Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160031 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Desy Kristina
"Tesis ini membahas tentang peralihan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) sebagai obyek dari Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah antara Pemerintah Kabupaten Buton dengan PT Andromeda Sakti. HGB di atas HPL memang dapat beralih dan dialihkan kepada Pihak Ketiga, namun sayangnya tidak ada aturan yang tegas apabila HGB di atas HPL tersebut adalah obyek dari suatu perjanjian pemanfaatan barang milik daerah dengan cara kerjasama BGS masih dapat dialihkan kepada pihak lain atau tidak.
Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum positif, dengan tipologi penelitian yang bersifat eksplanatoris untuk menghasilkan jawaban atas rumusan permasalahan.
Obyek penelitian ini akan difokuskan untuk mengkaji asas-asas hukum yang berasal dari inventarisasi hukum positif (legal positivism) dengan tujuan menganalisis mengenai pengalihan HGB di atas HPL sebagai obyek Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah antara Pemerintah Kabupaten Buton dengan PT Andromeda Sakti berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

This study regarding to the transfer of Right to Build on the land with the Right to Manage as the object of the Built Operate Transfer (BOT) Agreement between Pemerintah Kabupaten Buton with PT Andromeda Sakti. Right to Build on the land with the Right to Manage can indeed be switched and transferred to Third Party, but unfortunately there is no strict rule if Right to Build on the land with the Right to Manage as the object of an agreement of utilization of local property by way of BOT can still be transferred to other party or not.
The type of research conducted by the author is normative juridical research, that is research focused on reviewing the application of rules or positive legal norms, with explanatory research typology to produce answers to the formulation of the problem.
The object of this research will be focused on studying the legal principles derived from the legal positivism inventory with the aim of analyzing the transfer of Right to Build on the land with the Right to Manage as the object of the Built Operate Transfer Agreement between Pemerintah Kabupaten Buton with PT Andromeda Sakti with PT Andromeda Sakti based on legislation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna Davy
"Perbandingan antara keterbatasan lahan dengan jumlah penduduk membuat maraknya pembangunan rumah susun termasuk rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan yang juga diterbitkan di atas Hak Pengelolaan. Untuk memperoleh Hak Milik Satuan Rumah Susun, pihak yang akan membangun rumah susun mengadakan kerjasama pemanfaatan tanah dengan Pengelola Barang berdasarkan perjanjian Bangun Guna Serah dimana pihak yang akan membangun rumah susun sebagai mitra Bangun Guna Serah akan diberikan izin untuk memperoleh Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan milik Pengelola Barang terkait. Penerbitan Hak Milik Satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan menimbulkan risiko tersendiri bagi para pemiliknya termasuk juga mengenai akibat dari berakhirnya perjanjian Bangun Guna Serah terhadap status kepemilikan atas satuan rumah susun dimana Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun telah hapus namun secara de facto, para pemilik satuan rumah susun masih memiliki hubungan kepemilikan dengan satuan rumah susun dimaksud.

The comparison between the limit of land with population makes the strata title construction goes rapid, including the strata title building constructed on Right to Build title on Right to Manage. To own Strata Title, the parties who construct the strata title building will then do cooperation with the relevant party who holds the land pursuant to Build Operate and Transfer Agreement whereby the developer of the strata title building as partner of Build Operate and Transfer will be allowed to apply for a Right to Build on Right to Manage owned by the Property Manager. The issuance of strata title on Right to Manage causing certain risks to the owner of such strata title including the relation between the termination of the Build Operate and Transfer agreement and the ownership status of the srata units where the strata title certificates have also been terminated but the fact is that, such owner still has an ownership connection with its strata units. The developer of the strata title building conduct land cooperation agreement with the Property Manager."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Rina Hasiani
"Kerjasama Build Operate Transfer (BOT) [untuk selanjutnya disebut dengan "BOT" atau yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah "bangun guna serah", masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Kerjasama ini mulai berkembang karena semakin meningkatnya kegiatan bisnis di Indonesia. Kegiatan bisnis yang meliputi berbagai sektor menimbulkan peningkatan permintaan terhadap fasilitas dan komplek komersial yang mendukung kegiatan niaga seperti gedung perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan bahkan kebutuhan perumahan. Permintaan ini didasarkan atas kebutuhan bisnis khususnya di kotakota besar sebagai pusat kegiatan bisnis. Namun di kotakota besar memiliki keterbatasan tanah. Kesulitan untuk memperoleh lokasi tanah yang strategis dan harga tanah yang sangat tinggi selalu menjadi permasalahan yang utama bagi para investor di kota besar. Besarnya jumlah penduduk dan sentralisasi kegiatan bisnis merupakan faktor yang menyebabkan sukarnya memperoleh tanah di kota besar.
Di sisi lain diketahui bahwa para pihak yang menguasai hak atas tanah tidak dapat memanfaatkan tanahnya dengan maksimal. Terdapat tanah dengan kondisi yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya tanpa dikelola, atau terdapat pula fasilitas bisnis dengan kondisi strategis namun tidak layak dan tidak digunakan secara maksimal. Keadaan ini disebabkan karena pihak yang menguasai hak atas tanah tidak memiliki biaya untuk membangun fasilitas atau merawat fasilitas yang sudah ada di atas tanah tersebut atau dapat pula karena kurangnya kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkannya dengan maksimal. Kondisi tanah yang tidak demanfaatkan maupun kurang terawat ini sering dialami oleh penduduk setempat yang menguasai tanah tetapi tidak memiliki dana dan kemampuan untuk mengelola tanah tersebut. Pihak yang menguasai hak atas tanah tidak bersedia untuk menjual tanah tersebut kepada pihak lain.
Kondisi serupa juga terjadi pada tanah dan fasilitas milik Pemerintah Daerah (Pemda), instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dikuasai dengan Hak Pakai, Hak Pengelolaan ataupun tanpa hak berlaku. Kurangnya kemampuan manajerial dan finansial menjadi kendala bagi Pemda, instansi pemerintah, BUMN dan BUMD dalam memanfaatkan tanah beserta fasilitas yang dimilikinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Pridilla
"ABSTRAK
PT Rungkut Megah Sentosa mengadakan kerjasama pemanfaatan swasta yang
merupakan kerjasama pengelolaan barang milik daerah dengan Pemerintah Kota Surabaya atas tanah yang menjadi asetnya tersebut dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL). Permasalahan terjadi ketika PT Rungkut Megah Sentosa memperpanjang HGB di atas HPL tersebut sedangkan Kementerian Dalam Negeri melarang perpanjangan tersebut karena tidak sesuai dengan kerjasama pemanfaatan swasta dimana kerjasama tersebut tidak dapat diperpanjang jika melihat bahwa tanah tersebut merupakan tanah aset daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan karena digunakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis, sehingga menghasilkan gambaran secara umum mengenai materi yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Menjawab permasalahan tersebut pengaturan pertanahan mengenai perpanjangan HGB di atas HPL tetap merujuk pada UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996, meskipun tanah tersebut aset daerah yang pengaturannya diatur oleh UU No. 1 Tahun 2004 dan PP No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sedangkan kedudukan kemendagri hanyalah sebatas pembinaan dan pengawasan serta pengendalian barang milik daerah jika antara kerjasama dengan pihak ketiga tersebut memiliki indikasi menimbulkan kerugian daerah.

ABSTRACT
PT Rungkut Megah Sentosa has made a private utilization cooperation agreement, pertaining to cooperation on sectoral asset management with Surabaya Government City over its land, in the form of The Right To Build on the Management Rights Over Land. Problem has been arised when PT Rungkut
Megah Sentosa had intended to extend of the right to build on the management rights over land, but the Ministry of Internal Affair issued a letter of warning about that extension because it did not comply with the agreement which was prohibit the extension because the land was an asset of Surabaya City Government. The methode of this thesis was normative juridical with qualitative approach which produce an analitical descriptive which obtain general description about the responses of the problem. The answers was using the regulation of land law, on the subject of the extension of the right to build on the management rights over land and government regulation number 40 of 1996, although the asset of government was using constitution of local asset management and government regulation number 27 of 2014. Meanwhile the ministry of internal affair can only developed, supervised, and controlled the local asset to prevent the loss of the region's asset."
2016
T46137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defrian Satria Ananda
"Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Bulid Operate Transfer) di Indonesia mulai berkembang sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang kemudian diikuti dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Pemisahan antara Regulator dengan Operator Jalan Tol yang diamanatkan dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut dinilai sebagai salah satu langkah maju yang dapat mendorong perkembangan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Bulid Operate Transfer) di Indonesia.
Selain dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut pengaturan mengenai Kerjasama Pemerintah dengan Swasta sendiri diatur pula dalam peraturan perundang-undangan lainnya, baik yang bersifat umum untuk mengatur Kerjasama Pemerintah dengan Swasta maupun yang terkait dengan perbendaharaan Negara/pengelolaan barang milik Negara. Di dalam peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut diatur pula mengenai pengalihan proyek Kerjasama Pemerintah dengan Swasta tersebut di akhir masa konsesi.
Penelitian ini akan berusaha menjawab permasalahan yang terkait dengan pengaturanpengaturan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer) di Indonesia yang diatur dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, serta permasalahan terkait dengan pengalihan jalan tol tersebut di akhir masa konsesi.
Penelitian dilakukan dengan cara menganalisa peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta tersebut, baik yang bersifat umum, sektoral maupun yang terkait dengan perbendaharaan Negara atau pengelolaan barang milik Negara serta dengan menganalisa Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang menjadi landasan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol.
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa masih terdapat aturan-aturan yang tidak tersinkronisasi dan terintegrasi satu sama lain dan ditemukan pula adanya inkonsistensi dalam pengaturan serta ketidaklengkapan aturan main dalam PPJT khususnya terkait dengan pengalihan jalan tol di akhir masa konsesi.

Public Private Partnership in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia began to grow since the enactment of Law No. 38 of 2004 about Road, which was followed by the establishment of the Government Regulation No. 15 of 2005 about The Toll Road. The separation between the toll road Regulator with the toll road Operator which mandated in the aforementioned legislations is considered as a step forward that can boost the development of the Public Private Partnerships in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia.
In addition to the aforementioned legislation, the regulation regarding Public Private Partnerships also regulated in other legislation, legislation regarding Public Private Partnerships in general and with regards to the State treasury / management of state property. In those regulations, also regulated the transfer of Public Private Partnership projects at the end of the concession period.
This reaserch will attempt to answer the problems associated with the regulation of Public Private Partnership in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia which is set in a wide range of legislation, as mentioned above, as well as problems related to transfer of the toll road at the end of the concession period.
The reaserch was conducted by analyzing the rules and regulations related to the Public Private Partnership, both in general, sectoral or in regards to the State treasury / management of state property as well as by analyzing The Toll Road Concession Agreement on which became the basis of Public Private Partnership in toll road concession.
The results of these reaserch found that there are rules that are not synchronized and integrated with one another and also found inconsistencies in the setting and the incompleteness of the rules in The Toll Road Concession Agreement, especially related to the transfer of the toll road at the end of the concession period.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan
"Penelitian ini membahas tentang penentuan penggunaan standar akuntansi dan membahas lebih lanjut terkait pengakuan, pengukuran, penyajian, pengungkapan dari standar yang diterapkan dan aspek perpajakan dari perjanjian BOT. Dalam transaksi tersebut, PT TWU sebagai operator melakukan perjanjian jual beli air olahan dengan PT MC yang dilakukan dengan sistem BOT atas Instalasi Pengolahan Air (IPA). Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara yang dikomparasikan dengan hasil asesmen berdasarkan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan standar akuntansi yang tepat atas BOT menggunakan ISAK 8 karena merupakan perjanjian yang mengandung sewa yang menurut PSAK 30 diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan. Perlakuan pajak atas BOT mengacu pada KMK No. 248/KMK.04/1995 karena memandang dari bentuk perjanjiannya secara legal bukan merupakan transaksi sewa.

This research aims to determine accounting standard of the BOT agreement, thus examine the recognition, measurement, presentation and disclosure of standard applied and the aspect of taxation. In the transaction, PT TWU as the operator entered sale and purchase agreement of water treatment with PT MC which was issued with BOT system on Water Treatment Plant (WTP). This research using interview method which compared with assesment result based on literature study. The results of this research indicate the appropriate accounting standards for BOT using IFAS 8 because it is arrangement contains a leases which according to SFAS 30 is classified as finance leases. The tax treatment of BOT refers to KMK No. 248/KMK.04/1995 because seen from the form of a legal agreement is not a lease transaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Fitri Kusumaningrum
"ABSTRAK
Tanah merupakan sumber kehidupan bangsa. Hakekat tanah adalah menyangkut hajat hidup orang banyak maka penguasaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Tesis ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang bagian-bagian tanahnya diberikan hak atas tanah lainnya, misalnya Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan adalah legal dan berdasarkan perjanjian kerja sama antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga. Namun, pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus dicabut, apabila tanah tersebut ditelantarkan dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Studi kasus dalam tesis ini adalah Pencabutan Hak Guna Bangunan PT. Griya Tritunggal Eka Paksi diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh. Dalam tesis ini akan terlihat bagaimana peran Kantor Pertanahan setempat dalam mengawal proses pencabutan Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut dan melihat bagaimana bentuk pertanggungjawaban PT. Griya Tritunggal Eka Paksi selaku pemegang Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh.

ABSTRACT
Soil is the life of the nation. The essence of the soil is related to public needs then for the purpose of welfare of the people the control of itself by the government. This thesis discusses the Right of Management which parts of the land has the other land right, e.g Right to Build. The act of distributing Right to Build on the Right of Management land is legal and based on the cooperation agreement between the holder and the third parties. However, the act of distributing Right to Build on the Right of Management land should be repealed, when the land has been abondoned and not utilized as it should be. The revocation of Right to Build on the Right of Management land should be based on the state laws. Case study in this thesis is the revocation of Right to Build PT. Griya Tritunggal Eka Paksi on the Right of Management land of Situ Cipondoh. This thesis explain how land office role the revocation of Right to Build on the Right of Management land and how the commitment of PT. Griya Tritunggal Eka Paksi as the holder of Right to Build on the Right of Management land Situ Cipondoh."
2013
T32786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Worotikan, Inez Karina
"ABSTRAK
Build, Operate, and Transfer (BOT) is a shorthand term used to describe a
system in the funding or financing of constructing the project. Financing to build the project will be based on Build, Operate, and Transfer (BOT) system which performed by a party who is not the owner of the project with the goal to obtain benefit based on the permissions granted by the project owner in order to operate the project and take the whole or part of the income from the project during the certain period of time agreed upon both parties. After the license to operate the project ends, the owner regained control of the project.
In conjunction with the Build, Operate, and Transfer (BOT) system, the
Government can immediately meet the need for an infrastructure without the need to spend funds for its construction. The Government will only need to prepare the land for development and issue a concession for the construction and operation of such infrastructure. After the concession ends, the infrastructure will fully owned by the Government
One of the attempts by Jambi City Government for the development of the
economy is to use the land that is not functioning or not providing maximum
benefit. In Build, Operate, and Transfer (BOT) agreement between the Jambi City Government and PT XYZ as investor, there are three stages of action, as follows: the first stage, projects development undertaken by the investor, the second stage, in the form of the operation of a building project which is the right of investors and authorities, and the third stage is handing over the project at the end of term of cooperation to Jambi City Government as the landowner, which is carried out at the expiration of the concession period as been agreed in the agreement by both parties which is still referring to the provisions of the applicable regulations

ABSTRACT
Build, Operate, and Transfer (BOT) merupakan istilah singkat yang
digunakan untuk menggambarkan suatu sistem dalam pendanaan atau pembiayaan pembangunan suatu proyek. Pembiayaan untuk membangun proyek atas dasar sistem Build, Operate, and Transfer (BOT) dilakukan oleh suatu pihak yang bukan pemilik proyek dengan tujuan akan mendapatkan keuntungan berdasarkan izin yang diberikan oleh pemilik proyek untuk mengoperasikan proyek tersebut serta mengambil seluruh atau sebagian penghasilan dari proyek tersebut selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Setelah izin untuk mengoperasikan proyek tersebut berakhir, pemiliknya kembali menguasai proyek tersebut
Dengan sistem Build, Operate, and Transfer (BOT), Pemerintah dapat
dengan segera memenuhi kebutuhan akan suatu infrastruktur tanpa perlu
mengeluarkan dana untuk pembangunannya. Pemerintah hanya menyiapkan lahan untuk pembangunannya dan mengeluarkan konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian infrastruktur tersebut. Setelah konsesi berakhir, infrastruktur tersebut sepenuhnya menjadi milik Pemerintah
Salah satu upaya Pemerintah Daerah Kota Jambi untuk penyediaan dan
pengembangan fasilitas perekonomian adalah memanfaatkan lahan yang belum berfungsi atau belum memberikan manfaat maksimal. Dalam perjanjian Build, Operate, and Transfer (BOT) antara Pemerintah Daerah Kota Jambi dan PT XYZ selaku pihak investor, terdapat tiga tahapan tindakan, yaitu tahap pertama berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor, tahap kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan wewenang investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek bangunan dari investor kepada pihak Pemerintah Daerah Kota Jambi selaku pemilik lahan, yang dilakukan pada saat berakhirnya masa konsesi yang telah disepakati sebelumnya sesuai yang diatur dalam masing-masing perjanjian dengan tetap merujuk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku."
2016
T46085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cathlin
"ABSTRAK
Bank sebagai financial intermediary berfungsi untuk menghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Bank memperhatikan prinsip-prinsip tertentu dalam memberikan fasilitas kredit, salah satunya adalah agunan/ jaminan kredit. Salah satu bentuk agunan/ jaminan kredit yang diterima oleh bank adalah tanah dengan status Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan. Tesis ini membahas mengenai permasalahan-permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah tersebut: perihal tertib administrasi Badan Pertanahan Nasional dalam pencatatan hak atas tanah tersebut dalam sertipikat, perihal surat rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan yang multitafsir, serta perihal uang pemasukan terkait perpanjangan Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan kasus di Kawasan Berikat Nusantara Marunda . Hal-hal tersebut membuat bank menghadapi risiko kehilangan kedudukan sebagai kreditur preferen pemegang Hak Tanggungan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan hukum tersebut disebabkan baik oleh ketidakseragaman administrasi Kantor Pertanahan maupun oleh kesewenang-wenangan pemegang Hak Pengelolaan, yang timbul karena adanya kekosongan hukum.


ABSTRACT
As a financial intermediary, bank has two functions to collect funds and to distribute it in the form of credit. Bank will use certain principles in giving credit facility, one of which is collaterals. One of the collaterals accepted by bank is Right to Build on Management Right land. This thesis reviews legal issues related to the mortgage imposition of such land regarding administration order in National Land Body in recording the status of land in the land certificate, regarding recommendation letter from Management Right holder which has multiple interpretations, and regarding the compensation fee in extending the period of Right to Build on Management Right land a case in Kawasan Berikat Nusantara Marunda . Those issues make bank face a risk to lose its position as a preference creditor. This research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data. This research shows that those legal issues are caused either by the disharmony in administration of Land Offices or by the despotism of Management Right holder, which came from the absence of regulations."
2017
T46971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Novita Isyannalia
"Secara das sollen, hibah tanah harus dilakukan dengan akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Namun, secara das sein dikenal adanya perjanjian pengikatan hibah tanah. Permasalahan hukum muncul manakala perjanjian tersebut tidak segera ditindaklanjuti dengan pembuatan akta hibah, sedangkan obyek hibah sudah digunakan oleh penerima hibah, seperti dalam kasus Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A (penerima hibah) dan PT. B (pemberi hibah). Dalam hal penerima hibah hanya mempunyai bukti berupa perjanjian pengikatan hibah, perlu dilakukan analisis yuridis mengenai kedudukan dan fungsi perjanjian pengikatan hibah atas obyek hak atas tanah sebagai perjanjian obligatoir serta keabsahan dan akibat hukum Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A dengan PT. B yang sudah daluarsa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang sifatnya deskriptif analitis dan menggunakan data sekunder yang dianalisis dengan teknik pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kedudukan perjanjian pengikatan hibah atas obyek hak atas tanah sebagai perjanjian obligatoir termasuk kedalam perjanjian bantuan berupa perjanjian pendahuluan yang berfungsi untuk mempersiapkan perjanjian pokoknya yaitu akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Perjanjian ini hanya melahirkan hak dan kewajiban para pihak, tetapi belum memindahkan hak milik. Keabsahan Perjanjian Pengikatan Hibah Tanah antara PT. A dengan PT. B adalah tidak sah karena perjanjian tersebut secara yuridis telah berakhir dengan lewatnya jangka waktu pembuatan akta hibah berikut dokumen tanah lainnya yang menjadi obyek perikatan sebagaimana kesepakatan para pihak. Untuk itu, perlu adanya pembatasan jarak antara pembuatan akta hibah setelah ditandatanganinya perjanjian pengikatan hibah dan pencantuman pelimpahan wewenang dalam perjanjian pengikatan hibah apabila pemberi hibah meninggal dunia.

In das sollen, land grants must be carried out with a grant deed made by PPAT. However, it is basically known that there is an Agreement on Binding of Land Grants. Legal problems arise when the agreement is not immediately followed up with the making of a Grant Deed, while the object of the grant has been used by the recipient of the grant as is the case in the Agreement on Binding of Land Grants between PT. A as the recipient of the grant and PT. B as the grantor. In the event that the recipient of the grant only has evidence of transfer of rights in the form of a Grant Engagement Agreement, it is necessary to do a juridical analysis of the position and function of the Grant Engagement Agreement on the object of land rights as a legal agreement and legal and legal agreement between the PT. A with PT. B that has expired. This study uses a normative juridical method that is descriptive analytical and uses secondary data analyzed by qualitative approach techniques. From the results of the study, it was found that the position of the Grant Engagement Agreement on the object of land rights as an obligatory agreement was included in the assistance agreement in the form of a preliminary agreement which served to prepare the main agreement namely the Grant Deed made by PPAT. This agreement only gives birth to the rights and obligations of the parties, but has not transferred ownership rights. The validity of the Agreement on Binding of Land Grants between PT. A with PT. B is invalid because the agreement has legally ended with the passing of the period of making the grant certificate and other land documents which become the object of the engagement as agreed by the parties. The suggestion from the author is that there is a need to limit the distance between the making of a grant deed after the signing of a binding agreement on the grant and the inclusion of delegation of authority in the binding agreement of the grant if the grantee dies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>