Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Savitri Andriani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan danperan notaris dalam pemisahaan tidak murni spin off yang diatur didalam Undang-UndangNomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Namun hingga kini peraturan pemerintah tentang pemisahan tidak murni spin off belum diterbitkanoleh pemerintah. Meskipun demikian telah banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan pelaksanaan kegiatan spin off. Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis.Adapun peran notaris dalam spin off yaitu notaris memiliki peran pada saat pembuatan akta spin off, yaitu pada saat rancangan spin off telah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang saham. Hasil penelitian menyarankan agar pemerintah sesegera mungkin untuk membuat peraturan dalam bentuk peraturan pemerintah mengenai spin off agar munculnya kepastian hukum mengenai spin off di Indonesia.

ABSTRACT
The focus of this study is the implementation and the roles of notary in spin off spelled out in Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company and subsequently regulated in Government Regulation. However, until now the government regulation of spin off has not been issued by the government. Nevertheless, there have been many companies in Indonesia that perform the implementation of spin off. This research is descriptive analytical research. The role of notary in spin off is to make the deed of spin off when the spin off design has been approved by the General Meeting of Shareholders. The researcher suggests that the government as soon as possible to make a regulation in the form of government regulations regarding spin off in order for the emergence of legal certainty regarding spin off in Indonesia."
2018
T50843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhansyah Pradana
"Tesis ini membahas mengenai studi kasus dari PT. TN terkait dengan tanggung jawab notaris dalam pengajuan permohonan Perubahan Data kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Putusan Mahkamah Agung Nomor 1840 K/PDT/2016). Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum dan Tanggung jawab notaris ketika Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. TN yang perubahan datanya tidak diberitahukan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analisis, alat pengumpulan datanya dengan studi dokumen, Teknik analisis datanya secara kualitatif. Hasil penelitian ini adalah tanggung jawab notaris dan akibat hukum aktanya, notaris tersebut sudah melakukan tanggung jawab selama proses pembuatan aktanya yang mengacu kepada Undang-Undang. Kemudian mengenai kekuatan hukum akta Nomor 43 yang tidak terdaftar pada Sistem Administrasi Badan Hukum, selama akta tersebut dibuat berdasarkan undang-undang yang berlaku akta tersebut tetap merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, namun tidak berlaku bagi pihak ketiga karena tidak memenuhi asas publikasi mengacu ketentuan Pasal 94 ayat (7) jo Pasal 111 ayat (8) UUPT 40/2007, akan tetapi saham tersebut tidak beralih sesuai ketentuan Pasal 56 ayat (4) UUPT 40/2007. Saran dari penulis adalah terhadap akta mengenai perubahan data perseroan yang belum diberitahukan kepada Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan sudah melewati batas waktu maka dapat dibuatkan akta penegasan yang menyatakan kembali keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tersebut.

This thesis discusses the case study of PT. TN is related to the responsibilities of a notary in submitting a request for Data Change to the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia (Supreme Court Decision Number 1840 K/PDT/2016). The main problem in this thesis is regarding the legal consequences and responsibilities of a notary when the Deed of Minutes of the Extraordinary General Meeting of Shareholders of PT. TN whose data changes are not notified to the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. The research method used in this research is normative juridical, the nature of the research is descriptive analysis, the data collection tool is document study, and the data analysis technique is qualitative. The results of this study are the responsibility of the notary and the legal consequences of the deed, the notary has carried out his responsibilities during the process of making the deed which refers to the Act. Then regarding the legal force of deed Number 43 which is not registered in the Legal Entity Administration System, as long as the deed is made based on the applicable law, the deed remains an authentic deed that has perfect evidentiary power, but does not apply to third parties because it does not meet the publication principle. refers to the provisions of Article 94 paragraph (7) in conjunction with Article 111 paragraph (8) of the Company Law 40/2007, but the shares are not transferred according to the provisions of Article 56 paragraph (4) of the Company Law 40/2007. The suggestion from the author is that the deed regarding changes to company data that has not been notified to the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia and has passed the time limit can be made a deed of confirmation that restates the decision of the Extraordinary General Meeting of Shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Julvira Iskandar
"Penelitian ini membahas mengenai peran dan tanggung jawab notaris dalam membuat akta terkait pengambilalihan agunan (AYDA) sebagai alternatif penyelesaian kredit macet. Bank dalam menyalurkan kreditnya membutuhkan notaris sebagai rekanan bank yang berperan membuat akta-akta terkait perkreditan. Salah satu penyelesaian kredit macet pada bank adalah dengan melakukan AYDA yaitu suatu aktiva yang diperoleh bank baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan dari pemilik agunan, jika pemilik agunan/ debitur lalai dalam memenuhi kewajibannya. Dalam praktek seringkali pelaksanaan AYDA menimbulkan permasalahan dalam penyelesaiannya karena agunan tersebut non-marketable, sehingga dalam proses penjualan agunan pihak bank mengalami kesulitan dalam pencairannya. Permasalahan yang diangkat penulis yaitu mengenai pelaksanaan penyelesaian kredit macet pada bank M di Palembang melalui pengambilalihan agunan debitur (AYDA); dan peran serta tanggung jawab Notaris dalam membuat akta terkait dengan pengambilalihan agunan debitur. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Adapun analisa data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan dalam penyelesaian kredit macet pada bank M, bank memberi penawaran berupa pelunasan seluruh utang debitur, debitur menjual sendiri agunannya selama tempo waktu yang disepakati atau take over kredit ke bank lain, jika penawaran tersebut tidak menemukan hasil, bank harus melakukan AYDA. Pada agunan yang sulit dicairkan dan tidak dapat menutup seluruh utang debitur maka bank berupaya melalui agunan tambahan dan melakukan penjualan cepat. Notaris sebagai rekanan bank bertanggung jawab atas resiko yang timbul dalam akta yang dibuatnya. Oleh sebab itu, notaris harus teliti dan menjunjung tinggi etika profesinya agar tidak menyimpang dari kewenangannya.

This study discusses the role and the responsibility of a notary in making a deed related to the takeover of collateral (AYDA) as an alternative settlement of bad loans. Banks in channeling credit certainly need a notary as a bank partner who plays a role in making credit-related deeds. One of the settlements of bad loans at banks is by AYDA, which is an asset obtained by the bank either through auction or outside the auction from the owner of the collateral, if the owner of the collateral/debtor is negligent in fulfilling his obligations. On practice, the implementation of AYDA often causes problems in settlement because the collateral is non-marketable, so that in the process of selling the collateral the bank has difficulty in disbursing it. The problems raised by the author are regarding the implementation of the settlement of bad loans at M banks in Palembang through the takeover of debtor's collateral (AYDA); and the role and responsibilities of the Notary in making the deed related to the takeover of the debtor's collateral. To answer this problem, a normative juridical legal research method with an explanatory typology is used. The data analysis was carried out qualitatively. The results showed that in the settlement of bad loans in M bank, the bank made an offer in the form of paying off all debtor's debts, the debtor sold the collateral himself during the agreed time period or took over the credit to another bank, if the offer did not find results, the bank had to do AYDA. In the case of collateral that is difficult to disburse and cannot cover all of the debtor's debt, the bank seeks to add additional collateral and make quick sales. Notaries as bank partners are responsible for the risks that arise in the deed they make. Therefore, a notary must be careful and uphold his professional ethics so as not to deviate from his authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalsa Anugerah Deri Putri
"Notaris merupakan salah satu pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk membuat akta autentik sebagai salah satu alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dalam memangku jabatannya sebagai pejabat umum, Notaris harus berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Kode Etik Notaris, dan sumpah jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai kewajiban dan larangan Notaris. Akan tetapi, hingga saat ini, masih terdapat Notaris yang melanggar ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris. Hal ini dapat ditemukan di dalam Putusan Nomor 15/Pdt.G/2021/PN Snt dimana dalam hal ini Notaris telah bertindak secara tidak saksama dalam menjalankan jabatannya yang menimbulkan kerugian pada para pihak dalam akta. Notaris dalam hal ini telah menyerahkan Sertipikat Hak Milik (SHM) milik penggugat kepada tergugat tanpa persetujuan dan seizin penggugat. Dengan berpindah tangannya sertipikat tersebut mengakibatkan timbulnya cidera janji oleh tergugat kepada penggugat dimana tergugat sebagai pihak terhutag tidak menepati janjinya untuk melunasi pembayaran atas jual beli yang telah disepakati. Oleh karenanya, permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai tanggung jawab Notaris terhadap tindakannya yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini berbentuk yuridis- normatif dengan tipologi penelitian deskriptif- analitis. Selanjutnya, pada penelitian ini digunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, Notaris sebagai salah satu pihak yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain dan juga telah melanggar kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) seharusnya dikenai sanksi dikarenakan telah melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik karena telah bertindak secara tidak saksama sehingga menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya.  Sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris tersebut dapat berupa sanksi perdata, sanksi administratif, dan/atau sanksi Kode Etik. Pemberian sanksi tersebut ditujukan agar dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus mengemban tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Kode Etik, dan sumpah jabatan.

The notary is one of the public officials who are given the authority by law to make authentic deeds as a means of proof that has perfect evidentiary power. In holding his position as a public official, a Notary must adhere to the Law on Notary Office (UUJN), the Notary Code of Ethics, and the Notary's oath of office. The Notary Office Law (UUJN) has provided clear arrangements regarding the obligations and prohibitions of a Notary. However, until now, there are still Notaries who violate the provisions contained in the Notary Office Act (UUJN) and the Notary Code of Ethics. This can be found in Decision Number 15/Pdt.G/2021/PN Snt where in this case the Notary has acted inaccurately in carrying out his position which has caused losses to the parties to the deed. The notary, in this case, has handed over the plaintiff's Certificate of Ownership (SHM) to the defendant without the plaintiff's approval and permission. By changing hands, the certificate resulted in a breach of promise by the defendant to the plaintiff where the defendant as the debtor did not keep his promise to pay off the payment for the agreed sale and purchase. Therefore, the issue raised in this thesis is regarding the notary's responsibility for actions that are not by the Law on Notary Office (UUJN). This research is in the form of juridical-normative with a descriptive-analytical research typology. Furthermore, this study used secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials obtained from literature studies. In this study, a notary as a party that causes harm to other parties and has also violated the obligations as stipulated in the Notary Office Act (UUJN) should be subject to sanctions because they have violated the provisions of the Notary Office Act (UUJN) and the Code of Ethics. because it has acted inaccurately causing harm to other parties. Sanctions that can be imposed on the Notary can be in the form of civil sanctions, administrative sanctions, and/or Code of Ethics sanctions. The imposition of sanctions is intended so that in carrying out his position, a Notary must carry out the duties and responsibilities by the Notary Office Act (UUJN), the Code of Ethics, and the oath of office."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Winardi
"Peran Notaris dalam rangka pembuatan akta pendirian perseroan terbatas merupakan salah satu wewenang yang dimiliki oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam praktiknya, terdapat perseroan terbatas yang para pendirinya merupakan warga negara atau badan hukum asing atau yang dikenal sebagai perseroan terbatas penanaman modal asing dan dalam pendiriannya, para pendiri tersebut memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan penandatanganan akta. Namun dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 181 Pk/Pdt/2019, terdapat akta pendirian perseroan terbatas penanaman modal asing yang dipermasalahkan oleh salah satu pendirinya karena ketentuan yang terdapat pada akta pendirian dan pembetulan atas akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan surat kuasa pendiri yang dibuat di luar negeri tidak dilegalisasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan analisa data dilakukan secara preskriptif. Analisis didasarkan pada peraturan yang berlaku terkait pembuatan dan pembetulan akta dan ketentuan terkait legalisasi surat kuasa pendiri yang dibuat di luar negeri. Hasil analisa adalah bahwa permasalahan tersebut dapat terjadi karena notaris kurang berhati-hati sehingga melakukan kesalahan dalam pembuatan dan pembetulan akta sedangkan surat kuasa pendiri yang tidak dilegalisasi tetap berlaku dan dapat digunakan. Untuk mencegah terjadinya peristiwa yang serupa maka notaris perlu melakukan persiapan sebelum melakukan pembuatan akta dan juga dapat dikembangkan suatu sistem yang dapat melakukan periksaan terhadap akta agar tidak lagi terjadi kesalahan dalam pembuatan ataupun pembetulan akta.

The role of a notary in the framework of drafting a limited liability company deed is one of the role held by a notary based on Law Number 2 of 2014 regarding the Amendments to Law Number 30 of 2004 regarding Notary and Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. In practice, there is limited liability company which the founders are foreign citizens or legal entities or known as foreign investment limited liability company and in their establishment, the founders give a power of attorney to other party to execute the deed. However, in the Supreme Court Decision Number 181 Pk/Pdt/2019, there is a deed of establishment of a foreign investment limited company which was questioned by one of the founders since the provisions contained in the deed of establishment and the correction of the deed were not in accordance with the prevailing regulation and the power of attorney from the founders which made abroad is not legalized. To answer this questions, a normative juridical research method was used and data analysis was performed prescriptively. The analysis is made based on the applicable regulations regarding the creation and correction of deeds and provisions related to the legalization of the founding power of attorney made abroad. The result of the analysis is that these problems can occur since the notary is not careful and therefore made mistakes in the making and correcting the deeds, while the power of attorney of the founders which is not legalized is still valid and can be used. To prevent a similar event occurs, notary need to make preparations before making deeds and also a system can be developed to inspect the deeds in order that no mistakes will be occur in the making or correcting of the deeds."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurananda Budi Muliani
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi serta globalisasi saat ini dapat memunculkan aktivitas kriminal yang dilakukan secara terorganisir seperti kejahatan tindak pidana pencucian uang yang seringkali dapat melibatkan Notaris dalam kewenangannya membuat akta autentik. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya mengatur ketentuan pihak pelapor yang sebelumnya hanya diatur dalam UU No. 8/2010 saja tetapi juga diatur kembali ke dalam PP No. 43/2015. Perluasan ketentuan pihak pelapor tersebut menjadikan para profesi khususnya Notaris untuk wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan melakukan pendaftaran dan pelaporannya pada suatu aplikasi khusus yaitu Gathering Reports & Information Processing System (GRIPS). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mengenai kedudukan dan peran Notaris dalam sistem pelaporan tindak pidana pencucian uang serta tanggung jawabnya sebagai pihak pelapor dalam aplikasi GRIPS. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen serta didukung dengan hasil wawancara sebagai alat pengumpulan data. Dalam hasil penelitian ini dijabarkan bahwa Notaris hanya berperan dalam pembuatan akta autentik dengan batasan penerapan kebenaran formil saja dan tidak perlu mencari kebenaran materiil terhadap sumber dana para pengguna jasanya karena pada dasarnya tanggung jawab Notaris berkaitan erat dengan pengemban rahasia jabatan dan sebatas obyek laporan yang telah ditentukan untuk dilaporkan. Maka, untuk menghindari Notaris dalam keterlibatan transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh pengguna jasa, diperlukannya suatu perlindungan bagi Notaris yakni dengan melakukan upaya hukum atas pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (judicial review) kepada Mahkamah Agung agar terciptanya kepastian hukum terhadap Notaris sehubungan dengan permasalahan kewajibannya tersebut.

ABSTRACT
The development of information technology and globalization today can lead to criminal activities carried out in an organized manner such as the crime of money laundering crimes which often can involve Notaries in their authority to make authentic deeds. Therefore, the government does not only regulate the provisions of the reporting party previously only regulated in UU No. 8/2010, but also re-arranged into PP No. 43/2015. Expansion of the provisions of the reporting party made professionals, especially Notaries, obliged to report suspicious financial transactions to the Financial Transaction Reporting and Analysis Center (PPATK) by registering and reporting on a specific application, namely Gathering Reports & Information Processing System (GRIPS). The problems discussed in this study concerning the position and role of the Notary in the reporting system of money laundering and their responsibilities as reporting parties in the GRIPS application. The method used in this study is normative juridical by using document studies and supported by the results of interviews as a data collection tool. In the results of this study, it was explained that Notaries only play a role in making authentic deeds with limits to the application of formal truth only and do not need to look for material truths for the sources of funds of service users because basically the Notary's responsibilities are closely related to the secret office bearers and limited object reports. So, to avoid a Notary in the involvement of suspicious financial transactions carried out by service users, the need for protection for a Notary is by making legal remedies for judicial review of the Supreme Court in order to create legal certainty against the Notary in connection with the issue of its obligations."
2019
T54131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilyanto
"Salah satu tanda bukti yang menyatakan seseorang sebagai ahli waris adalah Surat Keterangan Hak Mewaris. Surat Keterangan Hak Mewaris diperlukan oleh ahli waris untuk melakukan administrasi peralihan hak atas harta kekayaan pewaris kepada ahli waris. Salah satu pihak yang berwenang untuk mengeluarkan Surat Keterangan Hak Mewaris adalah Notaris (vide Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juncto Pasal 111 ayat (l)c angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997). Pada prakteknya, Surat Keterangan Hak Mewaris yang dikeluarkan oleh Notaris dapat berbentuk akta otentik atau akta di
bawah tangan. Permasalahannya adalah bagaimana tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Hak Mewaris dan Surat Keterangan Hak Mewaris dalam bentuk apa yang cocok untuk diterapkan dalam praktek Notariat? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normatif Yuridis dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen. Tanggung jawab Notaris dalam membuat Surat Keterangan Hak Mewaris didasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu tanggung jawab secara Undang-Undang Jabatan Notaris, tanggung jawab secara Hukum Pidana dan tanggung jawab secara Hukum Perdata. Tanggung jawab Notaris dalam membuat Surat Keterangan Hak Mewaris juga ada batasannya. Penghadap atau ahli waris yang beritikad buruk, misalnya mengecoh Notaris sehingga ada kesalahan dalam Surat Keterangan Hak Mewaris, harus bertanggung jawab atas itikad buruknya tersebut. Masing-masing bentuk dari Surat Keterangan Hak Mewaris mempunyai kekurangan dan kelebihan. Setelah penulis menganalisa kekurangan dan kelebihan masing-masing bentuk maka penulis berkesimpulan bahwa Surat Keterangan Hak Mewaris yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan lebih baik untuk diterapkan dalam praktek Notariat

One of proof that shows someone as the heir is Identification Paper for Inheriting
Legacy. Identification Paper for Inheriting Legacy is needed by heir to do the
transfer administration for owning a dead person’s legacy. One of institutions that is
competent to make a Identification Paper for Inheriting Legacy is Notary (look
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juncto Pasal 111 ayat (l)c angka 4
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997). Identification Paper for Inheriting Legacy can be made in the form as
an authentic paper or as an underhanded paper. The problems are how is the Notary’s
responsibility of making Identification Paper for Inheriting Legacy? What is the
better form of an Identification Paper for Inheriting Legacy? To answer the
problems, author uses Juridical Law Normative research method that use data
collecting tool as document study. Notary responsibility of making Identification
Paper for Inheriting Legacy is based by 3 (three) rules, that are responsible to
Undang-Undang Jabatan Notaris, responsible to Hukum Pidana and responsible to
Hukum Perdata. Notary responsibility of making Identification Paper for Inheriting
Legacy can also be limited, heir who has a bad intentions, for example, deceiving
Notary, so there is a mistake in a Identification Paper for Inheriting Legacy, has to
responsible for his bad intentions. Each forms of an Identification Paper for
Inheriting Legacy has several advantages and disadvantages. After analyzing, author
gets the conclusion that Identification Paper for Inheriting Legacy in an underhanded
paper form is better to be applied.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37000
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kalingga Hermawan
"Akta Pernyataan Keputusan Rapat (Akta PKR) merupakan akta autentik yang dibuat berdasarkan risalah RUPS yang wajib memuat tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk, serta adanya pemberian kuasa oleh rapat kepada direksi PT atau pihak lain untuk menuangkan risalah RUPS tersebut ke dalam Akta PKR. Pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIjakarta/XI/2021 pembuatan Akta PKR didasarkan pada risalah RUPS yang tidak disertai tanda tangan pemegang saham dan kuasa. Rumusan masalah dalam penulisan ini mencakup akibat hukum dan tanggung jawab notaris. Bentuk penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Penulisan ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penulisan menunjukkan bahwa terhadap Akta PKR pembuatannya wajib memenuhi formalitas tertentu. Tidak terpenuhinya syarat formalitas, akan membuat akta terindikasi batal demi hukum. MPW tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan akta autentik. Untuk menjamin kepastian hukum, hakim dalam hal ini harus menyatakan bahwa akta yang bersangkutan adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.  Pembuatan akta autentik yang menimbulkan kerugian dapat menarik notaris dalam pertanggungjawaban baik secara perdata dan pidana.

The Deed of Statement of Meeting Resolutions (SMR Deed) is an authentic deed made by the MoM that shall be signed by the chairperson of the meeting, and at least one shareholder shall be appointed by and from among those present, and the grant of PoA by the meeting to the directors or other parties to put the MoM into the deed. In the decision of the Supervisory Council of the Notary Region of the Special Capital Region of Jakarta Number 13/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIjakarta/XI/2021 the SMR Deed made by the MoM which does not requires shareholder signatures and PoA. Research questions on this thesis are legal result and liability of notary. Research Method uses is normative juridical. This research uses secondary data literature study and interview. The research show that the SMR Deed must fulfill certain formalities or it indicates to be null and void. MPW does not have the authority to cancel authentic deed, but instead imposes sanctions on the notary. In acquire legal certainty, the court must declare that the agreement is null and void. In the event that authentic deed causes a loss, notary can be held responsible for civil and criminal sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadilla
"Tesis ini membahas kasus jual beli berantai atas objek sebidang tanah. Pada saat jual beli
pertama dilakukan pada tahun 1991, Notaris/PPAT tidak menuntaskan pengurusan
pensertipikatannya sehingga terjadi jual beli berikut dan berikutnya lagi atas tanah
tersebut sampai empat kali di tahun 2010. Hal ini berujung pada sengketa ahli waris dari
pembeli pertama yang mengganggu pembeli terakhir/pembeli keempat. Sengketa dimulai
di tahun 2013 di Pengadilan Negeri Kepanjen, berlanjut Kasasi dan selanjutnya Putusan
Mahkamah Agung No. 485/K/Pdt 2018. Permasalahan yang diangkat adalah proses
berlangsungnya jual beli oleh Notaris/PPAT dan tanggung jawab jawab Notaris/PPAT
terhadap objek jual beli berantai atas tanah yang di dalam sertipikat tidak tertera nama
pemilik tanah tersebut. Metode penelitian berbentuk yuridis normatif, dengan studi
dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Adapun pendekatan analisis
menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu dalam penanganan suatu
jual beli harus dilakukan secara berhati-hati dalam memeriksa dokumen kelengkapan para
pihak dan mendampingi para pihak untuk menuntaskan pengurusan pengalihan hak atas
tanah sampai terbitnya sertipikat. Notaris/PPAT dapat dikenakan sanksi baik berupa
administratif dan perdata. Temuan penelitian ini adalah kepastian hukum atas pemilikan
tanah menjadi sangat penting dan Notaris yang menerima protokol menjadi terlibat, turut
terkena imbas dalam kasus ini selama lima tahun

This Thesis discusses the case of a chain sale and purchase of a plot of land. The first
sale and purchase was carried out in 1991, the Notary Public/PPAT didn’t complete the
arrangement of the certificate so there was a subsequent sale and purchase of the land
four times until 2010. This resulted a dispute over the heirs of the first buyer disturbed
the last buyer/fourth buyer of this land. The dispute started in 2013 at the Kepanjen
District Court until Cassation based on the Supreme Court Decision Number 485/K/Pdt
2018. The issues thas is appointed is the process of buying and selling by the Notary
Public/PPAT and the responsibility of the Notary Public/PPAT for sale and purchase
with a chain of land whe the certificate doesn’t state the name of the land owner. The
research method was in the form of juridical normative, with document study through
literature search on secondary data. The analysis approach used is qualitative approach.
The result of this research is the Notary Public/PPAT in handling a sale and purchase
must be careful in examining the completeness of the parties' documents and
accompanying the parties to complete the management of the transfer of land rights until
the issuance of the certificate. The responsibility of a Notary Public/PPAT is penalty in
the form of civil, criminal and administrative. The findings of this study are that legal
certainty of land ownership is very important and the Notary Public who received the
protocol became involved in this case for five years
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindya Mulia Kencana
"Kewajiban seorang Notaris diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang apabila dilanggar, maka dapat diberikan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Penulisan ini menjawab dua permasalahan utama mengenai tanggung jawab hukum Notaris yang membuat addendum akta sewa menyewa yang diduga palsu serta akibat hukum dari addendum akta sewa menyewa yang telah dibuat oleh Notaris yang diduga palsu dengan menganalisis Putusan Nomor 08/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/IX/2021 yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta. Metode penelitian yang dipergunakan yaitu yuridis-normatif melalui studi kasus serta menelaah teori, konsep, dan asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan. Adapun data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan berupa data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara dengan narasumber. Kesimpulannya, berdasarkan metode penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) bentuk tanggung jawab yang dapat diberikan kepada Notaris yang membuat akta yang diduga palsu yaitu berupa sanksi administrasi, perdata, dan pidana. Sementara akibat hukum dari akta yang telah dibuat oleh Notaris namun diduga palsu yaitu dapat dibatalkan dengan pembuatan Akta Pembatalan apabila para pihak setuju untuk membatalkannya, atau apabila tidak menemukan titik terang maka dapat dimintakan pembatalan ke Pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan.

The responsibilities of a Notary are regulated in Law No. 30 of 2004 concerning Notary Profession, whereby in the event of a violation, will be subject to sanctions as a form of a Notary’s accountability. This legal thesis address two main issues regarding the legal responsibility of a Notary who allegedly falsifies an addendum in making lease deed and the legal consequences that applies to the act of falsifying a lease deed, by analyzing the Decision Number 08/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/IX/2021 issued by the Supervisory Council of Notary of DKI Jakarta Region. This legal thesis employs a normative juridical method, which means that the research will be conducted by examining case studies, theories, concepts, legal principles, and legislation. The data used in analyzing the underlying issues are secondary data obtained from literature studies and interviews. In conclusion, pursuant to the said research method, it can be concluded that there are 3 (three) forms of responsibility that can be given to a Notary who allegedly falsifies a deed, particularly in the form of administrative, civil, and criminal sanctions. Meanwhile, the legal consequences of an allegedly falsified deed that has been made by a Notary can be cancelled by making a Deed of Cancellation if the parties agree to cancel it, or if it is not possible, the aggrieved party can subject to a request for cancellation to the Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>