Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tampubolon, Agnes Winda
"ASEAN Economic Community AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA merupakan bentuk dari integrasi ekonomi yang mengintegrasikan ASEAN ke dalam satu pasar tunggal ASEAN. Hal ini akan meningkatkan aktivitas perdagangan internasional di Asia Tenggara sehingga persaingan akan semakin ketat. Namun kecenderungan para pelaku usaha melakukan monopoli dan persekongkolan sudah menjadi karakter pengusaha yang tidak ingin adanya pesaing, salah satunya dilakukan dalam bentuk kartel lintas batas. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis mengacu pada aturan hukum yang ada untuk menjawab masalah dalam penulisan ini. Kebijakan Perdagangan internasional akan menyulitkan terciptanya pengoperasian kartel yang efektif dikarenakan banyak hambatan yang terkikis dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam rangka pengintegrasian pasar tunggal ASEAN ini. Sebagai upaya memerangi kartel lintas batas, kerja sama antara otoritas persaingan di berbagai yurisdiksi di ASEAN sangat dibutuhkan untuk keberhasilan penegakan hukum persaingan di pasar domestik, regional maupun internasional.

The ASEAN Economic Community AEC is a form of economic integration that integrates ASEAN into one ASEAN single market. This will increase the activity of international trade in Southeast Asia so that the competition will be tighter. However, the tendency of business actors to monopolize and conspiracy has become the character of entrepreneurs who do not want a competitor, one of which is done in the form of cross border cartel. By using normative legal research methods, the authors refer to the existing legal rules to answer the problem in this writing. International trade policy will make it difficult to create effective cartel operations due to the many obstacles eroded by the policies adopted in order to integrate this ASEAN single market. In an effort to combat the cross border cartel, cooperation between the competition authorities in various jurisdictions in ASEAN is urgently needed for the success of competition law enforcement in the domestic, regional and international markets.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeceline Paramitha Setiawan
"Kartel penetapan harga merupakan praktik yang merugikan konsumen dan mengganggu mekanisme pasar yang sehat. Dalam penelitian ini diuraikan mengenai penerapan pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap kasus kartel penetapan harga minyak goreng yang dijelaskan dalam Putusan KPPU Nomor 15/KPPUI/2022. Di Indonesia, cara untuk menentukan pengguna-an pendekatan atau analisis tersebut biasanya dilihat dari ketentuan atau bunyi pasal-pasal dimaksud. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kepastian hukum penerapan pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan analisis penerapan kedua pendekatan tersebut terhadap kasus penetapan harga minyak goreng. Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang melibatkan analisis berdasarkan bahan kepustakaan yang bersifat doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU menggunakan pendekatan Rule of Reason dalam menilai kasus ini, di mana penetapan harga oleh pelaku dianggap merugikan persaingan dan konsumen. Pendekatan ini mempertimbangkan konteks dan dampak dari praktik kartel terhadap pasar. Di sisi lain, pendekatan Per Se Illegal menganggap kartel penetapan harga sebagai praktik yang secara otomatis dilarang tanpa mempertimbangkan dampak atau alasan di balik praktik tersebut. Namun, dalam putusannya, KPPU lebih condong menggunakan pendekatan Rule of Reason karena kompleksitas dan konteks pasar minyak goreng yang dinilai. Hal tersebut secara konsep disebut Truncated Rule of Reason yang dipopulerkan pertama kali pada tahun 1894 di Amerika Serikat. Singkatnya, konsep pendekatan ini dapat dianalogikan sebagai suatu konsep “pencangkokan” di antara pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason. Oleh karenanya dalam kasus kartel penetapan harga, diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai dampak mana yang lebih besar untuk melihat efisiensi dan kesejahteraan konsumen. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Rule of Reason oleh KPPU dalam Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022 sesuai dengan kebutuhan untuk menilai praktik kartel secara holistik, mempertimbangkan dampak dan konteks pasar. Meskipun demikian, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai kedua pendekatan ini agar dapat diterapkan dengan tepat dan efektif dalam kasus-kasus kartel di masa depan.

Price-fixing cartels are practices that harm consumers and disrupt healthy market mechanisms. This study describes the application of the Rule of Reason and Per Se Illegal approaches by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to the cooking oil price fixing cartel case described in KPPU Decision Number 15/KPPUI/2022. In Indonesia, the way to determine the use of these approaches or analyses is usually seen from the provisions or wording of the articles in question. The problem formulations raised in this study are: How is the legal certainty of the application of Per Se Illegal and Rule of Reason approaches based on Law No. 5 Year 1999 and the analysis of the application of the two approaches to the case of cooking oil price fixing. The research method to be used in this research is normative legal research method, which involves analysis based on doctrinal literature materials. The results showed that KPPU used the Rule of Reason approach in assessing this case, where price fixing by the perpetrators was considered detrimental to competition and consumers. This approach considers the context and impact of cartel practices on the market. On the other hand, the Per Se Illegal approach considers a price-fixing cartel as a practice that is automatically prohibited without considering the impact or reasons behind the practice. However, in its decision, KPPU is more inclined to use the Rule of Reason approach due to the complexity and context of the cooking oil market being assessed. This is conceptually called the Truncated Rule of Reason which was first popularized in 1894 in the United States. In short, the concept of this approach can be analogized as a concept of "grafting" between the Per Se Illegal and Rule of Reason approaches. Therefore, in the case of a price fixing cartel, further substantiation is required as to which impact is greater in terms of efficiency and consumer welfare. The conclusion of this study shows that the application of the Rule of Reason approach by the KPPU in Decision No. 15/KPPU-I/2022 is in accordance with the need to assess cartel practices holistically, considering market impact and context. Nonetheless, there is a need for a deeper understanding of these two approaches so that they can be applied appropriately and effectively in future cartel cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Rania
"Skripsi ini membahas mengenai perbedaan pengaturan dan penerapan cross border cartel di Indonesia dan Australia serta meninjau putusan High Court of Australia [2017] HCA 21 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Berdasarkan putusan High Court of Australia [2017] HCA 21, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Air New Zealand Ltd terbukti sebagai pihak dari perjanjian penetapan harga dari bandar udara di Indonesia, Hong Kong, dan Singapura ke bandar udara di Australia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan perbandingan hukum.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hukum persaingan usaha Indonesia dapat ditegakkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Indonesia dan terhadap Air New Zealand Ltd dengan menerapkan prinsip ekstrateritorialitas berdasarkan effects doctrine. Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk menegaskan kewenangan KPPU atas perusahaan asing supaya KPPU memiliki dasar tekstual yang jelas dan pasti untuk menegakkan yurisdiksi ekstrateritorialnya.

This thesis discusses the differences between the regulation and application of cross border cartel in Indonesia and Australia and also reviews the decisions of the High Court of Australia [2017] HCA 21 based on Law Number 5 of 1999 Concerning The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Law Number 5 of 1999). Based on the decision of the High Court of Australia [2017] HCA 21, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk and Air New Zealand Ltd were proven as parties to the price fixing agreement from airports in Indonesia, Hong Kong, and Singapore to airports in Australia. The research methods used in this research are normative legal and comparative law.
Results of research show that Indonesian competition law can be enforced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) against PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk in Indonesia and against Air New Zealand Ltd by applying the extraterritoriality principle based on the effects doctrine. Based on the results of research, it is necessary to amend Law No. 5 of 1999 to affirm the KPPUs authority over foreign companies so that the KPPU has an explicit and definite textual basis to enforce its extraterritorial jurisdiction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Iqbal
"Penulisan ini menganalisis kasus kartel tiket pesawat di Indonesia yang dilakukan oleh 7 maskapai penerbangan yaitu Garuda Group, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Mentari, Wings Abadi, dan NAM Air dalam Putusan KPPU No. 15/KPPU-I/2019, bahwa dalam putusan tersebut memutuskan ketujuh maskapai tersebut telah melakukan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang melakukan perjanjian bersama-sama dalam menetapkan harga tiket pesawat di Indonesia didukung dengan adanya bukti ekonomi dan bukti komunikasi. Dalam penulisan ini membahas mengenai penerapan pembuktian tidak langsung dalam Putusan KPPU No. 15/KPPU-I/2019 dan kesesuaian penerapan pembuktian tidak langsung menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, bahwa dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada hasil putusan Majelis Komisi yang hanya memberikan sanksi laporan tertulis saja kepada ketujuh maskapai terlapor dan tidak memberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang semestinya memberikan efek jera kepada pelaku yang melakukan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan penulis juga memfokuskan pada pembahasan mengenai peraturan mengenai pembuktian tidak langsung yang belum diatur lebih lanjut di Indonesia sehingga terdapat ketidakyakinan hukum. Berdasarkan hasil penelitian terdapat saran dari penulis yaitu perlu adanya aturan lebih lanjut mengenai pembuktian tidak langsung dan perlunya menerapkan sanksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

This writing analyzes the airline ticket cartel case in Indonesia carried out by 7 airlines, namely Garuda Group, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Mentari, Wings Abadi, and NAM Air in KPPU Decision No. 15/KPPU-I/2019, that the decision determined that the seven airlines had violated Article 5 of Law No. 5 of 1999 which entered into a joint agreement to determine airline ticket prices in Indonesia, supported by economic evidence and communication evidence. In this writing, the author discuss the application of indirect evidence in KPPU Decision No. 15/KPPU-I/2019 and the suitability of applying indirect evidence according to Law No. 5 of 1999, that in this research the author focuses on the results of the Commission Council's decision which only gave written report sanctions to the seven reported airlines and did not provide sanctions in accordance with statutory regulations which should provide a deterrent effect to perpetrators who violate the provisions of the Law. Law Prohibiting Monopoly Practices and Unfair Business Competition and the author also focuses on discussing regulations regarding indirect evidence which have not been further regulated in Indonesia so there is legal uncertainty. Based on the research results, there is a suggestion from the author, namely the need for further regulations regarding indirect evidence and the need to apply sanctions in accordance with statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Saputro
"Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari adanya persaingan usaha tidak sehat dengan segala bentuknya. Terjadinya pemusatan ekonomi pada segelintir pihak dan praktek-praktek monopoli membuat pasar menjadi terdistorsi dan membahayakan pertumbuhan perekonomian yang didasari pada persaingan usaha yang sehat. Banyaknya kasus-kasus persekongkolan tender yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa selama ini kesempatan berusaha tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, dan hanya dapat dinikmati oleh pihakpihak yang kuat dan dekat dengan kekuasaan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktek-praktek persekongkolan tender di Indonesia. Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua macam metode pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kasus-kasus persaingan usaha, yaitu per se illégal dan rule of reason.
Terdapat perbedaan mendasar antara kedua metode pendekatan tersebut. Pendekatan rule of reason membutuhkan analisis ekonomi untuk mengetahui akibat dari perbuatan tersebut, sedangkan per se ¿Ilegal tidak lagi mensyaratkan adanya analisis ekonomi. Dalam Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 yang mengatur mengenai persekongkolan tender terlihat menggunakan analisis secara rule of reason, dimana hal tersebut bertolak belakang dengan beberapa putusan KP PU yang menggunakan pendekatan per se illégal.
Penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di negara-negara lain adalah menggunakan pendekatan per se illégal dalam kasus-kasus persekongkolan tender (bid rigging) bahkan dipertegas dengan mengkategorikan sebagai perbuatan pidana.
Hal ini menunjukkan bahwa P'asal 22 UU No.5 Tahun 1999 perlu diadakan perubahan mengingat persekongkolan tender sama sekali tidak berkaitan dengan struktur pasar (structure), dan tidak terdapat unsur pro-persaingan sama sekali. Persekongkolan tender lebih mengutamakan perilaku (behavior) berupa perjanjian untuk bersekongkol iconspiracy) yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Hal tersebut juga perlu dilakukan agar terdapat kesesuaian dengan penanganan kasus-kasus persekongkolan tender di negara-negara yang telah berpengalaman, sehingga tercipta suatu konvergensi antara aturan hukum di Indonesia dengan negara lain, sepanjang hal tersebut bermanfaat dan baik untuk diaplikasikan.(is)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmahda Nabiilah
"Indonesia mengatur hukum persaingan usaha dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan Australia mengaturnya dalam Trade Practice Act 1974 yang sudah diperbarui menjadi Competition and Consumer Act 2010. Dalam perkara Garuda Indonesia melawan Australian Competition and Consumer Comission, hakim di dalam amar putusannya menyatakan bahwa Garuda Indonesia bersalah atas penetapan harga yang dilakukan dengan maskapai-maskapai penerbangan lainnya tentang bea cukai,
biaya keamanan dan biaya tambahan bahan bakar untuk kargo udara yang dilakukan di Australia. Oleh karena itu, Garuda Indonesia diwajibkan untuk membayar denda sejumlah AU$19,000,000 (sembilan belas juta dolar Australia). Skripsi ini kemudian mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu bagaimana perbandingan pengaturan tentang perjanjian penetapan harga dan kartel ditinjau dari hukum persaingan usaha di Indonesia dan Australia, apakah akibat hukum dari putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia terhadap posisi Garuda Indonesia
dalam penerbangan di Australia, dan apakah akibat hukum putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, yang menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan hasil wawancara narasumber dan/atau informan. Kesimpulan yang didapatkan adalah: 1) perjanjian penetapan harga dan kartel sama-sama diatur di dalam perundang-undangan
Indonesia dan Australia, terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan di kedua negara tersebut; 2) putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia tidak memiliki akibat hukum apapun terhadap posisi Garuda Indonesia dalam penerbangan di Australia; 3) putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia tidak memiliki dampak terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia.
Indonesia regulates business competition law in Law no. 5 of 1999 and Australia regulated it in the Trade Practice Act 1974 which was updated to the Competition and Consumer Act 2010. In the case of Garuda Indonesia against the Australian Competition and Consumer Commission, the judge in his ruling stated that Garuda Indonesia was guilty of price fixing carried out with airlines- other airlines about customs,
security fees and fuel surcharges for air cargo carried in Australia. Therefore, Garuda Indonesia is required to pay a fine of AU$19,000,000 (nineteen million Australian dollars). This thesis then takes 3 (three) main issues, namely how to compare the arrangements regarding price fixing agreements and cartels in terms of business competition law in Indonesia and Australia, what are the legal consequences of the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia on Garuda Indonesia's position
on flights in Australia, and what are the legal consequences of the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia on business competition law in Indonesia. The research method used is juridical-normative, which emphasizes the use of written legal norms and is supported by the results of interviews with informants and/or informants. The conclusions obtained are: 1) price fixing agreements and cartels are both regulated in legislation
Indonesia and Australia, there are similarities and differences in the arrangements in the two countries; 2) the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia does not have any legal effect on Garuda Indonesia's position on flights in Australia; 3) the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia has no impact on business competition law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Nadya
"Industri perbankan sangat berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Agar pembangunan dalam suatu negara dapat terus berjalan, maka kredit yang difasilitasi oleh bank sebagai salah satu sarana terpenting dalam penyaluran modal bagi usaha negara dan swasta, harus tetap dijaga kestabilannya. Tingkat kestabilan kredit di Indonesia dapat dilihat melalui besaran suku bunga kredit. Selain itu, persaingan antar bank umum juga memiliki pengaruh terhadap kestabilan suku bunga kredit di Indonesia. Kenaikan tingkat suku bunga kredit yang terlalu tinggi dapat menghambat pembangunan negara dan menjadi beban pada roda perekonomian negara maupun masyarakat sebagai pelaku usaha yang melakukan investasi. Keberadaan persaingan dalam industri perbankan di Indonesia pada umumnya akan menciptakan persaingan diantara para pelaku usaha yang akhirnya akan menguntungkan masyarakat melalui persaingan harga. Namun mulai pertengahan tahun 2011 ditemukan indikasi oleh KPPU bahwa terdapat bank umum besar baik negeri maupun swasta melakukan persaingan usaha tidak sehat melalui kartel. Dimana melalui kartel tersebut suku bunga bank menjadi tinggi dan memiliki besaran yang serupa. Besaran bunga bank yang dirasa terlampau tinggi tersebut kemudian dikhawatirkan dapat menghambat iklim investasi, khususnya pada sektor UMKM. Indikasi ini terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2013. Melalui penelitian ini dilakukan analisa terhadap indikasi perjanjian kartel tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Diharapkan melalui penelitian ini pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadhilah
"Timbulnya kesadaran bahwa setiap negara tidak dapat berdiri sendiri adalah salah satu faktor yang menyebabkan tren regionalisme semakin menguat. Dalam lingkup regionalisme, upaya kerjasama ekonomi di Asia Tenggara juga semakin ditingkatkan dengan dicetuskannya ide integrasi ekonomi ASEAN (ASEAN Vision) pada KTT ASEAN di Bali tahun 2003, diantaranya menyepakati tercapainya ASEAN Economic Community (AEC), salah satunya adalah rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015. Adapun rencana penerapan tersebut tentu akan berdampak bagi persaingan usaha di negara anggota ASEAN, khususnya di Indonesia. Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai perkembangan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN dan dampak dari rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015 terhadap pengaturan hukum persaingan usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku dengan cara mencari data-data yang terdapat pada bahan-bahan pustaka. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil mengenai perkembangan pengaturan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN yang memiliki perbedaan dalam pengaturannya. Ada juga beberapa negara yang belum memiliki pengaturan hukum persaingan usaha secara khusus dan lembaga pengawasnya. Sementara itu, beberapa negara yang sudah memiliki pengaturan hukum persaingan usaha tersebut, namun masih terdapat perbedaan-perbedaan dalam pengaturannya di masing-masing negara. Dengan adanya rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015, maka negara anggota ASEAN akan mendapatkan dampak-dampak dari rencana tersebut terhadap hukum persaingan usaha, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai hukum persaingan usaha dan harus melakukan harmonisasi terhadap pengaturan tersebut di negara anggota ASEAN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Haifa Arief
"Kartel adalah salah satu praktik anti persaingan yang dapat merugikan perekonomian, pelaku usaha, maupun konsumen. Kesulitan mengungkap praktik kartel di antara pelaku usaha adalah karena sifat kerahasiannya. Hal-hal tersebut menjadi alasan berlakunya leniency program di berbagai negara sebagai salah satu instrumen untuk membuktikan kartel. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan Jepang serta penerapannya menurut hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Leniency program yang diatur dalam leniency policy di berbagai negara memiliki desain yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing negara. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya. Untuk itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai payung hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu pilihan instrumen pembuktian kartel di Indonesia.

Cartel is one of practices to restrict competition from economic loss that could harm entrepreneurs or even consumers. Difficulty in revealing cartel practice among entrepreneurs is due to its confidentiality which gave birth to leniency program enactment in several countries as an instrument to verify cartel. This research will discuss leniency program in several countries, such as United States, European Union, Australia and Japan, as well as its implementation according to competition law in Indonesia. This research is a normative legal research which uses qualitative analysis. In Indonesia, leniency program once regulated in KPPU Regulation Number 4 Year 2010, but it was revoked due to the absence of legal basis. Therefore Law Number 5 Year 1999 needs amendment as the umbrella act of leniency program enactment which acts as one of cartel verification instruments in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Triani Putri
"Skripsi ini membahas mengenai ketentuan merger berskala internasional mengenai merger yang dilakukan oleh perusahaan asing yang berada di luar yurisdiksi negara Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa dan Indonesia serta pengakuan otoritas persaingan usaha masing-masing negara tersebut terhadap merger asing yang terjadi di luar wilayah negaranya ditinjau dari hukum persaingan usaha. Metode penelitian ini bersifat yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menyarankan kepada pemerintah untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan terkait persaingan usaha agar dapat mengendalikan dan mengawasi merger yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang dapat berdampak bagi persaingan usaha Indonesia dan menerapkan hukum persaingan usaha Indonesia bagi merger asing.

This thesis discusses the provisions merger of international scale about mergers done by foreign companies located outside the jurisdiction of a United States, Japan, The European Union and Indonesia as well as the regulation of competition authorities against each merger foreign that occurs outside the region of country viewed from business competition law. A method of this research is juridical normative.
This research result would suggest to the government to improve regulation related to the business competition in order to control and monitor merger that occurs outside the territory of Indonesia which could have implications for competition of Indonesia and apply the Indonesian competition law to foreign mergers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>