Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Varial Ashari
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan penerapan dan pengaturan merger vertikal di Amerika Serikat dan ketentuan-ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaturan mengenai merger vertikal di Indonesia dan di Amerika Serikat. Perbedaan tersebut dapat kita temukan dari larangan yang diatur oleh Amerika Serikat dan Indonesia. Merger vertikal di Amerika Serikat tidak hanya melarang mengenai pengambilalihan atas saham, namun juga pengambilalihan atas aset sedangkan di Indonesia dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 hanya mengatur mengenai pengambilalihan atas saham dan perbedaan lainnya terdapat dalam bagaimana cara FTC dan KPPU melakukan penilain terhadap aktivitas merger vertikal. Di Amerika Serikat FTC akan melakukan penilaian menyeluruh terhadap aktivitas merger vertikal apakah mempengaruhi persaingan potensial yang berbahaya atau tidak dengan salah satu caranya adalah melihat pangsa pasar perusahaan yang terlibat dalam merger memiliki pangsa pasar 5 hal tersebut bertujuan untuk menganalisa apakan hasil dari aktivitas merger vertikal tersebut akan mengeliminasi salah satu perusahaan yang melakukan aktivitas merger vertikal sebagai calon pendatang baru yang potensial untuk dapat masuk ke pasar dan berakibat menimbulkan hambatan masuk di pasar masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pembahasan mendalam mengenai pengaturan pengambilalihan atas aset dan juga penilaian terhadap persaingan potensial yang berbahaya atau tidak, dengan merujuk kepada pengaturan di Negara yang terlebih dahulu menerapkannya, yakni di Amerika Serikat.

This thesis discusses the comparative application and regulations of vertical mergers in the United States and the provisions in Indonesia. This research uses normative juridical research method where the research data is mostly from literature study. The result of this study is that there are different regulations regarding vertical mergers in Indonesia and in the United States. These differences can be found from the restrictions imposed by the United States and Indonesia. The vertical merger in the United States not only prohibits the takeover of shares, but also the takeover of assets while in Indonesia in Law no. 5 of 1999 only regulates the acquisition of stock and other differences in how FTC and KPPU conduct judgments on vertical merger activities. In the United States the FTC will undertake a thorough assessment of the activity of a vertical merger whether it affects dangerous potential competition or not by one way is to see the market share of companies involved in a merger having a 5 market share it aims to analyze whether the results of such vertical merger activity will eliminate one of the companies that engage in vertical merger activity as potential new entrants to enter the market and result in barriers to entry in the future market . It is therefore necessary to have an in depth discussion of the arrangement of asset acquisition and also the assessment of potentially dangerous competition or not. To do that analysis, we can refer to the United States as a country that has already applied the regulation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Darus
"Merger konglomerat saat ini telah menjadi sorotan dari pemasaran dan kebijakan publik di Amerika Serikat karena efeknya yang dapat menimbulkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tulisan ini membahas mengenai perbandingan penerapan pengaturan mengenai merger konglomerat di Amerika Serikat dengan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data penelitian berdasarkan pada studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapatnya perbedaan antara penerapan pengaturan merger konglomerat antara Indonesia dan Amerika Serikat. Amerika Serikat dalam peraturannya telah mengatur mengenai akuisisi aset, sebagaimana ketentuan tersebut belum diatur di Indonesia. Di Amerika Serikat juga telah terdapat pengaturan yang mengatur mengenai merger konglomerat secara khusus dalam pedomannya dengan menggunakan penilaian merger yang mengeliminasi pesaing potensial. Dengan menggunakan penilaian tersebut, Amerika Serikat dapat memperkirakan potensi persaingan yang akan terjadi di masa yang akan datang bahkan sebelum terjadi kerugian aktual terhadap hukum persaingan usaha. Ketentuan seperti ini belum terdapat ketentuannya dalam peraturan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pembahasan yang lebih dalam mengenai pengaturan akuisisi aset dan juga penilaian merger yang mengeliminasi pesaing potensial dengan merujuk kepada peraturan yang telah diterapkan di Amerika Serikat.

The conglomerate merger is already under the spotlight of marketing and public policy in the United States because of its effects that can lead to monopoly and unfair business competition. This paper discusses the comparative application of regulation on conglomerate merger in the United States with Indonesia. This research uses normative juridical research method using research data based on literature study. The result of this research is there is differences between applying the regulation of conglomerate merger between Indonesia and United States. The United States in its regulations has regulated the acquisition of assets, as such provisions have not been regulated in Indonesia. In the United States there has also been a regulation that regulated conglomerate mergers specifically in its guidelines by using merger analysis that eliminate potential competitors. By using such analysis, the United States may estimate the potential for future competition even before actual losses to competition law take place. Such provisions do not yet have provisions in Indonesian regulations. Therefore a deeper discussion of asset acquisition arrangements and mergers is required which eliminates potential competitors by referring to the regulations adopted in the United States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Adjani Ramadina
"Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan sebuah produk reformasi yang secara efektif berlaku pada tanggal 5 Maret 2000. Dengan lahirnya undang-undang ini, dibentuklah sebuah lembaga independen yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan penegakan terhadap hukum persaingan usaha. Jika terdapat pelaku usaha yang melanggar hukum persaingan usaha, maka KPPU akan melakukan penegakan melalui pelaksanaan hukum acara persaingan usaha. Kendati demikian, pelaksanaan hukum acara persaingan usaha tidak luput dari sejumlah kekurangan. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan sekaligus menyesuaikan dengan kebutuhan zaman serta kemajuan ekonomi, pemerintah melakukan perubahan serta penambahan sejumlah pasal yang sebelumnya tertuang pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Setelah 20 tahun sejak pengesahannya, UU No. 5 Tahun 1999 mengalami perubahan dengan diberlakukannya UUCK. Pengaturan ini dapat dibandingkan dengan regulasi di negara Amerika Serikat selaku negara common law yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak tahun 1890 dan memiliki dua lembaga penegak hukum persaingan, yaitu Federal Trade Commission sebagai lembaga independen dalam penegakan Antitrust Laws dan Antitrust Division of Department of Justice. Dalam penelitian ini, metode yang dipilih adalah yuridis-normatif dan setelah dilakukan analisis perbandingan dengan lembaga Federal Trade Commission di Amerika Serikat, maka dapat ditemukan persamaan maupun perbedaan dalam pelaksanaan hukum acara persaingan usaha dan ketentuan penjatuhan sanksi denda yang kemudian akan menghasilkan saran untuk kemajuan pelaksanaan hukum acara persaingan usaha Indonesia.

Indonesian Competition Law, namely Law No. 5 of 1999 concerning Monopolistic Practice and Unfair Competition is a product of reformation which was effective on March 5, 2000. With the enactment of this regulation, an independent agency tasked to supervise and enforce the Competition Law was formed. The commission is later referred to as Komisi Pengawas Persaingan Usaha or in short, KPPU. However, the implementation of the competition law still had some shortcomings. Thus, in order to overcome existing problems while at the same time adapt to the needs of times and economic progress, the government made changes and added a few articles that was previously contained in Law No. 5 of 1999, in Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. After 20 years since it’s ratification, Law no. 5 of 1999 finally underwent some changes with the enactment of Law No. 11 of 2020. This regulation can be compared with regulations in the United States as a common law country who has had competition law since 1890 and has two enforcement agencies, namely the Federal Trade Commission as an independent agency in the enforcement of Antitrust Laws and the Antitrust Division of Department of Justice.The method chosen is juridicial-normative and after a comparative analysis has been carried out with the Federal Trade Commission in United States, similarities and differences can be found in the implementation of the competition law and the provisions for imposing fines which will the produce suggestions for advancement of indonesian competition law procedures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Maulana Randa
"Hukum persaingan usaha adalah salah satu instrumen yang wajib ada di dunia global ini. Keberadaan hukum persaingan usaha mengharuskan adanya lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum persaingan usaha tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh institusi penegak hukum persaingan usaha berdampak besar terhadap efektifitas penegakan hukum persaingan usaha. UU No. 5 Tahun 1999 mengamanatkan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia untuk dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Amerika Serikat adalah Negara yang sudah sejak dulu menegakkan hukum persaingan usaha, Federal Trade Commission Act melahirkan Federal Trade Commission (FTC), yaitu institusi penegak hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Kewenangan yang dimiliki FTC sangat besar. Perbandingan kewenangan antara FTC dan KPPU akan melihat celah perbedaan antar kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga.

Competition is a compulsory instrument of the global world. The existence of competition law requires an institution for the enforcement of the law. Authority of competition law enforcer has a big effect to the effectiveness of the enforcement of competition law. Law No. 5 Year 1999 mandated KPPU to enforce competition law in Indonesia. United States of America has been enforcing antitrust law from very long ago. Federal Trade Commission Act create a competition law enforcement agency named The Federal Trade Commission. Federal Trade Commission has a very broad scope of enforcement authority. By comparing KPPU's and FTC's law enforcement authority, the difference from each agency can be revealed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaki Prakoso Wicaksono
"Pasar bersangkutan di dalam hukum persaingan usaha dapat meliputi berbagai macam bentuk menyusul adanya perkembangan pasar yang dinamis. Di Amerika Serikat, salah satu bentuk pendefinisian pasar bersangkutan dapat berupa single-brand aftermarket, yang mana pasar bersangkutan ini hanya mencakup produk lanjutan dari produk merek tertentu. Pasar bersangkutan jenis ini pada mulanya timbul di dalam perkara Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), yang mana hakim di dalam perkara tersebut mendefinisikan pasar bersangkutan hanya berupa servis dan suku cadang dari mesin fotokopi dan micrographic Kodak. Dalam perkembangannya, penentuan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan disempurnakan oleh hakim di dalam perkara Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008), yang mana perkara ini mengeluarkan suatu pertimbangan khusus untuk menentukan aftermarket sebagai pasar bersangkutan yang dikenal dengan Newcal factors. Adapun di Indonesia, pengaturan hukum persaingan usaha tidak meliputi secara spesifik terkait dengan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan, sebagaimana dicakup di dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana single-brand aftermarket diterapkan sebagai pasar bersangkutan di dalam penegakan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, sekaligus membahas bagaimana ia diterapkan di dalam kasus aktual dan bagaimana single-brand aftermarket diadaptasikan ke dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Relevant market definition in the context of antitrust law may consist various forms, following the dynamic of the market development. In the United States, relevant market may also be defined to consist single-brand aftermarket products, in which it encapsulates only the aftermarket products of specific brands. This type of relevant market first invented in Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), where the judges defined and limited the relevant market in that case to contain services and spare parts of Kodak’s photocopiers and micrographics. Considerations on defining single-brand aftermarket as relevant market in the subsequent cases developed as judges in Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008) invented several factors in regards of determining aftermarket as relevant market known as Newcal factors. In Indonesia, the laws regarding antitrust enforcement do not specifically include single-brand aftermarket as relevant market, as provided in the antitrust law of the United States. Utilizing normative juridical research method, this writing will attempt to analyze on how single-brand aftermarket is applied as relevant market in the enforcement of antitrust law in the United States. This writing will also discuss on how single-brand aftermarket as relevant market is implemented in actual cases and how it is adapted to antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ana Wijayanti
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartel yang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak hukum persaingan usaha. Sedangkan negara lain seperti Amerika Serikat telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Amerika Serikat. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Amerika Serikat yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan circumstantial evidence, penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel case is part of the enforcement of competition law. In Indonesia, the handling of cartel cases which is conducted by the KPPU has several problems, especially in connection with the difficulty of proving of cartel and the authority of the KPPU as a competition law enforcement agency. Whereas, other countries such as the United States has had the handling of cartel cases better. Therefore, this research will discuss the comparison of the handling of cartel case in Indonesia and the United States. Through this comparison, the authors explain several things from the handling of cartel case in United States that can be applied in Indonesia, among others, the use of circumstantial evidence, the application of leniency programs, and the authority of competition law enforcement agencies to do forceful measures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Rahdyan Andhika Notokoesoemo
"Skripsi ini membahas mengenai penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling terkait dengan aspek-aspek hukum persaingan usaha. Kondisi semakin banyaknya teknologi yang diberikan Paten dan dimiliki oleh banyak Pemegang Paten, berpotensi menyulitkan banyak pihak untuk mengembangkan teknologi baru karena terhalang oleh Paten-Paten lain yang saling menghambat (blocking). Perjanjian Lisensi Patent Pooling merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut karena Perjanjian Lisensi Patent Pooling dapat mengintegrasikan teknologi-teknologi yang saling terkait, mengurangi biaya transaksi, menghilangkan Paten-Paten yang menghambat (blocking), dan mengurangi biaya sengketa di pengadilan. Namun demikian, Perjanjian Lisensi Patent Pooling adalah suatu bentuk perjanjian di antara banyak pihak yang juga berpotensi menjadi bersifat anti persaingan dalam kondisi-kondisi tertentu. Pengaturan mengenai pedoman penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling di Indonesia masih belum diatur secara jelas, lengkap, dan komprehensif di dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009. Karenanya, KPPU perlu membandingkan dan mengadaptasi pengaturan mengenai penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling dengan pengaturan di Amerika Serikat.

This thesis discusses the assessment on Patent Pooling License Agreement with respect to the antitrust regulation. The increasing number of patented technologies that is owned by many patent holders could potentially complicate many parties to develop new technology because it can block each other. Patent Pooling License Agreement is one of the solution to overcome the condition because it can integrate technologies interrelated, reduce transaction costs, eliminate blocking patent, and reduce the costs of future disputes in court. However, Patent Pooling License Agreement is a form of agreement among many parties that can also be potentially anti-competitive under certain conditions. Regulations regarding guidelines to assess Patent Pooling License Agreements in Indonesia has yet to be arranged in a clear, complete, and comprehensive state in the KPPU Regulation No. 2 Year 2009. Therefore, KPPU should compare and adapt regulations regarding the assessment of Patent Pooling License Agreement based on regulations in the United States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrella Maryadi Putri
"Tindakan anti persaingan usaha seringkali menimbulkan kerugian bagi beberapa pihak, seperti konsumen atau pesaing usaha. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya hak atas ganti kerugian. Namun, di Indonesia belum banyak pihak yang menyadari bahwa dalam hukum persaingan usaha terdapat mekanisme private enforcement untuk memperoleh ganti rugi, serta belum ada ketentuan yang mendorong penggunaan private enforcement. Hal tersebut sangat disayangkan karena di Amerika Serikat mekanisme private enforcement menjadi alat untuk perolehan ganti rugi yang paling populer dengan berbagai keuntungan serta kemudahan yang ditawarkan. Di sisi lain, Uni Eropa yang juga memberlakukan ketentuan perihal private enforcement ditemukan banyak kendala dan hambatan dalam penerapannya, sehingga penggunaan public enforcement tetap menjadi pemain utama dalam penerapan hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif terhadap penerapan mekanisme private enforcement dalam hukum penegakan usaha di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ketentuan serta penerapan di Amerika Serikat akan dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penerapan private enforcement di Indonesia.

Several antitrust infringements will harm several parties, for example consumers or competitors. It will consequently give the rights to get compensation. However, only a few people who aware of this rights and also there is no supportive regulations for individual to do these private actions. This is unfortunate because United States of America USA has private enforcement mechanism, which is really popular in order to obtain competitions. USA also gives many advantages and convenience through this mechanism. On the other hand, European Union EU has also imposed the provision on private enforcement. In comparison of implementation in USA and EU, EU has several obstacles. Therefore, public enforcement still takes major parts in enforce EU antitrust law. This research is a normative and legal research with the using of qualitative analysis of regulations and applications of private enforcement in both jurisdictions. In the end, it will be references in the application of private enforcement in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Ilham Warsono
"ABSTRACT
Program diskon pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran dengan cara memberikan pengurangan harga yang diberikan oleh suatu pelaku usaha kepada konsumen untuk menarik minat beli dari konsumen tersebut. Tujuan dari pemberlakuan program diskon pelanggan adalah menjaga loyalitas dari konsumen agar tetap melakukan pembelian kepada pelaku usaha tersebut. Contoh dari program ini adalah  frequent-flyer program yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Tulisan ini memiliki rumusan masalah bagaimana pengaturan program diskon pelanggan ditinjau dari hukum persaingan usaha Amerika Serikat, Inggris dan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan analisis terhadap pemberlakukan program diskon pelanggan dikaitkan dengan potensi pelanggaran hukum persaingan usaha Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi dokumen. Bahan hukum yang digunakan Penulis antara lain bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Terdapat beberapa definisi operasional yang digunakan, beberapa diantaranya adalah posisi dominan, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Amerika Serikat dan Inggris telah sadar terhadap potensi anti persaingan dari pemberlakukan program diskon pelanggan dengan melihat beberapa contoh kasus yang pernah terjadi. Terdapat beberapa pasal hukum persaingan usaha Indonesia yang relevan dengan potensi pelanggaran terhadap pemberlakuan program tersebut.

ABSTRACT
Loyalty discount is one of the marketing strategies that involves price reduction given by undertaking to consumers in order to attract their interest in buying. The aim of loyalty discount is to maintain consumer loyalty in order that they continue to buy from the undertaking. One example of this program is the frequent-flyer program offered by airlines. The research question of this thesis is how the loyalty discount is regulated based on the American, United Kingdom, and Indonesian competition laws. The purpose of this research is to provide analysis of the implementation of loyalty discount in relation with potential violations of Indonesian business competition law. The researcher used literature research method. The type of data used in this writing is secondary data, namely data obtained from document studies. The legal materials used by the researcher include primary, secondary, and tertiary legal materials. There are several operational definitions used, some of which are dominant position, monopolistic practices, and unfair competition. Based on the analysis carried out, it was concluded that the United States and the United Kingdom were aware of the potential for anti-competition from the implementation of loyalty discount by looking at a number of examples of cases that had occurred.  There are several articles on Indonesian business competition law that are relevant to potential violations of the application of the program."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Monica Sari
"Tenaga kerja adalah salah satu elemen yang memiliki peran penting dalam suatu perusahaan, baik bagi perusahaan yang menghasilkan barang atau melayani jasa. Dalam praktiknya, tenaga kerja tidak masuk dalam pertimbangan terhadap faktor persaingan usaha di dalam pasar. Hal demikian menyebabkan adanya persaingan di dalam pasar tenaga kerja, namun permasalahan hukum tersebut tidak muncul di permukaan. Permasalahan hukum yang terjadi dengan adanya perjanjian no poach dan perjanjian wage-fixing antara suatu perusahaan dan pelaku usaha pesaingnya. Fenomena tersebut menjadikan urgensi mengenai kedua pelanggaran tersebut. Penelitian ini menggunakan perbandingan dengan penerapan dan pengaturan hukum Amerika Serikat dan Kanada untuk menjawab relevansi terhadap pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia yang sudah ada. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah penerapan melalui pendekatan per se illegal dan rule of reason serta doktrin yang relevan berupa doktrin restraints of trade dan doktrin hub-and-spoke conspiracy. Di sisi lain, no poach agreement adalah bentuk perluasan dari perjanjian alokasi pasar yang telah diatur dan wage-fixing agreement merupakan perluasan dari perjanjian penetapan harga. Dengan demikian, penelitian ini perlu dikaji untuk memperkenalkan bentuk baru dari pelanggaran persaingan usaha yang ada kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha serta mengetahui penegakan terhadap bentuk pelanggaran tersebut berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah ada.

Labor is one of the elements that have an important role in a company, both for companies that produce goods or serve services. In practice, labor is not included in the consideration of the factor of business competition in the market. This causes competition in the labor market, but the legal problems do not appear on the surface. Legal problems that occur with the existence of no poach agreements and wage-fixing agreements between a company and its business competitors. The phenomenon creates urgency regarding the no poach agreement and wage-fixing agreement provisions. This research compares the application and legal arrangements of the United States and Canada to answer the relevance to the existing regulation of antitrust law in Indonesia. The results obtained from this research are the application through per se illegal and rule of reason approaches as well as relevant doctrines in the form of the doctrine of restraints of trade and the doctrine of hub-and-spoke conspiracy. On the other hand, no poach agreements, which are an extension of regulated market allocation agreements, and wage-fixing agreements, which are an extension of price fixing agreements. Thus, this research needs to be studied to introduce new forms of existing competition violations to Business Competition Supervisory Commission (KPPU) and to find out the enforcement of these violations based on existing antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>