Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satwiko Budiono
"ABSTRAK
Ada dugaan bahwa bahasa Jawa dialek Banyumas dengan bahasa Jawa dialek Banyuwangi memiliki kemiripan. Kemiripan bahasa Jawa dialek Banyumas dengan bahasa Jawa dialek Banyuwangi didasarkan pada dugaan 1 kemiripan bunyi, 2 kemiripan mengandung kosakata bahasa Jawa Kuno, 3 kemiripan tidak memiliki tingkat tutur, dan 4 kemiripan berstatus sebagai daerah pinggiran. Pada kenyataannya, letak geografis pemakai bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa Jawa dialek Banyuwangi memiliki jarak yang jauh. Pemakai bahasa Jawa dialek Banyumas berada di Provinsi Jawa Tengah bagian barat, sedangkan pemakai bahasa Jawa dialek Banyuwangi berada di Provinsi Jawa Timur bagian timur. Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk membuktikan dugaan kemiripan antara bahasa Jawa dialek Banyumas dengan bahasa Jawa dialek Banyuwangi berdasarkan pendekatan dialektologi. Hal ini disebabkan belum penah ada penelitian sejenis yang membandingkan secara langsung antara bahasa Jawa dialek Banyumas dengan bahasa Jawa dialek Banyuwangi dan melacak kandungan kosakata Jawa Kunonya. Hasilnya, dugaan kemiripan bahasa Jawa dialek Banyumas dengan bahasa Jawa dialek Banyuwangi yang datanya diambil pada Kecamatan Tambak Banyumas dan Kecamatan Glagah Banyuwangi terbukti secara dialektologi. Selain itu, kandungan kosakata Jawa Kuno pada bahasa Jawa dialek Banyumas lebih banyak dibandingkan bahasa Jawa dialek Banyuwangi sehingga bahasa Jawa dialek Banyumas dapat dikatakan sebagai dialek bahasa Jawa yang lebih tua dibandingkan bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

ABSTRACT
Banyumas dialect and Banyuwangi dialect of Javanese language are hypothesized to share similarities in terms of 1 the sound, 2 the presence of Old Javanese vocabulary items, 3 the absence of speech levels, 4 suburban regions. In fact, speakers of Banyumas dialect and those of Banyuwangi dialect live in different geographical regions the former settle in the western part of Central Java province, while the latter in the eastern part of East Java province. Based on the fact, the researcher intended to reveal hypothesis concerning similarities of Banyumas dialect and Banyuwangi dialect of Javanese language using dialectology approach. This is so since there has been no similar research which directly compares Banyumas dialect and Banyuwangi dialect and tracks the contents of the Old Javanese vocabulary items. The research results indicate that 1 the hypothesis concerning similarities of Banyumas dialect and Banyuwangi dialect of which data were taken in Tambak Banyumas subdistrict and Glagah Banyuwangi subdistrict is dialectologically proved, 2 the number of Old Javanese vocabulary items in Banyumas dialect of Javanese language is more than the number of Old Javanese vocabulary items in Banyuwangi dialect of Javanese language, and therefore Banyumas dialect is said to be older than Banyuwangi dialect"
2018
T50856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Permata Maharani
"Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda) dibuat untuk melindungi warisan budaya takbenda yang ada di Indonesia. Salah satu warisan budaya takbenda yaitu bahasa Using yang merupakan bahasa daerah asli Banyuwangi. Sebagai warisan budaya takbenda, sudah seharusnya eksistensi bahasa Using dapat terus berkembang dan dilestarikan dengan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Namun dalam praktiknya pelestarian bahasa Using ini belum berjalan sepenuhnya. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian untuk skripsi ini adalah pengaturan pelestarian warisan budaya melalui bahasa daerah dalam ketentuan hukum di Indonesia dan implementasi dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melestarikan bahasa daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosio-legal. Dari hasil analisis terdapat Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Adat Istiadat di Kabupaten Banyuwangi (a quo) yang mengatur pelestarian bahasa dan sastra Using salah satunya dengan cara penerapan pendidikan bahasa Using sebagai kurikulum lokal. Adapun implementasi dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terkait pelestarian bahasa Using melalui pendidikan belum dapat dilakukan optimal karena penerapan muatan lokal bahasa Using di sekolah masih terbatas. 

Presidential Regulation Number 78 of 2007 concerning Ratification of the Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage (Convention for the Protection of Intangible Cultural Heritage) was made to protect the intangible cultural heritage in Indonesia. One of the intangible cultural heritage is the Using language is the native regional language of Banyuwangi. As an intangible cultural heritage, the existence of the Using language should continue to develop and be properly preserved by local governments and the community. Language preservation based on current regulations can be done by implementing Using language for education at school and outside of school. However, the preservation of the Using language has not been fully implemented. Therefore, the issues raised in research for this thesis are arrangements for preserving cultural heritage through regional languages in Indonesian legal provisions and the implementation of Banyuwangi Regency Government policies in preserving regional languages. The method used in this research is socio-legal. From the results of the analysis, there is Banyuwangi Regency Regional Regulation Number 14 of 2017 concerning the Preservation of Cultural Heritage and Customs in Banyuwangi Regency a quo) which regulates the preservation of Using language and literature, one of which is by implementing Using language education as a local curriculum. As for the implementation of the Banyuwangi Regency Government's policy regarding the preservation of the Using language through education, it has not been carried out optimally because the application of the local content of the Using language in schools is still limited. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reizky Samara Putra
"Penunjukan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) ialah untuk melayani pembuatan akta tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pemberian tugas dan kewenangan camat sebagai PPATS bersifat sementara karena secara ex officio, seorang camat merupakan kepala dari suatu kecamatan. Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, muncul kekaburan norma atas kedudukan camat sebagai PPATS dalam pembuatan akta autentik di bidang pertanahan. Dalam kenyataannya masih banyak PPATS dilantik meskipun di wilayah kerjanya sudah ada cukup PPAT. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah a quo yang menjelaskan tentang pengangkatan camat sebagai PPATS oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian untuk tesis ini adalah mengenai pengaturan peran PPATS menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan tanggung jawab camat sebagai PPATS terhadap akta yang dibuatnya. Penelitian doktrinal ini dilakukan melalui studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum hukum yang relevan dengan masalah penelitian. Di samping itu dilakukan pula wawancara sebagai data primer untuk mendukung data sekunder yang didapat dari studi dokumen. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pengaturan tentang peran PPATS dalam hukum di Indonesia, memunculkan ketidakpastian hukum karena ada pertentangan antara pasal a quo dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah yang sama, di mana pasal tersebut menjelaskan tentang larangan suatu profesi yang diemban oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk PPAT, sedangkan dalam Pasal 5 ayat (3) dinyatakan bahwa camat (yang dalam hal ini tentunya merupakan seorang PNS) diangkat sebagai PPATS. Adapun tanggung jawab PPATS terhadap akta yang dibuatnya adalah sama seperti tanggung jawab PPAT, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah a quo.

The appointment of the subdistrict head as the Temporary Land Deed Making Officer (PPATS) is to serve the making of land deeds in areas where there are not enough Land Deed Making Officer (PPAT). The assignment and authority of sub-district heads as PPATS are temporary because ex officio, a sub-district head is the head of a sub-district. After the enactment of Government Regulation Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Regulations for the Position of Officials for Making Land Deeds, a blurring of norms emerged regarding the position of sub-district head as PPATS in making authentic deeds in the land sector. In reality, there are still many PPATS appointed even though there are already enough PPATs in their working areas. This of course contradicts the provisions of Article 5 paragraph (3) of the a quo Government Regulation which explains the appointment of sub-district heads as PPATS by the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency in making deed in areas where there are not enough PPATs. Therefore the problem raised in the research for this thesis is regarding the regulation of the role of the PPATS according to Indonesian law and the responsibility of the sub-district head as a PPATS for the deed he made. This doctrinal research was carried out through document studies to collect secondary data in the form of legal materials relevant to the research problem. In addition, interviews were also conducted as primary data to support secondary data obtained from document studies. From the results of the analysis, it can be stated that the regulation regarding the role of PPATS in Indonesian law raises legal uncertainty because it is contrary to the provisions of Article 7 paragraph (2) of the same Government Regulation, in which the article explains the prohibition of a profession carried out by a Civil Servant. (PNS) including PPAT. The responsibilities of the PPATS for the deed he made are the same as the responsibilities of the PPAT as stipulated in Article 12 of the a quo Government Regulation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Alika
"Pada tahun 1980, penduduk etnis Jawa melakukan transmigrasi di Kecamatan SiakKecil, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Adanya transmigrasi ini menimbulkankontak bahasa antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Peningkatan mutusarana dan prasarana dapat menambah peluang terjadinya kontak bahasa antara sukuMelayu dan Jawa. Kontak bahasa yang terjadi pada dua etnis menimbulkan variasibahasa di Kecamatan Siak Kecil.
Berdasarkan situasi tersebut, tulisan inimemaparkan variasi bahasa antardesa di Kecamatan Siak Kecil dengan menggunakanmetode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatifdalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Sementara itu,metode kualitatif digunakan untuk memaparkan situasi kebahasaan yang terdapat diSiak Kecil. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penggunaan bahasa Jawa danMelayu di Kecamatan Siak Kecil berdasarkan kosakata dasar Swadesh dan sistemkekerabatan.
Hasil penelitian menujukkan kontak bahasa yang terjadi di Siak Kecilmemengaruhi kosakata yang digunakan oleh penuturnya. Pemakaian bahasa Jawamenunjukkan adanya peminjaman bahasa dengan kosakata bahasa Melayu. Peminjaman bahasa juga terjadi pada penutur bahasa Melayu yang tinggal di daerahdominan bahasa Jawa. Sementara itu, penutur di daerah ibukota menggunakan bahasaIndonesia dalam tuturan sehari-hari.

In 1980, some Javanese migrated to Siak Kecil Subdistrict, Bengkalis Regency, Riau Province. Therefore, transmigration affected language contact between local people and migrants. In addition, improvement on infrastructures and facilities quality may increase the chances of language contact between Malay and Javanese people. Language contact that occurs between two ethnics may cause language varieties inSiak Kecil.
Based on these issues, this thesis elaborates language varieties among villages in Siak Kecil Subdistrict using dialectology method, in both quantitative and qualitative analysis. The quantitative method using dialectometric calculation. Meanwhile, the qualitative method is used to describe language situation in Siak Kecil. This research aims to map the use of Javanese and Malay language in Siak Kecil Subdistrict based on Swadesh and kinship system list.
The result shows language contact in Siak Kecil affects vocabulary which used by the speakers. The usage of the Javanese vocabulary shows language borrowing with Malay vocabulary. Language borrowing also occurs in Malay speakers who live in Javanese language dominant area. Meanwhile, speakers who live in capital city use Indonesian language in everyday speech.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Santoso
"Penelitian ini berisi tentang identifikasi adanya bahasa Jawa dialek Ngapak pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran bahasa Jawa dialek Ngapak yang ada di Kabupaten Pekalongan serta mengidentifikasi variasi bahasa Jawa dialek Ngapak yang ada di Kabupaten Pekalongan. Metode yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah metode pupuan lapangan dengan menggunakan 236 daftar tanyaan yang terdiri dari 200 kosakata dasar Morish Swadesh; 10 kosakata acuan, sapaan, dan kata ganti; dan 25 kosakata sistem kekerabatan. Titik pengamatan dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang berjumlah 19; dan setiap kecamatan diwakili oleh satu orang informan. Data hasil wawancara divisualisasikan ke dalam peta lambang. Kemudian, peta tersebut diolah menjadi peta berkas isoglos dan dihitung dalam dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggapan adanya dialek Ngapak di Kabupaten Pekalongan terbukti kurang tepat. Tidak ada perbedaan dialek yang ditemukan, tetapi perbedaan wicaralah yang ditemukan pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan. Adanya variasi fonologis berupa kontras variasi bunyi /o/ dengan /a/ dan /ˀ/ dengan /k/ dan variasi leksikal berupa penyerapan kosakata dari dialek Banyumasan merupakan pengaruh dari dialek Ngapak yang menyebabkan adanya perbedaan wicara pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan.

This study contains an identification of Javanese Ngapak dialect in the language variation in Pekalongan District. The purpose of this study is to determine the distribution of Javanese Ngapak dialect in Pekalongan District and to identify Javanese Ngapak dialect in Pekalongan District. The method used for data collection in this study is field survey method, using 236 questionnaires consisting of 200 basic vocabulary of Morish Swadesh; 10 reference vocabulary, greetings, and pronouns; and 25 kinship system vocabularies. The observation points in this study were all 19 sub-districts in Pekalongan District, and each sub-district was represented by one informant. Data from the interviews were visualized into a symbol map. Then, the map was processed into an isogloss file map and calculated in dialectometry. The results show that the presumption of Ngapak dialect in Pekalongan District is proved to be inappropriate. No dialect differences are found, but differences in speech exist in language variations in Pekalongan District. The phonological variations in the form of contrasting sound variations / o / with / a / and / ˀ / with / k / and lexical variations in the form of vocabulary absorption from the Banyumasan dialect are the influence of the Ngapak dialect which causes differences in speech in language variation in Pekalongan District."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Santi Pratiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas situasi kebahasaan di Pulau Belitung menggunakan metode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatif dalam
penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri, sedangkan metode kualitatif menggunakan sumber pustaka. Sementara itu, daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, kosakata ganti, sapaan, dan acuan, kosakata sistem kekerabatan, dan kosakata rupa bumi. Penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta bahasa lambang. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa di
Pulau Belitung hanya ada satu bahasa, yaitu Bahasa Melayu Dialek Belitung.

ABSTRACT
This thesis discusses language situation in Belitung Island by using dialectology methods, both quantitatively and qualitatively. In this study, the quantitative method uses dialectrometri calculation, whereas qualitative method uses literature
sources. Meanwhile, the list of questions used are Swadesh basic vocabulary, pronouns, greetings, and references, kinship vocabulary system, and fine earth
vocabulary. This study is shown in map language of symbols. The result of this study indicates than in Belitung Island there is only one language, namely Malay
Language Belitung Dialects."
2015
S61451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Maulidia
"[ABSTRAK
Tulisan ini mendeskripsikan tentang proses reproduksi identitas keluarga muslim Jawa.
Dalam kasus ini, tulisan ini menjelaskan bagaimana keluarga muslim Jawa mengadopsi
konsep ?bani? dari budaya Arab. Konteks sosial fenomena sosiologi ini adalah komunitas
lokal di Jatibarang. Sebagian besar anggota komunitas adalah muslim dan sebagian besar
mereka berafiliasi NU. Bani Ma'shum sebagai keluarga muslim Jawa melakukan tiga strategi
untuk mereproduksi identitas mereka dalam arena sosial keagamaan, politik, dan ekonomi.
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan ketiga strategi yang dilakukan
oleh Bani Ma'shum. Konsep yang digunakan adalah konsep Bourdieu tentang habitus, arena,
dan modal.
Temuan dari tulisan ini adalah mengungkapkan Bani yang mengidentifikasi keluarga muslim
Jawa dalam dua hal, pertama meningkatnya kesadaran para anggota komunitas Bani
Ma?shum sebagai keluarga besar. Kedua status sosial Bani Ma?shum diakui oleh masyarakat
Jatibarang sebagai komunitas yang memiliki pengaruh besar dalam arena sosial keagamaan,
politik, dan ekonomi. Dalam arena sosial keagamaan, strategi mereka menjadi pengurus
masjid dan mushalla, guru ngaji, guru madrasah, dan penceramah di masjid. Arena ekonomi
dan politik adalah reproduksi eksternal Bani Ma?shum. Sebagian besar Bani Ma?shum adalah
pedagang dan menjadi identitas mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat Jatibarang
lainnya. Dalam arena politik, para sesepuh Bani Ma?shum cukup didengar dan disegani
dalam pemilihan calon lurah dan pemilihan calon anggota legislatif. Aktivitas yang dilakukan
oleh Bani Ma?shum untuk memperkuat identitas mereka adalah acara haul dan halal bihalal,
pengajian ibu-ibu jam'iyyah sabtunan, dan pengajian bapak-bapak jam'iyyah mudzakaroh.

ABSTRACT
This study is to describe the reproduction of identity process of Javanese moslem family. In
this case, the study describe how this Javanese moslem family adopted concept of ?bani?
from Arab culture. The social context of this sociological phenomenon is local community in
Jatibarang. Most of members this community are moslems and large part of them is affiliated
with Nahdhatul Ulama. Bani Ma'shum as Javanese moslem family conducted three strategies
to reproduce their identity in social religious, political, and economic areas. This study used
qualitative method to describe those three strategies conducted by Bani Ma'shum. The
concepts used in this studi is Bourdieu concepts are habitus, field, and capital.
Findings of this study reveals then the adoption of Bani as concept that identify the Javanese
moslem family result in the first the increasing awareness of members of Bani Ma'shum as
an extended family. Second the social status of Bani Ma?shum is recognized by adhere
members of Jatibarang as having more influence in social religious, political, and economic
fields. Economic and political field are external reproduction of Bani Ma'shum. Most of Bani
Ma'shum are traders and become their identity in a social interact with other society of
Jatibarang. In political field, the elders of Bani Ma'shum are respected by candidates
headman in the selection of legislative elections. The activities to reinforce their identity are
haul and halal bihalal, jam'iyyah sabtunan, and jam'iyyah mudzakaroh.;This study is to describe the reproduction of identity process of Javanese moslem family. In
this case, the study describe how this Javanese moslem family adopted concept of ?bani?
from Arab culture. The social context of this sociological phenomenon is local community in
Jatibarang. Most of members this community are moslems and large part of them is affiliated
with Nahdhatul Ulama. Bani Ma?shum as Javanese moslem family conducted three strategies
to reproduce their identity in social religious, political, and economic areas. This study used
qualitative method to describe those three strategies conducted by Bani Ma?shum. The
concepts used in this studi is Bourdieu concepts are habitus, field, and capital.
Findings of this study reveals then the adoption of Bani as concept that identify the Javanese
moslem family result in the first the increasing awareness of members of Bani Ma?shum as
an extended family. Second the social status of Bani Ma?shum is recognized by adhere
members of Jatibarang as having more influence in social religious, political, and economic
fields. Economic and political field are external reproduction of Bani Ma'shum. Most of Bani
Ma'shum are traders and become their identity in a social interact with other society of
Jatibarang. In political field, the elders of Bani Ma'shum are respected by candidates
headman in the selection of legislative elections. The activities to reinforce their identity are
haul and halal bihalal, jam?iyyah sabtunan, and jam?iyyah mudzakaroh., This study is to describe the reproduction of identity process of Javanese moslem family. In
this case, the study describe how this Javanese moslem family adopted concept of “bani”
from Arab culture. The social context of this sociological phenomenon is local community in
Jatibarang. Most of members this community are moslems and large part of them is affiliated
with Nahdhatul Ulama. Bani Ma’shum as Javanese moslem family conducted three strategies
to reproduce their identity in social religious, political, and economic areas. This study used
qualitative method to describe those three strategies conducted by Bani Ma’shum. The
concepts used in this studi is Bourdieu concepts are habitus, field, and capital.
Findings of this study reveals then the adoption of Bani as concept that identify the Javanese
moslem family result in the first the increasing awareness of members of Bani Ma’shum as
an extended family. Second the social status of Bani Ma’shum is recognized by adhere
members of Jatibarang as having more influence in social religious, political, and economic
fields. Economic and political field are external reproduction of Bani Ma'shum. Most of Bani
Ma'shum are traders and become their identity in a social interact with other society of
Jatibarang. In political field, the elders of Bani Ma'shum are respected by candidates
headman in the selection of legislative elections. The activities to reinforce their identity are
haul and halal bihalal, jam’iyyah sabtunan, and jam’iyyah mudzakaroh.]"
2015
T43138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhining Prabawati Rahmahani
"ABSTRAK
Sejak berlakunya UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Perundang-Undangan.yang menggantikan UU No. 10 Tahun 2004,
Peraturan Desa tidak lagi disebutkan secara eksplisit dalam UU No. 12
Tahun 2004.Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status
peraturan desa setelah berlakunya UU No. 12 Tahun 2011dengan
menafsirkan serangkaian pasal 7 ayat (1), 7 ayat (2). 8 ayat (1) dan 8 ayat
(2) dan dikombinasikan dengan masa sebelum berlakunyaUU No. 6 Tahun
2014 tentang Desa dengan masa setelah berlakunyaUU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative dengan
menggunakan kajian kepustakaan dan perundang-undangan, disusun secara
sistematis dan komprehensif kemudian didapat kesimpulan yang
mempunyai relevansi langsung dengan permasalahan terkait yang diteliti.
Status Peraturan Desa setelah berlakunya UU No. 12 Tahun 2011 dan jika
dikombinasikan dengan masa sebelum berlakunyaUU No. 6 Tahun 2014,
maka masih termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan karena
pengundangannya dalam Lembaran Derah/Berita Daerah. Sedangkan
setelah berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tidak termasuk dalam kategori
peraturan perundang-undangan, karena diundangkan dalam Lembaran
Desa/BeritaDesa, keberadaannya diakui dan mengikat bagi masyarakat. Jika
dikaji dengan teori kewenangan, pembentukan Peraturan Desa ini
merupakan kewenangan subdelegasi yang diberikan oleh DPRD kepada
BPD dalam tataran pemerintahan desa. Ketentuan sub delegasi juga
dijabarkan dalam pasal 13 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.Untuk mengembalikan status peraturan desa masuk dalam
kategori peraturan perundang-undangan maka diperlukan revisi pasal 69
ayat 11 UU No. 6 tahun 2014 atau dengan mengeluarkan produk hukum
berupa Permendagri yang menentukan bahwa PeraturanDesa diundangkan
di Lembaran Daerah/Berita Daerah dan pembentukan Peraturan Desa agar
lebih ditingkatkan lagi partisipasi masyarakat karena hal ini merupakan hal
yang sangat penting dalam perwujud dan demokrasi di pemerintahan desa

ABSTRACT
Since the enactment of Law No. 12 Year 2011 on the Establishment
Regulations Undangan.yang replace Law No. 10 In 2004, the Village
Regulations no longer explicitly mentioned in Law No. 12, 2004. The
purpose of this study aims to determine the status of village regulations
after the enactment of Law No. 12 in 2011 to interpret a series of article 7
paragraph (1), 7 (2). 8 paragraph (1) and 8 (2) and combined with the
period prior to the enactment of Law No. 6 of 2014 concerning the village
with the period after the enactment of Law No. 6 of 2014 concerning the
village. This research is normative juridical using study literature and law,
arranged systematically and comprehensively then be concluded that have
direct relevance to the issues related to the investigation. Regulatory Status
The village after the enactment of Law No. 12 Year 2011 and when
combined with the period before the enactment of Law No. 6 In 2014, it was
included in the category of legislation for enactment in the Gazette of
Regional / Local News. Meanwhile, after the enactment of Law No. 6 Year
2014 are not included in the category of legislation, as promulgated in the
Gazette of the Village / Village News, its existence is recognized and
binding for the community. If assessed by the authority of the theory, the
formation of a Village Regulation subdelegasi authority granted by
Parliament to BPD at the level of village government. Conditions
subdelegasi also spelled out in article 13 of Law No. 30 Year 2014 on
Government Administration. To restore the status of village regulations in
the category of legislation would require a revision of article 69 paragraph
11 of Law No. 6 2014 or by issuing a legal product in the form of
Regulation specifies that the Village Regulations promulgated in the
Regional Gazette / Regional News and the establishment of village
regulations that further enhanced community participation because it is a
very important point in the realization of democracy in village
administration."
2016
T45611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dikor Jupantara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi terumbu karang di perairan Bangsring, menggali informasi wisata bahari yang dominan diminati wisatawan dan menentukan strategi pengelolaan ekowisata bahari pada Zona Perlindungan Bersama Bangsring. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dengan analisis presentase dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang di wilayah Bangsring termasuk dalam kategori baik dengan tutupan karang sebesar 50-74,9. Jenis wisata yang dominan diminati wisatawan di wisata bahari Bangsring adalah wisata snorkeling yaitu sebesar 44, disusul wisata ke Pulau Tabuhan sebesar 21, wisata ke Pulau Menjangan sebesar 16, wisata rumah apung sebesar 15 dan banana boat sebesar 4. Partisipasi stakeholder di dalam program pengelolaan ekowisata Bangsring terdiri dari pemerintah dan masyarakat. Dari sisi kelembagaan, kelompok pengelola ekowisata Bangsring aktif, sehingga telah terbentuk Peraturan Desa tentang pengelolaan ekowisata bahari di Bangsring. Berdasarkan analisis SWOT, dihasilkan 3 strategi prioritas dalam pengelolaan ekowisata bahari di Desa Bangsring yaitu: peningkatan partisipasi stakeholder dalam kegiatan konservasi ekosistem terumbu karang, penguatan perundangan di dalam pengelolaan ekowisata bahari Bangsring dan penguatan pengawasan terhadap kegiatan ekowisata bahari.

This research was conducted to study the condition of coral reefs in Bangsring, looking for the most suitable object of tourism for tourist to favor and to acquire management strategies of underwater tourism in Bangsring. The method of this research descriptive explorative with analyses of precentage of tourist visitors and SWOT analyses. The result showed that the condition of coral reef coverage is good with the percentage of coverage of coral cover is 50-74,9. The most favorable object tourism by tourists are snorkeling by 44, Tabuhan Island tour by 21, Menjangan Island tour by 165, floating house tour 15, and banana boat 4. The government and citizens of Bangsring are participating in managing ecotourism of Bangsring. The organitation that manage ecotourism of Bangsring actives in making Local Regulation of management of ecotourism in Bangsring. Based on SWOT analyses, obtained three priority strategies in managing ecotourism in Bangsring enhancement of stakeholder participation in conservation of coral reefs ecosystem, enhancement of regulations in managing ecotourism in Bangsring, and enhancement control of ecotourism activities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T47553
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>