchase agreement with consumers, online shop businessmen should provide compensation for damaged goods that received by consumer. While in relation of goods delivery agreement, online store businessmen should ask for compensation over the damaged goods to the service provider of goods shipping businessmen.Online shop businessmen should not make standard clause that divert their responsibility over the damage goods that received by consumers because there is only online shop businessmen whom made an agreement direct to their consumers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellies Daini
"Pada jaminan fidusia, penguasaan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tetap berada dalam penguasaan debitur, memungkinkan debitur untuk mengalihkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut pada pihak ketiga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur jaminan fidusia dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik yang menerima pengalihan objek jaminan fidusia dari debitur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ini adalah yuridis normative yaitu menggambarkan permasalahan-permasalahan yang diteliti dihubungkan dengan ketentuan ? ketentuan hukum yang mengaturnya dan kemudian dilakukan analisa berdasarkan hukum positif di Indonesia Pihak kreditur akan mendapatkan perlindungan hukum jika kreditur mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, sehingga memenuhi unsur kebendaan yang salah satunya Droit De Suite. Sedangkan pihak ketiga yang beritikad baik yang menerima pengalihan objek jaminan fidusia tidak mendapat perlindungan dalam hukum jaminan fidusia.

In fiduciary guarantee, possession over objects that become fiduciary guarantee objects remain in debtor control, this allowing the debtor to transfer the objects into objects that become fiduciary guarantee objects to third parties. The purpose of this study was to find out the legal protection for creditors fiduciary guarantee and legal protection for third parties acting in good faith who accept transfer of objects from debtors fiduciary.
The method used in this research yuridis normative which describes the problems associated with legal provisions that governed them and analysis. The creditor will get legal protection if he/she register fiduciary guarantee to fiduciary Regitration Office, which fulfills droit dr suite as one of property substances, whilst third parties acting in good faith who accept transfer of fiduciary guarantee objects do not obtain legal protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28172
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Maulana Sofyan
"Eksistensi Lembaga Perbankan sebagai salah satu lembaga dibidang penyaluran dana pemberian kredit kapada masyarakat merupakan lembaga yang memiliki peran yang sangat penting dalam rangka keberhasilan Pembangunan di Indonesia. Salah satu Bank Umum Milik Pemerintah yang juga memberikan kredit kepada masyarakat adalah Bank "X" Cabang Bogor. Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis menyimpulkan data-data dengan mempergunakan dua metode penelitian, yaitu penelitian studi kepustakaan dan penelitian langsung pada Bank "X" Cabang Bogar. Didalam pemberian kreditnya Bank "X" mensyaratkan adanya jaminan dari sipemohon kredit, diantaranya Proyek barang-barang/Usaha yang dibiayai kredit. Meskipun dalam Undang-undang. Pokok Perbankan No. 10 Tahun 1998 tidak mengisyarat kan adanya jaminan apabila pihak bank telah mempunyai keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan dari pihak debitur dalam penyelesaian pelunasan pinjaman kreditnya, tetapi dalam prakteknya pihak Bank merasa penting adanya lembaga jaminan tersebut sebagai upaya apabila pihak debitur tidak mampu dan sanggup dalam memenuhi kewajibanya dalam melakukan pelunasan kreditnya atau Wanprestasi dan dinyatakan sebagai kredit macet oleh pihak Bank selaku kreditur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
14-22-04819689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Dinia
"Pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa terdapat jaminan pelaksana yang diperlukan agar pelaksana pekerjaan melaksanakan perjanjian sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Apabila pada suatu waktu pelaksana pengadaan melakukan wanprestasi, maka penjamin akan menanggung ganti rugi atas wanprestasi yang dilakukan principal. Salah satu produk penjaminan yaitu kontra garansi bank. Kontra garansi bank merupakan celah hukum yang dapat digunakan terutama oleh pelaksana pengadaan yang tidak mempunyai modal besar. Di sisi lain, kreditur dapat dirugikan karena ketidakbonafidnya pelaksana pekerjaan dan karena melibatkan banyak pihak, maka pencairan kontra garansi juga memakan waktu lama daripada pencairan bank garansi umumnya.

In Procurement process, there?s need a Performance Bond to make principal implement the agreement accordance with the provision agreed. If once upon a time principal is default, then guarantor will pay damages for the breach of contract was committed by the principal. One of the products is counter bank guarantee. Counter bank guarantee is a loophole which used by principal who don?t have large capital. In otherwise, creditor can be harmed because of principal?s lack of bona fide and it's also involve many parties can take a longer time when processing of claim that common bank guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28819
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta
"Dalam kasus surat kuasa Tuan A dan Nyonya B kepada Tuan C disebutkan bahwa surat kuasa tersebut merupakan surat kuasa mutlak yang dijadikan dasar untuk menyelesaikan hutang dan pengalihan hak atas tanah yang masih menjadi jaminan bank. Padahal dalam Instruksi Mendagri No.14 Tahun 1982 menyebutkan larangan penggunaan surat kuasa mutlak yang didalamnya mengandung unsur kuasa yang tidak dapat ditarik kembali yang tujuannya untuk pemindahan hak atas tanah. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analisis.
Kesimpulan yang didapat dari hasil analisa adalah surat kuasa mutlak sebagai dasar pengalihan hak atas tanah yang masih menjadi jaminan bank dari debitur kepada pihak ketiga tidak dapat dilaksanakan dan debitor dapat mengupayakan untuk membatalkan kuasa mutlak antara debitor dengan pihak ketiga.

In the case of a power of attorney Mr A and Mrs B to Mr. C. stated that such power is absolute power of attorney is used as the basis for debt settlement and transfer of land rights is still a bank guarantee. Whereas the Minister of Internal Affairs Instruction No.14 of 1982 mentions absolute ban on the use of a power of attorney that contain elements of power that can not be withdrawn which aim to transfer of land rights. The method used in this paper is a method normative research with qualitative approach that produces descriptive data analysis.
The conclusion from the analysis is the absolute power of attorney as the basis for the transfer of land rights is still a bank guarantee from a debtor to a third party can not be implemented and the debtor may seek to cancel the absolute power between debtors with third parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Saputra
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Persamaan merek dengen merek terkenal adalah salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Dalam sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, seringkali dianggap terdapat iktikad tidak baik. Tulisan ini menganalisis apakah persamaan dengan merek terkenal untuk barang tidak sejenis langsung membuktikan iktikad tidak baik berdasarkan putusan pengadilan. Tulisan ini mengkaji asas-asas hukum dengan menggunakan metode yuridis normatif mengenai perlindungan merek terkenal di Indonesia. Metode ini digunakan dalam menganalisis perkara-perkara perlindungan merek terkenal yang sudah dituangkan dalam putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang digunakan dalam kasus ini adalah sengketa merek Starbucks, Puma, Versus, Giordano, dan Maple Leaf. Kesimpulan yang diperoleh dari skripsi ini adalah bahwa pemilik merek yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal selalu dinyatakan memiliki iktikad tidak baik dengan dikaitkannya keterkenalan merek dan persamaan pada pokoknya.

Regulations regarding trademark in Indonesia are regulated in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. Similarity of a mark to a well-known mark is one of the grounds for canceling the registration of a mark. In disputes over trademark that are similar to well-known trademark, it is often assumed that there is bad faith. This paper analyzes whether similarities with well-known brands for dissimilar goods directly prove bad faith based on court decisions. This article examines legal principles using normative juridical methods regarding the protection of well-known brands in Indonesia. This method is used in analyzing well-known brand protection cases that have been outlined in court decisions. The court decisions used in this case are the Starbucks, Puma, Versus, Giordano and Maple Leaf trademark disputes. The conclusion obtained from this thesis is that trademark owners whose tradenarks have similarities with well-known trademark are always declared to have bad faith by linking trademark fame and similarities in essence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Bonar H.R.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S23513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Caesa
"ABSTRAK
Secara hukum, tanah belum sertipikat atau tanah berdasarkan Surat Keterangan Tanah SKT bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, tanah bekas hak milik adat tidak dapat jaminkan karena belum mempunyai alas hak. Dipraktiknya dalam perbankan ada contoh kasus yang mengikat kredit dengan agunan tanah bekas hak milik adat, dan permasalah dalam tesis ini:Bagaimanakah hak jaminan terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat dan Bagaimanakah tanggung jawab PPAT terhadap akta-aktanya yang dibuat menurut Per Undang-undangan yang berlaku dan Bagaimanakah penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang, kesimpulan sebagai berikut 1 hak jaminan yang terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat.perjanjian Kredit yang dijaminkan kepada bank tersebut Proses pendaftaran tanahnya baru akan dilaksanakan. apabila terjadi kredit macet sebelum Proses pendaftaran tanahnya selesai maka akan merugikan pihak bank karena jaminan yang diterima bank belum mengikat dan tidak dapat dilakukan proses eksekusi oleh pihak Bank. 2 tanggung jawab PPAT terhadap akta-akta yang dibuat menurut perundang-undanngan yang berlaku harus segera mendaftarkan tanah yang menjadi jaminan tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Hal ini guna menjamin pihak bank sebagai pengucur dana apabila terjadi kredit macet maka tanah tersenbut dapat di eksekusi. 3 penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang apabila objek jaminan tersebut belum memiliki alas hak karena sertipikat sedang di proses peningkatan nya maka proses dari eksekusi sita jaminan tersebut akan terhambat menunggu sampai dengan sertipikat hak milik terbit barulah dapat dilakukan eksekusi sedangkan bunga dan denda bunga tidak dapat di hapuskan. Metode penelitian yang akan saya gunakan disini adalah metode penelitian yuridis normatif.

ABSTRACT
By law a non certified land or land based on certificate not a proof ownership of land rights the former land of customary property rights can not be on watch because it does not have a right pad. Practiced in banking there are examples of cases that bind credit with collateral former land of customary property rights. Therefore the formulation 1 of the problem how the security of the object of guarantee that has not certified. 2 how are the responsibilities of the act made in accordance with the prevailing laws and regulation 3 How to complete the execution of the debt securities object. In this paper to raise the problem accordanc with the research of the case example with the following conclusions as follows. 1 the guarantee rights to the guaranteed object which have not certified the credit agreement guaranteed to the bank the process of registration of his new land will be carried out and in case of bad credit before the land registration process is completed it will harm the bank because the collateral received by the bank has not been binding and can not be executed by the bank. 2 PPAT responsibility to the deed of act made pursuant to a statutory decree shall be immediately redisterthe land which is guarantee to the national land agency of this right to guarantee the bank as a lender if there is a bad credit the the land be executed. 3 completion of execution of the object of debt guarantee if the object of the guarantee does not have the right of the certificate of in the process of its enhancement then the proress of execution will be hampered wait until certificate of property issued then can be executed while the interest and interest penalty can not be abolished. The research method I will use is a method of juridical normative research."
2018
T49126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsyad Dwiandra
"Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan risiko dari tertanggung kepada penanggung dengan sebuah imbalan berupa premi yang harus dibayarkan. Perjanjian asuransi dengan objek barang jaminan merupakan salah satu jenis perjanjian asuransi yang dibutuhkan dan telah biasa dilakukan dalam praktik bisnis khususnya pada bidang pembiayaan yang dilakukan oleh bank. Salah satu klausul yang ditemukan dalam perjanjian kredit pembiayaan tersebut adalah klausul yang mewajibkan debitur sebagai pemilik barang jaminan untuk mengasuransikan barang tersebut dan mencantumkan Bank sebagai penerima manfaat dalam polisnya. Penelitian ini dilakukan untuk membahas dan menjawab permasalahan yaitu bagaimana penerapan prinsip utmost good faith dalam perjanjian asuransi tersebut beserta kedudukan apa saja yang dapat diduduki oleh bank sesuai dengan prinsip insurable interest dan bagaimana kesesuaian antara Majelis Hakim menerapkan tersebut dalam pertimbangan hukumnya sehingga memperoleh amar putusan dalam Putusan No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn dan Putusan No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam perjanjian asuransi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis-normatif dan menggunakan data-data yang diperoleh berdasarkan hasil studi kepustakaan serta menelaah ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada perjanjian asuransi. Hasil analisis menemukan bahwa terdapat asas utmost good faith pada perjanjian asuransi dengan objek barang jaminan melekat kepada seluruh pihak dan ditemukan bahwa bank memiliki tiga posisi yang mungkin diduduki dalam perjanjian asuransi dengan model ini yaitu sebagai tertanggung, penerima manfaat, dan/atau sebagai penerima kuasa untuk mengasuransikan. Serta juga ditemukan kekeliruan dan ketidaktepatan yang dilakukan oleh Majelis Hakim dalam menyusun pertimbangan dan amar putusan pada perkara yang diputus dalam putusan No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn dan No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn. Majelis Hakim telah tidak cermat dalam menilai unsur pelanggaran prinsip utmost good faith dan telah salah dalam memposisikan bank dalam perjanjian tersebut sehingga putusan yang dihasilkan sangat merugikan perusahaan asuransi yang telah sesuai dan berdasar menolak klaim yang diajukan oleh tertanggungnya.

An insurance agreement is an agreement that aims to transfer risk from the insured to the insurer with a reward in the form of premiums that must be paid. Insurance agreements with collateral objects are one type of insurance agreement that is needed and has been commonly carried out in business practices, especially in the field of financing carried out by banks. One of the clauses found in the financing credit agreement is a clause that obliges the debtor as the owner of the collateral to insure the goods and lists the Bank as the beneficiary in the policy. This research was conducted to discuss and answer the problems, namely how the application of the principle of utmost good faith in the insurance agreement along with what positions can be occupied by the bank in accordance with the principle of insurable interest and how the suitability of the Panel of Judges applying it in its legal considerations so as to obtain the verdict in Court Ruling Number 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn and Court Ruling Number 300/Pdt/2020/PT.Mdn with the laws and regulations and principles applicable in insurance agreements. To answer these problems, the author uses a research method with a juridical-normative approach and uses data obtained based on the results of literature studies and examines the provisions in the laws and regulations that apply to insurance agreements. The results of the analysis found that there is a principle of utmost good faith in the insurance agreement with the object of collateral attached to all parties and it was found that the bank has three positions that may be occupied in the insurance agreement with this model, namely as the insured, beneficiary, and / or as the recipient of the power of attorney to insure. It was also found that mistakes and inaccuracies were made by the Panel of Judges in formulating considerations and rulings in the cases decided in decisions No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn and No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn. The Panel of Judges has not been careful in assessing the elements of violation of the principle of utmost good faith and has been wrong in positioning the bank in the contract so that the resulting decision is very detrimental to the insurance company which has properly and reasonably rejected the claim submitted by the insured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>