Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217700 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chandra Mustadiansyah
"ABSTRAK
Program tayangan yang hadir dalam media televisi beraneka ragam. Dari banyaknya variasi program yang ditayangkan oleh televisi seringkali memunculkan pemaknaan tersendiri bagi khalayak yang mengkonsumsi teks atau pesan yang hadir pada media televisi. Salah satu kategori program yang ditayangkan televisi di Indonesia yang masih sangat disukai dan masih dinikmati oleh masyarakat sebagai khalayak adalah kategori drama, seperti FTV (Film Televisi). FTV identik dengan dengan cerita remaja yang memiliki cerita khas pada setiap judul yang tampil dengan adanya karakter dengan perbedaan kelas sosial masyarakat yang diawali dengan konflik dan berakhir dengan cerita cinta bahagia. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian
ini ingin melihat bagaimana pemaknaan dari khalayak kelas sosial masyarakat
menengah bawah yang selalu diceritakan pada tayangan tersebut. Melalui teori
analisis resepsi dengan melihat encoding-decoding serta analisis khalayak aktif pada teks dan pesan yang disajikan oleh tayangan FTV cerita remaja untuk mengetahui makna yang tercipta dalam benak khalayak yang berasal dati kelas sosial masyarakat menengah bawah.

ABSTRACT
Programs aired on television are vary. The variations of program often raise its own meaning for the audience who consume text or message presented from media television. One category of television programs broadcasted in Indonesia that is still very liked and still enjoyed by the public is drama category, one of them is FTV (Film Television). FTVs are identical with young/adult story which has distinctive narrative on each title that comes with character from different class social communities and usually begins with conflict and ends with a happy love story. Using that background, this study intends to see how the meaning of the audience of lower middle class society is always told on the show. This study uses the theory of reception analysis by looking at encoding-decoding as well as active audience analysis on the text and messages presented by the FTV show of teenage stories to know the meaning created in the mind of audience of lower middle class society."
2018
T50072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Aria Mitha
"Arena pendidikan dimanfaatkan menjadi sarana transformasi pengetahuan dan menaikkan status sosial seseorang. Selain itu pendidikan juga telah menjadi alat untuk mereproduksi kelas sosial. Dari studi sebelumnya ditemukan, kelas atas mendominasi pendidikan dan status sosial kelas yang lebih rendah yang tidak memiliki modal dukungan sangat mudah untuk tereleminasi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yaitu habitus yang dibentuk di dalam arena pendidikan dan habitus yang berasal dari latarbelakang keluarga. Studi sebelumnya cenderung membahas reproduksi kelas sosial di dalam Universitas dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum membahas di pendidikan militer. Sehingga, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut di dalam pendidikan militer. Dari data yang peneliti temukan, peneliti berargumen telah terjadi reproduksi kelas sosial di Akademi militer dengan pengaruh habitus dari dalam arena pendidikan itu sendiri. Taruna dengan status sosial kelas yang lebih rrendah tidak memiliki cukup modal yang sama dengan taruna dari status sosial kelas atas, dengan begitu mereka hanya mengandalkan dukungan-dukungan dari senior dan pengasuh. Sehingga, taruna dengan status sosial yang lebih rendah dapat bertahan dan memperebutkan peringkat yang kemudian menjadi penentu kedudukan setelah lulus dari Akademi Militer (status sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya). Pendekatan penelitian dalam studi ini adalah kualitatif deskriptif yang akan menjelaskan reproduksi kelas sosial yang terjadi di Akademi Militer Indonesia, Magelang, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 9 informan dengan kriteria 5 abituren lulusan tahun 2015-2019 dan berasal dari latarbelakang keluarga status sosial lebih rendah, serta 4 komponen pendidikan Akademi Militer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Aulia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi kesenjangan kelas sosial yang terdapat dalam film Серебряные Коньки/Sepatu Luncur Perak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Untuk menggambarkan kesenjangan kelas sosial yang terdapat dalam film Серебряные Коньки/Sepatu Luncur Perak, teori yang digunakan adalah teori representasi milik Stuart Hall. Gambaran kesenjangan kelas sosial yang terdapat dalam film tersebut dianalisis melalui enam adegan melalui penggunaan konsep stratifikasi sosial. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat kesenjangan kelas sosial yang dilihat dari indikator power (kekuasaan), privilege (hak istimewa), dan prestige (nilai kehormatan) yang hanya dimiliki oleh kelompok kelas atas. Indikator tersebut berdampak pada timbulnya kekerasan, diskriminasi, dan perbedaan gaya hidup pada masyarakat kelas bawah. Kesenjangan kelas sosial yang direpresentasikan melalui film Серебряные Коньки/Sepatu Luncur Perak menggambarkan adanya permasalahan sosial yang disebabkan oleh perbedaan posisi sosial seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

The aim of this research is to find out the representation of the social class inequality in the movie Cеребряные Kоньки/Silver Skate. The method used in this research is the qualitative descriptive method. In order to describe the social classs inequality in the movie Cеребряные Kоньки/Silver Skate, the representation theory of Stuart Hall is used. The representation of the social class inequality in this movie is analyzed in six scenes through the use of the social stratification concept. Based on this research, it can be known that there is a social class inequality that is seen from the indicators of power, privilege, and prestige, which the upper-class group only owns. Those indicators influenced the rise of violence, discrimination, and difference in lifestyle of the lower class. The social class inequality that is represented through the movie Cеребряные Koньки/Silver Skate describes the social issues resulting from the social position of a person in social life."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farahdilla Aulya
"Perkembangan budaya Korea semakin meluas hingga berbagai produk Korea dikenal oleh pasar Indonesia. Korea Selatan memiliki produk-produk populer yang dikagumi oleh konsumen Indonesia karena ketertarikan masyarakat terhadap ragam budaya Korea. Industri makanan Korea yang semakin tersebar luas membuat kimchi sebagai makanan khas Korea berhasil populer sehingga memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Dengan teknik pengambilan sampel sebanyak lima responden dengan karakteristik, berdomisili di Jakarta dan sudah menjadi konsumen kimchi. Analisis data dilakukan dengan metode analasis deskriptif dan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini menelaah kimchi dengan perilaku konsumen untuk melihat kelas sosial di masyarakat. Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan berdasarkan pembelian dan konsumsi kimchi melihat indikator yang digunakan yaitu gaya hidup, relasi sosial dan keadaan ekonomi yang dihasilkan individu dapat memperjelas perilaku dan status sosial mereka. Kimchi sebagai makanan impor dengan harga premium menjadi penentu konsumen berada dalam kelas sosial atas, menengah atau bawah. Faktor kenyamanan, kepercayaan dan psikologis perilaku konsumen menjadi faktor yang berpengaruh dalam praktik makan kimchi. Faktor kepuasaan mencerminkan yang paling dominan dalam penentu perilaku konsumen terhadap produk kimchi yang beredar di pasaran seperti di restoran Korea atau supermarket. Hal tersebut menunujukkan terbentuknya kelas sosial berdasarkan variasi perilaku konsumen yang secara signifikan saling berpengaruh.

The development of Korean culture is expanding so that various Korean products are recognized by the Indonesian market. South Korea has popular products that are admired by Indonesian consumers because of the public's interest in Korean cultural diversity. The Korean food industry is becoming more and more widespread, making kimchi as a Korean food popular, so that it has an influence on consumer behavior. With a sampling technique of five respondents with characteristics, domiciled in Jakarta and have become consumers of kimchi. Data analysis was carried out using descriptive analysis methods and qualitative approaches. The purpose of this study is to examine kimchi with consumer behavior to see social class in society. The results of research and analysis conducted based on the purchase and consumption of kimchi saw the indicators used, namely lifestyle, social relations and economic conditions produced by individuals to clarify their behavior and social status. Kimchi as imported food with premium prices determines whether consumers are in the upper, middle or lower social class. Convenience, trust and psychological factors of consumer behavior are factors that influence the practice of eating kimchi. The satisfaction factor reflects the most dominant factor in determining consumer behavior towards kimchi products on the market such as in Korean restaurants or supermarkets. This shows that the formation of social class based on variations in consumer behavior is mutually influential and significant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suriani
"Diferensiasi dan pengalokasian sebagai proses sosial dasar dalam masyarakat. Pada umumnya manusia menginginkan adanya hubungan yang harmonis satu sama lain, tidak terjadi konflik serta menginginkan adanya keteraturan. Apabila dalam suatu rumah tangga terdapat konflik antara orang tua, anggota keluarga senantiasa menginginkan agar supaya bisa tenang, agar bisa bekerja dan belajar dengan tenang. Demikian juga dalam suatu masyarakat ada keinginan untuk bisa hidup dengan tenang aman dan teratur.
Sebagaimana halnya organisme biologis, masyarakat sebagai organisme sosial memerlukan adanya keteraturan, di mana setiap bagian mempunyai fungsi masing-masing. Masyarakat mempunyai intitusi sosial, yang masing-masing mempunyai fungsi mempertahankan adanya masyarakat. Hubungan antara intitusi sosial merupakan sistem sosial. Sebagai sistem sosial masyarakat mempunyai peraturan dan kebiasaan yang merupakan fakta sosial yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu.
Perkembangan dan pertumbuhan suatu sistem sosial dapat terlihat dengan makin bertambahnya diferensiasi intitusi sosial dalam masyarakat tersebut. Bertambahnya diferensiasi intitusi sosial menyebabkan bertambahnya aturan-aturan yang secara spesifik mengatur tingkah laku individu yang tergabung dalam sistem sosial atau bagian sistem sosial. Dengan demikian makin kompleks suatu masyarakat makin banyak aturan-aturan spesifik yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat, di mana anggota masyarakat harus melaksanakan harapan peran yang ditentukan dalam sistem intitusi sosial.
Dalam kenyataan di masyarakat terlihat bahwa masyarakat terbagi dan teralokasikan dalam berbagai dimensi, sesuai dengan harapan yang berupa nilai-nilai yang terdapat dalam intitusi sosial. Harapan peran apa yang harus dilaksanakan sangat tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat. Berdasarkan situasi dan kondisi muncul diferensiasi intern sistem sosial. Harapan peran yang terdapat di masyarakat pedesaan berbeda dari harapan peran yang terdapat di masyarakat perkotaan. Dengan kata lain anggota masyarakat akan melaksanakan perbuatan sesuai dengan ciri-ciri kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Anggota masyarakat senantiasa ditekan oleh masyarakat untuk berbuat sesuai kemauan masyarakat. Masyarakat memiliki kekuatan menyuruh dan memaksa terhadap individu terlepas dari, kemauan individualnya. Diferensiasi intern sistem sosial disebabkan oleh bermacam-macam faktor baik yang dilakukan secara sengaja ataupun secara terselubung. Salah satu wujud diferensiasi sosial berupa pelapisan-pelapisan sosial (stratifikasi sosial). Sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, dimana dalam kenyataan akan ada pelapisan berdasarkan kekayaan, pendidikan, umur dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Pratomo
"Perkembangan industri televisi yang pesat di Indonesia telah mengakibatkan timbulnya persaingan antarstasiun. Sinetron merupakan program yang paling diandalkan oleh stasiun-stasiun untuk meraih pemirsa. Ini ditunjukkan dengan adanya frekuensi penayangan sinetron yang sangat tinggi. Sinetron pun mendominasi peringkat atas perolehan rating.
Permasalahan muncul ketika rumah produksi dan stasiun hanya berfikir untuk memenuhi target kejar-tayang. Dalam kondisi demikian, mutu sinetron tidak membaik. Tema-tema yang dimunculkan berkutat pada masalah perebutan harta, tahta, dan perselingkuhan. Intrik-intrik dendam, fitnah, dan kekerasan menjadi warna dominan sinetron kita. Sebagian lagi menyebutkan bahwa sinetron kita hanya menjual mimpi.
Untuk memahami permasalahan di atas, peneliti menggunakan dua konsep psikologi-sosial, yaitu konsep prososial dan antisosial. Konsep prososial dioperasionalisasikan ke dalam sejumlah indikator, seperti berkasih-sayang, tolong-menolong, dan bekerjasama. Sedangkan konsep antisosial dioperasionalisasikan ke dalam indikator-indikator seperti, penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar.
Dengan teknik analisis isi, peneliti mengamati adegan-adegan di 229 episode sinetron yang ditayangkan di delapan stasiun nasional mulai tanggal 13 April sampai 10 Mei 2003. Koding dilakukan untuk mernperoleh deskripsi sinetron berdasarkan konsep prososial dan antisosial. Selanjutnya, uji korelasi dibuat untuk menjelaskan kuat/lemahnya hubungan antara frekuensi pemunculan adegan-adegan prososial dan antisosial dengan rating.
Hasil olahan data menunjukkan bahwa adegan-adegan antisosial lebih sering muncul, yaitu sebanyak 45,40%. Sebaliknya, persentase prososial adalah sebesar 41,73%. Meskipun selisihnya tidak terlalu besar, namun angka di atas menunjukkan bahwa adegan-adegan antisosial dalam sinetron kita bukan sekedar "bumbu" untuk menciptakan konflik ini menjauhkan fungsi sinetron sebagai "cermin" budi-pekerti luhur bangsa.
Sedangkan uji korelasi menunjukkan hubungan yang lemah antara pemunculan indikator antisosial dengan rating, yaitu 0,157 pada signifikansi 0,05. Begitu juga korelasi antara pemunculan indicator prososial dengan rating menunjukkan hubungan negatif yang sangat lemah, yaitu -0,039 pada signifikansi 0,05.
Angka di atas menjelaskan bahwa sinetron yang penuh adegan antisosial ternyata belum tentu digemari pemirsa (memiliki rating yang tinggi) seperti yang diasumsikan oleh beberapa ahli dan sebagian masyarakat. Umumnya sinetron yang memiliki rating tinggi adalah sinetron-sinetron yang menampilkan tema-tema yang "ringan" dan mudah dipahami.

A fast growth of television industry in Indonesia has affected a critical competition among television stations. TV cinema becomes a top-ranking program, which is relied on obtaining viewers by stations. A high quantity of TV cinema that is presented on screen and a significant top-ranking domination of TV rating has been evidence.
A question appears by the time a limited deadline goes to Production House and TV stations presenting a TV cinema. Quality does not become a priority. Idea creativity has been stuck on the theme of wealth-power struggle and dishonest relationship. Conspiracy, enmity, grudge, slander, and violence color TV cinema dominantly. Some people deem it as only a dreams peddler.
Order to understand the question, we applied a social-psychology concept that names prosocial and antisocial behaviors. We could operationalize the concept of prosocial behaviors in to a number of indicators, such as love and affection, giving mutual aid/assistance, and cooperation. On the other hand, the concept of antisocial behaviors could be applied in to a number of indicators, such as violence, mistreatment, and dirty talking.
By using a content analysis technique, researcher observed all scenes inside 229 episodes of TV cinema, which were aired on eight national TV stations starting on April 13 up to May 10, 2003. Researcher did a coding in order to understand a description of TV Cinema based on those two concepts. Moreover, researcher tried to explain a correlation between incoming prosocial and antisocial scenes and television viewers rating survey.
The findings shows that the frequency of incoming antisocial scenes is higher than the frequency of incoming prosocial one (45.40% : 41.73%). Even though it doesn't show a big discrepancy, but it shows that antisocial scene has not anymore been a tool in building a story conflicts. It has been a main color on screen. This condition keeps growing the TV cinema away from its ideal function: educative, informative, and the look of our national personality.
the other hand, correlation research found that there is a weak-positive relationship between the frequency of incoming antisocial scenes and television viewers rating survey (coefficient 0.157 at the level of significant 0.05). Then, the correlation between the frequency of incoming prosocial scenes and television viewers rating survey showed a very weak-negative relationship as well (coefficient -0.039 at the level of significant 0.05).
Findings explain that viewers do not always prefer a cinema, which shows high antisocial frequent scenes as being assumed by some experts and observers. Generally, viewers choose an easy-light theme of TV cinema as their preference."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T 11562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wininta Febri Handayani
"Penelitian ini terfokus pada fenomena program tayangan di delapan televisi swasta yang mengandung materi seksual. Materi seksual merupakan isi dari materi pornografi. Pornografi merupakan salah satu hal tertua yang ada di dunia ini. Sejak dahulu segala sesuatu yang dibalut dengan materi seksual selalu mengundang ketertarikan sekaligus perdebatan. Memasuki tahun 2002, persaingan antar stasiun televise swasta semakin tajam, terutama dalam hal memperebutkan share audience dan slot iklan komersial. Menyikapi hal ini, media televise melihat materi seksual sebagai pemikat yang sangat ampuh untuk meraih penonton dalam jumlah besar. Selain itu hal-hal yang bersentuhan dengan materi seksual akan selalu up to date dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, walaupun dalam skala yang berbeda.
Program tayangan malam yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB, memiliki kandungan materi seksual yang sangat kental, Beberapa mempertontonkan adegan bermaterikan seksual dalam bentuk yang vulgar, kendati sebagian lagi hanya diekspose samara-samar. Namun pada dasarnya tetap dapat menimbulkan rangasangan seksual dan mengundang birahi. Program tayangan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah program tayangan yang telah ditentukan peneliti dengan menggunakan teori purposive random sampling di delapan stasiun televisi swasta Indonesia yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, TM, Trans TV, ANTV, TV7, dan Lativi, yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB.
Peneliti melihat ada keterkaitan hubungan antara iklim persaingan antar stasiun televisi swasta dalam memperbutkan share audience dan iklan komersial dengan banyaknya frekuensi pemunculan materi seksual di delapan stasiun televisi swasta tersebut. Semakin banyak frekuensi pemunculan materi seksual pada sebuah tayangan, maka semakin tinggi pula share audience dan slot iklan komersial yang diperoleh sebuah stasiun televisi swasta. Oleh karena itu saat ini tayangan bermaterikan seksual marak kita saksikan di layar televisi.
Materi seksual yang digunakan sebagai alai ukur adalah materi seksual yang diambil peneliti dari Lembaga Sensor Film (LSF). Sehingga yang diukur pada saat pencatatan atau koding adalah pemunculan materi-materi seksual tersebut pada seluruh tayangan yang dijadikan sampel.
Peneliti mengaitkan frekuensi pemunculan tersebut dengan tingkat share audience dan jumlah slot iklan komersial tayangan yang bersangkutan dengan batasan materi seksual yang telah dijelaskan pada Bab IV. Ini ditujukan untuk memperoleh deskripsi pemunculan materi seksual secara detail di delapan stasiun televisi swasta tersebut.
Pengolahan data menggunakan SPSS versi 11.0 dan hasilnya peneliti menemukan bahwa korelasi atau hubungan antara frekuensi pemunculan materi seksual dengan share audience dan jumlah slot iklan komersial menghasilkan hubungan yang signifikan dan positif nmun cukup lemah.
Kesimpulan yang diambil peneliti adalah bahwa jika frekuensi pemunculan materi seksual tinggi atau banyak tidak selamanya akan menyebabkan share audience dan slot iklan komersial meningkat karena ada beberapa ha! lain yang mempengaruhi kedua hal tersebut, misalnya jam tayang dan tema tayangan. Namun bagaimanapun juga program tayangan yang dibalut dengan materi seksual selalu menarik perhatian penonton dan mendapatkan slot iklan yang cukup besar. Sehingga program tayangan dengan materi seksual yang kental tidak akan pernah dilewatkan penonton kapanpun jam tayangnya dan apapun temanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubiana Soeboer
"ABSTRAK
Penelitian mengenai persepsi ketidak adilan berdasarkan stratifikasi mayoritas-minoritas ini disusun berdasarkan konstruksi teoritik mengenai stratifikasi sosial yang ada di masyarakat (Jeffries dan Ransford, 1980). Menurut Jeffries dan Ransford, stratifikasi sosial di masyarakat secara hirarkis terdiri dari stratifikasi kelas (aset ekonomi, posisi pekerjaan, tingkat pendidikan, dan gaya hidup), etnik, jenis kelamin, dan usia. Stratifikasi sosial yang ada di masyarakat akan membedakan mereka yang berada pada posisi manoritas (kelompok yang menguasai surplus kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise) dan mereka yang berada pada posisi minoritas (kelompok yang kurang memiliki aset kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise). Secara obyektif diasumsikan bahwa mereka yang berada pada posisi minoritas akan merasakan adanya ketidak adilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya ini. Namun demikian, kondisi obyektif ini tidak selalu ada pada semua kelompok masyarakat. Pada masyarakat dengan budaya tertentu seperti budaya Jawa, persepsi ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok minoritas (kelas bawah) tergantung pada hubungan baik (kekerabatan) antara kelompok kelas ini dengan si pelaku.
Dalam studi ini, di samping kondisi obyektif dan subyektif, tipe "distribusi reward" serta sumber pertukaran dalam interaksi mayoritas-minoritas juga perlu dilihat. Alasannya adalah tipe "distribusi reward" yang ada di masyarakat terkait dengan setting kultural di mans individu tersebut berada. Dalam studi ini
diasumsikan bahwa subyek penelitian balk Jawa maupun Cina melakukan "ditribusi reward" yang equity. Bila "equity" dalam kelompok Jawa berarti adanya pola pertukaran yang tidak sejajar antara atasan bawahan sesuai dengan input yang diberikan oleh masing-masing pihak, maka dasar "equity" kelompok Cina adalah input yang berupa kapasitas pribadi (uang yang diiniliki, informasi, atau barang).
Berdasarkan asumsi teoritik di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah teori tersebut sesuai bila diterapkan pada kondisi masyarakat Indonesia khususnya Jakarta yang terpilah berdasarkan (1) variabel stratifikasi kelas, yaitu kelas menengah sebagai kelompok mayoritas dan kelas bawah kelompok minoritas, (2) variabel stratifikasi etnik, yaitu kelompok etnik Jawa sebagai kelompok mayoritas dan kelompok Cina sebagai kelompok etnik minoritas, dan (3) interaksi antara variabel stratifikasi kelas dan variabel stratifikasi etnik. Diasumsikan bahwa ketiga variabel penentu di atas akan berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian mengenai pengalaman yang dianggapnya tidak adil. Di samping pengaruh kondisi obyektif struktur mayoritas-minoritas, kondisi subyektif yaitu nilai-nilai budaya tradisional juga ikut berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian.
Sampel penelitian yang diambil adalah 200 sampel penelitian masyarakat Jakarta dewasa (berusia 21 tahun ke atas) dan telah bekerja. Jumlah sampel tersebut terbagi menjadi 100 subyek Jawa golongan menengah dan golongan bawah, dan 100 subyek Cina golongan menengah bawah.
Alat ukur disususun berdasarkan teori dan klasterisasi yang telah dibuat oleh Mikula dkk. (1990).
Secara keseluruhan hasil-studi ini menunjukkan bahwa:
Pada kelompok kelas menengah dan bawah persepsi subyek tidak semata-mata dipengaruhi oleh kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya, melainkan ia juga dipengaruhi oleh kondisi subyektif mereka yaitu nilai-nilai budaya tradisional yang
mengutamakan hubungan baik antara subyek dengan pelaku ketidak adilan. Pada kelompok Jawa, persepsi tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai subyektif budaya tradisional subyek yaitu nilai-nilai kekerabatan. Pada kelompok Cina, persepsi subyek dipengaruhi kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya. Pada masyarakat Jakarta baik kelompok Jawa maupun Cina, terdapat kecenderung untuk mempraktekkan "distribusi reward" negatif bilamana kelompok tersebut dalam interaksinya berada pada posisi super-ordinat.
Tujuan studi ini, selain untuk mengetahui masalah ketidak adilan pada masyarakat yang terstruktur berdasarkan stratifikasi mayoritas minoritas, studi ini juga dilakukan untuk membentuk klaster ketidak adilan yang khas Indonesia khususnya Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, ternyata pertama, tipe ketidak adilan yang dominan muncul adalah adanya perlakuan sewenang-wenang atasan di tempat kerja, perlakuan sewenang-wenang figur otoritas pegawai pemerintah, dan perlakuan tidak adil oleh atasan di tempat kerja dalam hal distribusi barang dan keuntungan. Kedua,masalah diskriminasi seks bagi wanita dan diskriminasi etnik baik bagi kelompok etnik Jawa maupun.kelompok etnik Cina muncul sebagai salah satu tipe ketidak adilan yang ada di Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, saran yang dapat diberikan mencakup dua hal, yang pertama saran yang dapat diberikan seandainya dilakukan penelitian berikutnya yang menyangkut topik penelitian ini, dan yang kedua saran aplikatif yang dapat diterapkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glencoe: Free Press, 1953
323.3 CLA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Adani Nur Shabrina
"ABSTRAK

Karya sinematografi berupa film dan serial televisi, termasuk dalam bentuk ciptaan yang dilindungi. Dalam pembuatan suatu film maupun serial televisi tentu terdapat usaha dan kerja keras dari semua orang yang terlibat di dalamnya, bahkan seringkali dibutuhkan biaya tinggi. Akan tetapi, banyak pihak yang tidak bertanggung jawab mendistribusikan film dan serial televisi tersebut melaui penyediaan situs-situs layanan streaming video yang ilegal untuk kepentingan komersial, sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan pembajakan. Situs-situs tersebut pun dapat dengan mudah diakses secara gratis dimana salah satunya adalah situs indoxxi. Sementara itu, kemunculan berbagai penyedia jasa layanan streaming video yang legal pada saat ini, ternyata masih belum bisa menghapuskan keberadaan situs-situs penyedia jasa layanan streaming video yang ilegal. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan pendistribusian konten digital di internet, penyelenggaraan sistem elektronik pada situs indoxxi dan tanggung jawab hukum bagi penyelenggara situs layanan streaming video yang ilegal. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti melalui bahan pustaka atau data sekunder. Selanjutnya, dari hasil penelitian ini didapati bahwa perjanjian lisensi merupakan elemen yang paling penting dalam rangka pendistribusian konten digital. Selain itu, terdapat bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh terkait dengan pelanggaran hak cipta dalam bentuk pembajakan tersebut.


ABSTRACT


Cinematographic works in the form of films and television series, included as the form of protected works. In making a film or television series, certainly there are a lot of effort and hard work from everyone involved in it, often high costs are needed. Unfortunately, many irresponsible parties are distributing these television films and series through the provision of illegal video streaming service sites for commercial purposes, which is can be called as piracy activities. These sites can also be easily accessed for free, one of it is indoxxi website. Meanwhile, the emergence of various legal video streaming service providers at the moment, it turns out, is still unable to eliminate the existence of sites that provide illegal video streaming services. The research aims to analyze the activities of distributing digital content on the internet, organizing electronic systems on indoxxi sites and legal responsibilities for providers of illegal video streaming service sites. This research is a normative juridical research, namely research conducted on written positive law, including researching through library materials or secondary data. Furthermore, from the results of this study it was found that the license agreement is the most important element in the context of the distribution of digital content. In addition, there are forms of dispute resolution that can be taken related to copyright infringement in the form of piracy.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>